SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
Psikopat Sempurna dari Masa Depan

Psikopat Sempurna dari Masa Depan

Bab 1

Saat istriku hendak melahirkan, aku sedang menjalankan tugas di luar untuk memeriksa pengendara yang berkendara dalam kondisi minum alkohol, lalu ibu mertua meneleponku barulah aku pulang dengan tergesa-gesa.

Aku sangat gugup, sebenarnya sangat bersalah jika mengatakan seperti ini. Saat itu aku sama sekali tidak mengkhawatirkan bayi, aku terus-menerus melihatnya, aku takut akan muncul masalah jika melahirkan bayi. Aku takut hidupku tidak ada dia.

Aku memikirkan banyak sekali hal yang kurang beruntung. Sebenarnya sebagai polisi tidak boleh percaya akan mitos, tapi saat aku memikirkan hal tersebut, aku masih diam-diam mengelaknya.

Ketika telah sampai di rumah sakit, rumah sakit pasti tidak ada tempat untuk parkir. Keberuntungan saat itu bisa dibilang lebih bagus, di seberang rumah sakit ada tempat parkir. Aku memarkirkan mobilnya dan istriku turun dari mobil terlebih dahulu.

Itu merupakan saat aku terakhir melihatnya.

Kecelakaannya sama sekali bukan saat dia menyebrang jalan, melainkan setelah dia turun dari mobil, berdiri di trotoar sambil mengulurkan tangannya untuk memintaku menggendongnya, alhasil ada sebuah mobil yang datang tiba-tiba.

Aku melihat dia masuk ke kolong mobil tersebut dengan kepala mataku sendiri, ekspresi awal dia yang memohon kepadaku tidak sempat berubah menjadi kesakitan, seluruh wajahnya mengekspresikan ketakutan.

Aku benar-benar menjadi gila.

Aku menjerit dengan keras seperti anjing di jalanan, berlutut di tanah ingin mengeluarkan istriku. Tubuhnya dipenuhi darah, mulutnya juga terus-menerus mengeluarkan darah.

Pengemudi itu dengan mabuk turun dari mobil, langsung muntah di jalanan. Aku tidak mempunyai waktu mengurusnya, saat itu otakku kosong.

Aku terus menjerit seperti boneka kayu yang tidak bisa berpikir, bahkan tidak tahu apa yang aku katakan saat itu. Aku menggendong istriku masuk ke rumah sakit sambil meneriaki dokter, tapi saat hendak mengatakannya, aku tidak bisa berkata-kata.

Sampai ketika suster menaruh istriku di tandu dan mendorongnya pergi, aku baru mulai bisa berpikir. Aku semakin takut, berjongkok di sudut rumah sakit, menggigil dan air mata tidak bisa berhenti mengalir.

Aku sebagai pria dewasa sama sekali tidak bisa tenang dan terus menangis di rumah sakit. Suara tangisan itu bahkan tidak bisa ditahan, pada akhirnya menangis lebih kencang.

Saat menelepon ibu mertua untuk datang, aku juga berbicara sambil menangis. Otakku dipenuhi dengan istriku, dan memikirkan hal yang sial.

Kemudian ibu mertuaku, saudara iparku beserta pacarnya datang. Pacarnya juga merupakan seorang polisi, setelah sampai dia langsung mencari pelakunya.

Pelaku yang mabuk sedang duduk di kursi dan muntah, setelah beberapa saat, rekan-rekan aku juga datang. Mereka bertanya kepada pelaku mengapa bisa jalan ke jalanan ini. Karena pada saat itu pelaku berbelok dan mundur. Jika dia tidak mundur, dia akan ditangkap oleh rekan kami yang sedang bertugas.

Dia mengatakan dia melihat di Internet bahwa sedang melakukan pemeriksaan berkendara dalam kondisi mabuk, jadi dia datang ke jalanan ini. Tapi begitu dia sampai di jalanan ini, dia melihat polisi yang membuatnya ketakutan sampai ingin kabur, kebetulan dia sedang mundur, kedua sisi juga ada mobil yang membuatnya tidak bisa kabur. Dia yang panik langsung mengarah ke trotoar.

Kapten kami langsung marah, mengatakan bahwa setiap kali memeriksa pengendara yang berkendara dalam kondisi mabuk, selalu ada orang bodoh seperti ini. Kemudian minta dia untuk memberi tahu orang yang menyebarkan informasi yang ada di Internet, lalu menghukum mereka bersama.

Akibatnya, sumber informasi tersebut membuat kami frustasi.

Informasi tersebut dikirim oleh ibu mertuaku.

Ketika dia menelponku, dia tahu aku sedang bertugas. Demi pamer, dia mengirim pesan di Internet untuk tidak mengambil jalur utama.

Pelaku itu melihat pesan dari ibu mertuaku, barulah memilih jalur yang lain.

Aku sangat emosi, tapi aku tidak memiliki niat untuk mengurus mereka. Aku hanya berharap istriku aman-aman saja.

Tapi tidak lama kemudian, dokter keluar dan berkata kepada kami bahwa dia menyesal tidak bisa menyelamatkan pasien.

Ibu mertua langsung menangis di tempat, menangis dengan mulut terbuka lebar. Ketika aku melihatnya, aku tidak bisa menekan kebencian di hatiku, istriku terbunuh karena orang tua ini.

Aku langsung meninju mulutnya dan mematahkan giginya. Dia terjatuh ke tanah dengan bunyi gedebuk, lalu aku mengangkat kakiku dan menendang kepalanya.

Aku menendang sambil berteriak bahwa kamulah yang membunuhnya.

Kapten dan lainnya segera datang melerai, aku mendengar pelaku itu sedang memberi tahu keluarganya di telepon bahwa dia sangat sial sehingga menabrak orang sampai meninggal, dan membiarkan keluarganya menyiapkan uang.

Aku langsung marah dan berjalan ke depannya. Dia sedikit gugup dan mengatakan padaku untuk jangan main-main, juga mengatakan dia sekarang dilindungi oleh hukum.

Aku langsung mendorong masuk kepalanya ke tong sampah.

Aku tahu aku adalah seorang polisi, tetapi aku benar-benar ingin membantai pelaku itu.

Dia ditekan ke dalam sampah olehku, berjuang di dalam plastik tong sampah. Rekan-rekan datang menarikku, aku terus menendang kepalanya, dan kapten menarik aku dengan sekuat tenaga, menyuruhku untuk tenang.

Aku berkata aku tidak bisa tenang, dan tidak ingin menjadi polisi lagi.

Dia dibantu keluar dari tong sampah, menangis ketakutan dan berteriak agar polisi bisa melindunginya.

Aku meninju pelipisnya, menjatuhkannya ke tanah dan dia meludahkan sesuatu.

Rekan-rekan aku takut dia akan babak belur dibuat olehku, jadi segera menahanku. Mereka membawa ibu mertua aku dan pelaku pergi baru membebaskanku.

Aku menangis dan pergi melihat mayat istriku, dia bahkan meninggal tanpa menutup mata.

Istri tidak terselamatkan, bayi juga tidak terselamatkan.

Aku yang awalnya hidup dengan kegembiraan, dalam satu malam semuanya tiada hanya karena pengendara yang mabuk. Istriku hanya berdiri di trotoar, apa yang salah dengannya?

Aku menangis sepanjang malam di rumah sakit sambil memeluk mayat istriku, berharap dia bisa bangun kembali.

Keesokan paginya, rekan-rekan aku datang menemuiku. Saat mereka menghiburku, atasan menelepon berkata aku akan dihukum karena memukul orang. Kapten yang marah langsung berkata apa-apaan, kalau berani menghukumnya, aku akan membawa semua rekan untuk menghancurkan kantormu. Lalu langsung menutup teleponnya.

Semua orang sangat baik pada aku dan istriku, tetapi aku masih tidak melakukannya lagi.

Tidak bisa melakukannya.

Aku merasa aku juga bertanggung jawab atas kematian istriku. Karena ibu mertua tahu informasi pengecekan pengendara dalam kondisi mabuk dariku.

Bagaimanapun, aku tidak bisa lagi melanjutkan pekerjaan ini.

Setelah aku berhenti dari pekerjaan aku, aku berada di rumah sepanjang hari melihat foto-foto istriku. Mendengarkan apa yang dia kirimkan padaku dan menangis dalam pelukan bajunya.

Keesokan harinya, keluarga pelaku datang menghubungiku.

Istri pria itu yang datang, yang ironisnya juga sedang hamil. Begitu dia datang, dia meminta maaf kepadaku dan berkata bahwa berharap bisa ganti rugi dengan uang.

Dia berbicara sampai menangis, mengatakan bahwa hamil bukanlah hal yang mudah. Jika suaminya masuk ke penjara, maka dia dan bayi dalam kandungan tidak ada tempat bergantung lagi.

Dia juga mengatakan bahwa jika suaminya masuk penjara, bagaimana dengan masa depan anak tersebut. Semua orang tahu jika ayahnya pernah masuk penjara, akan bagaimana anaknya berperilaku di masa depan.

Aku memberi tahu dia, setidaknya kalian semua masih hidup.

Suaminya masih hidup, kamu juga masih hidup, kamu masih harus melahirkan anak tersebut.

Memangnya kenapa dengan anak kriminal, bukankah satu keluarga masih hidup dengan baik?

Daripada anakku.

Dia adalah perempuan, jelas-jelas akan segera lahir. Yang sudah tidak sabar untuk datang ke dunia ini untuk menjadi putri kecilku, tapi dia tidak memiliki kesempatan itu.

Istriku.

Dia adalah cinta dalam hidupku, orang yang ingin aku lindungi sepanjang hidupku, tapi aku malah kehilangannya.

Aku menyuruhnya pergi, dia melihatku tidak menyetujuinya malah menjadi marah, mengatakan bahwa kami telah meminta maaf, kami bersedia ganti rugi, apa lagi yang kamu inginkan.

Jika aku tidak melihatnya sebagai wanita hamil, aku sudah meninju wajahnya.

Wanita hamil itu marah, benar-benar kehilangan sikap yang dia miliki di awal. Dia berkata, aku sengaja memenjarakan suaminya, maka sama dengan aku ingin membunuh dia dan putranya. Aku telah kehilangan istri dan anakku, aku seharusnya lebih memahami pentingnya keluargaku. Tapi aku adalah orang yang tanpa hati nurani.

Dia juga mengatakan bahwa tidak masalah jika tidak menandatanganinya, dia punya cara untuk mengeluarkan suaminya.

Aku tidak ingin mendengarnya lagi, karena aku tahu aku sudah akan memukulnya.

Jadi aku mengusirnya, dia menyuruhku untuk tunggu saja.

Benar-benar satu keluarga.

Suaminya brengsek, istrinya juga.

Namun, orang yang menjijikkan seperti itu akhirnya mendapat surat penerimaan maaf dari keluarga.

Karena ibu mertuaku telah menandatanganinya.

Ketika aku mendengar berita itu, aku benar-benar marah.

Aku pergi menggedor pintu rumah ibu mertua dan memintanya keluar untuk memberi penjelasan kepadaku.

Dia baru dipukuli aku sebelumnya, tidak berani berbicara denganku. Ayah mertua aku keluar dan meminta aku untuk memberinya wajah, karena keluarga akur adalah keberuntungan.

Aku berkata, sampai sekarang, wajah apa yang kalian miliki! Biarkan wanita tua itu keluar dan aku akan membunuhnya hari ini, dan kita semua akan mati bersama.

Aku sangat emosi sehingga mengeluarkan kalimat yang tidak enak didengar.

Ibu mertua takut aku akan masuk dan memukulinya, jadi dia memanggil pacar saudara ipar aku untuk datang. Lagi pula, dia juga seorang polisi.

Aku selalu memiliki hubungan yang baik dengannya, dulunya juga lulusan akademi polisi, kemudian aku menjadi polisi lalu lintas, dan dia menjadi polisi kriminal.

Istriku dan saudara ipar aku dikarenakan menyukai polisi dari kecil, dulunya sering berjalan di dekat sekolah kami, jadi baru bisa mengenal kami dan pacaran dengan kami.

Dia terus menarikku dan menasehatiku untuk tenang.

Aku langsung bertanya kepadanya, jika aku membunuh orang tua ini hari ini, apakah kamu langsung mengambil pistol dan membunuhku? Kebetulan aku sangat tidak sabar untuk bertemu istriku, setelahnya akan berkumpul bersama.

Dia menekanku ke pintu dan berkata kepadaku dengan sangat serius, “Dia tidak ingin dipersatukan kembali denganmu.”

Ibu mertua aku tidak bisa menahan diri untuk tidak berteriak di lantai atas bahwa pria mabuk yang menabrak mati istriku tidaklah kabur, dan pada awalnya dijatuhi hukuman kurang dari tiga tahun.

Dia merasa bahwa tiga tahun tidak ada artinya, dan keluarga tersebut punya uang dan bersedia ganti rugi 1.6 miliar. Lagi pula, si pembunuh tidak dijatuhi hukuman berat, mengapa tidak mengambil 1.6 miliar tersebut?

Dia menangis sambil berbicara, mengatakan bahwa membesarkan seorang putri bukanlah hal yang mudah. Sekarang setelah putri sulungnya pergi, dia hanya ingin mengambil uang tersebut untuk menambah lebih banyak mas kawin untuk putri bungsunya. Alangkah baiknya putri sulungnya masih hidup, maka dia akan melihat menantu memukuli mertua.

Aku memikirkan istriku kembali dan merasa sedih.

Saudara ipar juga sudah datang, dia dan istriku adalah kembaran, dia tampak persis seperti istriku.

Dia meraih lenganku dan menyuruhku jangan main-main. Perkataannya membuat aku sangat sedih, dia berkata, “Kakakku sudah pergi, tapi dia selalu mengawasi kami di surga, dan dia pasti tidak ingin melihat kamu seperti ini.”

Saudara ipar memang mirip dengan istriku, aku melihatnya seperti melihat istriku.

Aku dulu sangat pandai bertarung ketika berada di sekolah polisi, pada saat itu aku terlalu kekanak-kanakan karena suka membual padanya.

Pada saat itu, istri aku berkata padaku dengan serius bahwa tinju pria digunakan untuk perlindungan, baik untuk negara, atau untuk keluarga, atau untuk yang lemah yang perlu dilindungi. Jika seorang pria tidak melakukannya atas nama perlindungan, maka dia pasti gagal.

Dan alasan aku memukulnya karena melampiaskan emosi dalam hatiku, jika dia berada di surga, dia pasti akan merasa bahwa aku gagal.

Memikirkan istri aku, hatiku langsung lunak dan dibujuk oleh mereka untuk pulang.

Saudara ipar dan pacarnya juga mengambil cuti khusus untuk menemani aku sepanjang hari, sehingga aku tidak akan terlalu sedih.

Kemudian, pengadilan sudah memberi putusan.

Karena telah mendapat surat penerimaan maaf, pelaku dijatuhi hukuman percobaan, tidak perlu masuk ke penjara lagi.

Aku benci.

Jelas-jelas aku dulunya polisi lalu lintas, tapi baru pertama kali membenci undang-undang lalu lintas.

Saudara ipar juga menyarankanku untuk melepaskan kesedihanku dan hidup dari awal lagi. Tapi aku tidak mendengarkannya.

Aku menggunakan segala cara untuk memeriksa pelaku, ketika dia keluar, aku akan diam-diam menemuinya.

Dia saat itu makan di sebuah restoran, ketika aku memasuki ruangan, aku melihat dia mengajak segerombolan teman, sangat jelas ini merupakan perayaan.

Bab 2

Adegan ini membuatku merasa tidak nyaman. Istriku sudah meninggal, dia malah merayakan dirinya tidak perlu masuk penjara! Merayakan dirinya tidak perlu membayarnya! Merayakan dirinya membunuh seseorang dengan mudah.

Dia tertegun saat melihatku datang.

Aku memanggilnya sendirian, lalu bertanya kepadanya apakah namanya Joni Lasmana atau bukan.

Dia bilang ya.

Aku berkata, aku sudah mencari informasimu. Kamu kaya, kamu tidak takut meninggalkan kasus. Saat itu kamu bahkan belum tamat sekolah, menikahi istrimu dan tidak pergi bekerja, kamu menghabiskan hari-harimu dengan minum alkohol. Kamu bersandar pada keluargamu yang kaya, bermain setiap hari, tidak pernah melakukan hal yang benar, dan kamu hidup dengan uang orang tuamu.

Tapi bagaimana dengan istriku.

Istriku suka mengirimkan sup yang direbusnya ke tim polisi lalu lintas kami. Setiap kali dia akan mengemasi pakaian lamanya dan memberikannya kepada anak-anak di daerah pegunungan yang miskin. Setiap musim dingin dia akan mengunjungi para janda dan orang tua untuk memberikan kehangatan dan makanan. Walaupun dia sudah meninggal, tapi karena saat masih hidup dia pernah menandatangani untuk donasi organ, dia membantu mereka yang sangat membutuhkan untuk melanjutkan hidup mereka.

Aku berkata, kamu benar-benar brengsek. Jika dibandingkan dengan istriku, kamu sama sekali tidak ada arti untuk hidup.

Dia menundukkan kepalanya dan tidak berani berbicara, mungkin mengingat bagaimana pertama kali aku memukulnya.

Aku tidak tahan lagi sehingga menangis, aku menyapu air mataku lalu berkata, apa gunanya kamu hidup, istri aku adalah orang yang baik, pada akhirnya diganti dengan hukuman percobaan kamu. Jika kamu hidup lebih berarti, aku tidak akan jatuh ke dalam sakit hati seperti itu.

Dia terus meminta maaf padaku, mengatakan bahwa dia benar-benar tahu kesalahannya dan tidak akan pernah mengulanginya di masa depan, dan memintaku untuk memaafkannya.

Aku juga tidak ingin berbicara terlalu banyak dengannya, aku hanya berkata istriku menukarkan nyawanya untuk perubahanmu. Kamu benar-benar harus menjadi orang baik di masa depan, karena kamu sedang membawa nyawanya.

Setelah aku mengatakannya, aku kembali ke mobil di seberang hotel dan menangis berulang kali. Mendengarkan suara istriku, aku ingin sambil mengemudi, tapi sakit ini membuatku sesak, begitu sakit itu terasa, aku sangat ingin muntah, seperti setelah muntah baru bisa bernafas kembali. Aku sama sekali tidak bisa menyetir.

Aku menurunkan kursi dan istirahat. Alhasil ketika aku bangun, aku melihat Joni Lesmana yang mabuk berjalan keluar, yang terpentingnya adalah dia naik ke sebuah mobil, dan duduk di kursi pengemudi.

Aku langsung frustasi.

Dia rupanya masih mengemudi.

Brengsek tetaplah brengsek.

Aku melihatnya menyalakan mobilnya lalu pergi, orang ini masih dalam masa percobaan, jika tertangkap maka akan diperparah hukumannya.

Tapi aku malah tidak ingin melaporkannya ke polisi.

Binatang ini tidak ada gunanya membiarkan dia berubah.

Aku tidak bisa menahan amarahku, jadi langsung mengendarai mobil dan mengejarnya. Orang ini masih mengemudi dengan cepat, aku mengemudi lebih cepat dan langsung mengarah ke bagian depan mobilnya untuk menabraknya.

Aku tidak menabraknya, tapi berhasil membuatnya berhenti. Dia keluar dari mobil dan sangat marah, berteriak marah kepadaku.

Tapi saat dia melihatku dari jendela, dia segera memberikanku rokok, dan berkata dia telah melakukan kesalahan, juga menyuruhku jangan melaporkannya ke polisi. Dia tahu aku sudah berhenti dari pekerjaan polisi dan berkata akan memberiku uang.

Aku keluar dari mobil dan mendorongnya dengan keras. Aku berkata, bagaimana kamu mengatakannya tadi saat di restoran.

Dia juga masih pura-pura ceroboh, berkata hanya mengemudi ke hotel yang tidak jauh dari sini. Karena dia tidak boleh mengemudi setelah minum alkohol, dia ingin tidur di hotel.

Apakah aku akan percaya?

Aku melihat wajahnya yang merasa tidak bersalah, semakin aku melihatnya, aku semakin membencinya, semakin membencinya semakin teringat istriku. Aku langsung meraih kepalanya dan membantingnya ke jendela mobil.

Kekuatanku sangat besar, sehingga dengan gampang menghancurkan jendela mobil tersebut. Aku tidak peduli dengan konsekuensinya, aku membantingnya dengan keras. Hanya ada satu hal yang di benakku, yaitu membiarkan binatang ini membayar apa yang telah dia perbuat.

Joni Lesmana terus berteriak minta tolong, tetapi sudah larut malam, tidak ada seorang pun di jalan dan tidak ada mobil.

Dia memohon maaf padaku, mengatakan bahwa dia benar-benar tahu kesalahannya. Aku dengan terpaksa menenangkan diriku dan membebaskannya.

Aku menghela nafas, berusaha untuk menekankan amarah di hati, tapi tiba-tiba dia masuk melalui jendela mobil, mengeluarkan tongkat dan memukulku.

Benar-benar, dia bermain tongkat di depan mantan polisi.

Aku sama sekali tidak mundur, malah langsung maju, lalu menggunakan bahu aku untuk menahan pergelangan tangannya. Dia tanpa sadar ingin menarik tangannya, tetapi lengannya malah ditangkap olehku.

Aku awalnya bisa meraihnya dalam satu gerakan, tapi aku menekan dan menggesekkan wajahnya ke kaca yang pecah tadi.

Aku tidak ingin menakluknya, aku benar-benar ingin memukulnya sampai mati.

Dia berteriak mengatakan bahwa jika memukulnya lagi maka sudah akan mati, sedangkan aku meraih telinganya dan menariknya dengan sekuat tenaga.

Aku sangat ingin merobek telinganya, lagi pula putusan pengadilan maupun peringatanku, telinga ini juga tidak mendengarnya.

Joni sangat kesakitan sehingga dia mendorongku menjauh dan berlari dalam keadaan mabuk.

Dia tidak memilih jalanan, tetapi langsung melompat dari jembatan.

Jembatan ini tingginya belasan meter, dan dibawahnya merupakan sungai yang dangkal.

Aku tiba-tiba sadar, melihat kegelapan di bawah jembatan, dengan cepat berlari ke bawah untuk melihatnya. Aku melihatnya terbaring di sungai dan tubuhnya berlumuran darah.

Aku mencoba membalikkannya dan memeriksa nafasnya dengan tanganku.

Tidak ada nafas.

Dia sudah meninggal.

Tidak tahu mengapa, aku sama sekali tidak memiliki rasa takut, aku malah berpikir aku telah membalaskan dendam istriku.

Aku duduk di sebelah mayatnya dan tidak bisa menahan tawa.

Aku tidak takut, palingan hanya menyerahkan diri, palingan hanya berkata akulah yang membunuhnya, lalu menembak mati aku dan dapat menemani istriku.

Tetapi setelah duduk untuk waktu yang lama, aku merasa tidak pantas.

Dia adalah bajingan yang tidak ada artinya, mengapa kita berdua harus mati untuk dia seorang.

Kebetulan aku pernah menjadi polisi lalu lintas, aku tahu kamera pengawasan di daerah ini belum diaktifkan secara resmi, jadi aku membawa tubuhnya ke atas dan memasukkannya ke bagasi mobilnya.

Aku memarkir mobil aku dan mengendarai mobilnya ke arah sungai, karena aku tahu tidak ada kamera pengawasan di sini.

Banyak peta kota telah lama tercatat dalam otakku, dan aku dapat menghindari setiap titik yang bisa membuatku mengakui kejahatan.

Aku menyusuri sungai kecil ke tepi sungai besar, sekelilingnya tidak ada seorang pun.

Kemudian aku keluar dari mobil dan memeriksa tubuhnya dengan hati-hati. Setelah aku yakin tidak ada masalah, aku melepaskan rem tangan dan mendorong mobil tersebut ke sungai besar.

Di dalam hatiku tidak ada penyesalan, hanya ada kebahagiaan.

Ini adalah pembalasan untuknya.

Melihat mobil tenggelam ke dasar sungai, aku menjadi semakin lega. Saat hendak pergi, telponku tiba-tiba berdering.

Aku mengambil telepon dan melihatnya, menyadari nomor tersebut merupakan nomor asing. Awalnya mengira penipuan iklan, tapi setelah berpikir, seharusnya tidak akan ada yang periklanan yang menelepon selarut ini.

Jadi aku mengangkat telepon dan bertanya siapa itu.

Pihak satunya terdiam untuk sementara waktu, dan tiba-tiba seorang wanita berkata, “Kamu membunuh Joni kan?”

Aku benar-benar tertegun! Tubuhku langsung bergetar seperti tersengat listrik.

Aku berkata, omong kosong apa yang kamu bicarakan, jangan berbicara sembarangan.

Di ujung telepon lain berkata, “Bukankah ada empat pohon di sebelah tempat kamu membuang mayat?”

Sampingku memang ada empat pohon.

Otakku kosong, aku hanya merasakan jantungku berdetak sangat kencang.

Apa-apaan ini?

Seseorang terus menatapku.

Ketika aku dalam suasana hati yang sangat gugup, pihak lain tiba-tiba berkata, “Pohon ketiga memiliki sarang burung, yang merupakan tugas pengamatan harian anak-anak dari penduduk sebelah. Orang tua mengikat kamera pengawasan di pohon untuk merekam penetasan burung dan kamu telah masuk ke kamera. Jika kamu tidak menanganinya, saat mereka melihat kamera, akan tahu bahwa kamu telah membunuh.”

Aku hanya merasa penuh ketidakpercayaan, dan dengan bodohnya meraih telepon dan berjalan ke pohon ketiga.

Ketika melihat ke atas, ternyata benar-benar ada kamera di atasnya.

Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya, “Siapa kamu?”

“Kamu sibuk dengan urusanmu dulu, tidak perlu terlalu khawatir dengan Joni. Demi bisa mengemudi, dia mendapatkannya dengan cara yang jahat. Walaupun ada rekaman perjalanan, tapi sudah lama rusak, masih belum diperbaiki dan tidak ada pelacak lokasi yang terpasang. Jadi tidak akan ada orang yang melacak kamu melalui mobil ini, tapi kamu masih dalam masalah sekarang.”

“Masalah apa?”

“Jika kamu tidak ingin mati, jangan melewati Jalan Palangkaraya saat perjalanan pulang, kamu harus mengambil jalur yang berbeda.”

Aku bertanya dengan gemetar, “Siapa kamu?”

“Sibuklah dulu dengan urusanmu.”

Telepon dimatikan. Dan aku dengan bodohnya melemparkan kamera ke sungai dan berjalan kembali ke mobilku.

Aku memikirkan panggilan misterius itu, akhirnya menggertakkan gigi lalu memutuskan untuk tidak melewati Jalan Palangkaraya,  dan mengubah arah jalan pulang.

Tidak lama setelah kembali ke rumah, mantan rekan berkata terjadi serangkaian kecelakaan mobil di Jalan Palangkaraya.

Sebuah truk menyelinap ke jembatan dan secara tidak sengaja terbalik saat menyalip, yang menyebabkan lima mobil bertabrakan. Pemandangan itu sangat tragis.

Aku sangat amat terkejut, karena jika aku pulang melewati jalan itu, aku bisa dalam kecelakaan mobil.

Ini mengingatkanku dengan apa yang dikatakan wanita misterius padaku, seolah-olah dia tahu bahwa kecelakaan mobil akan terjadi dan menimpaku.

Pertanyaannya adalah bagaimana dia bisa tahu.

Aku duduk di rumah juga tidak paham dengan kejadian ini.

Joni meninggal dengan tragis, aku awalnya mengira aku akan gugup, tapi aku tidak.

Aku berbaring di tempat tidur dengan pakaian istriku di pelukanku, menyalakan teleponku dan mendengarkan suara-suara yang dia kirimkan kepadaku saat dia masih hidup.

“Sayang, hari ini hujan deras, kamu harus hati-hati saat bertugas. Aku sangat merindukanmu… Muah!”

“Sayang, hari ini lembur ya? Kalau tidak lembur, aku akan memasak. Kalau kamu lembur, aku menyiapkan sayurnya dan pergi tidur sebentar, jadi saat kamu hendak pulang, telepon aku dan aku akan memasaknya.”

Aku tidak bisa berhenti menangis.

Melihat istri aku di foto pernikahan, aku dengan bodohnya mengatakan kepadanya bahwa aku telah membalas dendam.

Dosa tidak menempati hati aku, tetapi aku memiliki rasa keadilan di hati aku.

Jika aku tidak bergerak, maka Joni mungkin akan membunuh orang yang tidak bersalah lagi.

Dia adalah bajingan yang tidak ada gunanya untuk hidup, kesalahan apa yang orang-orang itu lakukan, mengapa nyawa mereka dibawa pergi olehnya.

Aku melakukan hal yang baik, aku orang yang baik.

Aku mendengarkan suara istriku dan menjawab dengan konyol, "Aku sangat merindukanmu... Aku sangat merindukanmu, setiap hari aku merindukanmu, bahkan pada hari kamu meninggalkanku."

Pesan terkirim.

Tapi dia tidak bisa menerimanya.

Telepon misterius itu tidak menelepon lagi, aku ingin mencoba menelepon kembali, tetapi aku tidak tahu mengapa, ketika aku mengambil telepon untuk memeriksa catatan panggilan, aku menemukan bahwa catatan panggilan telepon dengan orang itu menghilang secara misterius.

Aneh.

Itu berhantu.

Ini menjadi misteri di hati aku, aku hanya benci bahwa aku benar-benar tidak dapat mengingat nomor teleponnya, aku tahu aku harus menyimpannya terlebih dahulu, tetapi siapa yang tahu bahwa catatan panggilan akan menghilang secara misterius.

Aku memikirkannya dan akhirnya tetap tidak paham. Kebetulan anjing di rumah lapar, jadi aku tidak memikirkannya lagi, kemudian bangkit untuk memberi makan anjing itu.

Aku punya anjing di rumah, dan namanya dinamakan oleh istri aku, bernama Chiro.

Sebenarnya jika mengungkit masalah ini juga sangat emosional, pada saat itu aku masih anak laki-laki yang miskin, sahabat dan teman sekelas istri aku mengejek aku miskin, bahkan tidak mampu membeli cincin berlian.

Jadi istri aku membeli cincin berlian dengan tabungannya sendiri, dan mengatakan bahwa aku telah menabung uang untuk membelinya, yang membuat aku sangat tersentuh.

Tetapi pada hari pernikahan, aku secara tidak sengaja membuat cincin berlian itu hilang.

Terpopuler