SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
The Villain And The Evil

The Villain And The Evil

Ch. 1

Tinggal sendirian bukanlah hal yang mudah. Tiada hari tanpa bekerja keras, dengan begitu kebutuhanku hari ini dapat terpenuhi. Setelah hari panjang yang melelahkan, aktivitas penting yang selalu kulakukan adalah membaca sebuah karya fiksi bergenre romantis. Setidaknya dengan begitu, sedikit stresku menghilang dan juga sebagai sumber pengetahuanku tentang kehidupan percintaan. Menyedihkan bukan? Bagaimana mungkin kau mempelajarinya hanya dengan sekilas adegan dalam cerita khayalan? Itu tidak berarti bahwa aku tak ingin untuk menjalin hubungan dengan seseorang, hanya saja itu semua terlalu merepotkan untukku saat ini.

Bukankah cinta terlalu mewah untukku? Seorang gadis yang hanya lulusan SMA dan tanpa orang tua maupun kerabat. Pekerja harian yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hari ini dan esok. Dapat keluar dari panti asuhan dan hidup mandiri merupakan pencapaian yang luar biasa dalam hidupku. Tentu saja, ini semua sangat melelahkan untukku, bertahan hidup di dunia yang kejam ini tanpa adanya sandaran. Aku selalu berharap ada hari esok yang lebih baik, karena seburuk apa pun hariku, aku akan tetap menjalaninya karena memang ini hidupku. Namun, aku berharap di kehidupan selanjutnya aku dapat mempunyai keluarga untukku bersandar dan rumah untukku pulang.

Namaku adalah Ria, gadis biasa berusia 20 tahun. Wajahku tidak terlalu cantik maupun jelek setidaknya begitu menurut seleraku. Gadis Asia berkulit kuning langsat dengan rambut panjang berwarna hitam. Hidungku tidak mancung ataupun pesek, mungkin pertengahan antara keduanya. Bibirku juga tidak seksi ataupun mungil, sebuah bibir yang biasa saja. Wajahku juga memiliki masalah seperti perempuan pada umumnya, seperti jerawat yang kadang muncul tanpa tahu waktu dan masalah lainnya yang menjadi kerisauan kaum hawa. Tinggiku juga rata-rata seperti gadis lainnya, tubuhku cukup kurus dibandingkan kebanyakan gadis dengan usia dan tinggi yang sama denganku, mungkin itu karena aku terlalu sering melewatkan waktu makanku, yang membuatku menderita maag. Kecerdasanku juga tidak terlalu tinggi, aku mungkin cukup mampu menuntaskan SMA dengan nilai tinggi, tapi itu tidak mampu membuatku mendapatkan beasiswa untuk kuliah. Gadis rata-rata tanpa kelebihan bukan?

Aku tumbuh di panti asuhan sampai aku keluar SMA. Setelah lulus, aku mulai mencari pekerjaan. Pekerjaan yang dapat menghasilkan uang untuk biaya kehidupanku. Aku memutuskan keluar dari panti setelah merasa tabunganku cukup untuk menyewa kamar dan kehidupan sehari-hariku. Panti yang kutinggali bukanlah panti mewah, itu hanya panti kecil yang dibuat ibu panti. Tidak banyak sumbangan yang datang ke panti itu, karena itulah aku memutuskan untuk meninggalkan panti itu. Ketimpangan antara keuangan dan penghuni panti mulai menyusahkan ibu pemilik panti. Aku sangat ingin membantunya, tapi saat ini, memenuhi kebutuhanku saja sangat sulit. Jadi bantuan yang dapat kulakukan hanya keluar dari sana dan sesekali mengunjunginya.

Harapan tetap menjadi harapan. Mimpi? aku bahkan tidak sanggup memikirkannya. Apa yang kusukai juga aku tidak tahu. Rutinitas yang kulakukan selalu membosankan, mungkin apa yang kusukai adalah hal yang belum pernah kulakukan. Aku suka membaca, terutama cerita seperti novel. Aku sangat bangga dan menghormati para penulis yang begitu lihai memainkan kata demi kata, sehingga pembaca dapat merasakan apa yang hendak penulis sampaikan.

Aku selalu membaca novel sebelum tidur, tentu saja hanya novel gratis yang ada di internet. Novel terbitan terlalu mahal untuk sekarang, entah lah kalau besok.

...

“Wah akhirnya update juga.” Setelah sekian lama novel kesayanganku hiatus, akhirnya diperbarui juga. Sebuah novel berlatar kerajaan Eropa yang sangat menarik perhatianku. Novel ini mengisahkan seorang pangeran mahkota yang memperjuangkan kestabilan kekaisarannya dan melindungi cintanya.

“Tamat?" Seperti yang kuduga novel ini berakhir dengan akhir gembira untuk peran utamanya. Tapi, bukankah akhir ini terlalu kejam untuk antagonisnya? Aku menghela napas panjang, kebiasaan burukku yang selalu terlarut memikirkan cerita yang telah kubaca.

Aku melihat jam yang tertera di layar gawaiku, jam menujukan pukul satu malam, sepertinya aku terlalu fokus membaca sampai tak ingat waktu. Aku harus segera tidur, dengan begitu besok aku dapat bangun pagi-pagi untuk kembali bekerja.

...

...

...

“Adel! ” Samar-samar aku mendengar sebuah suara. Suara seorang wanita memanggil seseorang. Suara siapa itu? Apakah itu suara tetangga? Aku merasakan sakit di kepalaku, kepalaku terasa sangat berat, aku juga tidak dapat membuka mataku walaupun aku menginginkannya. Kenapa tiba-tiba kepalaku sakit? Bukankah kemarin aku baik-baik saja? Apakah karena aku kurang tidur kemarin malam?

“Adel sayang, kamu baik-baik saja?” Suara itu mulai terdengar jelas, ini terlalu dekat untuk tetangga. Siapa itu? Siapa Adel? Perlahan aku mulai membuka mataku yang entah kenapa terasa sangat berat.

Aku berada di sebuah ruangan, ruangan bergaya Eropa? setidaknya itu prasangkaku. Sebuah ruangan yang besarnya tiga kali lipat dari kamar sewaanku. Aku berbaring di sebuah tempat tidur Queen size dengan empat tiang di setiap sudutnya dan jangan lupakan atapnya yang bergambar kuda catur putih dengan perisai hitam putih seperti bagian papan catur sebagai latarnya. Dua buah nakas di kedua sisi tempat tidurku, sofa di depan dinding tepat di sampingku, juga kursi di dekat nakas yang telah diduduki seseorang. Seorang wanita dengan gaun ala bangsawan wanita kerajaan Eropa zaman dahulu. Wanita berambut sian yang menurut perkiraanku telah berkepala empat itu tengah mengusap air matanya dengan sapu tangan yang dia miliki. Kenapa dia menangis di sampingku? Aku juga melihat pria yang sepertinya berusia tidak jauh dari wanita tadi, menatapku cemas. Berbeda dengan mereka berdua, seorang pemuda menatapku dengan ekspresi bingung, kedua pria itu pun mengenakan setelan yang cukup aneh untukku. Apa yang terjadi? Dimana aku? Apakah aku sedang bermimpi? Tapi rasa sakit di kepalaku masih terasa. Mungkinkah aku diculik? Tidak, itu tidak mungkin, aku tidak seberharga itu. Apakah aku sudah mati? Tapi kenapa? Bukankah aku baik-baik saja tadi malam?

“Adel kenapa kau diam saja? Apakah kau masih merasa sakit?” tanya pria yang lebih tua. Aku tidak tahu siapa Adel yang dia bicarakan, tapi aku tahu pasti bahwa dia sedang berbicara denganku.

“I-ini dimana?” tanyaku. Mereka terkejut dengan pertanyaanku dan kecemasan mulai menghiasi wajah mereka.

“Apa maksudmu? Memangnya dimana lagi? Tentu saja ini kamarmu. Jangan bilang, kau ingin terbangun di kamar pangeran?” jawab pria yang lebih muda. Entah kenapa dia begitu sinis padaku, aku bertanya karena ketidaktahuanku. Tapi, apa katanya? Ini kamarku? Kamarku hanyalah sepetak ruangan yang ku sewa, bagaimana bisa sebagus ini?

“Berhenti Alex, saudaramu sedang terluka,” hardik pria yang lebih tua. Sepertinya pemuda itu bernama Alex. Jelas sekali mereka berbicara denganku. Lalu, Alex adalah saudaraku? Bagaimana mungkin? Aku tidak punya keluarga. Apakah mungkin mereka keluarga yang baru kutemukan? Tapi namaku Ria, bukan Adel.

“K-kalau begitu... Aku siapa?” Kumohon jangan bilang aku adalah Adel.

“Oh my... Bagaimana ini suamiku? Apa yang terjadi padanya?” Wanita di sampingku memeluk pria yang dia panggil suaminya itu

“Sayang kau adalah Adel, putri kesayanganku dan ibumu,” jelas laki-laki yang kuyakini adalah ayah dari Adel ini.

“Tidak usah berpura-pura tidak ingat! Kau adalah Adelphe Arete de Calixto, sumber masalah keluarga Calixto. Entah apalagi yang kau rencanakan, apa pun itu sebaiknya kau hentikan!” Pemuda bernama Alex itu berteriak padaku. Kenapa laki-laki itu selalu marah-marah?

Jadi, aku adalah Adelph- apa? Adelphe Calixto? Bukankah itu nama pemeran antagonis dalam novel yang kubaca tadi malam? Tidak, itu tidak mungkin.

“... D-Dan kau adalah.... Alexios Calixto? Saudara kembar Adel?” Tidak, ini tidak masuk akal. Tolong katakan bahwa itu tidak benar.

“Memangnya siapa lagi? Menyebalkan! Kenapa kau selalu buat masalah?” teriak Alex.

'Hah?' Apakah aku mulai gila? Sepertinya aku terlalu terlarut dalam cerita itu.

“Cukup Alexios! Jangan ganggu saudaramu, lebih baik kau pergi ke ruanganmu!” usir ayah Adel.

“Hmp, Ayah selalu saja pilih kasih, tidak disuruh juga aku akan pergi!” jawab Alex sambil melangkah pergi meninggalkan ruangan.

Ini benar-benar gila.

“Adel apakah ada yang tidak nyaman? Adel tolong jangan buat ibu khawatir... Apakah kamu sedang ada masalah? Ceritakan saja, apa pun yang kau lakukan, ayah dan ibu akan melindungimu sayang. Jadi, tolong jangan seperti ini... hiks” Wanita yang sepertinya ibu Adel ini menggenggam tanganku. Aku ingin menghiburnya, tapi aku bukanlah Adel.

Aku bangun dari posisi berbaringku dan duduk bersandar pada kepala tempat tidur. Ada cermin panjang di dekat dinding di samping tempat tidurku yang satunya. Ketika aku duduk, aku dapat melihat dengan jelas wajahku. Tidak. Ini bukan wajahku. Ini tubuh orang lain. Mungkinkah aku masuk kedalam tubuh Adel?

“Adel!” ibu Adel memanggilku.

'Uhh' apa yang harus kulakukan? Sepertinya aku harus berpura-pura menjadi Adel.

“I-ibu aku minta maaf, aku hanya sedikit kebingungan tadi. Jadi, tolong jangan menangis lagi!” Aku berusaha menghibur ibu Adel.

“Tidak perlu minta maaf sayangku, tolong jangan seperti itu lagi! Ayah dan Ibu sangat menghawatirkanmu, Nak,” jawab ibu Adel sambil memelukku.

Entah sampai kapan aku akan berada di tubuh Adel, kuharap ini tidak berlangsung lama. Mungkin dengan tidur dan saat bangun lagi aku akan menjadi diriku sendiri.

...

...

...

"Nona! Nona tolong bangun!"

"Hoaammm..." Siapa lagi itu?

"Nona ayo bangun! anggota keluarga yang lain sudah menunggu untuk sarapan."

"Anggota keluarga yang lain siapa? aku tidak punya keluarg-." Hah? aku masih didalam tubuh ini?

"Nona? Kau baik-baik saja? Wajahmu terlihat pucat," tanya pelayan yang membangunkanku.

"A-aku tidak apa. Aku akan segera bersiap."

Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? Apakah aku benar-benar masuk ke dalam sebuah novel? Itu tidak masuk akal. Tapi tubuh ini juga bukan tubuhku. Tubuh Adel sangat bagus, berbeda denganku yang kurus dan tidak terlalu tinggi, dia mempunyai tubuh ideal impian semua wanita. Tubuh berisi yang cukup untuk menonjolkan beberapa bagian tubuhnya, sehingga membuatnya menjadi lebih seksi. Dia sangat cantik dengan rambut pirangnya yang sedikit bergelombang di bagian bawahnya, mata biru safirnya yang tajam dengan bulu mata lebat yang menambah pesona kecantikannya, hidung tinggi kecil dan bibir mungil serta leher jenjang dan tubuh putihnya yang melengkapi kecantikannya. Tentu saja aku akan senang jika dikaruniai tubuh sempurna seperti Adel ini. Tapi kenapa harus Adel? Dia adalah pemeran antagonis yang mati di tangan suaminya sendiri dan juga dikhianati kekasih hatinya. Bukankah ini sangat buruk? Apa yang terjadi padaku jika aku mati disini? Tidak. Aku tidak boleh mati. Apa pun itu aku harus bertahan hidup.

"Adel, sejak kapan kamu berdiam diri di lorong?" tanya seseorang yang tidak kukenal.

" Aah... aku... " Aku tidak tahu harus memanggilnya apa, bukankah akan sangat aneh jika aku salah memanggilnya.

Siapa dia? Mungkinkah dia Adrion? Kenapa bisa ada manusia setampan ini?

Adrion bertubuh tinggi dan besar, dia berperawakan seperti tentara atau polisi keren di duniaku. Rambut pirang yang sama seperti Adel itu tersisir rapi. Dia cukup mirip dengan Adel, mungkin hanya beberapa bagian wajahnya yang di upgrade sehingga membuatnya lebih tampan dan dewasa.

"Adel apakah kau baik-baik saja? aku dengar kau sampai tidak ingat namamu. Apakah kecelakaan itu membuatmu terganggu? Kamu tahu kan, kalau kakak pasti akan selalu mendengarkan ceritamu dan melindungimu." Seperti yang kuketahui, Adel memang sangat di sayang di keluarga ini.

"Itu benar... Sepertinya aku terlalu terkejut. Kau tidak perlu khawatir, Kak." Kuharap dia tidak curiga kalau aku bukan Adel, mengingat hubungan mereka yang sangat dekat.

Laki-laki itu melangkah mendekatiku. Aku melangkah mundur. Apa yang akan dia lakukan? Dia mulai merentangkan tangannya, lalu memelukku. Aku terdiam membeku, tidak tahu harus berbuat apa. 'Kyaa... ' Aku ingin teriak. Bagaimana mungkin dia bisa memelukku? Diriku yang tidak pernah berpelukan dengan lawan jenis ini tidak tahu harus berbuat apa.

"Maafkan aku tidak menjagamu dengan benar, aku juga minta maaf karena tidak segera mengunjungimu." Laki-laki itu meminta maaf. Sepertinya dia berusaha untuk menenangkan Adel, melihat bagaimana dia memelukku dan mengusap lembut kepalaku. Aku menelan ludah, aku harus segera melepaskannya, jika tidak jantungku bisa meledak.

"Uhh kak i-ini sangat sesak!" Aku berusaha untuk melepaskan pelukannya, tapi tenagaku tidak sebanding dengannya. Aku bukan Adel, jadi tolong berhenti memelukku.

"Aku tidak apa-apa sekarang... Aku juga tidak marah kau tidak mengunjungiku... Aku tahu kau sangat sibuk. Jadi, tolong lepaskan aku!" Cepat lepaskan aku, kenapa kau begitu kuat sih?

"Benarkah? kau benar-benar tidak marah?" Akhirnya dia melepaskanku dan memegang kedua bahuku.

" Ya, ayo masuk! kita harus segera sarapan," ajakku sembari melepaskan tangannya di bahuku dan menggandengnya masuk ke ruang makan.

Laki-laki yang kuyakini adalah Rion kakak pertama Adel dan aku melangkah masuk ke ruang makan. Disana kulihat ada orang tua Adel, Alex dan seseorang yang sepertinya adalah Aizar kakak laki-laki kedua Adel, serta beberapa pelayan.

Acara sarapan pun berlangsung. Ini sangat canggung untukku, tapi tidak untuk mereka. Mereka terus saja berbicara, entah apa yang mereka bicarakan. Seperti yang tertulis di novel, ayah dan ibu Adel selalu perhatian dan memanjakan Adel, Kakak laki-laki pertamanya juga sangat perhatian dan sayang terhadap Adel, sedangkan kakak laki-laki keduanya lebih pendiam namun baik terhadap Adel, dan jangan lupakan kembarannya yang selalu sinis terhadap Adel. Tentu saja aku senang dapat merasakan hangatnya keluarga Adel, tapi jika takdir Adel sama seperti yang ada di novel, maka itu sangat menakutkan.

Aku tidak tahu apakah bisa dan boleh mengubah cerita novel itu? Tapi, aku harus bertahan hidup. Sebisa mungkin aku harus menghindari segala macam hal yang sama dengan novel. Aku tidak boleh jadi pemeran antagonis dan sepertinya aku tidak berbakat menjadi jahat. Adel benar-benar anak manja yang gila, dia bisa melakukan apa pun untuk memenuhi keinginannya, memikirkannya saja aku tidak sanggup. Aku harus hidup. Karena Adel adalah peran sampingan, maka sebisa mungkin aku harus menghindar untuk berurusan dengan pemeran utama. Kalau tidak bisa, ya setidaknya aku tidak harus jadi penjahatnya kan? Dengan begitu aku dapat terus hidup.

Rencanaku sekarang adalah menikmati hidupku sebagai Adel, merasakan hangatnya keluarga, berdamai dengan pemeran protagonis dan bertemu dengan seseorang yang kucintai lalu hidup bahagia. Ya, hanya perlu seperti itu.

To Be Continued

Ch. 2

Aku berusaha untuk menikmati hidupku sebagai Adel. Tidur, makan, menghadiri jamuan, berjalan-jalan, dan bermalas-malasan, rutinitas terjadwal yang cukup membosankan, tapi itu lebih baik daripada kehidupan asliku. Setidaknya disini aku tidak lelah bekerja, dapat makan teratur dan pastinya aku bisa membaca novel-novel terbitan menarik sesuka hatiku. Novel-novel disini cukup berbeda dari novel yang pernah kubaca sebelumnya, novel disini berlatar kerajaan seperti kekaisaran ini dan tentu saja berhubungan dengan bangsawan dan masyarakat biasa yang lazim ada disini. Meskipun begitu, banyak novel yang menarik perhatianku. Untunglah, aku dapat memahami bahasa dan tulisan yang mereka gunakan di dunia ini. Entah ini adalah bahasa dan tulisan apa, tapi aku bersyukur dapat memahaminya bahkan tanpa mempelajarinya.

"Nona, ada tamu yang menunggu." Leah pelayanku memberitahu.

"Tamu? Bukankah tidak ada kabar akan ada tamu yang berkunjung?" Menurut novel dan buku etika bangsawan yang kubaca, seorang bangsawan harus mengirim kabar sebelum berkunjung, agar pemilik rumah dapat bersiap untuk menyambut kedatangannya. Siapa dia? Bukankah hal tersebut tidak sopan?

"Itu benar, tidak ada kabar tamu yang akan berkunjung hari ini. Tapi, tamu tersebut adalah utusan dari keluarga kekaisaran, " jelas Leah.

"Hah?" Aku meletakan novel yang sedang kubaca. Aku menopang daguku, mencoba untuk memahaminya. Utusan kekaisaran? Kenapa utusan kekaisaran datang kesini? Apakah ada hal penting? Sekarang? Bukankah ini terlalu cepat? Aku belum sepenuhnya menerima dan mengerti situasi ini, kenapa aku harus menghadapinya secepat ini?

"Nona, kurasa menemui secepatnya adalah tindakan yang santun." Leah mengingatkanku dengan tidak sabar. Aku tahu dengan sangat baik bahwa aku harus segera menemuinya, tapi aku belum siap. Apa yang harus kulakukan?

'Tenang... Ria, kau harus tenang!' Aku menarik dan menghembuskan napas secara berulang, bertujuan untuk menghilangkan sedikit kegugupanku, tapi

tetap saja aku tidak bisa tenang.

Aku berusaha menetralkan debaran di jantungku. Aku memutuskan untuk menemuinya, mungkin saja itu bukanlah hal yang buruk.

"Salam hormat untuk Putri Marquess Calixto." Utusan itu memberi salam dengan membungkukan tubuhnya.

"Ya, salam untukmu juga. Apa yang membawamu kemari?"

"Saya disini atas perintah yang mulia, Nona. Yang mulia kaisar ingin bertemu dengan Nona. Jadi, saya disini untuk menjemput Nona." Utusan itu memberikan kertas berukuran besar berlambang dua ular yang saling melilitkan tubuhnya satu sama lain dengan lidahnya yang menjulur. Lambang tersebut merupakan simbol keluarga kaisar.

"Sekarang? Tapi, ada beberapa urusan yang harus kulakukan." Aku melirik ke kepala pelayan yang sejak awal berada di ruangan ini. Aku mencoba mengirim sinyal dengan tatapan mataku. Aku tidak ingin pergi, jadi tolong bantu aku.

Kepala pelayan terlihat kebingungan saat melihatku, namun pada akhirnya dia mengangguk kemudian membungkukan tubuhnya, "Jadwal nona akan saya alihkan."

Gubrak... Ahhh... Kenapa dia tidak membantu sama sekali?

" Haahh... Aku mengerti." Aku menyerah dan pergi menuju kamarku. Dalam perjalanan menuju kamarku, aku melewati kepala pelayan yang sudah tak lagi muda itu. Kepala pelayan itu terlihat lebih tua daripada ayah Adel, entahlah memang benar lebih tua atau memang ayah Adel yang awet muda. Kepala pelayan di kediaman ini sangat sopan juga ramah, namun tidak cerewet, dia tahu kapan waktunya untuk berbicara dan kapan untuk diam. Pria yang telah berambut putih itu sangat sabar dan dihormati oleh pelayan yang ada disini dan juga olehku. Ketika aku berada tepat disampingnya, aku menatapnya dengan tajam. Kepala pelayan terlihat terkejut dan langsung menunduk dengan tangan kanan berada di dada kirinya.

"Hmph.." Akhirnya aku pergi ke kamarku.

...

"Leah, untuk apa kaisar mengundangku?" Aku bertanya pada Leah yang tengah menggulung rambutku.

"Jika nona saja tidak tahu, bagaimana mungkin saya bisa tahu?" jawab Leah asal. Kenapa dia acuh tak acuh seperti itu? Tidakkah dia penasaran? Dia terlalu cuek untuk jadi pelayan, membuatku merasa kesal. Kurasa aku merasa lebih damai saat tinggal sendirian, kenapa mereka tidak membantu sama sekali?

Aku menghela napas panjang. Ini adalah awal dari ceritaku sebagai Adel. Aku tidak ingat apa yang akan terjadi dalam pertemuan ini. Cerita yang membahas tentang ini entah berapa bulan yang lalu aku membacanya. Salahkan saja authornya yang terlalu sering hiatus sehingga aku lupa dengan detail ceritanya.

...

Setelah merasa cukup rapi dan sopan, aku menemui utusan tadi dan pergi keluar. Aku melihat kereta kuda yang bertengger rapi tepat di halaman depan kediaman ini. Seperti yang diharapkan dari kereta kuda keluarga kaisar, sangat besar dan cantik. Kereta kuda berwarna biru dengan simbol ular berwarna hitam di beberapa tempat. Sebagai penyuka warna biru, aku sangat menyukainya, tapi kenapa harus ada gambar ular? Walaupun gambar ular di kereta ini tidaklah besar sehingga menarik perhatian, tapi ketika melihatnya membuatku merinding. Aku sangat takut pada hewan melata tersebut.

..

Utusan itu membukakan pintu kereta kuda dan membantuku naik. Aku tidak tahu bagaimana cara mendeskripsikannya, utusan itu seorang pria yang sepertinya telah berkepala tiga. Dia selalu menundukan kepalanya, sehingga aku tidak dapat melihatnya dengan jelas.

Aku duduk sendirian di kereta kuda yang besar ini, sedangkan utusan tadi duduk di depan bersama pengendara kuda.

Perjalanan menuju kekaisaran cukup membuatku jenuh dan kesepian, seharusnya aku membawa novel tadi.

"Kenapa lama sekali," keluhku.

Aku menatap keluar jendela dengan bertopang dagu, aku berusaha mengingat detail cerita novel yang kulupakan, kira-kira apa yang terjadi di pertemuan kali ini. Tapi tetap saja tidak ingat. Hampir saja aku mengacak-acak rambutku sebelum menyadari bahwa Leah akan menggerutu jika aku merusak karyanya.

"Apa yang harus kulakukan?" Aku memikirkan berbagai macam hal yang mungkin terjadi.

Kereta memasuki gerbang istana kekaisaran. Istana ini begitu besar dan megah. Jalan besar membentang menuju aula besar. Halamannya dikelilingi taman dengan danau buatan di sudut taman dan air mancur di kedua sisi jalan yang menghiasi istana ini.

"Silakan nona." Utusan itu berusaha untuk membantuku turun. Sepertinya aku mengerti kenapa para lady selalu memerlukan bantuan, pakaian ini terlalu berat dan menyusahkan langkah.

Aku memasuki istana dan mengikuti utusan ke sebuah ruangan yang tak kalah megahnya. Pengawal yang menjaga pintu ruangan itu memberitahukan kedatangan kami. Aku ternganga melihat ke pilar dan atap koridor, kenapa semuanya berwarna emas? Tidak mungkinkan kalau semua itu emas asli?

"Ekhemm..." Utusan itu mempersilakanku untuk masuk ke ruangan yang telah terbuka.

Disana aku melihat singgasana berlapis emas atau mungkin hanya warna emas? dengan batu permata berwarna-warni yang menghiasi beberapa sudut kursi itu. Singgasana tesebut telah diduduki oleh seseorang yang kuyakini adalah kaisar negeri ini. Kaisar itu terlihat cukup tua, mungkin dia seusia dengan kepala pelayan di kediaman Calixto. Meskipun di wajahnya terdapat keriput, beliau tetap berwibawa dan kuat.

Selain kaisar, aku juga melihat seorang pemuda berdiri tepat di sampingnya. Pemuda tinggi berparas tampan itu memiliki warna rambut yang sama dengan kaisar. Mungkinkah dia pangeran? Pangeran mahkota Chris Herundina? Pemeran utama novel yang sebenarnya? Wow... Kenapa bisa ada manusia sesempurna itu? Tubuhnya sangat ideal, tidak terlalu kurus ataupun gemuk, walaupun tidak berotot atau mungkin tidak kelihatan. Wajahnya juga tampan dengan hidung mancung dan bibir sedang, rahangnya juga sangat tajam, alisnya tebal dan cantik sangat cocok dengan mata biru safirnya. Dia tidak terlihat aneh dengan rambut biru terangnya itu, mungkin karena tubuhnya yang putih. Dia bahkan lebih indah dan cantik dari diriku yang asli. Jika pangerannya seperti ini, tidak aneh dia populer di kalangan bangsawan dan membuat Adel jadi budak cintanya.

Pandangan mataku tidak sengaja bertemu dengan milik pangeran. Dia menatapku heran lalu memelototiku. Ada apa dengan dia? Kenapa dia memelototiku?

"Nona, anda harus menyapa kaisar." Utusan tadi berbisik padaku.

Aku pasti gila. Bagaimana mungkin aku melupakan untuk memberi salam pada kaisar? Apakah aku akan dihukum karena ini? Yang jelas aku harus segera menyapanya.

"Salam hormat yang mulia, matahari kekaisaran Etienne." Aku membungkukan tubuhku memberi salam kepada kaisar.

"Angkat kepalamu Adel!" perintah kaisar.

"Aku dengar kau ingin menikah dengan Duke Alejandro... Sebagai bukti rasa sayangku, pernikahanmu akan di gelar oleh keluarga kekaisaran." Kaisar berbicara dengan tenang.

Ingin menikah dengan Alejandro? Memangnya kapan aku bilang begitu? Mungkinkah Adel yang asli memintanya?

Jika ceritanya sudah berkembang sejauh ini, bagaimana aku bisa menghindar dari pemeran utama dan segala konfliknya. Aku tidak akan mati seperti Adel kan?

"Saya tidak tahu bagaimana yang mulia mendengar rumor tidar berdasar seperti itu. Saya baru beranjak delapan belas tahun. Saya merasa ini terlalu dini untuk sebuah pernikahan." Aku berusaha untuk menyangkalnya, aku tidak mau menikah dengan orang yang tidak kukenal apalagi orang yang membunuh tubuh ini.

"Apa maksudmu? bukankah kamu bilang bahwa kamu akan menikah dengan Alejandro?" Akhirnya Pangeran mengeluarkan suara.

"Saya tidak mengerti apa yang dimaksud Yang Mulia Pangeran," jawabku.

"Yang Mulia tolong izinkan saya untuk berbicara dengannya." Entah apa yang pangeran rencanakan sampai meminta izin untuk berbicara denganku.

"Pergilah!"

Pangeran menarik tanganku dan membawaku ke taman yang hanya dapat dikunjungi keluarga kaisar.

"Apa yang kau lakukan? Bukankah kau berjanji akan menikah dengan Alejandro?" tanya pangeran tergesa-gesa.

"Saya tidak mengerti apa yang anda bicarakan pangeran." Aku berpura-pura tidak tahu apa-apa.

"Apa maksudmu? Bukankah kau berjanji padaku akan menikah dengan Alejandro dan menjadi mata dan telingaku?" Pangeran memegang kedua bahuku.

"Saya tidak mengetahui kenapa saya harus melakukan hal tersebut." Tidak, aku tidak mungkin menikah dengan Duke Alejandro. Jika aku menikah dengannya, maka takdirku akan seperti Adel yang ada di Novel.

"Kau selalu bilang bahwa kau mencintaiku, karena itu kau berjanji untuk menikah dengannya."

"Kalau saya mencintai yang mulia kenapa saya ingin menikah dengan orang lain?" Aku melepaskan tangannya yang berada di bahuku. Dia mulai membuatku kesal.

"Apa? Ini bukan saatnya bercanda, rencana kita hampir berhasil. Kenapa kau seperti ini? Apa aku membuatmu marah?"

Bukankah pangeranku adalah orang yang tampan dan berbudi luhur? Dia memang tampan, kenapa aku merasa dia menyebalkan dan egois? Lagipula bagaimana mungkin dia mengirim seseorang yang tulus mencintainya untuk menikah dengan musuhnya? Apakah itu masuk akal? Tidak heran Adel selalu mengganggunya, dia memang layak mendapatkannya.

"Bagaimana mungkin saya marah kepada yang mulia. Seperti yang mulia katakan, bahwa saya mencintai yang mulia. Saya tidak berani menikahi laki-laki lain selain yang mulia." Tentu saja pangeran tidak akan mau menikahi Adel. Baginya Adel hanyalah satu dari sekian banyak penggemar wanitanya. Dasar playboy.

"Tidak Adel. Kau tahu aku sangat mempercayaimu, karena itu kau harus menikah dengan Alejandro," sergah pangeran.

"Saya tidak tahu atas dasar apa pangeran mempercayai saya. Saya tidak mencintai Alejandro, karena itu tak ada alasan untuk saya menikahinya. Pangeran juga tidak mencintai saya, jadi apa keuntungan saya menikah dengan Alejandro? Saya tidak mendapatkan cinta pangeran, bahkan mungkin bisa saja pangeran menemukan wanita lain dan mencintainya. Bukankah saya akan menjadi sangat rugi?" sindirku. Aku melihat dengan jelas bagaimana ekspresi pangeran berubah menjadi panik.

"Tidak.. i-itu tidak benar." Tidak mungkin itu tidak benar, melihat ekspresimu saja sudah sangat jelas. Kenapa masih mengelak saat dia sudah ketangkap basah? Aku bahkan lebih tahu keseluruhan cerita hidupnya.

"Saya mengerti, kalau begitu saya pamit." Aku melangkahkan kakiku bermaksud untuk meninggalkan taman. Namun, sebuah tangan menarik lenganku sehingga aku berbalik menghadap si penarik. Mataku bertatapan dengan pangeran, lalu dia memelukku. Aku tidak mengerti kenapa laki-laki disini selalu peluk orang dengan tiba-tiba.

Pangeran memelukku dengan sangat erat, aku dapat mencium wangi tubuhnya dari jarak sedekat ini. Aku merasa akan pingsan jika terus-terusan dalam pelukannya.

"Aku memang belum mencintaimu, tapi aku akan mencintaimu jika kamu berusaha membuatku mencintaimu. Karena kau mencintaiku kau akan melakukan apapun untukku. Jadi, kau akan menikah dengan Alejandro!" kata pangeran. Hampir saja aku terlena dalam pekukannya, setelah mendengarnya ingin rasanya aku menampar mulutnya dan bilang bahwa aku bukan Adel dan aku tidak mencintainya. Kenapa dia begitu percaya diri? Hati seseorang bisa berubah bukan? Aku tidak mengerti kenapa Adel begitu bodoh menuruti apa yang dikatakan laki-laki ini.

"Lalu bagaimana jika pangeran mencintai saya nantinya? Bukankah akan sangat sulit jika saya sudah menikah dengan Duke Alejandro?" Aku menanyainya dengan sabar dan memberikannya senyuman terpaksaku.

Pangeran melepaskan pelukanku dan menatapku dengan serius, "Kita bisa bertemu dan bersama secara rahasia." Apa? Apa aku tidak salah dengar? Apa aku baru saja mendengar ajakan berselingkuh?

"Saya mengerti tapi keputusan ini bukanlah keputusan saya semata. Hal ini melibatkan Duke Alejandro dan keluarga Marquess Calixto, ada baiknya kita dengarkan pendapat mereka. Jadi, tolong lepaskan saya." Aku menyerah. Untung saja dia adalah pangeran, kalau tidak akan kusuruh Rion untuk menghajarnya.

Pangeran setuju untuk melepaskanku dan dia menemaniku kembali menghadap kaisar. Aku pamit meninggalkan istana ke kaisaran dan pulang ke kediaman Marques Calixto.

"Ini sangat melelahkan. Kukira aku harus menghadapi ketakutanku, tidak menyangka aku harus berusaha menahan amarahku. Huh, Pangeran itu sangat menyebalkan," gerutu ku

Setelah menempuh perjalanan yang cukup memakan waktu, akhirnya aku sampai di kediaman Marquess. Aku melihat Alex sedang latihan bersama dengan ksatria lainnya. Alex saudara kembar Adel ini terlihat sama seperti Adel, sepertinya mereka kembar identik. Alex lebih muda dari Adel, tapi dia lebih tinggi dan gagah, mungkin itu karena dia seorang laki-laki. Perawakannya hampir mirip Aizar, hanya saja lebih berisi daripadanya. Alex memiliki warna rambut yang sama dengan Adel, beberapa bagian wajahnya juga sangat mirip, entah apa yang membuatnya tampan padahal dia begitu mirip dengan saudarinya. Alex melihatku dan menghampiriku

"Dari mana kau?" tanyanya.

"Istana kaisar," jawabku apa adanya.

"Bukankah sudah kubilang untuk berhenti membuat masalah? Kenapa kau selalu mengganggu Pangeran?" Dia lagi-lagi bertanya dengan ketus.

"Aku tidak mengganggu pangeran. Aku kesana karena Kaisar memintaku. Kenapa kau selalu benci kepadaku?" Aku tahu Alex dan Adel tidak dekat walaupun mereka kembar. Tapi ini keterlaluan. Kenapa dia lebih membela pangeran dibandingkan kembarannya sendiri.

"Kau pikir aku percaya?"

"Uhh cukup! Aku tau di masa lalu aku selalu mengganggu pangeran dan aku minta maaf. Aku tidak akan melakukannya lagi, jadi kau tidak perlu khawatir dengan pangeranmu itu!" Aku sudah sangat sabar tadi, tolong jangan tambah masalahku, aku sangat lelah sekarang.

"Dia bukan pangeranku. Pokoknya kau tidak boleh berurusan dengannya lagi!" seru Alex.

Entah ada hubungan apa Alex dan pangeran. Dia selalu saja membenci Adel yang menyukai pangeran.

Aku merasa lelah dan meninggalkan Alex. Di dalam rumah aku melihat ibu Adel yang sedang duduk sambil minum teh.

"Selamat siang Ibu," sapaku.

"Adel, kau sudah kembali?" tanya ibu.

Aku duduk di samping ibu, kurasa aku harus minta bantuan ibu.

"Ibu tadi aku bertemu dengan kaisar, beliau ingin aku menikah dengan Duke Alejandro."

"Alejandro? Kenapa tiba-tiba duke Alejandro? Bukankah kau menyukai pangeran?" tanya ibu tidak percaya.

Menyukai apanya yang ada aku ingin menghajarnya. Walaupun dia tampan, jika dia egois seperti itu apa gunanya, dia juga tidak menyukaiku, itu hanya akan membuat diriku lelah.

"Itu benar bu, tapi pangeran ingin aku menikah dengan laki-laki lain.. hiks." Aku mencoba untuk berakting, untunglah air mata ini mudah keluar.

"Ya ampun bagaimana mungkin pangeran bisa seperti itu pada putri ibu."

Aku ingin tertawa, sepertinya aktingku sangatlah bagus. Tentu saja ibu akan memihakku.

"Apakah ini yang namanya pengorbanan cinta?" tanya ibu.

"Ya, pengorbanan cin-. Apa? ibu bukan seperti itu. Kenapa ibu berpikir seperti itu?" Pengorbanan apanya? Yang ada aku yang akan berkorban banyak. Entah apa yang ibu pikirkan dengan menyebutnya pengorbanan.

"Tentu saja itu pengorbanan. Walaupun Duke mendukung keluarga kekaisaran, pangeran dan duke tidak dalam hubungan yang baik. Tentu saja dengan menikahkan kamu dengan duke merupakan bukti pangeran untuk berdamai agar mereka bisa sejalan." Aku menatap ibu tidak percaya. Jadi, dia baik-baik saja anaknya dijadikan alat perdamaian? Aku tahu kalau kebanyakan bangsawan menikah dengan tujuan politik dan kekuasaan, tapi aku tidak menyangka Adel yang sangat dimanja juga akan menikah seperti itu.

"Tapi ibu, aku manusia dan aku tidak ingin menjadi alat untuk alasan politik mereka. Lagipula kenapa harus aku? banyak Lady di luar sana yang bersedia menikah dengan Alejandro."

"Ibu tahu Adel. Tapi keluarga Calixto tidak punya kekuasaan untuk menolak kehendak kekaisaran. Ibu juga tidak ingin menikahkanmu dengan Duke Alejandro, selain beliau sudah punya anak, rumor yang beredar tentang beliau juga menakutkan. Namun jika Alejandro setuju, keluarga Calixto tidak akan bisa menolak," jelas ibu.

"Bahkan itu aku? bukankah aku putri kesayangan ayah dan ibu? Kenapa harus aku? Ada banyak putri bangsawan di kekaisaran ini." Tidak heran kenapa Adel bisa menikah dengan Alejandro, ternyata serumit ini.

"Ya sayang, maafkan ibu. Itu karena kau berhubungan baik dengan pangeran dan kaisar Adel. Rumor mengatakan bahwa kau akan menjadi putri mahkota, tidak kusangka pangeran malah memberikanmu kepada rivalnya." Jadi pangeran busuk itu menggunakan opini publik untuk membuat seolah-olah dia mencintaiku dan berkorban memberikanku pada musuhnya? Jadi itu yang dimaksud ibu pengorbanan cinta. Aku sangat marah. Aku harus bisa menggagalkan pernikahan ini. Aku harus membujuk ayah, tapi kemungkinan ayah akan seperti ibu. Haruskah aku menemui Duke Alejandro?

To be Continued