SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
Langit Biru Di Atas Kita

Langit Biru Di Atas Kita

Mimpi Di Bawah Langit

-

Di kota kecil bernama Pelangiraya, senja datang dengan lembut, mengubah langit menjadi palet warna jingga dan ungu. Aira, seorang remaja berusia enam belas tahun, duduk di atap rumah neneknya, Bu Endah, dengan kaki menggantung di tepi. Ia menatap langit, membiarkan pikirannya melayang jauh ke tempat-tempat yang belum pernah ia lihat.

Setiap hari setelah sekolah, Aira membantu neneknya di toko buku tua yang terletak di sudut jalan. Toko itu dipenuhi dengan buku-buku berdebu, yang tampaknya telah menyimpan cerita dari zaman yang lama. Aroma kertas yang menyengat dan suara halus halaman yang dibalik adalah musik pengantar harinya. Aira merasa seolah-olah dia adalah bagian dari kisah-kisah tersebut, menunggu untuk dituliskan sendiri.

“Langit hari ini indah, ya, Nenek?” Aira berkomentar ketika dia melangkah masuk ke dalam toko, di mana neneknya sedang menyusun buku-buku di rak.

“Iya, Aira. Setiap senja adalah lukisan yang berbeda,” jawab Bu Endah sambil tersenyum. “Kau tahu, di dalam setiap buku, ada langit yang menunggu untuk dijelajahi.”

Aira tertawa kecil. “Kalau begitu, aku ingin menemukan buku yang bisa membawaku ke langit tersebut!”

Setelah menyelesaikan pekerjaan, mereka duduk bersama di meja kecil di sudut toko. Neneknya menyajikan segelas teh hangat, dan Aira bercerita tentang pelajaran di sekolah, teman-teman, dan mimpinya untuk berpetualang. Ia selalu membayangkan dirinya berjalan di pantai yang sepi, menjelajahi hutan lebat, atau terbang di atas awan.

Saat malam semakin larut, Bu Endah meminta Aira untuk membantu merapikan tumpukan buku tua di rak belakang. Dengan penuh semangat, Aira mulai memilah-milah buku-buku tersebut. Di antara tumpukan itu, ia menemukan sebuah buku aneh yang tertutup debu. Kulitnya usang dan tidak memiliki judul, menarik perhatian Aira.

“Lihat, Nenek! Buku ini terlihat berbeda!” Aira berkata sambil mengangkat buku itu.

“Ah, buku tua itu sudah lama ada di sini. Mungkin ada kisah yang menunggu untuk diceritakan,” jawab Bu Endah, matanya bersinar penuh rasa ingin tahu.

Aira membuka buku itu dengan hati-hati, dan saat ia membalik halaman-halamannya, ia terkejut melihat bahwa halaman-halamannya kosong. Namun, saat ia membalik halaman lebih lanjut, garis-garis halus mulai muncul, membentuk pola yang tidak dikenalnya. Ia merasa seperti menemukan sesuatu yang luar biasa.

“Apa ini?” gumam Aira, terpesona. Tiba-tiba, sebuah gambar samar muncul di halaman, menampilkan peta dengan titik-titik yang tidak familiar. “Nenek, lihat! Ada sesuatu di sini!”

“Nak, kadang-kadang, buku bisa memiliki rahasia yang hanya bisa dilihat oleh orang-orang yang percaya pada mimpinya,” kata Bu Endah dengan bijaksana, tetapi ada sesuatu dalam nada suaranya yang membuat Aira merinding. Apa yang neneknya ketahui tentang buku ini?

Aira tersenyum, merasa seolah-olah buku itu memanggilnya. Walau masih banyak yang tidak ia mengerti, ia merasakan getaran dalam hatinya—sebuah panggilan untuk menjelajahi apa yang ada di balik buku itu. Peta itu sepertinya menyimpan petunjuk yang bisa membawanya pada sesuatu yang lebih besar.

Saat mereka melanjutkan obrolan ringan, Aira tidak bisa mengalihkan pikirannya dari buku misterius itu. Dalam benaknya, berbagai pertanyaan muncul. Siapa yang menggambar peta ini? Apa yang ada di tempat-tempat yang ditunjukkan? Ia tahu, suatu hari nanti, ia akan menemukan jawaban tentang apa yang tersembunyi di dalamnya. Dan mungkin, petualangan yang selama ini ia impikan sedang menantinya di ujung jalan.

 

Peta Dan Petunjuk

Hari-hari berikutnya terasa berbeda bagi Aira. Setiap kali ia membuka buku aneh itu, gambar peta semakin jelas, dan rasa penasaran di dalam hatinya semakin menggebu. Peta itu menunjukkan beberapa lokasi di kota Pelangiraya, termasuk sebuah hutan, gua tersembunyi, dan danau yang dikelilingi legenda. Namun, titik-titik pada peta itu sepertinya saling terhubung dengan cara yang misterius, seolah mengisyaratkan bahwa petualangan besar menanti di depan.

Setelah beberapa hari, Aira merasa tidak sabar untuk membagikan penemuan ini kepada dua sahabatnya, Rama dan Dara. Mereka sudah bersahabat sejak kecil, berbagi suka dan duka, dan Aira tahu mereka pasti akan tertarik dengan petualangan yang menantinya. Hari itu, Aira mengundang mereka ke toko buku sepulang sekolah.

Saat mereka berkumpul di sudut toko, Aira membuka buku itu dan menunjukkan peta kepada mereka. “Lihat! Aku menemukan peta ini di sebuah buku tua. Sepertinya ada beberapa tempat rahasia di Pelangiraya yang bisa kita jelajahi!” katanya dengan semangat, matanya berbinar penuh harapan.

Rama, yang selalu bersemangat untuk berpetualang, mencondongkan tubuh ke depan. “Wow, ini terlihat menarik! Kita harus pergi ke tempat-tempat ini! Siapa tahu apa yang akan kita temukan!”

Dara, meskipun sedikit lebih berhati-hati, tidak bisa menahan rasa ingin tahunya. “Tapi, apa kita benar-benar harus melakukannya? Kita tidak tahu apa yang ada di sana. Bagaimana jika ada sesuatu yang berbahaya?”

“Aku tidak tahu, tapi kita tidak akan pernah tahu jika kita tidak mencobanya!” Aira menjawab dengan penuh keyakinan. “Aku merasa ini adalah kesempatan kita untuk menemukan sesuatu yang besar.”

Setelah berdebat sejenak, akhirnya mereka sepakat untuk memulai petualangan tersebut. Mereka merencanakan untuk pergi ke hutan yang ditunjukkan pada peta. “Kita akan pergi besok pagi!” kata Aira, merasa bersemangat, menyadari bahwa rasa ingin tahunya tidak bisa ditahan lagi.

Malam itu, Aira tidak bisa tidur. Gambaran tentang hutan yang misterius dan kemungkinan apa yang bisa mereka temukan terus berputar dalam pikirannya. Ia membayangkan apa yang mungkin ada di balik pepohonan lebat, apakah mereka akan menemukan sesuatu yang berharga atau mungkin sekadar kenangan yang akan dikenang selamanya. Apakah peta ini hanya ilusi, ataukah ia benar-benar akan membawa mereka pada sesuatu yang menakjubkan? Ketika ia akhirnya terlelap, mimpi-mimpi indah berisi petualangan mulai menghampirinya.

Keesokan paginya, Aira bangun dengan semangat baru. Ia merasa seolah ada energi baru mengalir dalam dirinya. Setelah sarapan dengan neneknya, ia bergegas menuju rumah Rama dan Dara. Ketika mereka berkumpul di depan toko buku, Aira merasakan getaran kegembiraan di dalam hatinya. Mereka berjalan bersama menuju hutan, dengan peta di tangan Aira dan harapan di hati.

Ketika mereka memasuki hutan, aroma segar dari pepohonan dan suara burung yang berkicau mengisi udara. Cahayanya menerobos celah-celah dedaunan, menciptakan permainan bayangan yang menakjubkan di tanah. “Ini lebih indah dari yang aku bayangkan,” kata Rama, terpesona dengan suasana di sekitar mereka. Ia merentangkan tangannya, seolah ingin merangkul seluruh keindahan hutan.

Aira tersenyum, merasakan semangat sahabatnya. “Tapi kita harus tetap fokus. Peta ini menunjukkan bahwa kita harus mengikuti jalan setapak ini,” Aira berkata sambil mengamati peta dengan seksama. Mereka melangkah lebih dalam, dan seiring mereka menjelajahi hutan, suara gemericik air dari jauh mulai terdengar, menambah rasa penasaran di hati mereka.

Setelah beberapa saat berjalan, mereka menemukan sebuah jalan setapak yang tampak samar. Peta menunjukkan bahwa mereka harus mengikuti jalan itu menuju sebuah titik yang ditandai. Dengan hati-hati, mereka melangkah lebih dalam ke dalam hutan, rasa penasaran semakin membara. Aira merasakan bahwa setiap langkahnya mengarah pada sesuatu yang lebih besar.

Tiba-tiba, suara gemerisik dari semak-semak membuat mereka berhenti. Aira menatap sahabat-sahabatnya dengan tatapan penuh pertanyaan. “Apa itu?” bisiknya. Rasa takut dan rasa ingin tahu bercampur aduk di dalam hati Aira.

Rama, yang selalu berani, mengambil langkah maju. “Mungkin hanya binatang kecil,” katanya, meski suaranya sedikit bergetar. Namun, Aira merasakan ada sesuatu yang lebih dari itu. Suara itu semakin mendekat, dan mereka semua terdiam, menunggu dengan cemas.

Akhirnya, seekor kelinci kecil melompat keluar dari semak-semak, membuat mereka semua tertawa lega. “Hanya kelinci,” Aira berkata sambil tersenyum. Namun, di balik senyumnya, ia tidak bisa menepis perasaan bahwa ada sesuatu yang lebih besar dan lebih misterius menunggu mereka di hutan ini.

Setelah melewati momen tegang tersebut, mereka melanjutkan perjalanan. Hutan semakin lebat, dan cahaya semakin redup. Aira memimpin jalan, sambil sesekali melihat peta untuk memastikan arah mereka. Ketika mereka mencapai sebuah tempat terbuka, Aira melihat tanda yang sama dengan yang ada di peta.

“Ini dia!” Aira berteriak, menunjukkan kepada sahabatnya. Di depannya, ada sebuah batu besar dengan ukiran yang tidak dikenal. Tanda itu tampak kuno, seolah telah ada selama berabad-abad. “Apa menurut kalian ini petunjuk selanjutnya?” tanya Aira, jantungnya berdebar kencang.

Rama dan Dara mendekat, meneliti ukiran itu. “Kita harus mencatat ini dan mencari tahu artinya,” kata Dara. “Mungkin ini kunci untuk menemukan tempat yang lain di peta.”

Aira mengangguk setuju. “Mari kita ambil gambar dan lihat apa yang bisa kita temukan di rumah.” Saat mereka mengambil gambar dengan ponsel, Aira merasa ada energi misterius mengalir di antara mereka.

Saat mereka bersiap untuk pergi, Aira merasakan sesuatu di bawah kakinya. Ia melihat ke bawah dan menemukan sebuah kotak kecil terpendam di tanah. Dengan hati-hati, ia menggali dan mengeluarkan kotak tersebut. “Apa ini?” tanyanya dengan penasaran, membuka kotak kecil itu dengan hati-hati.

Di dalamnya terdapat sebuah medali kuno dengan simbol yang sama seperti yang terukir di batu besar. Aira merasa tertegun. “Apakah ini milik orang yang pernah datang ke sini sebelumnya?”

Dengan hati berdebar, mereka saling memandang. “Kita harus membawanya pulang dan mencari tahu lebih lanjut,” kata Rama, semangat petualangan semakin membara di dalam diri mereka.

Saat mereka meninggalkan tempat itu, Aira merasa bahwa petualangan mereka baru saja dimulai. Dengan peta di tangan dan medali kuno sebagai petunjuk, ia tahu bahwa banyak rahasia yang menunggu untuk terungkap di kota Pelangiraya.

---

Terpopuler