Oh My Baby
Hana pov
Di tempat kerja.
"Hana ... Haidmu sudah membaik?" tanya Hyeri, teman kerja part time ku.
Aku tercekat. Aku belum mendapatkan haidku.
Aku selalu minta bantuan Hye Ri untuk menggantikanku bila aku mendapatkan tamu merahku.
Hanya dua hal yang bisa terjadi. Aku mengalami menopause. Tapi itu tidak mungkin. Aku masih muda. Butuh waktu berpuluh tahun lagi.
Dan yang kedua. Yang paling aku takutkan, aku hamil.
Pulang dari tempat kerja aku membeli test pack.
Saat mencobanya di rumah, aku berdoa supaya aku tidak hamil.
Tapi test pack menunjukkan hasil yang lain. Ada dua garis di sana. Aku hamil.
Ini bohong, kan? Tes pack-nya pasti salah.
Test pack hanya 99% akurat. Masih ada 1% di mana ia bisa salah.
Tapi saat aku ke dokter kandungan ...
Dokter memberiku selamat. Ia mengatakan aku hamil.
"Terakhir kali anda mendapatkan haid tanggal berapa?" dokter bertanya padaku.
"Tanggal satu bulan lalu," jawabku.
"Usia kandungan anda saat ini dua bulan," kata dokter.
Aku sudah tidak bisa mendengar lagi perkataan dokter. Aku pusing.
...🌼🌼🌼...
Di rumah ...
Aku menunjukkan hasil tes dokter ke Jung Kook. Ia shock. Aku hamil. Hasil perbuatan tidak senonohnya.
Aku hanya anak adopsi yang diambil untuk memancing supaya ibu bisa hamil. Saat aku diadopsi aku masih berumur satu tahun. Tak lama kemudian ibu hamil. Ia mengandung Jung Kook.
Kami tumbuh bersama. Tak ada yang berbeda, kami seperti saudara kandung. Walaupun tidak ada ikatan darah di antara aku dan Jung Kook.
Ibu dan ayah menganggapku anak kandungnya.
Aku menyayangi Jung Kook seperti adikku sendiri. Aku tidak pernah menduga kalau Jung Kook melihatku sebagai wanita yang ingin ia miliki.
Flashback.
Saat orang tua kami berada di luar kota, Jung Kook memintaku masuk ke kamarnya. Ia mengunci pintu kamarnya. Agak aneh memang karena biasanya kami membiarkan pintu kamar terbuka.
Saat Jung Kook merebahkanku di ranjangnya, aku tidak mencurigai apapun karena kami terbiasa tidur bersama sejak kecil.
Saat Jung Kook menindisku, aku tersadar. Saat ia menciumku, aku meronta.
"Kookie ... Jangan ... Lepaskan aku ..." aku memohon padanya. Aku menangis.
Tapi ia sudah dikuasai oleh hawa nafsunya. Ia melakukannya.
Aku menangis setelah peristiwa itu.
"Noona ... Mianhae ..." Jung Kook meminta maaf kepadaku saat ia tersadar.
Jung Kook telah mengambil kesucianku. Sesuatu yang akan aku serahkan ke Joon oppa, calon suamiku.
Apa yang akan kukatakan pada Joon oppa?
Aku menangis semalam. Rasa sakit di hatiku lebih sakit dari rasa sakit di tubuhku.
Saat pagi hari Joon oppa menelponku ...
Joon : Hana ... Matamu ... Kenapa bisa bengkak?
Aku : Kemarin aku nonton drama. Ceritanya sediiiiih sekali
Drama di mana aku yang menjadi korbannya.
Aku masih bersikap seperti biasa. Aku tidak ingin Joon oppa curiga.
Flashback end.
Wajah Jung Kook pucat. Ia terdiam.
"Noo ... Noona ... Aku ... Aku"
Kookie ... Katakan ... Katakan kalau kita akan membesarkan bayi kita bersama. Aku butuh dukunganmu.
Aku tau begitu aku memilih bayi kami, aku akan kehilangan Joon oppa.
"Aku ... Aku tidak siap jadi ayah. Noona ... Kita harus menggugurkannya." Terdengar nada frustrasi dari ucapan Jung Kook.
Jung Kook memperlihatkan isi dompetnya. "Aku hanya punya uang segini. Noona punya uang berapa?"
Kata-kata Jung Kook sungguh menyakitkan hatiku.
Aku menangis dalam hati.
Kookie ... Kau yang berbuat tapi kau mau melepaskan tanggung jawabmu begitu saja.
Apa yang harus aku lakukan?
"Aku akan menggugurkannya. Aku tak butuh uangmu. Uangku cukup untuk membayar biaya aborsi. Hanya saja temani aku saat kita melepas bayi kita" kata Hana.
Jung Kook merasa lega.
Hana masuk ke dalam kamarnya sambil menangis. Ia menyentuh perutnya.
"Mianhae ... Eomma tidak sanggup membesarkanmu sendirian"
Apa aku masih pantas disebut "eomma" ?
Di satu sisi Hana ingin melahirkan dan membesarkan bayinya. Hana tau perbuatan ayahnya salah. Tapi bayinya tidak bersalah.
Di sisi lain Hana tidak sanggup untuk membesarkan bayinya. Butuh biaya besar untuk membesarkan anak. Jung Kook juga baru saja masuk kuliah. Ia masih terlalu muda untuk menjadi ayah.
Malam hari ...
Joon menelpon Hana.
Joon : Hana ... Kau menangis lagi? Pasti karena nonton drama sedih lagi.
Hana mengangguk.
Apa yang harus aku lakukan oppa? Siapa yang harus aku pilih? Oppa? Atau bayiku?
Joon : Ada yang ingin kau bicarakan?
Hana menggelengkan kepalanya.
Aku harus menggugurkannya. Harus. Aku ingin tetap bersama Joon oppa.
Percakapan Hana dan Joon pun berlanjut seperti biasa.
Keesokkan harinya ...
Hana mendaftarkan dirinya di klinik aborsi. Ia akan melepas janinnya besok.
Hana menenangkan dirinya di taman. Ia akan meminta Jung Kook untuk menemaninya besok.
Hana hendak pulang ke rumah.
Hana merasa ada yang memegang kakinya. Saat ia menoleh ke belakang, ia melihat seorang bocah laki-laki. Usianya mungkin 3 tahun.
"Eomma ..." kata bocah itu. Ia menggandeng tangan Hana dan menunjuk ke arah ayunan.
Eomma? Ia memanggilku eomma?
Hana mengikuti bocah itu. Mereka naik ayunan sekarang. Hana bisa mendengar tawa bahagia bocah itu.
"Maaf ... Ibunya baru saja melahirkan adiknya" kata ibu paruh baya saat mendekat ke arah mereka.
"Halmeoni" bocah itu memanggil ibu itu.
"Ayo kita pulang" Ibu dan bocah itu pun pulang.
"Bye bye eomma ... " bocah kecil itu melambaikan tangannya ke Hana. Lambang perpisahan.
"Mianhae eomma yang egois. Kita mungkin hidup susah. Tapi eomma ingin mendengar kata "eomma" darimu." Hana berbicara ke bayinya.
......🌼🌼🌼 putus 🌼🌼🌼......
"Oppa mianhae. Kita putus" Hana mengirim pesan singkat ke Joon sambil menangis.
Hana tau sejak ia memutuskan untuk mempertahankan bayinya, ia harus berpisah dengan Joon.
Joon bingung. Sampai kemarin mereka masih baik-baik saja. Tak ada angin, tak ada hujan, tak ada petir, tiba-tiba Hana memutuskan hubungan dengannya.
Joon menelpon Hana berkali-kali. Tapi Hana tidak pernah mengangkatnya.
Joon mengirim pesan.
Hana ... Ada apa?
Sampai kemarin kita baik-baik saja.
Apa aku melakukan kesalahan?
Aku akan memperbaikinya"
Hana membaca pesan-pesan itu.
Tidak ... Oppa tidak bersalah.
Akulah yang salah.
Aku yang tidak bisa menjaga diriku.
...🌼🌼🌼...
Joon menelpon ibunya. Ia memberitahu kalau Hana memutuskan hubungan dengannya.
Joon kuliah di luar negri. Ia belum bisa pulang ke Korea. Ia masih ada ujian.
Ibu Joon mendatangi rumah Hana. Ibu Joon sudah menyayangi Hana seperti putri kandungnya sendiri.
Tapi Hana sudah memberitahu orang rumah untuk mengatakan kalau ia tidak ada di rumah bila ibu Joon datang.
Ibu Joon datang berkali-kali. Mau tidak mau Hana menemuinya.
"Hana ... Ibu mendengar kau memutuskan hubungan dengan Joon. Apa Joon melakukan sesuatu yang menyakiti hatimu?"
Ibu Joon sangat menginginkan Hana untuk menjadi istri Joon. Ibu dari cucu-cucunya kelak.
"Ibu ... Aku hamil ..." Hana mengatakan yang sebenarnya.
Ibu Joon merasa senang. Ia mengira Hana mengandung anak Joon. Ia membayangkan beberapa bulan lagi ia akan bisa menimang cucu.
Cucuku nantinya laki-laki? Atau perempuan? Tidak masalah laki-laki atau perempuan. Asalkan cucuku sehat itu lebih dari cukup.
Ibu Joon membayangkan pernikahan anaknya dan Hana. Ia harus segera menikahkan mereka sebelum perut Hana membesar dan menjadi bahan gosip orang-orang.
"Tapi ayahnya bukan Joon oppa."
Seketika itu juga senyum bahagia ibu Joon sirna.
"Ibu boleh tau siapa ayahnya?"
Sepengetahuan ibu Joon, Hana itu wanita baik-baik tidak mungkin ia mengkhianati Joon atau melakukannya dengan sembarang pria.
"Apa ia tidak bertanggung jawab?"
Hana hanya diam dan menangis. Saat itu ayah angkatnya mendengarkan percakapannya dengan ibu Joon.
Ibu Joon menenangkan Hana.
"Ibu ... Aku mohon ... Jangan beritau Joon oppa."