Sang Dewa Dan Sang Penyelamat
Pada awal mula, ketika alam semesta belum berwujud dan segala sesuatu tenggelam dalam kekosongan yang tak terbatas, terjadi sebuah ledakan yang mengguncang ruang dan waktu. Ledakan maha dahsyat itu bukan sekadar kehancuran; ia adalah awal dari segala penciptaan. Cahaya pertama yang lahir dari kekosongan menghancurkan batas antara kegelapan abadi dan keberadaan. Dalam momen penuh keagungan ini, terbentuklah sebuah entitas yang bukan sekadar makhluk biasa—ia adalah personifikasi dari kekuatan takdir itu sendiri.
Dari debu kosmik dan energi primordial yang melintas dalam kekacauan semesta, muncul sosok yang berkuasa atas segala yang akan terjadi. Dialah Elvaros, Sang Dewa Takdir Abadi, yang terlahir dari ledakan itu dengan kekuatan yang sebanding dengan para dewa, namun dengan peran yang jauh lebih agung dan esensial. Ia bukan hanya dewa di antara para dewa—Elvaros adalah penjaga dan penguasa setiap garis nasib, benang-benang kehidupan yang menyatukan alam semesta dalam tatanan yang tak kasatmata.
Elvaros tidak meminta kekuasaan; ia ditakdirkan untuk memilikinya. Ia tidak mengejar kekuatan; kekuatan itu mengalir dalam dirinya sejak awal mula penciptaannya. Dari kekosongan yang melahirkan dirinya, Elvaros ditakdirkan untuk menjadi penguasa takdir, mengendalikan nasib setiap makhluk hidup, baik dewa maupun manusia, baik fana maupun abadi. Kekuasaannya tidak hanya besar, tetapi mutlak, dan ia berdiri di atas segalanya, sebagai satu-satunya entitas yang memahami jalur-jalur nasib yang kompleks dan tak terhingga.
Dewa-dewa lain menghormati dan mengakui kebesarannya. Mereka mengetahui bahwa meski mereka memiliki kekuatan besar, nasib mereka pun ada di tangan Elvaros. Tiada dewa yang berani menantangnya, karena mereka menyadari bahwa garis takdir mereka sendiri terjalin di tangan sang Dewa Takdir. Mereka bisa saja memerintah alam dan elemen mereka masing-masing, tetapi pada akhirnya, setiap keputusan penting yang mereka ambil hanya akan terjadi jika Elvaros mengizinkannya. Di atas altar-altar suci, para makhluk fana bersujud, memohon rahmat dan nasib baik dari Elvaros, berharap agar hidup mereka diberkati dengan keberuntungan, atau setidaknya terbebas dari nasib buruk yang mengerikan.
Elvaros memerintah dari sebuah alam yang misterius dan tak tersentuh oleh makhluk biasa, sebuah dimensi yang dikenal sebagai Chronicle. Chronicle bukan sekadar tempat, tetapi inti dari segala realitas. Di sana, waktu dan ruang bukanlah konsep yang tetap. Mereka tunduk pada kehendak Elvaros, berubah, berputar, dan teranyam sesuai keinginannya. Di alam inilah, Elvaros menenun takdir setiap makhluk, mengatur kehidupan dan kematian, kebahagiaan dan penderitaan, kemenangan dan kekalahan, semua dalam keseimbangan yang rumit.
Dalam Chronicle, segala sesuatu berada di bawah kendalinya. Setiap pergerakan bintang, setiap siklus alam, bahkan setiap bisikan jiwa yang melintasi alam fana, semuanya diatur dengan teliti. Tak ada yang bisa melanggar hukum-hukum alam di dalam Chronicle, karena hukum itu adalah manifestasi dari kehendak Elvaros sendiri. Ia adalah pencipta, penguasa, dan pelindung dari dimensi ini, di mana semua nasib dirajut. Tak ada satu pun entitas, baik dewa maupun iblis, yang dapat menentang otoritas Elvaros di sini. Segala sesuatu yang mencoba melawan akan lenyap dalam kekosongan, terserap kembali ke dalam ketidakberadaan dari mana mereka berasal.
Meski memegang kendali penuh atas takdir, kekuasaan Elvaros bukanlah tanpa beban. Setiap takdir yang ia atur harus diimbangi dengan kehendak bebas, sebuah prinsip yang menjamin keseimbangan alam semesta. Pilihan dan nasib adalah dua sisi dari koin yang sama, dan Elvaros adalah penjaga harmoni di antara keduanya. Kesalahan sedikit saja dalam menenun benang nasib dapat mengubah jalannya sejarah, menghancurkan tatanan yang rapuh antara kekacauan dan keteraturan.
Selama ribuan milenium, Elvaros telah mengawasi, diam namun penuh perhatian, memastikan setiap makhluk mengikuti jalur nasib mereka masing-masing. Ia berdiri abadi di puncak Chronicle, mengamati arus kehidupan dan kematian yang mengalir tanpa henti. Para dewa mungkin berkuasa di dunia mereka masing-masing, tetapi mereka tahu bahwa pada akhirnya, hanya satu kekuatan yang mengendalikan segalanya—Elvaros, Sang Dewa Takdir Abadi.
Dan dengan keabadian yang dimilikinya, Elvaros akan terus mengawasi, menjaga keseimbangan nasib semesta, sampai waktu itu sendiri berhenti.
Di kedalaman Chronicle, pusat takdir dari segala realitas, Elvaros berdiri sebagai penguasa yang tak tertandingi. Di sekelilingnya, jutaan helai benang nasib berkilauan, masing-masing mewakili kehidupan dan keputusan yang membentuk dunia-dunia yang tak terhitung jumlahnya. Setiap benang bergetar lembut di bawah kendalinya, mengalir dalam harmoni sempurna, teranyam dalam pola rumit yang hanya bisa ia pahami. Sang Dewa Takdir Abadi telah menghabiskan eon berabad-abad, menenun dan merajut nasib makhluk-makhluk di seluruh alam semesta. Setiap keputusan, sekecil apapun, terukir dalam benang halus ini, menjadikannya sebuah karya seni kosmik yang tiada tara.
Namun, keseimbangan yang telah terjaga selama bertahun-tahun itu kini terganggu. Sebuah getaran aneh, hampir tak terdeteksi, telah memasuki jaringan nasib yang ia rajut. Getaran ini berasal dari salah satu benang, memancarkan ketidakstabilan yang mencemaskan. Bukan karena intensitasnya, tetapi karena sumbernya yang misterius. Elvaros, yang selama ini percaya bahwa semua takdir berada dalam genggamannya, tidak menciptakan getaran ini—dan itulah yang mengganggunya.
Dengan tatapan tajam, ia memfokuskan perhatiannya pada benang yang bergetar tersebut. Ia menarik benang itu perlahan ke dalam genggamannya, jari-jarinya yang lembut namun kuat mulai menelusuri jalur hidup makhluk fana yang terkait dengan benang tersebut. Ia menyelami kisah hidup manusia itu, setiap langkah, setiap keputusan, dan setiap simpul takdir yang seharusnya berjalan sesuai kehendaknya. Namun, ada sesuatu yang salah.
Keputusan yang seharusnya tak signifikan kini berdampak jauh lebih besar daripada yang diharapkan. Setiap tindakan yang diambil manusia ini tampak mengguncang takdir, bukan hanya nasibnya sendiri, tetapi juga nasib dari banyak makhluk lain yang terhubung dengannya. Keterkaitan yang biasanya terlihat stabil mulai berubah menjadi kacau, seolah-olah ada kekuatan yang secara halus mempengaruhi arah kehidupannya.
Elvaros mengerutkan kening. “Tidak mungkin,” gumamnya, suaranya nyaris tak terdengar di tengah keheningan abadi Chronicle. Dalam seluruh eon ia memerintah, belum pernah ada makhluk fana yang dapat mempengaruhi jaringan nasib di luar takdir yang telah ditentukan. Namun, saat ia mendalami benang ini, ia merasakan kehadiran sesuatu yang tak terduga—sesuatu yang tidak ia rajut ke dalam pola besar takdir. Kehadiran yang tak dikenal ini muncul samar-samar di sudut-sudut kisah hidup makhluk fana itu.
Kehidupan manusia itu, yang sebelumnya tampak biasa, kini terungkap dengan keindahan dan tragedi. Ia melihat seorang pria muda, berambut gelap dan mata tajam, berdiri di tepi jurang, berjuang melawan gelombang emosi yang tak terhingga. Dikenal sebagai Kaelan, pria ini menghadapi pilihan yang akan mengubah hidupnya selamanya. Terbayang dalam pikirannya adalah dua jalur berbeda: satu yang membawa kebahagiaan dan kedamaian, dan yang lainnya, gelap dan penuh dengan pengorbanan. Elvaros merasakan getaran dari kedua pilihan itu, seperti dentingan lonceng yang bergetar di ruang tanpa akhir.
Kaelan, terjebak dalam keraguan, mengingat kembali perjalanan hidupnya. Ia adalah anak yang tumbuh di desa kecil, dikelilingi oleh alam yang indah tetapi keras. Keluarganya adalah petani sederhana, berjuang setiap hari untuk memenuhi kebutuhan. Di tengah tantangan yang dihadapinya, Kaelan menemukan kekuatan dalam mimpinya untuk melarikan diri dari kehidupan biasa dan mencapai sesuatu yang lebih besar. Namun, di balik ambisi itu, ia juga mengingat rasa sakit kehilangan yang pernah dialaminya. Sebuah tragedi yang menimpa keluarganya, yang terus menghantuinya dan mengingatkannya akan betapa rapuhnya hidup ini.
Mendalam dalam ingatan dan perasaannya, Kaelan merasa seolah-olah ia terjebak dalam lingkaran tak berujung. Ia bisa memilih untuk meneruskan hidup seperti biasanya, tetapi bayang-bayang masa lalunya selalu menantinya, menghimpit setiap keputusan yang diambilnya. Dalam momen kebimbangan ini, Elvaros merasakan koneksi yang kuat antara nasib Kaelan dan banyak makhluk lain di alam semesta. Rasa sakit, kebangkitan harapan, dan keputusan-keputusan yang menyusuri jalan hidup Kaelan seakan membentuk jaringan yang lebih luas, melibatkan lebih banyak jiwa dalam tarian nasib yang tidak terduga.
Saat ia mencoba menarik benang lebih dalam, mencari asal-usul kekacauan ini, sebuah suara lembut namun penuh otoritas tiba-tiba bergema dari kegelapan di sekelilingnya.
“Apakah ini yang kau sebut kendali, Elvaros?” Suara itu tenang, tetapi mengandung ejekan halus. “Benang-benang nasibmu yang sempurna mulai lepas. Takdir tidak selamanya menjadi milikmu.”
Elvaros tidak bereaksi secara fisik, tetapi matanya berkilat dengan intensitas dingin. “Siapa kau?” tanyanya, suaranya memotong kesunyian. “Bagaimana kau bisa berada di sini, di Chronicle?”
Tidak ada makhluk yang dapat menyusup ke dalam Chronicle tanpa sepengetahuan Elvaros. Alam ini adalah cerminan kehendaknya, tempat di mana ia mengamati dan menenun takdir semua makhluk. Tidak ada kekuatan lain yang dapat menembus batas wilayah ini tanpa ia sadari, dan kehadiran yang kini berbicara kepadanya hanya menambah kekhawatirannya.
“Kau bertanya siapa aku?” suara itu terdengar kembali, kini semakin dekat, seolah-olah berasal dari setiap sudut ruang di sekelilingnya. “Mungkin lebih baik kau bertanya: ‘Apa yang telah kau abaikan?’”
Elvaros tetap diam, namun pikirannya bergerak cepat. Apakah mungkin ada sesuatu yang ia lewatkan dalam ribuan tahun ia memegang kendali penuh atas takdir semesta? Namun, tidak mungkin. Tidak ada yang terlewat dari pengamatannya. Setiap simpul, setiap percabangan nasib selalu berada dalam genggamannya.
“Aku tidak mengabaikan apapun,” jawab Elvaros dengan tenang. “Semua takdir berjalan sesuai kehendakku.”
Suara itu tertawa pelan, bukan dalam tawa yang keras, tetapi dalam tawa yang penuh kepastian. “Kau terlalu yakin, Elvaros. Mungkin terlalu lama duduk di atas singgasana nasibmu hingga kau lupa bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari apa yang bisa kau lihat. Sesuatu yang mulai terbangun dari bayang-bayang.”
Elvaros menyipitkan matanya, namun ia tahu bahwa entitas ini tidak berbicara sekadar untuk menakut-nakutinya. Ada sesuatu yang terselubung, sesuatu yang bersembunyi di balik anomali kecil dalam benang takdir yang ia amati. Dan lebih buruknya lagi, ia belum bisa melihat dengan jelas apa itu. Benang nasib manusia ini hanyalah petunjuk pertama—sebuah riak kecil yang mungkin saja merupakan bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar.
“Siapapun kau,” kata Elvaros dengan suara yang lebih tegas, “Aku akan menemukanmu, dan aku akan menghentikan ini sebelum kehendak asing merusak tatanan yang telah kubangun.”
“Kau bisa mencoba,” balas suara itu, semakin samar, seolah mulai memudar kembali ke dalam kegelapan. “Namun ingat, ada takdir yang bahkan kau tidak bisa sentuh. Sebuah nasib yang terjalin bukan oleh tanganmu, tetapi oleh sesuatu yang lebih tua… dan lebih kuat.”
Elvaros merasakan kehadiran suara itu menghilang, namun ia tidak merasa lega. Sebaliknya, kecurigaannya semakin mendalam. Ia menatap benang nasib di tangannya, yang masih bergetar lembut—sebuah makhluk fana, manusia yang seharusnya tidak memiliki dampak besar. Namun sekarang, manusia ini tampaknya menjadi kunci dari sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang mungkin terkait dengan kekuatan yang mulai bangkit.
Dengan pikiran yang penuh dengan pertanyaan dan kekhawatiran, Elvaros melangkah kembali ke inti Chronicle, ke ruang terdalam di mana nasib-nasib dunia terikat pada hukum-hukum kosmik yang hanya ia mengerti. Di sana, ia melihat semua takdir, dari awal hingga akhir, tersusun dalam pola yang ia rajut dengan sempurna. Namun kali ini, ia mencari sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang berada di luar jangkauan penglihatannya.
Dalam pencariannya, Elvaros menyadari bahwa ia harus menghadapi kenyataan pahit bahwa mungkin, untuk pertama kalinya, ia harus bergantung pada makhluk fana itu. Ada sesuatu yang unik dalam dirinya, sebuah potensi yang belum sepenuhnya tergali.