Mr.Petunia
Suatu Hotel
Nampak telah terjadi pembunuhan di salah satu hotel bintang lima di daerah tokyo, pembunuhan ini terbilang cukup sering akhir-akhir ini.
Rata-rata korban ialah seorang wanita berusia 25 tahun dengan ciri-ciri memiliki kesamaan postur tubuh, maupun sifatnya.
"Berikut kami laporkan dari tempat perkara, bisa disaksikan bahwa pembunuh misterius ini masih diselidiki oleh para detektif, salah satu yang terkenal adalah detektif Ryo," ucap wartawan yang sedang meliput berita.
Detektif Ryo sangatlah terkenal ... karena ia selalu berhasil mengungkap kejahatan-kejahatan paling misterius di dunia ini, Jika suatu kejahatan sudah memasuki level 1, maka bisa dipastikan bahwa Ryo akan ada di kasus tersebut.
Ryo yang baru saja keluar dari tempat perkara langsung disambut oleh pertanyaan wartawan soal pembunuhan ini.
"Detektif bagaimana ini!? apakah sudah ada tanda-tanda pelakunya?"
"Detektif Ryo bagaimana anda akan menyelesaikan perkara ini?"
Ryo yang tidak mau identitasnya diliput oleh media selalu mengenakan topeng, namun dibagian mulut topeng itu sengaja dilubangi, karena dia sangat suka merokok.
"Biarkan aku menghabiskan rokokku terlebih dahulu, maka aku akan jawab pertanyaan kalian satu-satu," ucap Ryo sambil menghisap rokoknya.
Selang beberapa menit mereka hanya diam dan menunggu kepastian jawaban milik Ryo. Salah satu wartawan pun bertanya,"Bagaimana kelanjutannya Detektif?"
Melihat seseorang yang bertanya adalah wanita yang sangat cantik, Ryo hanya terdiam menyembunyikan ekspresi kagumnya dibalik topengnya.
"Detektif!?"
"Ah!? iyaa ... maafkan aku, aku sedang melayang."
Sontak para wartawan yang kebingungan langsung berteriak bersama.
"Hah?!"
"Baik-baik mari kita mulai sesi wawancaranya, tapi sebelum itu ... bukankah lebih baik jika kita berdiskusi dengan duduk?"
Para wartawan yang mendengar jawaban itu menjadi terharu, sebab ... mereka pikir Detektif Ryo tahu akan rasa letih berdirinya mereka.
Padahal Ryo merasa kalau kakinya lah yang capek karena sepanjang berjalannya investigasi, ia belum sempat duduk.
Mereka semua akhirnya diarahkan ke sebuah ruangan khusus untuk melakukan sesi wawancara di gedung asosiasi detektif.
Nampak kursi-kursi tersebut terisi penuh oleh puluhan wartawan yang siap meliput berita terkini soal pembunuhan yang sedang ramai itu.
"Bagaimana reaksi anda melihat mayat korban yang dimutilasi dengan cara yang sadis?" tanya seorang wartawan TV nasional.
"Ahh ... cukup menyulitkan, aku benar-benar kehabisan kata-kata karena melihat mayat korban dimutilasi dengan cara seperti itu," jawab Ryo sambil menghisap rokok.
"Apakah Tuan Detektif sudah menemukan pelakunya?" tanya wartawan wanita yang berasal dari TV internasional.
"Untuk pelakunya ... saya hanya bisa berasumsi kalau pelakunya kerab menyamar sebagai Driver makanan."
"Apakah Tuan punya bukti?"
"Untuk bukti, aku memiliki beberapa sampel sidik jari pelaku di makanan yang selalu ditemukan dalam kasus pembunuhan."
Para media itu berbondong-bondong untuk menulis hasil wawancara tersebut. Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 7 malam, Ryo yang tak ingin jam istirahatnya diganggu. Langsung mengundurkan diri dari para wartawan.
"Baiklah ... semoga informasi yang saya beri tadi bisa bermanfaat bagi media semua, saya akan mengundurkan diri kali ini."
Tanpa basa-basi Ryo langsung meninggalkan kan tempat tersebut, nampak keesokan harinya liputan soal wawancaranya menjadi sangat ramai diperbincangkan.
Beberapa ada yang setuju dan beberapa dari yang lainnya menganggap Detektif itu hanya mencari sensasi. Namun Ryo tidak mempermasalahkannya sama sekali dan tetap melanjutkan investigasi.
5 Hari Kemudian
Ryo yang telah menemukan targetnya langsung bergegas untuk menangkapnya, nampak ia telah mempersiapkan rencana penangkapan pelaku pembunuhan.
"Apakah salah satu dari kalian ingin menjadi umpan untuk menangkap orang ini," ucap Ryo sambil menunjuk foto pelaku.
"Aku bersedia ...." ucap seorang wanita bernama Gwon Ha-na.
Seorang wanita yang berasal dari korea yang sedang ditugaskan di devisi milik Ryo.
"Baiklah Ha-na, aku akan mempersiapkan make-up untuk membuatmu semakin mirip dengan korban-korban ini."
Kini Ha-na telah siap dengan perlengkapannya, ia juga segera mencoba memesan makanan. Percobaan pemesanan yang pertama ternyata gagal, karena driver makanan tersebut bukanlah target mereka.
Sampai pada akhirnya percobaan pemesanan yang ke 13. Driver yang mengantar makanan adalah target.
Ryo yang mengetahui ini langsung bersembunyi kedalam kamar Ha-na, setelah beberapa menit ... pelaku pembunuhan pun melancarkan aksinya.
Terlihat seorang driver mulai menekan bel kamar milik Ha-na.
"Ting! Tung!"
"Pesanan makanan atas nama Ha-na."
Ha-na yang sudah siap dengan peralatannya pun langsung mempersilahkan driver tersebut masuk untuk mengirim makanan.
"Silahkan ditaruh disitu makanannya, aku akan pergi mengambil uangnya sebentar," ucap Ha-na sambil mencari uang di kamar sebelah.
Ryo yang berada di balik lemari mulai mengawasi gerak-gerik driver tersebut. Kecemasan Ryo rupanya terjadi ... Driver tersebut mengeluarkan pisau kecilnya dan pergi ke kamar sebelah.
Ryo yang tak ingin kehilangan driver tersebut langsung diam-diam mengikuti driver itu. Kini didepannya telah ada Ha-na yang sedang menghadap belakang dan Driver yang siap menusuk Ha-na.
Tak ingin kesempatan penangkapan ini sia-sia, Ryo akhirnya mengeluarkan pistol kecilnya yang sudah diberi peredam suara.
"Dup!"
Sebuah tembakan berhasil mengenai kaki Driver itu, sontak driver itu tersungkur ... melihat kejadian ini Ha-na segera mengambil borgolnya.
Terlihat penangkapan tersebut sangat lancar, tanpa ada kendala sedikit pun, teror pembunuh bayaran itupun akhirnya terselesaikan.
Ryo dan Ha-na mendapatkan uang yang cukup besar karena berhasil meringkus pembunuh itu, mereka diundang ke sebuah acara pesta besar oleh wali kota Tokyo.
Riverness Bar
"Aku sangat senang ketika devisi anda telah mengungkap dalang pembunuhan berantai ini," ucap wali kota sambil menuangkan minuman kepada Ryo.
"Terimakasih atas undangan anda wali kota, Itu adalah tugas saya dan team ku untuk membasmi para pembunuh berantai disini."
"Tu-tuan Ryo ... bisakah aku mengetahui wajahmu," ucap Ha-na dengan penasaran.
Ryo yang masih menyembunyikan wajahnya hanya diam. Dia langsung mengalihkan pembicaraan soal identitas nya.
"Ahahaha ... kau memang partner yang bagus Ha-na, tingkatkan kinerjamu ahahahaha."
Ryo hanya melepaskan topengnya sedikit saat meminum wine yang diberikan oleh wali kota kepadanya.
Tak disangka ternyata Ryo menjadi mabuk setelah meminum banyak wine, Ha-na yang memopong Ryo menjadi sedikit cemas. Karena Ryo sedang dalam kondisi mabuk.
"Ahhh ... Ha-na ... rupanya kau sangat harum sekali jika dari dekat seperti ini," ucap Ryo yang sedang mabuk.
"Ti-tidak Tuan, aku bahkan belum mandi."
"Ayoolah ... jangan bohong kepadaku."
Ketika mereka mau sampai di apartment milik Ryo, mereka melihat sebuah jalan aneh yang berada di gang sempit.
"Ack ... Ha-na ... apakah aku sedang berhalusinasi, lihatlah jalan itu, kenapa ada jendela yang menunjukkan siang hari disana," ucap Ryo yang kebingungan.
"Tu-tuan Ryo ... ku-kurasa ini bukan kamu yang berhalusinasi, aku melihatnya juga."
"Mwehehe, apakah kamu tidak bosan bekerja seperti ini?"
"Apa maksud anda tuan?"
"Ingatlah ... usia kita bahkan sudah di umur kepala 3, namun aku merasa sangat kesepian. Aku tidak memiliki pasangan Ha-na."
Ha-na yang menganggap Ryo mabuk hanya menganggap ucapannya sebagai gurauan.
"Tentu saja aku bosan, aku juga tidak memiliki pasangan ...."
Ryo tiba-tiba mendapatkan sebuah ide gila untuk memasuki lorong tersebut.
"Ha-na ... sepertinya ini adalah kasus pembunuhan yang terakhir untukmu dan untukku, aku akan mencoba memasuki dimensi tersebut. Kini kau sudah di bebas tugaskan."
Sontak Ha-na terkejut mendengar ucapan pria tersebut, ia yang diam-diam memiliki rasa suka kepada Ryo langsung memeluknya.
"Ja-jangan ... kumohon jangan tinggalkan kami Tuan, kami besar dan bisa terkenal karena upaya Tuan untuk mengangkat derajat kami."
"Ayolah Ha-na, aku benar-benar ingin istirahat dari pekerjaan ini, ucapkan salamku kepada mereka."
Ha-na menjadi menangis setelah mendengar perkataan tersebut dari Ryo, ia pun kemudian melepaskan pelukannya dan membiarkan Ryo pergi ke lorong tersebut.
Ryo yang sedang berjalan sempoyongan mulai mendekati jendela besar tersebut. Ketika sebagian kakinya sudah menginjak dimensi tersebut.
"Brak!"
Tiba-tiba Ha-na memeluk erat Ryo dan membawa mereka berdua masuk ke jendela besar tersebut. Sontak tiba-tiba mereka berpindah ke sebuah tempat yang tidak mereka kenali.
Pada saat mereka tersungkur, jendela tersebut tiba-tiba hilang begitu saja. Mereka yang melihat kejadian ini terkejut, ditambah lagi ... kini Ryo bersama Ha-na terjebak disini.
"Ha-na ... kenapa kamu ikut denganku, bukankah aku sudah bilang kalau aku menyuruhmu membubarkan tim detektif."
"Ma-maafkan aku ... aku tidak bisa melepaskan pria yang aku cintai begitu saja."
"Akh ... aku sudah tidak mabuk rupanya."
Ketika mereka melihat sekeliling, Ryo dan Ha-na melihat banyak bunga bermekaran. Mereka berada di sebuah bukit kecil dan terdapat pohon besar di dekat mereka.
Angin yang sangat kencang tiba-tiba membuat bunga-bunga di bukit itu berterbangan, menciptakan sebuah pemandangan yang menghipnotis mereka.
"Hmm ... petunia," ucap Ryo sambil memetik bunga didekatnya.
"Sangat indah sekali Tuan Ryo."
"Ha-na mulai sekarang panggilah aku petunia, itu adalah nama samaranku disini."
"Ba-baik ... lalu siapa nama panggilanku? akan sangat aneh jika memiliki nama Ha-na di dunia ini."
"Namamu adalah Rose," jawab cepat Ryo.
Dari kejauhan tiba-tiba mereka melihat seorang jenderal perang yang terluka parah, ia menyeret pedangnya dan armornya juga hancur parah. Orang itu pandangannya tertunduk.
Tanpa disadari ketika orang itu mendekat ke arah pohon, Ryo dan Ha-na hanya diam di tempat.
"Ha-na ... sepertinya kalau dilihat dari situasinya, orang itu masih tidak sadar kalau kita ada disini."
"Benar ... ba-bagaimana ini?"
"Biar dia mendekat terlebih dahulu, ia juga kelihatan terluka sangat parah. Mungkin dia habis berperang."
"Srak!"
"Srak!"
Ketika orang itu sudah mendekat, ia melihat kaki dengan sepatu berwarna hitam di hadapannya. Sontak ia mendongak keatas dan sangat terkejut.
"Akh!"
"Siapa kalian!?"
"Kenapa kalian tahu tempat persembunyianku."
Ryo tanpa basa-basi memperkenalkan diri kepada jenderal perang yang terluka itu.
"Perkenalkan ... namaku adalah petunia, dan disampingku ini adalah pasanganku bernama Rose."
Ha-na yang mendengarnya tersipu malu, namun orang itu sedikit menaruh rasa was-was kepada mereka berdua.
"Kenapa kalian bisa tahu tempat persembunyianku?"
"Aku tidak sengaja tersesat disini," ucap Ryo.
"Bagaimana mungkin!? bukit ini berada di dalam gua yang sangat berbahaya, dijaga oleh para naga yang telah aku jinakkan."
"Akh ... kebetulan kami saat masuk tidak melihat satupun naga diluar," dalih Ryo kepada jenderal itu.
"Pakaian kalian sangat aneh ... begitu sangat hitam dan sepertinya bukan buatan kerajaan ini."
"Benar ... kami berasal dari jauh ... dan kami tersesat disini."
"Namaku adalah Adlar Danamark, seorang jenderal perang kerajaan Asardoveth, dan untuk levelku adalah 150 dengan tingkat S."
Ha-na yang mendengarnya seperti merasa bahwa dunia yang dimasukinya memiliki mekanisme seperti game.
Ryo yang melihat Adlar terluka mencoba menggali informasi tentang situasi diluar.
"Kalau boleh saya tahu ... kenapa tuan Adlar bisa terluka seperti ini?"
"Bagaimana Tuan Petunia tidak mengetahui beritanya ... pasukan Raja Iblis mulai menginvasi beberapa kerajaan di benua ini."
"Ohh ... Raja Iblis, apakah dia menyeramkan?"
Sontak karena Ryo berkesan menyepelekan, Adlar sedikit takut. Sebab semasa hidupnya tidak ada yang berani bertanya soal seramnya Raja Iblis.
"Tu-tuan petunia ... bisakah anda menyebutkan level dan tingkat tuan?"
Ryo yang dari awal tidak tahu apa-apa merasa bingung, dengan kepolosannya ia menjawab Adlar.
"Aku tidak pernah mengukurnya, bagaimana kalau tuan yang mengukurnya?"
Adlar yang diberi kesempatan ini, langsung menggunakan skill nya untuk menganalisa kemampuan Ryo.
...--[ Eye of Analyst ]--...
Skill yang digunakan untuk menganalisa seseorang, ke akuratan analisanya adalah 99%
Adlar sangat ketakutan ketika melihat status kekuatan Ryo.
"Tu-tuan ... maafkan aku yang lancang ini, namun aku tidak dapat melihat status maupun kemampuan Tuan."
Ha-na yang penasaran juga meminta Adlar untuk menganalisa kemampuannya, namun jawabannya tetap sama. Kemampuan mereka tidak dapat terdeteksi dengan mata milik Adlar.
"Nyonya ... mataku ini juga tidak dapat melihat kemampuan milik anda."
Di dalam hati Adlar, tersimpan banyak ketakutan dengan dua sosok di hadapannya tersebut.
'Ba-bagaimana ini bisa terjadi ... bahkan status Raja Iblis masih bisa terbaca dengan kemampuan mata ini, Dewa juga dapat terbaca dengan kemampuan ini, apakah mereka ini lebih kuat ketimbang Raja Iblis dan Dewa.'
"Tuan Adlar ... bolehkah saya—"
"Saya akan melakukan apapun, jika anda melepaskan saya!?"
Sontak Ryo terkejut mendengar kalimat ini, dengan rasa penasaran Ryo mulai bertanya kepada Adlar.
"Melepaskamu? apa maksudmu?"
"Maafkan semut lemah satu ini Tuan ... namun aku sangat ketakutan ketika melihat stat anda tidak dapat terbaca oleh mata saya ini."
"Jelaskan detailnya kepadaku?"
"Raja Iblis sendiri memiliki level di kisaran 500-5000, untuk Kelas mereka berada di SS-SSR, begitu juga dengan Dewa ... level mereka ada di 3000-50000 kelas mereka ada di SSR."
Ryo yang kebingungan mulai mencoba mencerna kalimat Adlar.
'Apa karena aku berasal dari dimensi lain?'
"Tuan adlar ... bisakah kami menginap di kerajaanmu?"
"Tuan petunia dan Nyonya Rose akan dilayani dengan baik di kerajaan milik Raja kami."
Ryo kemudian mengambil sebatang rokok dan menghidupkan koreknya, perlahan Ryo mulai menghisap rokok itu. Adlar yang melihat ini semakin dibuat kagum oleh Ryo.
"Tu-tuan ... bagaimana mungkin, barang sekecil ini dapat mengeluarkan sihir api, dan barang yang anda hisap ini ... mengeluarkan sihir asap. Dimana sihir asap adalah sihir yang sangat langka disini."
Beribu-ribu kekaguman terlontar dari mulut Adlar, Ryo yang melihat kejadian ini sedikit tertawa. Namun karena ia masih memakai topeng, ekspresi tersebut tidak dapat terlihat oleh Adlar.
"Sebaiknya kau perlu mencoba benda ini Tuan Adlar ...."
"Panggil aku Adlar ... jangan terlalu formal kepadaku."
Kemudian Ryo mempersilahkan Adlar untuk mencoba menghisap rokok. Adlar yang merasakannya langsung takjub dan kagum.
'Kenapa benda ini jika kuhisap dapat menenangkan pikiranku, apakah ini potion kelas tinggi. Aku merasa letihku sedikit demi sedikit mulai hilang,' gumam Adlar.
"Bagaimana rasanya Tuan Adlar."
"Panggil saya Adlar ... ben-benda ini sangat mengagumkan Tuan ... aku merasa letihku berkurang, apakah ini potion kelas atas?"
"Yaa anggap saja itu adalah potion kelas atas."
"Te-terimakasih Tuan ... karena sudah memberikan saya kesempatan untuk mencoba benda aneh ini."
Ryo dan Ha-na akhirnya melanjutkan perjalanannya bersama Adlar menuju Asardoveth, Mereka melewati jalur lain, sebab tidak ingin gerak-gerik mereka diketahui oleh pasukan Raja Iblis.
Sepanjang perjalanan Adlar masih merasa merinding, ia benar-benar tidak bisa mendeteksi mana yang dipancarkan oleh kedua orang itu.
'Bahkan jika Dewa dan Raja Iblis dihadapanku, mereka mengeluarkan Mana yang sangat besar, apakah saking besarnya Mana mereka, aku tidak dapat mendeteksinya, sungguh sosok yang misterius.'
\=\=\=[ MRP Encyclopedia ]\=\=\=
• Mana (Tampungan Sihir)
- Orang biasa (Berwarna Hijau, beberapa ada yang hijau ke kuning-kuningan tergantung level.)
- Iblis (Berwarna Merah, Raja iblis sendiri berwarna ungu kehitam-hitaman serta meluap-luap.)
- Dewa (Berwarna Biru, beberapa Dewa juga mengeluarkan warna emas serta meluap-luap)