Ritual Bunga Kantil
Tanda lahir di wajah Lastri serta kulit gelap membuat dirinya selalu menjadi bahan candaan teman-temannya, suara tawa hina menggema ketika ada yang melihatnya rasa sedih dan pilu menyelimuti hati Lastri.
Lastri menjadi pribadi yang tidak percaya diri dan pemalu, Ia selalu menunduk ketika diajak bicara maupun disapa, Ia selalu menyembunyikan wajahnya di balik poni panjangnya.
Lastri sendiri mempunya sahabat yang bernama Ayu, Ayu yang selalu membela Lastri ketika Lastri dibuli di Sekolah.
Lima tahun berlalu, kini Lastri tumbuh menjadi wanita dewasa, namun nasib tidak berpihak kepadanya Lastri yang bekerja disalah satu perusahaan garmen sebagai OB, berbanding terbalik dengan Ayu yang saat ini naik jabatan menjadi sekretaris direktur.
Sama seperti di sekolah dulu, di tempat dia bekerja Lastri selalu dihina hingga gelar si keling melekat padanya, tidak sedikit karyawan kantor yang menghinanya bahkan dengan sengaja membuat kegaduhan untuk mempersulit pekerjaan Lastri.
“Eh si Keling, lagi ngepel ya? Ups ... sorry aku nggak lihat habis gelap banget ha-ha-ha,” ucap salah satu karyawan yang dengan sengaja menginjak-injak lantai yang dipel oleh Lastri.
Mendapat perlakuan buruk Lastri hanya bisa memendam amarahnya, Lastri menggenggam erat tongkat pel hanya untuk sekedar melampiaskan emosi yang di pendamnya.
Hinaan demi hinaan terus menghantam dirinya, Lastri merasa dirinya seperti telah dikutuk, karena tidak ada satu pun orang peduli kepadanya.
Putus asa, itulah yang ada di benak Lastri saat ini hingga Ia berpikir bahwa kehidupannya ini tak pantas untuk di lanjutkan lagi. Hingga saat malam hari, tepatnya saat pulang dari pekerjaannya Lastri berjalan dengan tatapan sayu dan sesekali air mata meneres di ujung matanya.
“Kenapa tidak ada satu orang pun yang peduli dengan perasaanku? Aku juga tidak ingin memiliki tubuh dan wajah seperti ini!” gumamnya dalam hati sembari terus berjalan.
Lastri terus berjalan tanpa arah di malam itu sampai akhirnya ia secara tidak sadar sudah berada di atas jembatan, Lastri menghentikan langkah kakinya dan melihat ke bawah jembatan itu tanpa pikir panjang ia menaiki pagar pembatas yang berada di samping jembatan.
Suasana jembatan yang sepi seketika berubah menjadi heboh, sejumlah pengendara yang melintas di atas jembatan pun berhenti dan mendatangi Lastri.
“Mbak mau ngapain? Turun Mbak bahaya!” ucap salah satu pengendara.
“Mbak jika ada masalah bisa ceritakan kepada saya, saya akan membantu tapi Mbak turun dulu!” ucap yang lain.
Lastri seakan menutup telinga, dia tidak memperdulikan ucapan para pengendara itu. Lastri menutup matanya sambil meneteskan air mata, para pengendara semakin banyak yang berhenti serta berusaha membujuk Lastri.
Angin yang cukup kencang berembus membuat pijakan Lastri goyah, para pengendara histeris melihat tubuh Lastri yang hampir terjatuh ke bawah jembatan.
Akibat aksi Lastri ini arus jalan menjadi terhambat, hingga tanpa sengaja Ayu melintas di jalan itu dengan mobilnya dan melihat banyaknya orang berkerumun.
“Kenapa orang-orang berkerumun di sana?” Ayu menepi dan berhenti sambil melepas sabuk pengamannya lalu keluar dari mobilnya.
“Ada apa ini Pak?” tanya Ayu kepada salah satu pengendara.
“Ada wanita mau terjun dari jembatan,” sahutnya.
Karena penasaran Ayu menerobos kerumunan itu hingga ia melihat sosok wanita yang sangat ia kenal.
“Astaga! Lastri! apa yang kau lakukan, ayo cepat turun!” Bujuk Ayu kepada Lastri.
Mendengar ucapan Ayu seketika para pengendara menatap ke arah Ayu.
“Mbak kenal?”
“Iya Pak dia teman saya,” sahut Ayu.
“Lastri Ayo turun,” bujuk Ayu kepada Lastri
“Aku capek Yu! kenapa setiap orang selalu menghinaku, apa salahku kepada mereka? Dan aku juga tidak ingin di lahirkan dengan wajah seperti ini,” Lastri yang menangis sambil berdiri tepat tiang-tiang jembatan bersiap ingin terjun dari jembatan itu.
“Lastri biar pun orang berkata apa saja tentangmu namun kau tetap teman dan sahabatku hatimu sangat baik Lastri ayo turunkan kita bicarakan ini baik-baik,” bujuk kembali Ayu.
“Biarkan saja aku mati, hidupku ini tidak pantas untuk di lanjutkan lagi!,” ancam Lastri yang sangat kecewa dan sakit hati.
“Lastri jangan lakukan itu, aku percaya kau anak yang sangat kuat ayo turunlah kita pulang!” sahut Ayu hingga menangis melihat sahabat karibnya ingin melakukan hal nekat itu.
Setelah satu jam, akhirnya Ayu pun berhasil membujuk Lastri di bantu oleh beberapa pengendara lain agar mengurungkan niatnya untuk bunuh diri dan Ayu pun mengantarkan Lastri pulang ke rumahnya.
Di tengah perjalanan Ayu tidak bosan-bosan memberikan semangat kepada Lastri berharap ia tidak melakukan hal konyol itu kembali. Sesampainya di rumah orang tua Lastri menyambut kepulangan mereka berdua.
Suara ketokan pintu terdengar di rumah Lastri, ibu Lastri pun menghampiri pintu utama dan membukakannya.
“Eh nak Ayu, tumben sekali kalian berdua pulangnya larut malam?” tanya Ibu Lastri.
“Iya Bu, tadi Ayu sama Lastri ada kerja tambahan jadinya pulang larut malam,” kata Ayu seraya berbohong kepada ibu Lastri.
Setelah mengobrol cukup lama akhirnya aku pun kembali pulang dan berpamitan ke pada Ibunya Lastri.
“Bu Ayu pulang dulu ya,” Ayu yang berpamitan kepada Ibu Lastri.
“Iya Yu, hati-hati di jalan,” sahut Ibunya Lastri.
Ayu pun pergi meninggalkan rumah Lastri dan beranjak untuk segera pulang karena sudah mulai larut malam.
Sementara Lastri sendiri pergi meninggalkan Ibunya lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya, setelah selesai mandi barulah ia kembali ke kamarnya untuk beristirahat.
Lastri yang terbaring di atas kasurnya menatap kosong langit-langit rumahnya teringat atas hinaan semua orang kepadanya membuat Lastri meneteskan air mata rasa sakit yang Ia alami sedari kecil karena tanda hitam yang ada wajahnya.
“Mengapa hidupku seperti ini? apa salahku sampai-sampai terlahir seperti ini?” gumam Lastri di hati kecilnya.
Secara tiba-tiba ia Ibunya pun masuk ke kamar Lastri yang tidak terkunci itu dan menghampiri Lastri di tempat tidurnya.
“Belum tidur kamu Nak?” tanya Ibunya.
“Belum Bu?” sahut Lastri.
“Kenapa kau menangis Lastri apa yang membautmu sedih apakah ada masalah di tempat kerjamu?” kata Ibunya melihat mata Lastri yang berkaca-kaca.
“Tidak ada Bu, hanya saja Lastri lelah kenapa semua orang mengejek tubuh dan wajah Lastri hingga mereka memberikan gelar si keling apa salah Lastri Bu?” Lastri yang mengungkapkan kekesalannya kepada ibunya saat itu.
“Tidak ada yang salah Nak, Biar pun orang berkata apa denganmu kau tetap anak Ibu, dan Ibu bangga punya anak sepertimu yang sedari kecil selalu membatu Ibu, andai saja Ayahmu masih ada dia juga akan bangga mempunyai anak sepertimu,” Ibu Lastri yang memberikan semangat kepada anaknya.
“Terima kasih Bu, hanya Ibu dan Ayu yang mengerti Lastri,” sahut Lastri sambil memeluk Ibunya.
Ayah Lastri adalah seorang pekerja di pabrik kayu, di saat Lastri di lahirnya di saat bersamaan juga Ayah Lastri mengalami kecelakaan di tempat kerja lalu meninggal dunia namun Ayahnya sudah berpesan kepada Istrinya di kala anaknya lahir berikan nama Sulastri, sedari Lastri di lahirkan iya belum pernah melihat wajah ayahnya secara langsung hanya melalui foto-foto yang di simpan oleh Ibunya.
Setelah mereka berdua berbincang-bincang Lastri dan Ibunya pun mulai mengantuk.
“Ibu Lastri ngantuk,” sahut Lastri dengan menguap.
“Ya sudah Nak tidur besok kamu bekerja,” ujar Ibunya yang mencium kening Lastri.
Akhirnya Ibunya pun meninggalkan Lastri dan Lastri pun mulai tertidur, dengan pelukan, kasih sayang dan nasehat dari Ibunya membuat Lastri menjadi tenang dan melupakan sakit hatinya.
Bersambung gengs.
Keesokan paginya Lastri mulai kembali bekerja, sebelum bekerja Minah Ibu Lastri mengajaknya untuk sarapan bersama.
“Lastri mari makan Ibu sudah masak makanan kesukaanmu,” ucap Minah ibunya seraya menyiapkan masakan di meja makan.
“Baik Bu,” sahut Lastri yang bergegas menuju meja makan.
Mereka berdua pun mulai duduk bersama di meja makan sambil berbincang-bincang.
“Lastri apa hari ini kamu kerja lembur?” tanya Minah seraya menyendok makananya.
“Sepertinya tidak Bu.”
“Jangan bersedih lagi Nak! Dengarkan apa kata Ibu, Ibu bangga mempunyai anak seperti kamu walau orang lain banyak menghinamu,” tutur Minah yang memberikan Lastri nasehat dan semangat.
Mendengar ucapan Ibunya Lastri tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca.
Selesai sarapan pagi, Lastri pun berpamitan kepada Ibunya untuk pergi bekerja. Sementara Ibunya yang berprofesi sebagai penjahit melanjutkan pekerjaannya.
Lastri pun bergegas keluar dari rumah dan tak lupa mencium tangan Ibunya, Ia berjalan keluar gang dan menunggu angkutan umum. Tidak lama kemudian angkutan umum berhenti tepat di depannya Lastri pun langsung menaikinya dan duduk di dalam angkutan tersebut sepintas Ia teringat dengan ejek-ejekan para karyawan kepadanya.
Sesampainya di kantor yang masih sepi dan para karyawan belum ada yang datang Lastri memulai pekerjaannya dengan beberapa teman yang satu profesi dengannya.
“Pagi Lastri,” Ayu yang menyapa Lastri di saat tengah bekerja.
“Eh Ayu, pagi Yu,” sahut Lastri.
“Bagaimana hari ini, apakah kamu merasa tenang?” tanya Ayu yang khawatir dengan kejadian malam tadi.
“Iya aku sudah baikkan Yu,” sahut Lastri dengan senyum yang menghiasi wajahnya.
“Syukurlah jika begitu, jangan lagi melakukan tindakan seperti itu yah Lastri,” Ayu yang menasihati Lastri.
“Eh Yu, kenapa kamu suka sekali berteman dengan si keling ini, entar menjatuhkan reputasi kamu sebagai sekretaris,” ucap salah satu karyawati yang sedang melintas.
“Kenapa sih kamu Dewi, suka menghina Lastri, dia itu sahabatku!” sahut Ayu dengan tegas kepada Dewi.
“Ye ... di kasih tahu malah nyolot!” ejek Dewi.
“Sudah Yu, benar apa kata Dewi, ya sudah aku mau membersihkan toilet dahulu,” ucap Lastri yang meninggalkan Ayu dan Dewi.
Di dalam toilet Lastri menangis karena ejekan si Dewi kepadanya, Ia bercermin di depan wastafel melihat wajah dan dirinya yang sangat buruk menurutnya.
Secara tiba-tiba ada yang masuk dalam toilet itu, seorang wanita berparas cantik, berkulit putih, bertubuh tinggi dan berambut gelombang. Melihat ada yang masuk ke dalam toilet Lastri secara spontan langsung mengusap air matanya yang sedang terjatuh dan kembali membersihkan wastafel.
Wanita cantik itu menuju cermin yang berada di dekat wastafel Wanita itu merias ulang wajahnya, sementara Lastri yang berada di sampingnya tengah sibuk membersihkan wastafel lain.
Wanita itu memperhatikan Lastri, dia mengingat-ingat seseorang yang mirip dengan Lastri.
“Sepertinya aku mengenali OB ini,” gumam Wanita itu dalam hati.
Setelah Wanita berusaha mengingatnya dan ternyata Lastri adalah temannya saat SMA dulu.
“Lastri? Kamu Lastri kan?” tanya Wanita itu.
“Iya benar, Anda siapa?” tanya Lastri yang binggung.
“Aku Nilam, teman SMA mu dulu masih ingat?” jelaskan Wanita itu yang bernama Nilam kepada Lastri.
“Nilam? Iya aku ingat kamu cantik sekali sekarang,” sahut Lastri yang terkejut melihat pesona kecantikan Nilam.
“Iya kebetulan sekali kita bertemu aku baru di terima bekerja di perusahaan ini.”
“Selamat ya Nilam,”
“Oh iya, sepertinya kamu habis menangis ada apa?” tanya Nilam yang melihat mata Lastri yang sembab.
“Tidak apa-apa Nilam,” ujar Lastri yang tidak ingin memberitahukan Nilam.
“Ayolah ceritakan kepadaku, aku akan jaga rahasia,” Nilam yang membujuk Lastri agar bercerita.
Lastri pun akhirnya bercerita kepada Nilam dengan apa yang terjadi kepadanya dengan perilaku para karyawan kepada dirinya.
Setelah mendengar cerita Lastri Nilam pun merasa simpatik kepada Lastri sedari di sekolah Lastri selalu di buli hingga sekarang.
“Bagaimana jika kamu mengikuti caraku agar kamu terlihat cantik dan tidak ada yang menghinamu lagi, malahan orang-orang akan terpesona dengan kecantikanmu,” Nilam yang menawarkan sesuatu kepada Lastri.
Lastri yang sangat penasaran pun menanyakan kepada Nilam.
“Apa itu Nilam?” tanya Lastri dengan sangat penasaran.
“Ikut aku memakai susuk, jika kamu memakai susuk wajahmu dan tubuhmu akan berubah secara drastis menjadi cantik. Aku hanya merasa simpatik kepadamu Lastri sedari sekolah kamu selalu di hina hingga sekarang, bagaimana apakah kau mau jika iya aku akan menemanimu,” tutur Nilam yang mengajak Lastri memakai susuk.
“Susuk? Apakah tidak apa-apa memakai itu,” sahut Lastri yang ragu.
“Kamu pikir saja Lastri, mau di ejek seumur hidup apa kamu mau berubah menjadi cantik tunjukan kepada orang-orang yang telah mengejekmu.”
Lastri hanya terdiam mendengar ucapan Nilam, Ia ingin namun masih ragu.
“Begini saja ini nomor teleponku jika kamu berminat Lastri aku akan ajak kamu ke dukun yang memasangkan susukku,” ucap Nilam sembari memberikan kertas yang terdapat tulisan nomor teleponnya.
“Terima kasih Nilam,”
“Oke Lastri aku mau ke ruangan pak Gunawan dulu karena sudah janji tadi jam 9 aku harus sudah berada di ruangannya,” ujar Nilam yang meninggalkan Lastri.
Setelah Nilam pergi Lastri pun terdiam memikirkan kata-kata Nilam.
“Kamu pikir saja Lastri, mau di ejek seumur hidup apa kamu mau berubah menjadi cantik tunjukan kepada orang-orang yang telah mengejekmu.”
Kata-kata itu selalu terbesit di pikirannya.
Bersambung dulu gengs