SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
Bayangan Kegelapan

Bayangan Kegelapan

kehidupan alex yang ceria

Alex Matthews, bocah laki-laki berusia empat belas tahun, adalah sosok yang tak pernah bisa diam. Setiap pagi, langkah kakinya yang ringan selalu terdengar saat ia berlarian di sepanjang koridor rumah, berusaha menghindari panggilan ibunya untuk sarapan. Tawa Alex yang ceria adalah hal pertama yang memenuhi rumah keluarga Matthews setiap harinya. Ia adalah anak yang selalu membawa energi positif ke mana pun ia pergi.

Di sekolah, Alex selalu menjadi pusat perhatian. Bukan karena penampilannya, tetapi karena tingkah lakunya yang konyol dan spontan. Dia dikenal sebagai anak yang bisa membuat siapa saja tertawa, bahkan pada hari-hari paling buruk sekalipun. Teman-teman sekelasnya selalu mengandalkannya untuk menghidupkan suasana, terutama saat pelajaran terasa membosankan.

“Alex, kau lagi-lagi menempelkan permen karet di kursiku?” tanya Jacob, salah satu temannya, dengan nada bercanda.

Alex hanya tertawa sambil mengangkat bahunya. “Itu biar kamu tetap waspada, bro!”

Jacob hanya bisa menggelengkan kepala, sementara yang lain tertawa. Bagi Alex, tidak ada hal yang terlalu serius untuk dijalani. Segalanya baginya adalah sebuah permainan, bahkan hal-hal yang seharusnya membuat orang dewasa marah. Namun, meski sering berbuat nakal, Alex tak pernah benar-benar bermaksud jahat. Ia tahu batasan dan selalu tahu bagaimana cara membuat orang lain tersenyum kembali.

Saat istirahat, Alex sering mengumpulkan teman-temannya di lapangan sekolah. Entah itu bermain sepak bola, bermain kejar-kejaran, atau hanya sekedar bercanda. Bagi Alex, kebersamaan adalah yang paling penting. Dia merasa bahwa selama ada tawa, hidup ini baik-baik saja.

“Hey, kalian tahu lelucon tentang sapi yang nyangkut di pagar?” serunya suatu hari, sambil menirukan suara sapi.

Semua temannya tertawa, meskipun lelucon itu terdengar konyol dan tidak masuk akal. Tapi begitulah Alex, selalu bisa menemukan cara untuk membuat hal-hal yang biasa menjadi lucu dan menyenangkan. Ia memiliki bakat alami dalam mengubah suasana yang biasa-biasa saja menjadi penuh kegembiraan.

Namun, di balik semua keceriaan itu, ada sisi Alex yang hanya diketahui oleh segelintir orang. Setiap kali Alex pulang ke rumah, dia sering kali menghabiskan waktu sendirian di kamarnya. Orang tuanya bekerja sepanjang hari, dan meskipun mereka selalu mencoba menyediakan waktu untuknya, Alex sering merasa kesepian. Mungkin inilah alasan mengapa di luar rumah, Alex berusaha keras untuk menjadi sosok yang selalu ceria. Dia mencoba menutupi kekosongan yang ia rasakan dengan menghibur orang lain.

Di malam hari, saat semuanya sudah sunyi, Alex akan duduk di tepi jendela kamarnya, menatap bintang-bintang di langit. Di sanalah, di bawah gemerlap bintang, Alex membiarkan dirinya berpikir. Tentang hidup, tentang masa depan, dan tentang perasaan yang ia sembunyikan di balik candaannya.

Malam itu pun tak berbeda. Setelah seharian penuh bermain dan bercanda, Alex kembali ke kamarnya, duduk di tepi jendela sambil memeluk lututnya. Ada sesuatu yang aneh di dalam dirinya, sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan. Namun, dia mengabaikan perasaan itu. Baginya, selama besok masih ada kesempatan untuk tertawa, segalanya akan baik-baik saja.

Dia tidak tahu bahwa hidupnya akan segera berubah. Dan tawa itu, yang begitu mudah ia sebarkan, akan hilang dalam sekejap.

Penasaran dengan bab selanjutnya? nantikan saja karena akan segera dirilis.. oke bos

kehilangan mendadak uhhhhhh

Hari itu dimulai seperti biasanya. Matahari bersinar cerah, dan suara burung-burung berkicau lembut di luar jendela. Alex berlari ke luar rumah, berseru riang kepada tetangga yang sedang menyiram taman, kemudian melompat ke atas sepedanya. Ia mengayuh dengan semangat menuju sekolah, wajahnya dipenuhi senyuman lebar, siap menghadapi hari dengan tawa seperti biasanya.

Namun, pada hari itulah sesuatu yang tak terduga terjadi.

Ketika bel sekolah berbunyi menandakan waktu istirahat, teman-teman Alex menunggu di lapangan seperti biasa. Mereka mengira Alex akan muncul sambil berlari dan meneriakkan lelucon-lelucon konyolnya, tetapi hingga bel masuk berbunyi kembali, Alex tak pernah muncul. Mereka pun mengira mungkin Alex sedang berada di kantin atau terjebak dalam percakapan dengan guru.

Namun, ketika bel pulang berbunyi, dan Alex masih juga tidak terlihat, kekhawatiran mulai muncul. Teman-teman Alex bertanya pada guru dan penjaga sekolah, tapi tidak ada yang melihat Alex sejak pagi itu. Bahkan di kelas, bangkunya kosong, tetapi tak ada yang menyadari ketidakhadirannya hingga sekarang.

Ibu Alex, yang biasanya tenang, mulai panik ketika Alex tak pulang tepat waktu. Jam terus berputar, dan ia mencoba menghubungi teman-teman Alex, berharap ada seseorang yang tahu keberadaannya. Tapi tak seorang pun yang tahu.

Semalaman penuh, keluarga Alex mencarinya. Pihak sekolah dan polisi pun turut membantu, menyisir area sekitar dan mencari petunjuk. Namun, tak ada jejak yang menunjukkan ke mana Alex pergi. Keesokan paginya, kabar hilangnya Alex menyebar dengan cepat, membuat teman-teman dan guru-gurunya terkejut. Anak yang selalu ada di mana-mana dengan senyuman dan tawa, kini hilang begitu saja, seolah ditelan bumi.

Hari-hari berlalu, dan pencarian terus dilakukan. Namun, seolah-olah Alex telah lenyap tanpa bekas. Waktu mulai berlalu lebih lambat bagi keluarga Matthews, dan setiap hari terasa seperti siksaan. Harapan mulai memudar, tetapi kemudian, seminggu setelah menghilangnya Alex, dia tiba-tiba muncul kembali.

Dia ditemukan di pinggir kota oleh seorang warga yang kebetulan sedang melintas di jalan setapak menuju hutan. Tubuh Alex penuh dengan kotoran, pakaiannya compang-camping, dan tatapannya kosong. Dia tidak berbicara sepatah kata pun kepada orang yang menemukannya. Dia hanya berdiri di sana, menatap lurus ke depan dengan mata yang kosong dan wajah tanpa ekspresi.

Ketika akhirnya Alex kembali ke rumah, keluarganya yang semula lega kini dihantui oleh rasa takut yang tak dapat dijelaskan. Mereka tidak mengenali anak yang pulang itu. Alex, yang biasanya riang dan selalu bicara tanpa henti, kini pendiam, dingin, dan tertutup. Dia menolak bercerita tentang apa yang terjadi selama dia menghilang. Setiap kali ditanya, Alex hanya diam atau mengalihkan pembicaraan.

“Apa yang terjadi, Sayang? Tolong cerita pada Ibu,” pinta ibunya suatu malam, suaranya gemetar karena cemas.

Namun, Alex hanya menundukkan kepala, seolah pertanyaan itu tak pernah dia dengar. Bahkan tatapan matanya terasa kosong, seperti ada sesuatu yang hilang dari dirinya.

Teman-teman Alex yang awalnya senang mendengar dia kembali, langsung merasa ada yang aneh. Alex yang mereka kenal bukanlah anak yang sekarang. Tak ada lagi tawa, tak ada lagi lelucon. Dia lebih sering duduk sendirian, menatap jauh ke kejauhan, seolah pikirannya tersesat di tempat yang tak dapat dijangkau siapa pun.

Setiap orang mulai bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi pada Alex selama seminggu dia hilang? Apa yang telah dilihatnya, atau mungkin dialaminya, yang bisa mengubahnya menjadi seperti ini? Misteri itu menggantung di udara, dan semakin hari, semakin banyak orang yang ingin tahu kebenaran di balik perubahan Alex yang drastis.

Namun, Alex tetap diam.

Nantikan bab selanjutnya, slebeww

Terpopuler