BURN OUT
RABU, 18 MARET 2020.
jam 13.00
"Dooor!!! Door!! Door!!!"
Suara-suara balon-balon yang dipecahkan oleh beberapa anak-anak dalam sebuah pesta ulang tahun. Tawa riuh dan tiupan terompet membuat suara semakin meriah.
Semua tampak bahagia, dengan senyum lebar menghiasi wajah semua anak-anak dan beberapa orang dewasa yang hadir di sana. Lagu selamat ulang tahun tak lupa mereka nyanyikan juga sebagai ungkapan rasa peduli dan kasih yang luar biasa.
JAM 13.17
"Tolong!!!" teriak seseorang yang berdiri di pinggir kolam renang, dibagian belakang rumah ,tempat pesta dilaksanakan.
Tawa riang dan riuh , seketika berubah menjadi teriakan panik dan ketakutan.
"Kenapa dia bisa tenggelam?" tanya seorang perempuan pada perempuan berbaju kuning yang berdiri pucat di bibir kolam renang.
"Aku tidak tahu. Aku tadi hanya berniat mencari tempat sepi untuk menerima telepon. Tapi aku lalu melihat ada yang mengambang di sana." jawabnya dengan seluruh tubuh yang tampak gemetar.
Seorang perempuan lain tiba-tiba menceburkan diri ke dalam kolam, berniat untuk menolong seseorang yang mengambang, namun hal tak terduga terjadi. Ia tiba-tiba terlihat kejang, seakan tersengat oleh aliran listrik tegangan tinggi.
Jerit panik anak-anak dan para perempuan membuat suasana semakin gaduh. Tak ada lagi satu orang pun yang berani mendekati kolam.
"Seseorang telpon polisi!!" teriak orang lain yang sibuk menjaga anak-anak kecil ,dan membawanya kembali memasuki rumah yang lumayan besar itu.
"Apa yang terjadi? Kenapa ngeri sekali?" ujar wanita yang lainnya.
"Mama... Aku takut!!" jerit salah seorang anak.
"Mama!!! selamatkan mamaku!!!" teriak seorang anak yang melihat ibunya masuk ke dalam kolam.
Seorang laki-laki turun dengan cepat dari lantai dua rumah itu. Penampilannya yang berantakan, tampaknya ia baru saja bangun tidur.
"Ada apa ribut sekali?" tanyanya sambil membenahi setelan piyama.
"Ada yang tenggelam di kolam. Lalu ada yang berniat menolong, tapi dia juga kejang seperti tersengat sesuatu." jawab perempuan dress hijau.
"Kenapa bisa begitu? Ada yang sudah lapor polisi?" tanya si pria sambil mencari sesuatu di laci salah satu meja di ruangan itu.
"Aku sudah lapor polisi. Katanya langsung menuju kemari." jawab perempuan dress hijau tua.
"Aku tadi menerima panggilan. Tapi karena di sini rame, aku bermaksud menepi dan menerima panggilan kesana. Dan saat itulah aku melihat ada sesuatu yang mengambang. Kupikir hanya balon atau sejenisnya. Tapi saat aku mendekat, ternyata manusia." perempuan baju kuning, si saksi kunci masih tampak syok.
"Biar aku lihat." kata si pria dengan membawa sebuah tongkat panjang.
Si pria berjalan dengan sangat berhati-hati. Tak lupa ia memakai alas kaki. Sesampai di dekat bibir kolam, ia menjulurkan tongkat dan mencelupkannya ke dalam air.
Tepat seperti dugaannya, ia merasakan aliran listrik dari dalam air itu. Si pria melepaskan tongkat dari tangannya. Ia bermaksud memeriksa sekeliling kolam. Namun dicegah oleh sang istri.
"Papah!! Jangan gegabah!! Kita tunggu saja polisi!" teriak perempuan dress pink sambil memegangi anak perempuannya yang mengenakan dress senada.
JAM 13.48
Polisi, detektif, dan para penyidik lain tiba. Garis polisi membatasi ruang gerak setiap orang yang ada disana.
"Saya pemilik rumahnya. Saya baru bangun tidur. Jadi tidak begitu mengerti tadi kenapa." kata si pria pemilik rumah.
Polisi dan para penyidik, menyisir lokasi dan mencari tahu darimana asal aliran listrik di kolam itu.
"Mohon dikeringkan dulu kolamnya. Bisa pak?" kata seorang penyidik sambil mengelilingi bibir kolam renang.
"Oh, bisa pak." si pria bergegas memutar sebuah tuas yang terpasang di dinding belakang rumahnya.
Perlahan air tampak surut. Dan mengering. Dengan peralatan lengkap, para penyidik menyisir kolam yang sudah mengering.
Sedangkan penyidik lain menginterogasi semua orang yang ada di sana.
"Dua orang meninggal di TKP. Dugaan sementara tenggelam karena air kolam mengalirkan aliran listrik tegangan tinggi." kata seorang penyidik.
"Disini terlalu banyak jejak dan sidik jari. Butuh waktu lama untuk mengumpulkan dan menarik kesimpulan." kata seorang dari tim forensik.
"Benar. Anehnya, saat air mengering pun, tak ada jejak aliran listrik dari manapun." imbuh petugas forensik lainnya.
"Mintai keterangan dari semua orang yang ada disini. Identitas kedua korban sudah ada?" mandat ketua tim penyidik.
"Korban pertama tidak ada yang mengenalnya, Pak. Korban kedua adalah salah satu tamu di rumah ini." jawab salah satu penyidik.
Penyisiran TKP berjalan sangat lama. Tim penyidik bekerja sama dengan tim forensik, melakukan olah TKP. Namun, tampaknya masih sangat samar. Tak ditemukan korelasi dari semua hal.
Kedua korban dibawa ambulan menuju rumah sakit untuk dilakukan otopsi.
Malam itu beberapa polisi tampak berjaga di TKP.
"Pak, silahkan makan dan minum dulu." kata perempuan si pemilik rumah, pada beberapa polisi yang berjaga.
"Terima kasih, Bu. Tidak perlu repot-repot."jawab salah satu polisi diikuti senyum dari polisi lainnya.
Setelah menyediakan makanan dan minuman seadanya, si istri pemilik rumah, kembali ke kamar di lantai dua.
"Sudah, Pah." kata si istri pada suaminya yang sedang menemani putrinya tidur.
"Bagus." jawab si suami dengan singkat.
"Kenapa suasananya jadi menakutkan begini ya." keluh si istri.
"Sudah, tak usah dipikirkan. Nanti kalau selesai, kita jual saja rumah ini. Lalu beli tempat yang baru."
"Benarkah?? Terima kasih, sayang."
"Iya. Apapun akan aku lakukan, asal kamu bahagia. Kasihan juga anak kita pasti trauma." kata si pria dengan bijak.
"Benar. Aku tak akan sanggup lagi berjalan-jalan bebas di rumah ini. Dua orang sudah meninggal di rumah ini." kata si istri sambil duduk disamping si pria.
"Sabar dulu sampai polisi selesai bekerja. Kalau kita buru-buru pergi, nanti malah akan dicurigai." kata si pria menggeser duduknya lebih mendekat pada istrinya.
"Aku selalu percaya padamu, sayang." tatapan nakal si istri disambut baik si suami.
Adu argumen dalam detak jantung dan nafas yang mungkin tak beraturan, menjadi penutup malam sepasang suami istri, tanpa rasa malu atau risih pada beberapa petugas polisi yang tengah bekerja melawan kantuk di lantai satu. Bahkan tak peduli dengan anak semata wayangnya yang tertidur pulas tak jauh dari aktivitas malam pasangan suami istri itu.
...........
Sementara itu ditempat lain, tepatnya di kantor polisi, beberapa petugas tampak masih lembur dan mengadakan rapat kecil.
"Tidak ditemukan jejak aliran listrik, tapi dua orang meninggal dugaan sementara karena tersengat aliran listrik." kata petugas Ahn.
"Dokter otopsi belum mengeluarkan pernyataan resmi. Mungkin masih diproses." sela petugas Bae
"Penyidik Han bersama petugas In Hae, mengawal proses otopsi. Mereka pun belum ada kabar." imbuh petugas Ahn.
"Entah kenapa aku curiga dengan si saksi kunci. Bisa saja kan, mereka berdebat, lalu mendorong salah satu masuk kolam. Nah untuk menyamarkan tindakannya, ia melakukan sesuatu hal agar listrik mengaliri air kolam." petugas Bae mulai beropini.
"Kalau mau nulis novel, di Noveltoon saja. Jangan di kantor polisi." kata petugas Jung sambil menepuk punggung petugas Bae dengan gulungan kertas.
"Besok kita baru akan mulai memanggil mereka satu persatu. Jangan membuat opini yang tidak perlu." kata petugas Ahn tegas.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
To be continue......
DI RUANG INTEROGASI 1....
JAM 10.19
"Saksi terlalu banyak. Kita panggil 5 atau 6 orang sekaligus saja. Biar semua bisa terbuka.jadi tidak ada yang membual pernyataan palsu." kata penyidik Bae.
"Hmm.... Benar juga. Baiklah kita panggil secara acak 6 orang terlebih dahulu." ketua penyidik Han menyetujui usulan timnya.
Petugas Ahn memanggil 6 orang pertama masuk ke dalam ruang interogasi 1.
"Silahkan mengisi semua pertanyaan dalam lembar kertas. Kami beri waktu 5 menit." kata petugas Han.
"Ternyata memang efektif memakai kuisioner kalau saksi terlalu banyak." bisik petugas park in Hae.
"Seperti itulah pimpinan kita. Idenya selalu berhasil." sahut petugas Ahn.
Total seluruh saksi ibu-ibu ada 30 orang. Butuh waktu sebanyak 5 menit x 5 kloter untuk menyelesaikan seluruh interogasi dengan menggunakan metode kuisioner.
JAM 10.50.
30 menit berlalu, interogasi saksi telah selesai. Semua saksi diperbolehkan pulang. Sementara itu para penyidik akan bekerja ekstra untuk menarik banyak kesimpulan.
"Wah... Tidak ada yang menarik dari para saksi. 8 saksi yang kubaca, pernyataannya sama." keluh petugas Bae.
"Sama. 10 yang kubaca persis juga." petugas Jeon Mi Sun menimpali.
"Tidak ada petunjuk apapun dari saksi." keluh petugas Ahn.
"Benar. Kita hanya berbekal hasil otopsi." kata petugas Han sambil menghela nafas. "Tidak ada satupun CCTV di rumah sebesar itu, sebenarnya sudah membuatku curiga." imbuhnya.
"Jadi apa kata dokter Oh?" tanya petugas Bae.
Petugas Han menghidupkan laptopnya, lalu mulai menjelaskan beberapa foto hasil otopsi pada rekan timnya melalui layar proyektor mini.
"Aku buka dulu korban pertama." petugas Han memulai presentasi.
"Ini bagian tengkorak kepala belakang." katanya sambil menunjuk pada perbesaran layar. "Retakan ini tampak sangat halus. Jadi ini luka berasal dari benturan."
Tim petugas penyidik lain memperhatikan dengan seksama. Semua mengernyitkan dahi berpikir dan fokus.
"Lalu ini, bagian tulang rahang. Terlihat ada bekas pergeseran, namun bukan luka baru. Dokter Oh memperkirakan sekitar dua atau tiga hari sebelumnya." ketua Han menjelaskan dengan detail.
"Ada bekas lebam di pelipis. Betulkah itu?" tanya petugas Ahn.
"Benar. namun memar di pelipis pun terlalu mencurigakan. Bekas kebiruan seperti itu, akan muncul dan membekas satu atau dua hari setelah kejadian."
"Korban disiksa sebelumnya!" seru petugas Jung ill Hwa sambil beranjak menuju meja nya mengambil sesuatu di laci.
"Wah... Semakin rumit." kata petugas Bae.
"Aku baru ingat! Ada laporan orang hilang satu Minggu lalu." kata petugas ill Hwa sambil menyerahkan berkas pada petugas Han. "Ternyata orang itu." imbuhnya.
"Ah, aku ingat sekarang. Rasanya tak asing sewaktu aku melihat korban dibawa medis kemarin." seru petugas Han mencoba sedikit mencari korelasi.
"Tapi kasus ini ditutup karena pihak keluarga menghubungi dan mengatakan kalau orang ini sudah pulang." kata petugas ill.
"Benar. Semua ingat kan,kakak kandung si korban datang kesini sendiri mengatakan bahwa korban sudah pulang dalam keadaan sehat dan baik-baik saja. Aku ingat itu." petugas In Hae menjelaskan.
"Hmm... Kita sendiri yang melihat dokumen asli si kakak kandung." kata petugas Han.
"Sebentar. ini tidak masuk akal." petugas Bae mulai ikut berpikir.
"Tanggal 9 Maret, sang ayah melaporkan kehilangan. Lalu dua hari setelahnya, tgl 11 Maret kakak kandungnya melaporkan sudah kembali dengan selamat. Tapi tgl 18 Maret, ditemukan tewas." petugas mi Sun mencoba menganalisis.
"Dan semua luka, diperkirakan terjadi 3 hari sebelum ditemukan tewas." kata ketua Han sambil mengernyitkan dahi dalam-dalam.
"Perlukah kita melakukan pemanggilan pihak keluarga?" kata petugas In Hae ragu-ragu.
"Cari tahu dulu, apa ada hubungan antara keluarga korban dengan pemilik rumah tempat TKP." kata petugas Han.
"Korelasinya apa, ketua Han?"
"Akan kubuka nanti jika ada bukti berhubungan." petugas Han pun masih tak yakin dengan pikirannya.
"Kita kembali lihat korban kedua." lanjut petugas Han.
"Korban kedua mulus. Hampir tak ada luka lain kecuali luka sengatan aliran listrik." kata petugas In Hae.
"Benar. Kemungkinan korban kedua ini bisa dibilang korban tak diduga." kata petugas Han.
"Berdasarkan saksi, korban kedua ini bermaksud menolong korban pertama. Namun tidak mengetahui ternyata saat itu air kolam dialiri listrik." jelas petugas In Hae.
"Jadi korban sudah jelas tidak memiliki korelasi apapun dengan korban pertama ataupun pemilik rumah." opini petugas Bae.
"Pemilik rumah tidak memiliki alibi yang kuat. Namun minimal bukti yang kita miliki, dan tidak ditemukannya satupun sidik jarinya di tubuh korban, membuatnya lolos." petugas Han menghela nafas.
"Sebaiknya kita sisir ulang. mungkin saja ada hal-hal yang kita lewatkan." kata petugas In Hae.
"Aku terus terpikirkan tongkat yang dipakai pemilik rumah. Ada dua saksi yang menuliskannya." kata petugas Bae.
"Sudah kuperiksa. Dan itu hanya tongkat pembersih kolam biasa." kata petugas Ahn.
"Barang-barang yang mengarah untuk dijadikan bukti, masih tersimpan?" tanya ketua Han.
"Masih. Semua disimpan di ruang barang bukti." jawab petugas Ahn.
"Aku akan kembali ke TKP. Petugas Ahn ikut denganku. Petugas Ha Yoon dan ill Hwa sisir lagi lokasi sekitar rumah dari bagian luar pagar depan dan sisi kiri." mandat dari ketua Han.
"Aku dan petugas Kwang hee akan menyisir ulang bagian belakang pagar sampai ke hutan." kata petugas dak Ho.
"Aku akan membantu tim dak Ho. Jangkauannya lebih luas dan penuh resiko." kata petugas min seok.
"Oke. Kita berangkat. Jangan lewatkan apapun. Bahkan jejak lalat pun harus kita amankan." petugas Han menyambar jaket dan kunci mobilnya. Lalu bergegas menuju TKP diikuti petugas Ahn.
PUKUL 11. 24.
Ketua Han bersama petugas Ahn sampai kembali di TKP. Rumah itu masih dihiasi garis polisi dan dijaga oleh polisi setempat secara bergantian.
"Selamat siang!" sapa petugas jaga dengan hormat. Dan dibalas oleh petugas Han dan petugas Ahn.
"Tak ada hal-hal yang terjadi kah?" tanya petugas Han pada polisi yang bertugas berjaga.
"Tidak ada. Pemilik rumah tampak bekerja sama dengan baik. Hampir tak ada aktivitas yang berarti." jawab polisi yang berjaga.
"Terima kasih, jangan lupa laporkan jika ada hal-hal yang tampak mencurigakan." kata petugas Ahn.
"Siap pak. Saya tidak lupa. Tapi semua berjalan baik-baik saja."
Petugas Han menghela nafas, lalu membuang puntung rokok dalam asbak di meja ruang tengah. Dan segera kembali menyisir ke belakang rumah, tepat di TKP.
Petugas Han mengitari kolam renang. Tak lupa ia pakai sarung tangan lateks sebelumnya agar tak merusak TKP.
Petugas Han dan juga petugas Ahn, sangat serius menyisir kembali lokasi. Petugas Han turun ke dasar kolam renang. Memeriksa setiap incinya. Lalu berdiri ditengah-tengah dan menatap ke sekeliling.
Saat itulah, matanya tertuju pada sebuah pohon. Pohon pinus yang menjuntai tinggi di luar tembok rumah. Tepatnya dihutan belakang rumah itu.
Tak ada yang istimewa dari pohon itu. Hanya entah kenapa ujung pohon itu tampak seperti terpotong rapi. Dan itu sangat menyita perhatian petugas Han.
Petugas Han merogoh ponselnya dan menghubungi petugas Dak Ho.
"Kamu di sebelah mana?" tanya petugas Han tanpa basa-basi.
"Kami tepat dibelakang tembok rumah." jawab petugas Dak Ho.
"Aku akan menembakkan ketapel pada ujung sebuah pohon. Lalu tandai pohon itu. Pohon pinus dengan ujung terpotong rapi."
"Baik ketua."
Entah apa yang dipikirkan petugas Han. Hampir mustahil ada korelasi antara ujung pohon dengan kejadian pembunuhan.
Namun petugas Han yang dijuluki "Auman Harimau" sering memiliki pemikiran sendiri yang diluar nalar. Namun mampu membuktikan kasus-kasus sulit
...****************...
to be continue...