SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
Dibuang Karena Hamil Anak Perempuan

Dibuang Karena Hamil Anak Perempuan

Anak perempuan yang tak dianggap

"Papa," teriak Regina girang saat melihat kepulangan sang ayah. Regina Azahra adalah putri sulung dari pasangan Zafira Febriantika dan Refano Prayogo. Ia baru berusia 6 tahun.

Refano Prayogo adalah CEO perusahaan YG Group. Pernikahan Zafira dan Refano terjadi bukan karena cinta, melainkan perjodohan. Kakek Refano memiliki perjanjian dengan sahabatnya, kakek dari Zafira untuk menjodohkan cucu-cucu mereka. Awalnya Refano menolak perjodohan itu, tapi karena itu adalah permintaan terakhir sang kakek yang sedang sakit parah, alhasil Refano pun setuju. Sehingga terjadilah pernikahan mereka. Pernikahan yang hingga saat ini tidak pernah dipublikasikan sama sekali. Pernikahan yang dilakukan hanya di ruang emergency dan hanya dihadiri oleh keluarga dekat saja, yaitu orang tua Refano dan Zafira. Sedangkan sang kakek dari Zafira, telah lebih dahulu pergi. Namun, demi menjaga janji mereka, kakek Refano tetap memaksa cucunya menikahi Zafira meskipun mendapat pertentangan dari orang tua Refano sendiri sebab mereka menganggap Zafira tak pantas bersanding dengan putranya yang sempurna, mulai dari tampan, mapan, dan berpendidikan. Sangat berbanding terbalik dengan Zafira yang meskipun ia juga seorang sarjana, tapi tetap saja dianggap rendah oleh kedua mertuanya.

Regina yang melihat kepulangan sang ayah pun segera merentangkan kedua tangannya, seakan tak pernah jenuh, berharap, satu kali saja ayahnya merentangkan kedua tangannya juga untuk menyambutnya ke dalam pelukannya. Tapi ... kali ini pun Regina harus kembali menelan kekecewaannya sebab lagi-lagi ayahnya mengabaikannya. Tak menganggapnya ada. Sakit, Zafira yang melihatnya saja sakit, apalagi putrinya. Hatinya hancur berkeping-keping. Sampai kapan suaminya akan mengabaikan anak-anaknya, batin Zafira.

Mata Regina sudah berkaca-kaca. Bibirnya bergetar, Zafira yakin, sebentar lagi tangis Regina akan pecah. Tapi sebaliknya, Regina justru menahannya. Batin Zafira sesak. Ia tak menyangka, putrinya sekuat tenaga menahan kesedihannya. Mungkin karena sudah biasa, jadi ia sudah bisa mengendalikan kesedihan dan kekecewaannya.

Berbanding terbalik dengan Refina Azulfa, putri kedua mereka yang seolah-olah tak peduli ayahnya. Balita 3 tahun itu benar-benar tak mempedulikan keberadaan ayahnya. Mungkin karena telah terbiasa diacuhkan, tak dianggap sama sekali, sehingga tak ada sedikitpun rasa ingin berdekatan dengan sang ayah. Zafira hanya bisa menangis pilu dalam hati. Zafira bingung, sampai kapan Refano akan mengabaikan anak-anaknya? Tidakkah di hatinya ada sedikit saja rasa sayang untuk putri-putrinya? Miris, benar-benar miris. Nasib putri-putrinya memang semiris itu.

"Mas, mas kok tega banget sih sama Regina? Regina itu putri kamu lho mas, kenapa kamu kayak nggak peduli sama sekali sama Regina dan Refina? Apa salahnya menanggapi panggilan mereka meskipun hanya dengan satu kata ataupun satu pelukan? Bahkan hingga kini, kau tak pernah sekalipun menggendong kedua putrimu, kau ... kejam sekali, tahu nggak sih, mas," protes Zafira sambil merapikan pakaian yang baru saja Refano lepaskan dari tubuhnya. Mata Zafira telah memerah. Sakit, hancur, dan kecewa, itu yang ia rasa. Ia tak masalah tidak dianggap suami dan keluarganya, tapi jangan kedua putrinya. Bagaimanapun mereka merupakan bagian dari keluarga itu. Ada darah mereka yang mengalir di tubuh kedua putrinya, tapi mengapa mereka begitu tega tidak menganggap putri-putrinya.

"Sudah aku katakan berulang kali, yang aku inginkan itu anak laki-laki, bukan anak perempuan nggak guna seperti mereka!" sentak Refano dengan sorot mata tajam dan rahang mengeras.

"Mas, mau anak laki-laki ataupun perempuan itu sama aja. Mereka sama-sama anugerah dari Allah. Nggak pantas kamu menganggap mereka anak nggak guna. Seharusnya kamu bersyukur masih diberikan keturunan oleh Allah, bukannya bersikap pongah dan menghardik keberadaan mereka," sentak Zafira tak kalah murka.

"Kau berani melawan, hah!" desis Refano seraya mencengkram rahang Zafira membuat wanita yang tengah hamil 4 bulan itu meringis dengan nafas tercekat. "Semakin hari sepertinya kau makin berani melawan, hah? Apa karena kau adalah istriku jadi kau berhak untuk angkat bicara dan memprotes apa yang akan aku lakukan, hah!" sentak Refano sambil menyentak tangannya sehingga Zafira terhuyung ke belakang dan nyaris membentur dinding.

"Kau benar-benar laki-laki yang jahat. Aku menyesal menikah denganmu!" pekik Zafira dengan nafas memburu.

Plakkk ...

Sebuah tamparan mendarat tepat di pipi kiri Zafira membuat sudut bibir Zafira terluka dan berdarah.

"Kau pikir aku senang, hah? Kau pikir aku bahagia? Kau pikir aku tidak menyesal? Kau dan keluargamu itu hanya benalu yang tak tahu malu, ingin berbesan dengan orang kaya sampai menyodorkan anaknya yang tidak ada apa-apanya ini dengan keluargaku alih-alih ingin menepati janji sang kakek. Cih, kamu itu tak lebih dari jalaang pribadiku jadi jangan merasa bangga bisa menjadi istriku karena kau sedikit pun tak pantas menyandang status itu."

Hancur, entah berapa kali lagi Zafira harus merasakan kehancuran karena kekerasan verbal maupun fisik yang dilakukan Refano. Ingin rasanya ia pergi dari penjara keluarga kejam ini, tapi ia sedang hamil. Selain itu, bagaimana nasib putri-putrinya kelak? Ia tak memiliki kemampuan finansial yang cukup. Ia tak mungkin mempercayakan putri-putrinya pada keluarga kejam itu sebab mereka sekalipun tak pernah menganggap putri-putrinya sebagai anggota keluarga itu. Beruntung, Refano tidak pelit masalah keuangan jadi ia tak merasakan kesulitan lainnya lagi. Tapi, tetap saja semuanya terasa menyakitkan. Di samping itu ia tidak mau mengecewakan kedua orang tuanya di kampung. Orang tuanya pasti ikut hancur saat tahu bagaimana putrinya diperlukan di rumah bak istana itu. Rumah itu memang seperti istana, tapi bagi Zafira, rumah itu adalah penjara. Sebab ia tidak memiliki kebebasan dan selalu hidup dalam tekanan di dalam sana.

...***...

"Fira, di depan ada teman-teman mama, cepat buatkan teh dan bawakan cemilan, sekarang juga," tukas Liliana, ibu mertua Zafira.

Zafira yang sedang ingin menyeduh susu itu Refina lantas mendongakkan kepalanya dan mengangguk, mengiyakan. Di sana padahal ada art, tapi ibu mertuanya justru lebih sering menyuruh-nyuruh Zafira untuk melakukan apapun itu.

"Fira buat susu Refina sebentar ya, ma," ujar Zafira yang ingin membuat susu untuk putrinya dahulu. Tapi Liliana justru mendelik marah.

"Kamu itu disuruh mertua ya harus nurut. Nggak usah banyak alasan. Buat susu kan bisa nanti. Cepat, buat tehnya sekarang. Awas lama!" ketus Liliana membuat Zafira menghela nafasnya.

"Bagaimana kalau saya aja yang buat tehnya, nyonya?" tanya Bik Mina, asisten rumah tangga di rumah itu.

"Yang saya suruh itu Zafira, bukan kamu," ketus Liliana. "Atau kamu aja buatin susu untuk si itu siapa anak kamu itu Fira ... ya gitu aja jadi Fira bisa buatin teh untuk tamu-tamu saya," pungkas Liliana yang entah memang tak tahu nama cucunya atau sekedar pura-pura saja. Sungguh, mendengar ibu mertuanya yang seperti tidak tahu nama cucunya sendiri membuat hati Zafira sakit. Putri-putrinya benar-benar tak dianggap oleh keluarga suaminya itu. Entah apa salah dan dosanya sehingga mereka begitu tega pada keturunan mereka sendiri. Aneh tapi nyata, inilah yang terjadi. Baik dirinya maupun putri-putrinya bagaikan orang asing di rumah besar itu. Padahal putri-putrinya bukanlah anak yang nakal. Bahkan mereka cantik-cantik dan pintar. Mereka juga anak yang baik, santun, dan ramah. Tapi sayang, kelebihan itu tak juga menarik perhatian baik suami, maupun kedua mertuanya. Yang mereka inginkan memang hanya anak laki-laki. Ya, hanya laki-laki, sehingga anak perempuannya tak pernah diterima di dalam keluarga itu.

Zafira mengusap perutnya yang sudah sedikit membukit. Meskipun mereka semua mengharapkan anak laki-laki, tapi ia tidak menuntut pada Tuhannya agar memberikan anak laki-laki. Ia serahkan dan pasrahkan segalanya pada sang Khalik. Mau laki-laki ataupun perempuan bayinya kelak, yang ia minta hanyalah agar bayinya dapat ia lahirkan dalam keadaan sehat tanpa satu kurang apapun. Terserah bila mereka tidak mau menerima bila lagi-lagi ia melahirkan seorang bayi perempuan, yang penting dirinya masih ada. Dirinya akan menerima anaknya dengan penuh cinta dan kasih sayang. Dan dirinya akan berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakan putri-putrinya, itu janjinya.

...***...

Halo kakak semua, ini novel baru othor. Mohon dukungannya ya! Jangan lupa kasi othor sajen, buat makin semangat ngetik. 😄😄😄

...***...

...HAPPY READING 🥰🥰🥰...

Rencana Liliana

Tak ingin membuat sang ibu mertua marah, Zafira lantas segera membuatkan teh dan menyiapkan beberapa makanan untuk tamu sang ibu mertua. Zafira juga meminta tolong Bik Mina untuk membuatkan Refina susu. Memang sudah kebiasaan Refina meminum segelas susu hangat sebelum tidur, baik itu tidur siang maupun malam. Karena ini sudah waktunya Refina tidur siang, jadi Zafira hendak membuatkan Refina segelas susu rasa madu. Namun, karena Liliana memintanya membuatkan teh dan makanan untuk tamu-tamunya, jadi dengan terpaksa ia meminta tolong Bik Mina untuk membuatkannya.

"Terima kasih ya, bik. Kalau Refi nanyain Fira, bilang aja Fira sedang sakit perut," tutur Zafira terpaksa berdusta sebab biasanya Refina baru tertidur setelah ia memeluk dan mengusap kepalanya.

Bik Mina tersenyum maklum. Ia sedikit banyak tahu kebiasaan anak-anak Zafira. Ia pun merasa iba dengan keadaan Zafira. Tapi sayang, ia hanyalah seorang pembantu rumah tangga, ia tak memiliki kuasa untuk membantu Zafira dan anak-anaknya.

"Nggak usah makasih-makasih segala kayak sama siapa saja," omel bik Mina sambil bersungut-sungut. Namun, setelahnya ia tersenyum. Ia sangat menyukai nyonya mudanya itu yang bukan hanya cantik, tapi baik, ramah, dan lemah lembut. Tapi sayang, kelebihannya tetap tidak membuat keluarga itu bisa benar-benar menerimanya. Majikannya terlalu pongah dan mengutamakan bibit, bebet, dan bobot sehingga mau sehebat apapun Zafira, mereka tetap tak bisa menerimanya hanya karena satu alasan, yaitu Zafira terlahir dari keluarga biasa saja. Bahkan orang tua Zafira tinggal di kampung membuat majikannya kian tak menyukainya.

Zafira tersenyum yang di saat bersamaan ia baru saja selesai menyiapkan teh dan camilan untuk tamu ibu mertuanya. Kemudian ia pun bergegas mengantarkan minuman tersebut untuk para tamu tersebut.

Setibanya di ruang tamu, Zafira pun segera menghidangkan makanan dan minuman tersebut sambil tersenyum ramah. Tapi berbanding terbalik dengan tatapan para tamu sang ibu mertua yang menatapnya dengan tatapan penuh menyelidik bahkan ada yang menatap dengan tatapan mencemooh.

"Dia art kamu jeng?" celetuk salah seorang teman Liliana.

Wajah Liliana sontak memberengut masam, "sebenarnya sih bukan."

Zafira yang baru saja hendak beranjak diam-diam mengulum senyum. Hatinya menghangat saat mertuanya tidak menganggapnya seorang art.

"Maksudnya?" celetuk wanita itu lagi dengan dahi berkerut.

"Dia itu menantu jeng Liliana, jeng." Timpal yang lain yang memang sudah mengetahui perihal siapa itu Zafira.

"Hah! Yang benar aja. Jadi dia istri putramu, Refano? Masa' selera putramu kayak gitu sih, jeng?"

Liliana mendengkus, "kata siapa dia selera Refano. Kalo bukan kakek Refano yang memaksa, mana mau anakku yang sempurna dengan perempuan kampung kayak gitu."

Zafira memang sudah berjalan menjauh, tapi suara percakapan itu masih cukup terdengar di telinganya. Mendengar kata-kata tersebut, perasaan hangat tadi tiba-tiba terhempas. Sakit. Bahkan setelah 7 tahun menjadi menantu di dalam keluarga itu, ia tetap saja dipandang rendah dan hina. Sehina itukah dirinya di mata orang-orang itu? Apakah dirinya memang tak pantas menjadi bagian dari keluarga ini? Seandainya bisa, Zafira telah menolak perjodohan itu. Bahkan orang tuanya pun sempat menolak karena takut hal seperti inilah terjadi pada Putri mereka. Tapi karena keluarga mereka pun pernah memiliki hutang budi, mereka jadi tidak kuasa untuk menolak. Kakek Refano mengancam akan menagih hutang-hutang biaya perawatan ayahnya dulu. Dahulu, saat Zafira masih kecil, ayahnya pernah mengalami sakit jantung dan untuk mengobatinya dibutuhkan biaya yang besar. Lalu datanglah kakek Refano menawarkan bantuan. Ayah mereka tak menyangka, kakek Refano menggunakan hutang budi itu untuk membuatnya terpaksa menerima perjodohan itu. Tapi kakek Refano berjanji, Zafira akan bahagia menjadi bagian dalam keluarga itu. Tapi sayang, janji tinggal janji. Setelah kepergian kakek Refano, sikap asli mereka keluar. Mereka terang-terangan menunjukkan ketidaksukaan mereka pada Zafira. Zafira yang tidak ingin keluarganya bersedih dan sakit jantung ayahnya kambuh pun terpaksa menerima segalanya dengan tabah. Ia tak pernah sekalipun menceritakan perlakuan keluarga itu pada orang tuanya dengan harapan perlahan hati suami dan mertuanya melembut dan mau menerima dirinya dengan hati yang tulus.

Tapi, hingga 7 tahun berlalu ternyata semua tak ada yang berubah. Dirinya tetap saja merasa seperti orang asing di dalam keluarga itu. Bahkan ibu mertuanya kerap memperlakukannya seperti seorang pembantu. Sampai kapankah ia mampu bertahan, ia tak tahu.

"Dia cantik sih, tapi gayanya itu ... Mana kusam banget," timpalnya lagi.

Zafira sebenarnya cantik. Tapi kesibukannya mengurus rumah tangga keluarga belum lagi kedua anak dan suaminya membuatnya tidak memiliki waktu untuk sekedar merawat diri. Ditambah ia sedang hamil, membuatnya mudah kelelahan, alhasil ia benar-benar tak sempat untuk mengurus dirinya sendiri sebab bila ia memiliki waktu luang, ia lebih memilih mengistirahatkan dirinya.

"Jeng, kayaknya Fira hamil anak cewek lagi tuh!" celetuk teman Liliana yang tahu keluarga itu menginginkan cucu laki-laki, bukan perempuan.

"Iya kah? Duh, bisa-bisa rumah ini jadi kayak tempat penampungan anak, udah kayak panti aja, kalo lagi-lagi anaknya perempuan."

"Iya, itu tuh perutnya melebar gitu, itu ciri hamil anak perempuan."

"Iya, bener. Aku dulu hamil Si Anca juga gitu. Emang kenapa kalau hamil anak perempuan?"

"Kami itu butuh penerus YG Group. Kalo lagi-lagi lahir anak cewek, bisa-bisa YG Group nggak ada penerus. Aku nggak mau kalau YG Group sampai jatuh ke tangan anak-anak saudara suamiku. Kamu tahu kan, YG Group itu perusahaan keluarga. Jadi harus ada penerus laki-laki kalau tetap mau mempertahankan perusahaan." Liliana menjelaskan.

"Jeng kok pusing-pusing sih, suruh nikah lagi aja. Jeng kan tahu, Saskia dari dulu suka sama Refano, tapi Refano malah selalu nganggap Saskia sahabat. Aku yakin, Saskia bisa mewujudkan keinginan jeng untuk punya cucu laki-laki. Lihat aja, kakak Saskia, Lidia, anaknya udah 3, laki-laki semua. Aku yakin, Saskia pun sama kayak Lidia, bisa kasi anak laki-laki yang banyak malah."

Sontak saja, kata-kata wanita paruh baya bernama Merry itu membuat mata Liliana berbinar. Ia lantas tersenyum lebar.

"Kamu benar juga, Mer. Bagaimana kalau kita jodohkan anak kita?" tukas Liliana seolah tidak merasa bersalah pada Zafira.

Degh ...

Hati Zafira seketika berdenyut nyeri. Ia yang tadinya hendak mengantarkan kue yang baru saja ia buat sontak menegang di tempat. Tubuhnya seketika kaku, ia tak menyangka, mertuanya bisa memiliki niat seperti itu.

...***...

"Ma, Minggu depan ada acara di sekolah Regi. Mama sama papa disuruh datang. Nanti Regi disuruh nyanyi, Ma. Kira-kira papa mau datang nggak Ma ya?" tutur Regina dengan wajah sendunya. Melihat sikap sang papa yang selalu acuh padanya membuat Regina ragu sendiri. Bahkan saat Regina ulang tahun pun, tak pernah sekalipun papanya memberikan ucapan selamat apalagi memberikan kado.

Hati Zafira bagai disayat-sayat sembilu. Perihnya merajam hati. Zafira menggigit bibirnya. Lidahnya kelu. Bahkan tangannya sudah bergetar dengan mata memanas.

Namun sebisa mungkin ia berusaha untuk tetap bersikap tenang dan tersenyum. Ia mengusap lembut surai panjang putri sulungnya.

"Nanti mama coba tanya sama papa ya, papa sibuk nggak. Regina jangan sedih, papa kan sibuk kerja, sayang, bukannya nggak mau. Papa kerja cari duit untuk siapa, coba? Untuk kita semua, untuk beli susu Refi, untuk bayar sekolah Regi, untuk jajan, untuk belanja beras, sayur, ayam, daging, buah, dan lain-lain. Regi jangan sedih ya, sayang. Kan ada mama, mama pasti akan datang. Mama kan mau lihat putri cantiknya mama nyanyi. Refi pasti juga mau lihat kak Regi nyanyi kan, sayang?" Zafira menoleh ke arah Refina yang sedang bersandar di pundaknya.

"Iya ma, Lefi mau nonton kak Legi nyanyi. Kak, Lefi boleh ikutan nyanyi nggak? Lefi juga mau nyanyi. Mau nali juga," ujar Refina dengan mata berbinar.

"Yang boleh nyanyi cuma yang sekolah jadi Refi nggak boleh ikutan," sahut Regina membuat Refina memberengut masam.

"Yah, kan Lefi mau nyanyi juga kak. Lefi mau sekolah juga deh kalau kayak gitu, Lefi mau sekolah sama kak Legi boleh Ma?" tanya Refina dengan suara cadelnya yang tidak bisa mengucapkan huruf R.

Sontak saja tawa Zafira pecah mendengar permintaan Refina, belum lagi ekspresinya yang menggemaskan. Kemudian ia memeluk kedua putrinya dan mencium kedua pipinya gemas. Dalam hati ia berdoa, semoga suatu hari hati suami dan mertuanya melembut sehingga dapat menerima kedua putrinya yang lucu dan menggemaskan ini. Padahal apa kurangnya putri-putrinya, selain pintar, mereka juga memiliki kulit yang putih, mata bulat, bulu mata lentik, senyum yang menawan, hidung bangir, rambut panjang dan hitam. Bila Rambut Regina lurus, maka rambut Refina sedikit bergelombang, namun tetap terlihat indah, sesuai dengan parasnya.

Lagi-lagi, Zafira mengusap perutnya yang sudah sedikit membukit. Bolehkah ia berharap anak yang ia kandung laki-laki agar ia memperoleh kasih sayang keluarga suaminya? Tapi secepat mungkin Zafira menggeleng, tidak. Ia tidak akan meminta itu. Baik laki-laki ataupun perempuan, sama saja, mereka adalah anugerah yang Kuasa. Yang utama bukankah anaknya lahir sehat sempurna tanpa satu kurang apapun. Ya, hanya itulah yang akan ia minta pada Tuhannya.

...***...

...HAPPY READING 🥰🥰🥰...