SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
Untukmu Dunia Ini

Untukmu Dunia Ini

Prolog

Prolog

“Dia di sana! Tangkap”

“Huh..huh”

Aku berlari dari penjaga kota yang mengejarku karena mencuri sepotong roti dari pasar.

Mereka sangat gigih untuk menangkap anak kecil yang mencuri sepotong roti. Aku hanya ingin bertahan hidup dan tidak ada seorang pun yang ingin membantu karena itu aku pergi mencari makanan yang akhirnya bisa kudapatkan setelah berhari-hari kelaparan.

*duk

Kakiku tersandung batu membuatku terjatuh.

Aku terjatuh keluar kearah jalan dilalui oleh orang-orang. Saat aku menengok keatas, mereka hanya memberikan tatapan sebelah mata dan kembali beraktivitas seolah tidak terjadi apa apa. Tidak ada yang ingin membantuku sama sekali.

Aku menekan gigiku dengan kesal dan bangun sambil mengambil roti yang terjatuh.

Aku kembali berlari melewati orang orang yang yang tidak peduli denganku, berulang kali masuk dan keluar jalan-jalan ini untuk menghindari penjaga. Ini bukan pertama kali jadi ini hal yang mudah.

Setelah berlari cukup lama aku akhirnya berhasil lolos dari penjaga dan sekarang berada di area kumuh pinggir kota. Aku berjalan dan menenangkan napas ku yang terengah-engah.

"Hehe... akhirnya aku bisa makan..! "

Aku merasa bahagia dengan roti yang berhasil kuambil. Dengan begini mungkin aku bisa bertahan selama beberapa hari ke depan.

Aku duduk dipinggiran dan mulai memakan roti hasil curian. Perutku yang tadinya keroncongan mulai merasakan ada sesuatu yang terisi didalamnya.

Setelah menghabiskan roti, aku berjalan menuju area kumuh tempat aku tinggal. Meskipun aku bilang tinggal di sana, yang kulakukan hanyalah tidur dipinggiran bangunan-bangunan.

“Darimana kau?”

Terdengar suara kasar anak laki-laki saat aku berjalan menuju tempat tinggal.

“Bukan urusanmu. ”

Mengabaikan anak laki-laki itu dan aku pun kembali berjalan.

“Tsk., Hei kau mengambil roti lagi tanpa membagikannya dengan kami hah..!?”

Anak itu tiba tiba berteriak dan menarik kerah bajuku.

Ini adalah hal yang sering terjadi di area ini. Mereka yang tidak berjuang untuk mendapatkan makanannya sendiri meminta orang lain untuk mengambilkan mereka makanan dan jika tidak diberikan mereka akan memukuli orang yang tidak memberikan mereka makanan.

Aku juga menjadi korban oleh mereka. Walaupun mereka anak-anak mereka meniru sikap orang dewasa di sekitar sini dan memerintahkan diriku untuk mengambilkan mereka makanan.

Beberapa kali sudah ku turuti tapi baru-baru ini aku tidak memberikan mereka makanan karena wajahku yang sudah dikenal dengan penjual yang di pasar membuatku susah untuk mencuri makanan mereka.

“Emang kenapa?”

Aku bertanya menantang.

“Kau.!?”

Anak itu menahan kerah bajuku dan melontarkan pukulan dengan tangan yang lain.

“Ugh”

Wajahku yang terkena pukulan itu tergeletak di tanah. Ada beberapa orang yang melihat kejadian ini, mereka adalah orang orang yang sama denganku yang tidak memiliki tempat tinggal dan akhirnya menetap di area kumuh ini. Tapi mereka melihat kearah sini dengan ekspresi tidak perduli…nggak, ada sedikit ekspresi marah dari wajah mereka.

'Mereka marah karena nggak ada yang memberikan mereka makanan ya..?'

Aku tidak terkejut walaupun benar itu yang mereka pikirkan.

Aku bangkit dan menatap anak laki laki yang memukulku.

Dia memasang ekspresi marah dan sebelum kusadari tiba tiba ada beberapa anak seumurannya yang datang ke sebelahnya memasang wajah yang sama dengannya.

Karena tidak mungkin untuk lebih lama disini, aku melarikan diri lagi dari sana. Anak-anak itu seolah ingin mengejar tapi karena perut mereka keroncongan menjadikan mereka tidak bisa mengejar ku.

“Sialan...!”

Aku menendang batu yang ada di tanah.

“Mereka semua bertingkah seolah aku adalah budak mereka!”

Aku bergumam kesal dengan kejadian tadi.

“Memintaku memberi mereka makanan saat mereka sendiri nggak berjuang untuk cari sendiri. Aku pun juga nggak dikasih apapun oleh mereka...!?”

Aku melanjutkan kekesalanku selagi aku berjalan.

""Api..!”

“Hmm?”

Saat aku berjalan tanpa arah aku mendengar suara orang lain di dekatku.

Aku menyelinap dan mendekati arah datangnya suara itu.

“Bunga Api”

Saat aku melihat apa yang terjadi aku tercengang dengan aku yang aku lihat.

Di sana ada anak kecil yang memakai jubah yang menutupi kepalanya dan melafalkan sesuatu. Tiba tiba dari tangannya muncul bunga yang terbuat dari api.

“Wooah...”

Tanpa sadar aku mengekspresikan keterkejutan ku kepadanya.

“!”

Dia yang mungkin sadar akan kehadiranku terkejut dan langsung pergi dari tempat dia duduk.

“Ah..”

Aku menghela napas kecewa karena dia pergi begitu saja.

“Itu sihir?”

Aku yang ada di daerah kumuh seperti ini tahu akan sihir karena sihir adalah kekuatan yang sangat umum dipunyai oleh semua orang.

Saat aku melihat pertama kali sihir darinya, aku merasa jika sihir itu indah dan menarik. Meskipun begitu, aku nggak bisa belajar sihir karena disekitar sini nggak ada yang mengajarkan sihir.

Aku yang merasa kecewa, kembali berjalan untuk mencari tempat beristirahat.

Bab 1 Chapter 1 : Nenek Maria

Beberapa hari berlalu dan aku masih berusaha untuk bertahan hidup di daerah kumuh.

“Aduh duh...”

Aku berjalan kesakitan dengan memar di seluruh bagian tubuhku.

Hari ini aku bertemu dengan orang dewasa yang mabuk dan tanpa alasan aku ditendang dan di injak-injak. Aku yang masih merintih kesakitan ditendang dan dipukul lagi beberapa kali oleh orang itu.

Alhasil tubuhku sekarang dipenuhi oleh memar-memar. Aku terus berjalan tanpa arah mengelilingi pinggiran kota. Kota Ini dikelilingi oleh tembok tinggi yang menjulang jauh diatas kepalaku dan dibeberapa tempat ada gerbang yang menuju ke luar kota.

Aku nggak pernah keluar kota jadi aku nggak tau apa yang diluar sana. Saat aku melihat area luar dari dalam aku merasa penasaran dengan dunia luar. Tapi saat kakiku ingin keluar aku tidak diizinkan karena butuh uang atau apapun itu. Aku iri dengan mereka yang bisa keluar dengan bebas ke luar kota.

“Ugh”

Aku berjalan dengan menahan rasa sakit yang ada di sekujur badanku. Akhirnya, aku yang tidak tahan dengan sakitnya tergeletak jatuh di tanah.

Aku terbaring telentang dan menatap langit yang terasa sama setiap harinya.

'Sampai kapan aku hidup seperti ini..?'

Hidup di daerah kumuh seperti ini hari demi hari hanya bertemu dengan kekerasan. Dipukul, ditendang, dicemooh tanpa alasan sudah menjadi keseharian disini.

Sudah 5 tahun aku di area kumuh ini karena orang tuaku yang dibunuh dan aku yang tanpa pengasuh berkeliaran didaerah kumuh sejak aku umur 7 tahun.

“Agh..!”

Rasa sakit dari tendangan tadi membuatku menggeliat seperti ulat.

Rasa ngantuk datang dan membuat kesadaranku hilang.

**

“Uh..?”

Saat aku tersadar aku ada di tempat yang empuk.

“Udah bangun..?”

“!”

Aku bangun dan melihat kearah suara itu datang. Di sana ada seorang nenek yang sedang duduk dan membaca buku dengan tenang. Dia tidak melihat ke arahku dan tetap fokus membaca bukunya.

Aku melihat sekeliling ruangan dan teradapat barang barang aneh yang aku nggak pernah lihat sebelumnya. Saat aku melihat sekeliling ruangan aku menyadari jika luka yang kumiliki tidak sakit.

Tubuhku sekarang penuh dengan perban yang menutupi seluruh bagian tubuhku.

“Kau pingsan dijalan yang biasanya aku ambil saat pulang dari pusat kota, karena aku merasa kasihan aku membawamu kesini dan merawatmu.”

Nenek itu menjelaskan alasan kenapa aku ada dirumahnya.

“Kenapa? Merasa aneh karena ada nenek-nenek yang membantumu?”

Aku diam tak berkata apa-apa dan hanya melihat ke arah nenek itu.

'Kenapa nenek ini membantuku?'

Aku sebagai orang asing tidak mungkin diselamatkan hanya karena kebetulan ada.

“Jika kau bertanya kepadaku kenapa aku membantumu. Jawabanku adalah iseng.”

'Iseng?'

“Wajahmu seolah mencurigai ku. Bagaimana kalau kau berterima kasih kepadaku karena telah membantumu?”

Nenek itu memasang wajah tak senang dan menutup bukunya.

Dia menuju ke arahku.

Aku reflek langsung berdiri dan menjauhkan diri dari nenek itu.

“Hei kau…”

Nenek itu menunjukkan ketidaksukaannya dan melihatku dengan tajam.

“Aku hanya ingin melihat lukamu. Kau yang pingsan memiliki luka yang cukup parah, dan sebagai informasi, kamu sudah tertidur 2 hari disini.”

'2 hari..?'

Aku bingung dan melihat kearah luar jendela dimana langit yang sama selalu ada.

Memang benar sekarang siang hari dan saat aku berjalan seingatku langitnya menuju malam.

'Tapi, apakah ini benar-benar 2 hari..?'

Dengan keraguan itu, aku membalikkan badanku ーmelihat nenek itu. Nenek itu sudah hilang dan mengambil barang dari lemari.

“Kesinilah, aku akan mengganti perbanmu”

Aku diam sejenak dan berjalan pelan kearah nenek itu.

“Apa yang terjadi sampai kau memiliki luka ini?”

“…”

“Kenapa kau sendirian?”

“…”

“Darimana kau berasal?”

“…”

Nenek itu bertanya banyak hal kepadaku, tapi aku tetap diam dan tidak menjawabnya.

Sampai nenek itu selesai mengganti perbanku, aku tetap diam dan tidak mengucapkan apapun kepadanya.

Nenek itu juga seolah menyerah dan hanya mengganti perbanku untuk setengah prosesnya.

“Kamu belum makan kan? Seharusnya kamu lapar. Sini, aku sudah menyiapkan makanan.”

'Makanan..!'

Mataku terbuka lebar saat mendengar kata makanan.

“Heh..”

Nenek itu tertawa kecil saat melihat reaksiku.

Mau bagaimana, jika apa yang dikatakan nenek ini benar maka aku belum makan 5 hari. Jadi ini adalah makanan yang aku dapat setelah berhari- hari tidak makan.

“Duduk di sana, aku akan mengambilkannya”

Aku yang tidak berkata apapun duduk di kursi dan menunggu makanan. Walaupun setelah ini aku dibunuh pun aku akan merasa senang karena sudah mengisi perutku dengan makanan.

Aku menunggu makanan yang dibawakan oleh nenek dengan senang.

Beberapa saat kemudian, nenek itu membawa panci yang mengeluarkan aroma yang sangat enak dari dalamnya.

“Nih, sup.”

Aku melihat panci yang diletakkan diatas meja, ?mencoba mengulurkan tangan kearah panci itu tapi ditahan dengan tangan nenek itu. Aku melihat nenek itu dengan wajah tidak senang.

“Heh, sabar, tunggu sebentar dan akan kutuangkan ke mangkok”

Setelah itu, nenek itu membawa mangkuk dan menuangkan sup itu ke mangkoknya.

“Ini”

Mangkok itu diletakkan di depanku, aku mengambilnya dengan sendok dan memasukkannya ke mulutku.

'Enak..!!'

Aku tidak bisa mengontrol tanganku dan mengambil sup sup itu menggunakan sendok dengan cepat. Tanpa sadar sup yang ada di mangkokku habis, tapi aku masih lapar.

“Kamu mau nambah..?”

Aku menganggukkan kepalaku berulang kali dengan kuat kepada nenek itu. Nenek itu tersenyum dan mengisi mangkokku dengan sup lagi.

Setelah aku selesai makan, nenek itu mencuci panci dan peralatan yang tadi dipakai. Sedangkan aku duduk di kasur tempat aku berbaring tadi.

'Apakah ini mimpi..?' pikirku.

Aku diobati dan diberi makan enak sampai kenyang. Yang ada di pikiranku sekarang adalah sebenarnya aku sudah mati, dan momen ini adalah mimpi sebelum aku tidur selamanya.

Anehnya, aku tidak merasakan takut sama sekali walaupun aku sudah mati. Aku merasa jika saat yang kulalui sekarang adalah imbalan yang kudapat karena telah berjuang selama 5 tahun di daerah kumuh dan aku pun sekarang bisa bereuni dengan orang tuaku.

Jujur, aku merasa senang dengan itu.

Ekspresiki mengendur dan membuat senyuman.

“Hei nak”

“!”

Tanpa kusadari nenek itu tiba tiba ada didepanku, aku secara reflek melompat menjauh.

“Bagaimana kalau kau berhenti takut, seharusnya kamu sudah tau kalau aku nggak akan ngapa-ngapain kamu kan..?”

“…”

Memang benar nenek ini memberikan aku makanan yang enak dan membiarkanku sampai kenyang.

Aku mendekat ke nenek itu, seolah bertanya ada apa.

“Bagus, apakah kamu punya nama..?”

Aku menganggukkan kepalaku.

“Adya.”

“Nama yang bagus. Adya, sekarang kamu mau ngapain?”

Nenek itu menanyaiku sesuatu yang sulit untuk kumengerti.

'Maksudnya aku mau ngapain itu apa..?'

Aku memiringkan wajahku menunjukkan ketidaktahuan.

“Maksudku adalah mulai sekarang kamu mau keluar dan kembali ke daerah kumuh atau kamu tinggal disini bersamaku.”

Aku yang mendengar itu menundukkan kepala dan berpikir tentang apa yang katakana oleh nenek itu.

Jika aku keluar dan kembali ke daerah kumuh itu, aku pasti akan kesusahan untuk mendapatkan makanan. Aku akan kembali ke keseharian yang membuatku kelaparan setiap hari dan untuk mendapat 1 potong roti aku akan dikejar oleh penjaga kota yang sudah mengenal wajahku.

Aku akan kembali ke saat dimana orang mabuk akan memukulku dan menendangku walaupun aku tidak melakukan apa-apa. Jika aku diluar, aku akan selalu merasakan dingin yang membekukan tubuhku setiap malam dan hanya bisa membayangkan hangat yang ada didalam rumah orangorang.

Aku melihat kearah nenek, entah kenapa nenek itu memasang wajah dengan harapan.

'Bukannya dia membantuku karena iseng..?'

Jika aku bersama si nenek, aku akan mendapatkan makanan yang bisa ku makan sampai kenyang, tempat tidur hangat, tidak ada yang memukulku tanpa alasan, dan sepertinya nenek inipun walaupun terkadang membingungkan dia terlihat baik.

Kalau gitu, jawabanku mudah.

“Aku mau tinggal dengan nenek. ”

Jawabanku singkat tanpa emosi dan nenek itu tersenyum senang dengan jawabanku.

“Oke Adya, mulai hari ini kamu tinggal bersamaku di rumah ini”

Aku mengangguk terhadap kalimat nenek itu.

“Karena kamu akan tinggal disini, kamu bisa panggil aku nenek Maria”

Sekali lagi aku mengangguk terhadap kalimatnya.

“Iya nek Maria”

Mulai dari hari itulah, keseharian ku dengan nenek Maria dimulai.