SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
Peri Racun Kesayangan Pangeran

Peri Racun Kesayangan Pangeran

Hidup Kembali

"Siapa yang membunuhmu, Guru?"

Di dalam sel tahanan yang gelap dan suram, seorang gadis muda dengan pakaian berdarah-darah tampak sedang melamun, merenungkan semua kejadian yang baru saja dia alami hingga membuatnya sangat terkejut.

Xue Shan Shan—nona pertama keluarga Xue yang tidak pernah mendapatkan kehormatan sebagai nona pertama— merasa sangat kehilangan atas meninggalnya Liu Jili, wanita yang sudah dianggapnya sebagai guru.

Padahal, baru kemarin sore gadis muda yang memiliki wajah lembut seperti lukisan tahun baru itu berdebat dengan Liu Jili dan sekarang, dia sudah meninggal di Paviliun Yongle dengan sebuah pisau menancap di perutnya.

Ketika Kepala Biro Investigasi datang bersama para bawahan, Xue Shan Shan langsung ditetapkan sebagai tersangka hanya karena berada di tempat kejadian dan tidak sengaja menyentuh pisau di tubuh Liu Jili.

"Guru, maafkan aku." Suara lembut dan sendu Xue Shan Shan yang dipenuhi rasa sesal memecah keheningan di dalam tempat suram dan gelap itu.

Seharusnya, dia tidak meragukan Liu Jili hingga bertengkar dengannya!

"Buka pintunya!"

Suara Kepala Biro Investigasi yang bergema di seluruh penjuru ruangan disertai dengan derap langkah kaki yang berjalan mendekat, menghentikan lamunan Xue Shan Shan.

"Baik, Tuan."

Seorang penjaga pintu sel dengan patuh membuka gembok, membiarkan Kepala Biro Investigasi masuk bersama tiga ajudannya.

Hanya dengan satu kedipan mata, Kepala Biro Investigasi memerintahkan ajudannya yang tengah memegang nampan berisi selembar surat untuk meletakkan benda itu di hadapan Xue Shan Shan.

"Nona Xue, setelah kau menandatangani surat ini, aku jamin aku tidak hanya akan mengampunimu, tetapi membebaskanmu juga."

Xue Shan Shan tidak mengatakan apa pun, tetapi tatapan tajamnya seolah-olah menyiratkan bahwa dia ingin membunuh orang yang tengah berdiri di hadapannya saat ini.

"Jangan menatapku seperti itu." Kepala Biro Investigasi tersenyum tipis, lalu duduk dan lanjut bicara, "Kau juga tahu ...."

"Ini adalah kasus yang sangat diperhatikan dan kita bisa disalahkan jika tidak menutup kasusnya, kan?"

"Tuan Ding, apa kau menganggap aku anak berusia lima tahun?" Tidak ada ekspresi apa pun di wajah Xue Shan Shan, selain raut dan tatapan dingin yang mampu menyaingi dinginnya udara malam itu. "Aku takut, setelah menandatangani surat yang kau berikan, itu akan menjadi saat kematianku."

Secara tidak langsung, Xue Shan Shan sudah menolak niat baiknya dan Tuan Ding tentu saja tidak senang akan hal itu. Dia tertawa dingin dan langsung berdiri. "Lakukan apa yang ingin kau lakukan."

Dengan kedua tangan di belakang, Tuan Ding kembali menyuarakan keputusan yang diakhiri sebuah titah tak terbantahkan. "Penjahat Xue Shan Shan mencoba melarikan diri dari penjara, seret dia dan penggal kepalanya!"

Xue Shan Shan terkejut dan menatap tak percaya pada Tuan Ding. "Ding Peng, kau ...."

Sebelum Xue Shan Shan dapat menyelesaikan kata-katanya, dia sudah diseret dan dibawa pergi ke aula eksekusi untuk menerima hukuman.

Tidak butuh waktu lama, Xue Shan Shan sudah dibuat berlutut di atas panggung dengan kedua tangan diikat di belakang tubuh, sementara puluhan pengawal mengelilinginya.

"Ding Peng, kau menggunakan berbagai cara untuk membuatku mati sebagai penjahat." Xue Shan Shan mengepalkan tinjunya dengan keras hingga kuku-kukunya menancap ke dalam daging.

"Dengan semua mata sebagai saksiku, karma akan terjadi! Tindakanmu hari ini akan menjadi pedang yang berbalik melawanmu suatu hari nanti!" Suara dingin Xue Shan Shan seperti mampu membekukan siapa pun yang ada di aula eksekusi, bahkan Ding Peng juga merasa punggungnya berkeringat dingin.

"Sudah saatnya ...." Ding Peng menahan amarah di hatinya saat menatap wajah Xue Shan Shan yang tidak menyiratkan ekspresi apa pun, tetapi mampu membuat semua orang bergidik ngeri. "Hukum mati dia!"

"Tuhan, jika kehidupan selanjutnya benar-benar ada, biarkan aku membalas dendam pada semua musuhku!" Xue Shan Shan tidak panik, dia hanya dengan pasrah menutup mata dan menanti kematian datang. "Aku ingin mereka semua merasakan bahwa kematian akan jauh lebih baik daripada hidup!"

Pada akhirnya, algojo yang bertugas langsung meneguk semangkuk air yang diberikan oleh salah satu pengawal, lalu menyemburkannya ke pedang panjang di tangannya.

Dalam sekejap, pedang itu berkilauan di tengah malam gelap dan terangkat tinggi, sebelum akhirnya memisahkan kepala dari tubuh Xue Shan Shan.

Saat kepala Xue Shan Shan bergelinding, darah segar pun mulai bercucuran dari leher hingga menggenang di lantai, bahkan sampai memuncrat ke wajah algojo.

...

Sinar matahari pagi mulai menyusup di antara dedaunan, menyelinap masuk ke sebuah ruangan yang terdapat seorang gadis tergeletak di atas ranjang.

Gadis itu terlihat pucat, kurus dan sangat rapuh seperti porselen yang bisa pecah kapan saja jika tidak berhati-hati saat menyentuhnya.

"Shan Shan."

"Shan Shan ...."

Suara yang dipenuhi rasa khawatir, memasuki alam bawah sadar Xue Shan Shan hingga membuatnya merinding tanpa sadar.

Dia pun perlahan membuka mata dan mendapati seorang wanita berpenampilan sederhana, tetapi terlihat elegan sedang duduk di sampingnya dengan bersimbah air mata.

Dialah Diana Lee, istri pertama sekaligus nyonya rumah keluarga Xue yang membuat semua orang iri karena memiliki suami yang baik. Akan tetapi, mereka tidak pernah berpikir bahwa Kepala Keluarga Xue, Xue Jingguo lebih menyayangi selir daripada istri sahnya.

"Shan Shan, akhirnya kau bangun."

"I—ibu?" Keterkejutan melintas di mata Xue Shan Shan saat menatap Nyonya Diana—wanita yang tidak pernah meninggalkannya dalam keadaaan sesulit apa pun, bahkan ketika dunia tidak berpihak pada mereka.

Namun, bukankah ibunya sudah mati di tangan Xue Jingguo sehari sebelum dirinya ditangkap dan dieksekusi mati oleh Ding Peng?

Tanpa sadar, Xue Shan Shan langsung memegang lehernya yang masih menyatu dengan kepalanya ketika ingatan mengerikan itu muncul.

Dia baik-baik saja!

Dalam diam, Xue Shan Shan menarik nafas lega.

Sesaat kemudian, tiba-tiba ingatan tentang Selir Faye yang sengaja memfitnah Nyonya Diana berselingkuh dengan adik bungsu Kaisar, kembali melintas di kepala kecil Xue Shan Shan.

Dengan fitnah tersebut, Selir Faye berharap dirinya akan diangkat menjadi istri sah, setelah Xue Jingguo menceraikan Nyonya Diana.

Namun, bukannya diceraikan, Nyonya Diana justru mati di tangan Xue Jingguo yang merasa wanita tukang selingkuh dan sudah mencoreng nama baiknya tidak pantas hidup.

Lagipula, pria yang dijadikan selingkuhan oleh Nyonya Diana adalah seorang pangeran yang tidak akan mampu dia saingi, meskipun harus membalikkan dunia ini.

Jadi, bagaimanapun bisa Xue Jingguo menerima penghinaan seperti itu?

Xue Jingguo tentu saja tidak berani menyinggung keluarga kerajaan dengan mengungkap perselingkuhan yang menyebabkan dia membunuh istrinya sendiri sehingga menyatakan pada dunia bahwa Nyonya Diana meninggal karena sakit.

Saat melihat kematian Nyonya Diana yang merupakan saingan cintanya, tidak ada sedikitpun penyesalan di hati Selir Faye.

Dia sangat bahagia!

Berhenti memikirkan tentang kematian tragis ibunya, netra Xue Shan Shan bergulir ke seluruh penjuru ruangan yang membuatnya semakin kebingungan.

Melihat suasana dan tempat tidur yang tidak asing, dia pun tahu bahwa saat ini dirinya sedang berada di kamarnya yang ada di Kediaman Xue.

Saat sedang kebingungan, Xue Shan Shan mendengar suara pintu terbuka diikuti sosok kurus yang masuk dengan tergesa-gesa. "Nona, akhirnya Anda sadar juga."

Kilas terkejut kembali melintas di mata Xue Shan Shan saat Lin Mei—pelayan pribadinya sudah berdiri di belakang Nyonya Diana dengan raut wajah khawatir dan terlihat hampir menangis.

Ke—kenapa kami semua ada di sini?

Apakah aku sedang bermimpi?

Xue Shan Shan kembali mengerutkan keningnya, merasa bingung karena tidak hanya Nyonya Diana dan dirinya yang masih berada di Kediaman Xue, tetapi Lin Mei juga.

Padahal, Xue Shan Shan jelas masih ingat saat terakhir kali bertemu dengan Lin Mei, pelayannya itu sudah berlumuran darah dan mati di Paviliun Yongle karena mencoba melindunginya agar tidak dibawa pergi oleh Ding Peng.

"Kenapa kita semua ada di di sini?" Meskipun merasa bingung, Xue Shan Shan juga tidak bisa menyembunyikan rasa haru dan bahagia karena masih bisa melihat serta berkumpul bersama Nyonya Diana dan Lin Mei.

"Ibu mengkhawatirkanmu karena kau mengalami kecelakaan saat dalam perjalanan pulang setelah menjalani hukuman dari ayahmu."

Xue Shan Shan mengerutkan kedua alisnya hingga terlihat hampir menyatu. "Hukuman dari ayah? Kecelakaan?"

Memukul Xue Shan Shan

Melihat ekspresi bingung di wajah Xue Shan Shan, Lin Mei pun mencoba menjelaskan. "Nona, kau dikirim ke desa selama satu minggu untuk introspeksi diri karena sudah membuat nona kedua jatuh dan tiga hari lalu masa hukumanmu berakhir, tapi saat dalam perjalanan pulang, kau justru bertemu para bandit dan mengalami kecelakaan."

Itu artinya, Xue Shan Shan sudah pingsan selama tiga hari!

Namun, Xue Shan Shan ingat bahwa saat dia beserta rombongan dicegat dan dicederai oleh sekelompok bandit, itu terjadi dua tahun sebelum dirinya dieksekusi mati oleh Ding Peng atas tuduhan pembunuhan.

Xue Shan Shan tidak tahu apakah saat ini dia sudah kembali ke kehidupan dua tahun sebelum mengalami kematian yang tragis dan tidak adil, atau baru saja mengalami mimpi buruk yang menjelaskan bagaimana dirinya menjalani kehidupan selanjutnya.

Entah hidup kembali atau mengalami mimpi, Xue Shan Shan merasa semuanya sangat nyata dan dia juga tidak peduli.

Setidaknya, Xue Shan Shan harus bersyukur karena dengan semua pengetahuan masa depan yang didapatnya, dia bisa merubah takdir buruknya.

Bagaimanapun, dendam ini harus dibalaskan!

Rasa sakit dan penderitaan yang dialaminya akan dia kembalikan berkali-kali lipat pada mereka!

"Ah, kepalaku." Xue Shan Shan menyentuh kepalanya yang terbungkus perban dan bergumam saat merasakan sakit.

"Tidak apa-apa, jangan khawatir. Kata tabib, itu hanya luka kecil." Nyonya Diana mencoba menenangkan Xue Shan Shan seolah-olah dirinya tidak pernah mengkhawatirkan sang putri hingga rela tidak tidur selama berhari-hari. "Namun, entah bagaimana kau bisa pingsan selama tiga hari dengan luka sekecil itu."

"Kau membuat ibu takut." Nyonya Diana menggenggam kedua tangan Xue Shan Shan, ada ekspresi lega di wajahnya saat ekspresi khawatir perlahan memudar.

"Ibu, maafkan aku." Xue Shan Shan tidak bisa menahan perasaan bahagianya dan langsung memeluk Nyonya Diana hanya untuk membuktikan bahwa apa yang dia alami benar-benar nyata.

Mereka belum mati!

"Tidak masalah, yang penting kau baik-baik saja." Nyonya Diana mengusap lembut punggung Xue Shan Shan, sebelum akhirnya melerai pelukan mereka dan menatap Lin Mei yang masih berdiri patuh di belakang. "Lin Mei, beritahu Tuan Besar kalau Shan Shan sudah bangun. Panggilkan juga tabib untuk memeriksanya."

"Baik, Nyonya." Lin Mei sudah mengangguk dengan patuh dan hendak berbalik ketika suara Xue Shan Shan terdengar.

"Lin Mei, tidak perlu."

"Nona."

"Shan Shan."

Lin Mei dan Nyonya Diana mengerutkan kening mereka masing-masing, menatap Xue Shan Shan dengan bingung.

Xue Shan Shan tersenyum tipis, menampakkan sedikit lubang pada wajahnya yang tidak lagi terlihat tembam karena jarang diberikan makan ketika berada di pedesaan.

"Tidak perlu memanggil tabib ataupun ayah, aku baik-baik saja."

"Setidaknya, kau harus diperiksa untuk memastikan kau memang baik-baik saja. Ayahmu juga harus tahu kalau kau sudah bangun, dia sangat mengkhawatirkanmu."

Xue Shan Shan tersenyum sinis, tetapi tidak mengatakan apa pun di depan Nyonya Diana dan Lin Mei. Dia hanya mendengus di dalam hati. 'Hah, khawatir?'

Omong kosong!

Sebelum mengalami begitu banyak kejadian buruk hingga membuatnya mati dengan kepala dan tubuh terpisah, Xue Shan Shan pasti akan percaya bahwa Xue Jingguo mengkhawatirkannya, bahkan sangat menyayanginya.

Xue Jingguo sangat baik kepada Shan Shan, tetapi sangat ketat pada Xue Yuwen—anak keduanya yang lahir dari rahim Selir Faye.

Awalnya, Xue Shan Shan berpikir bahwa ayahnya sangat menyukainya. Tidak disangka, itu hanyalah trik menyanjung untuk merusak dirinya.

Xue Jingguo hanya melatih Xue Yuwen dengan lebih tegas agar menjadi orang yang berbakat, sementara dirinya dibuat menjadi orang yang tidak berguna.

Saat ini, semua orang tahu bahwa keluarga Xue memiliki dua anak perempuan.

Xue Yuwen mahir memainkan alat musik, melukis, menunggang kuda dan ilmu pedang, sedangkan Xue Shan Shan hanya tahu makan, minum dan bersenang-senang.

Itu semua berkat Xue Jingguo!

Setelah semua yang terjadi ....

Xue Shan Shan menggelengkan kepalanya, lalu menatap Nyonya Diana dengan wajah menyedihkan seperti baru saja dianiaya. "Ibu, aku lapar."

***

Enam hidangan dan satu bubur sudah tersaji, semuanya merupakan makanan kesukaan Xue Shan Shan.

Hidangan utamanya adalah roti kristal lengkeng, pangsit udang, kue wijen, kue teratai dan kue osmanthus. Lauknya merupakan campuran sayur dan daging yang sangat harum sampai menggugah selera orang yang melihatnya.

Bubur nasinya pun sangat harum dan lembut, disertai dengan beragam rempah yang diiris, membuat Xue Shan Shan tidak berhenti menyuapkan makanannya ke dalam mulut seperti orang kelaparan yang tidak pernah bertemu makanan selama berabad-abad.

Padahal, dia hanya tidak bisa menikmati makanan enak selama menjalani masa hukuman di pedesaan.

Nyonya Diana yang menyantap hidangannya dengan elegan dan sangat beretika hanya bisa menggelengkan kepala dan tersenyum tanpa daya ketika melihat cara Xue Shan Shan makan. "Pelan-pelan, sudah sakit begitu lama, tidak boleh makan terburu-buru."

"Ibu, kau juga tahu berapa lama aku tidak makan." Pipi Xue Shan Shan tampak mengembung. "Aku sangat kelaparan."

Tiga hari terbaring di atas ranjang benar-benar membuatnya kelaparan sehingga tidak bisa lagi memperdulikan etika atau yang lainnya.

Lagipula, biasanya Xue Shan Shan bisa memakan makanan pokok lebih dari lima kali sehari dengan tambahan makanan ringan. Akan tetapi, dia tidak hanya tidak mendapatkan makanan yang layak saat di pedesaan, tetapi juga sudah pingsan selama tiga hari.

Jadi, bisa dibayangkan betapa kelaparannya dia saat ini.

"Bagaimana bisa pelan-pelan?" Xue Shan Shan menolak mangkuk bubur, lalu mengambil kue osmanthus dan memakannya dengan lahap.

"Namun, jika menyuap begitu banyak sekaligus, takutnya akan melukai lambungmu."

"Orang harus bernyawa dulu baru memikirkan lambung."

Dalam sekejap, semua makanan yang dihidangkan oleh pelayan atas perintah Nyonya Diana sudah berpindah ke dalam perut Xue Shan Shan.

Sementara itu, suara ketukan pintu dari luar Paviliun Bulan tidak berhenti terdengar disertai dengan teriakan yang datang dari tenggorokan Bibi Feng, pelayan pribadi Nyonya Tua Xue.

"Nona Pertama, kau sudah bangun, 'kan? Kenapa kau tidak langsung datang dan memberi salam pada nyonya tua?"

Kebetulan, saat itu masih pagi ketika Xue Shan Shan bangun setelah pingsan selama tiga hari.

Sesuai aturan rumah, setiap anggota keluarga memang diwajibkan memberi salam kepada nyonya tua setiap pagi dan malam hari.

Namun, Nyonya Tua Xue yang berasal dari desa tidak menyukai Nyonya Diana hanya karena menantunya itu adalah wanita elegan di Kediaman Perdana Menteri.

Dengan itu, Nyonya Tua Xue berpikir bahwa dia tidak bisa melampaui, bahkan mengontrol Nyonya Diana hingga menghapuskan aturan tersebut.

Nyonya Diana memiliki sifat yang polos, dia pun tidak muncul di hadapan Nyonya Tua Xue begitu tahu dirinya tidak disukai.

Ternyata, hal itu justru membuat Nyonya Tua Xue semakin terpancing dan merasa Nyonya Diana meremehkannya.

Sekarang, begitu mengetahui Xue Shan Shan sudah bangun, tetapi belum datang menghadap padanya, tentu saja Nyonya Tua Xue merasa tidak senang dan langsung mengirimkan Bibi Feng untuk memperingatinya.

"Nona muda baru saja bangun, tubuhnya belum sepenuhnya sehat. Jadi, dia tidak bisa pergi menemui nyonya tua." Meski merasa geram, Lin Mei tetap mengeluarkan suara lemah lembut dari balik pintu kamar Xue Shan Shan yang masih tertutup rapat.

"Tidak bisa pergi juga harus tetap pergi!" Bibi Feng mendengus tak senang. "Tuan Besar dan semua orang sudah berkumpul, jadi jangankan sakit, bahkan kalau nona pertama mati pun harus ikut pergi bersamaku!"