SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
My Possessive Billionaire

My Possessive Billionaire

BAB 1 - Awal Pertemuan

Tiada yang lebih sakit daripada kehilangan seseorang yang menjadi belahan jiwa. Pernikahan yang begitu dia damba, nyatanya hanya menjadi mimpi buruk semata. Syakil Agha Mahendra, pria tampan dengan sejuta kesempurnaan itu menelan pil pahit di hari pernikahannya. Tanpa sepengetahuan mereka, sang kekasih menghilang tepat di hari pernikahan.

Lama menghilang, setelah kejadian memalukan yang membuat nama keluarga Megantara tercoreng itu, kini Syakil kembali. Hanya untuk liburan sebenarnya, melepas rindu lantaran sang mama yang menangis setiap malam menanti kepulangannya.

Malam ini, di sebuah club malam terkenal di ibu kota, Syakil memenuhi undangan teman lamanya. Bertemu di saat dewasa dengan berbagai kisah yang berbeda itu memang terasa amat menyenangkan.

"Syakil!! Gila-gila, gue gak salah lihat kan? Widih beneran dateng nih, Tuan muda."

Semenjak dirinya mulai dikenal di kancah internasional, para teman-temannya memberikan julukan itu sebagai bentuk penghargaan. Meski sejak zigot memang Syakil sudah kaya, akan tetapi tidak bisa dipungkiri kekayaan yang dia miliki saat ini berkali lipat dari kekayaan Ibra, sang papa.

"Ck, berlebihan ... kebetulan aku pulang, dan kalian reuni dadakan ya sudah aku ikut saja."

Sejak dahulu Syakil tidak pernah berubah, tutur bahasanya selalu merendah dan tidak pernah merasa dirinya tinggi meski pencapaiannya memang tidak main-main.

"Btw masih sendirian? Lama banget bertahan, lumutan bahaya, Syakil ... Zidan aja udah gol."

Tidak ada hari tanpa bercanda, ya bagi Pedro hidup jangan terlalu kaku nanti ke depannya juga kaku semua. Syakil hanya menarik sudut bibir mendengar pernyataan Pedro, pertanyaan yang menurutnya paling tidak berguna untuk saat ini.

"Kalau si Syakil mah gampang, tinggal tunjuk aja kalau dia mau ... wanita mana yang bisa menolak seorang Syakil gue tanya!" seru Kevin heboh sendiri, kesuksekan Syakil yang luar biasa mengejutkan ini masih menjadi pertanyaan bagi mereka, sekeras apa Syakil berusaha hingga hasilnya segila ini.

"Ada, buktinya Ganeta kabur pas mau nikah sama dia."

Sudah diwanti-wanti agar hal ini jangan dibahas, tapi mulut Pedro seenaknya berucap. Syakil masih menanggapi dengan senyum tipisnya. Susah payah dia coba lupakan, ketika kembali sahabatnya justru kembali membuka luka lama.

"Ck yaelah, itu mah karena dia aja yang buta ... mau dikawinin pakek drama kabur-kaburan segala, aneh banget jadi manusia."

Benar, aneh sekali memang. Bahkan hingga saat ini Syakil juga tidak habis pikir dimana kesalahannya. Hubungan mereka murni karena cinta, tiga tahun menjalani hubungan sebagai sepasang kekasih. Di tahun keempat, kala Syakil berusia 25 tahun dia mengutarakan niatnya untuk menjalani hubungan serius bersama kekasihnya.

Semua memang berjalan sempurna dan wajar saja, pihak keluarga setuju dan bahkan pesta besar-besaran sudah Ibra persiapkan untuk putra bungsunya. Hingga tiba di hari pernikahan, Syakil dibuat bingung kala hampir satu jam dia menunggu di hadapan penghulu dan Ganeta tidak juga berhasil ditemukan.

Lamunan panjang Syakil membawanya ke dalam kenangan empat tahun lalu, hari dimana dia menangis menelusuri jalan hingga kakinya terluka demi mencari mempelai wanita.

"Ganeta!! Kamu dimana?"

Waktu itu sudah malam, masih dengan jas hitam dan bunga yang tersemat di dadanya. Syakil benar-benar dibuat porak poranda dengan kepergian Ganeta tanpa pamit.

Masih menjadi hal yang tidak bisa dia percayai, Syakil sesakit itu kala menyadari wanita yang dia impikan mampu berbuat semenyakitkan itu jika mau.

Habis sudah air matanya malam itu, untuk kali pertama Syakil menitikkan air mata demi seorang wanita. Kisah cinta yang berjalan begitu manis, harus hancur kala langka terakhir hampir mereka pijaki bersama.

"Pulang, Syakil!! Jangan bodoh, kamu dihina ... sadar itu!!"

Amarah membuncah dalam diri Mikhail, melihat adiknya yang bahkan pucat pasi karena mencari calon istrinya, hati Mikhail terasa sakit dihantam bongkahan batu besar.

"Kakak tau? Semua yang terjadi padaku itu karma dari perbuatanmu!!" pekik Syakil dengan suara paraunya, di saat begini tidak ada yang mendukungnya. Baik Ibra maupun Mikhail selalu mengatakan hal yang sama.

PLAK

"Tidak ada hubungannya, ayo pulang ... dia menolakmu bahkan membuat keluarga kita malu, Syakil!! Apa yang kau harapkan dari perempuan itu!!"

Setelah susah payah meminta restu dari kedua belah pihak, Syakil justru ditampar keadaan dengan kejadian ini. Sungguh lucu sekall takdirnya, sulit menemukan cinta. Namun, sekalinya dia berhasil takdir mematahkan dengan cara yang seperti ini.

"Woey!! Ngelamun lu ya?"

"Hah? Nggak ... sorry-sorry, sampai mana tadi?"

Kevin menghela napas kasar, sudah dia duga Syakil akan terus begini. Sorot tajam Syakil tak dapat dibohongi. Dia masih memendam luka meski jika ditanya hanya senyum tipis dia berikan.

"Ngantuk lo ya? Nih minum dulu biar segeran dikit," tutur Kevin menuangkan minuman haram itu untuk Syakil, kali ini dia menolak karena memang Mikhail tidak menyukainya.

"Gue ke toilet dulu bentar, nggak nyaman."

"Yaelah ni anak cupu banget heran, dia di LA lempeng aja gitu?" Kevin bertanya-tanya dan menatap bingung Pedro yang kini menikmati kesenangannya, pelukan dengan wanita penghangat saja sudah cukup baginya.

"Woey!! Lo dengerin gue gak?" sentak Kevin merasa Pedro mengacuhkannya.

"Apaan? Lo nggak usah macem-macem deh, udah tau Syakil nggak mood jangan dipaksa." Meski fantasynya kemana-mana, Pedro masih bisa memahami kenapa Syakil pergi meninggalkan mereka.

-

.

.

.

Syakil menyendiri. Dia sudah terlihat begitu dewasa, gurat wajahnya bukan lagi anak yang baru lulus kuliah. Tangan Syakil mengepal kuat-kuat, mengingat semua ucapan yang kevin.

"Aaaarrggghhh, Ganeta!!"

Napas syakil masih memburu, sungguh kesakitan itu muncul lagi dan ini adalah alasan kenapa dia enggan pulang. Syakil menjadi lemah, lupa tujuan dan bahkan bisa kehilangan dirinya.

Cukup lama dia berdiam diri di sana, hingga Syakil merasa terganggu dengan suara-suara yang mengusik gendang telinganya. Pria itu berdecih kemudian hendak berlalu dari sana, seperti tidak punya tempat lain, mereka tidak mampu membayar ruangan khusus atau bagaimana, pikir Syakil muak.

Dengan langkah panjang dia hendak kembali ke tempat Kevin dan Pedro menunggu. Namun, mata Syakil dibuat terkunci kepada salah satu wanita yang duduk terdiam di sisi pria yang dia yakin lebih tua darinya.

Jantung Syakil berdetak dua kali lebih cepat, pria itu memegang dadanya. Dia tidak salah lihat, matanya masih sehat dan dengan jelas wajah cemberut itu adalah wajah yang selama ini dia rindukan.

Beberapa menit dia berdiam diri, hingga Syakil dibuat tercengang kala pria di sisi wanita itu kini mengikis jarak. Syakil melangkah cepat dan tidak peduli berapa orang yang terganggu dengan aksinya ini.

BUGH

"Jangan menyentuhnya, Badjingan!!" sentak Syakil usai menghadiahkan bogem mentah di wajah pria itu hingga terhuyung ke lantai.

"Apa maksudmu? Tiba-tiba datang dan memukulku seperti ini? Dia kekasihku, orang asing sepertimu punya hak apa?" Pria itu bangkit dan tidak terima dengan pukulan yang Syakil layangkan untuknya.

"Kekasihmu? Kau sentuh saja dia berusaha menghindar, artinya dia bukan kekasihmu." Syakil tidak begitu bodoh dalam hal ini, siapapun yang melihat jelas bisa menyimpulkan jika di antara mereka tidak ada hubungan apa-apa.

"Cih, berani sekali ikut campur ... kau memang cari mati sepertinya!! Kalau wanita ini bukan kekasihku kau mau apa? Lagipula aku sudah membayarnya, bukankah itu kewajiban dia?!"

"350 juta, kurang?"

Syakil bermaksud membawa gadis itu apapun caranya, jika benar bukan kekasih pria itu maka akan lebih mudah baginya. Mendengar nominal uang yang ditawarkan, pria itu jelas saja tergoda. Lagipula baginya semua wanita di sini sama saja, dia masih bisa membayar wanita lain dengan tarif lebih murah.

"Ayo pergi, siapa yang mengizinkanmu jual diri begini." Syakil menarik pergelangan tangan wanita itu dengan lembut, langkahnya begitu cepat dan Syakil benar-benar lupa tujuannya kesini.

-Tbc-

BAB 2 - Pria Asing

"Aaaarrgghh pelan-pelan ... sakit!!"

Syakil gelap mata, kepalanya terasa sakit hingga memaksa wanita masuk ke mobilnya. Tanpa peduli wanita itu mau atau tidak, yang jelas saat ini Syakil ingin membawanya pergi jauh lebih dulu.

Pertemuan pertama tapi pria itu sudah menggila, terlepas dari pria hidung belang bukannya dia aman namun justru kian takut. Amara Nairy, wanita cantik yang merupakan seorang karyawan biasa menelan pil pahit kala sang kakak menjualnya kepada salah satu pengusaha kaya di ibu kota.

Dengan dalih gaji Amara terlalu kecil, wanita itu mengambil jalan pintas dan membuat adiknya hampir terjebak lubang kemaksiatan itu. Kini, setelah berhasil lepas, Amara justru dibuat takut oleh penyelamatnya sendiri.

"Kamu belum menjawab pertanyaanku, kenapa bisa di sana?"

Alih-alih menjawab wanita itu justru dibuat bingung dengan pria yang ada di hadapannya kini. Tangannya bahkan mengepal, tatapan tajam menusuk Amara bahkan terlihat seperti hendak mengulitinya, gurat kemarahan kian jelas di mata pria yang hingga detik ini belum dia ketahui namanya.

"Kamu dengar aku?"

"Hm, dengar."

Amara menjawab dengan suara bergetarnya, saat ini pikiran wanita itu sudah kemana-mana. Terlebih lagi sebelum berhasil membawanya pergi, pria itu membayar dengan harga tinggi dan ini adalah hal yang patut dia curigai.

"Kakakku yang memintaku mendatangi tempat itu, aku tidak tahu jika hal ini akan benar-benar terjadi."

Bingung sendiri kenapa bisa hal semacam itu terjadi padanya. Jika ditanya apakah Amara mau melakukannya sama sekali dia tidak berniat sedikitpun.

"Sudah makan?"

Amara menggeleng, dia ingin berbohong namun kenyataannya memang merasakan lapar. Sejak tadi siang perutnya sama sekali tidak bertemu makanan, bukan karena tidak ada makanan, melainkan tidak ada keinginan.

Tanpa bertanya ingin makan apa, Syakil kini memilih salah satu restoran terdekat demi nembuat wanita ini lebih baik, perihal mau dibawa kemana dia nantinya, Syakil tidak begitu peduli.

Sejak tadi Syakil tak mengalihkan pandangannya, wajah manis Amara berhasil meraih perhatian Syakil. Tidak ada yang berbeda, bahkan cara makannya pun sama. Syakil menopang dagu kemudian menarik sudut bibir kala wanita itu menatap ke arahnya.

"Siapa namamu?"

Merasa di antara mereka kembali kaku tanpa pembicaraan, Syakil bertanya perihal nama wanita itu. Jika Syakil lihat-lihat, tampaknya pemilik mata bulat itu bukanlah seorang wanita yang banyak bicara.

"Amara," jawabnya singkat, tanpa inisiatif bertanya balik dan kembali meneruskan makannya dengan elegan.

Amara, Syakil tersenyum getir kala mendengar namanya. Telinganya tidak salah dan memang bukan Ganeta yang keluar dari bibir wanita itu. Lagi dan lagi, Syakil harus mengubur impiannya dalam-dalam, tidak ada Ganeta yang dia rindukan meski sudah semirip itu.

Entah dia yang terlalu merindu atau memang mereka yang terlalu mirip hingga Syakil merasa Amara adalah mantan kekasihnya. Meski demikian, dia tidak memperlihatkan betapa gilanya dia kala menemukan Amara.

"Rumahmu dimana?"

Amara terdiam sesaat, pulang sebenarnya hanya membuat telinga semakin sakit saja. Erangan dan desa-han sang kakak mulai membuat Amara tidak tahan dan kerap kali sengaja tidak pulang untuk beberapa hari.

"Malam ini aku tidur di penginapan saja, aku tidak mau pulang."

Amara menunduk, sebenarnya dia juga takut mengatakan hal ini. Akan tetapi, pulang juga bukan pilihan yang baik. Ada banyak kegelisahan dalam diri Amara jika dia memutuskan pulang ke apartemen yang mana di sana mereka tingggal berdua.

-

.

.

.

Gaya hidup Eva, sang kakak yang luar biasa tinggi membuat Amara harus ikut berjuang demi terpenuhinya kebutuhan Eva. Sulit memang, hendak melepaskan diri juga percuma karena setelah kematian orang tuanya, Amara hanya memiliki Eva seorang.

"Penginapan? Dengan penampilanmu yang begini? Kau ingin memperjelas stigma orang lain tentangmu?"

Syakil sedikit meninggi mengutarakannya, entah kenapa dia emosi tiba-tiba kala membayangkan wanita ini mendatangi penginapan dan tidur sendirian di sana.

"Aku tidak mau pulang, jika Eva tahu aku kabur dan meninggalkan client yang dia maksudkan, maka aku bisa dikurung esok hari."

Begitu banyak ketakutan Amara jika dirinya memilih pulang, sedikit tidak masuk akal namun memang saudaranya yang hanya berjarak dua tahun itu semakin menggila kala orang tua mereka menjadi korban kecelakaan pesawat beberapa tahun lalu.

Terlahir dari keluarga yang sempat kaya, mereka kehilangan segalanya kala pihak bank justru menyita seluruh harta akibat hutang yang ditinggalkan mendiang papanya. Ya, jika dilihat dari hal ini baik Eva maupun Amara keduanya sama-sama terluka.

"Baiklah jika itu maumu."

Untuk kali ini Syakil belum bisa memaksakan. Meski dia bahkan ingin membawa Amra pulang ke rumahnya. Akan tetapi, jika sampai benar terjadi kemungkinan Kanaya akan marah akan jauh lebih besar.

Amara belum selesai makan, dering ponsel membuatnya berhenti dan cepat-cepat merogoh tas kecil di kursi sebelahnya.

"Siapa? Kenapa tidak diangkat?"

Syakil bertanya demikian lantaran Amara justru terdiam namun tidak menolak panggilan itu, hanya dia biarkan mati sendiri. Panggilan tersebut kembali datang berkali-kali hingga membuat telinga Syakil sakit sendiri.

Syakil yang kesal lantaran Amara tidak menjawab segera menarik ponselnya tanpa aba-aba, meski tidak ada gerakan kasar namun jelas saja apa yang yang dia lakukan membuat Amara tidak nyaman sebagai orang yang baru mengenal.

"Jangan diangkat!!"

Syakil mengerutkan dahi, dia penasaran apa yang akan dia dengar jika mengangkat panggilan dari Eva tersebut.

"Kenapa?"

"Jangan saj_"

"Hallo."

Terlambat, Syakil sudah menerima panggilan itu lebih dulu. Amara gelagapan dan panik kala mendengar teriakan sang kakak dari benda pipih itu.

Belum selesai satu kalimat, Syakil justru mendengar berbagai macam cacian dan semuanya sangat menyakitkan untuk didengar. Tentu saja itu adalah bentuk kemarahan dari wanita itu kepada Amara yangtiba-tiba pergi padahal tugasnya belum selesai.

"Adikmu bersamaku," ucap Syakil dingin setelah caci maki itu sempat membuat telinganya panas.

"Bersamamu? Siapa ini? Karena kau membawanya pergi, pria yang menyewanya tidak mau membayar sisa pembayaran sebagaimana kesepakatan awal!!"

Ternyata masalah itu, Syakil menarik sudut bibir. Sejak kapan wanita bisa di cicil begitu, pikirnya menggeleng pelan. Mendengar hal itu Syakil hanya tertawa sumbang, terlihat santai dan sama sekali tidak ada beban.

"Lalu kau mau apa?"

"Ganti rugi!! Kau yang membawanya kan? Bayar!!"

"Apa yang bisa aku dapatkan jika aku memberikan uangnya padamu? Adikmu, apa boleh menjadi milikku?"

Deg

Mata Amara membulat sempurna, sejak detik ini dia simpulkan jika pria ini tidak ada bedanya. Sama gilanya seperti pria hidung belang yang ada di club tadi.

Sebelum terlambat, Amara segera beranjak dan tidak lagi peduli meski ponselnya masih di tangan pria misterius yang benar-benar membuatnya kian takut. Berlari dengan sekuat tenaga meninggalkan Syakil tanpa aba-aba dan membuat pria itu panik tentu saja.

"Amara tunggu!!"

Syakil berlari keluar setelah meninggalkan beberapa lembar uang di meja, dia tidak tahu berapa yang harus dia bayar. Hingga semua yang tersisa di dompetnya dia keluarkan seluruhnya.

"Shitt!! Mau kemana dia ... jangan coba-coba lari dariku." Bertahun-tahun dia kehilangan, jelas saja ketika kembali dipertemukan takkan pernah dia lepaskan.

Tbc