SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
Miya Alucard

Miya Alucard

Terjebak Tipu Daya

"Miya, arahkan panah ke segala arah!” Zilong memerintah dengan suara lantang. Aku terus mengambil anak panah dan melesatkannya sampai banyak musuh yang berjatuhan.

Pertempuran kali ini memang membuat bangsa elf ketar-ketir. Kami tidak tahu, ternyata penguasa laut selatan–Kadita–telah mempersiapkan segalanya. Kami kewalahan menghambat dan menangkis pergerakan serangan yang terus dilancarkan.

Aku melihat dengan mata kepala sendiri ketika Zilong dan kesatria lainnya bertempur tanpa rasa takut. Mereka seakan memiliki berpuluh-puluh nyawa. Genderang perang terus bersahutan, mengantarkan kami pada peperangan yang nyata.

Zilong menancapkan tombaknya sampai mengeluarkan getaran yang luar biasa. Dengan satu getaran ini saja, prajurit musuh banyak yang tumbang.

“Zilong, betapa hebat dan kuatnya kamu dalam memimpin peperangan ini,” ucapku yang terus mengagumi seseorang yang dengan gigih, mengerahkan segala kemampuannya untuk meraih kemenangan.

Kami pun tersenyum melihat semua keadaan berbalik menjadi menguntungkan kami. Aku semakin semangat melesatkan anak panah yang telah diberikan kekuatan cahaya bulan. Satu anak panah saja bisa melukai beberapa musuh.

“Jaga posisi kalian, jangan sampai terkecoh!” Teriakan dari Zilong membuat kami semakin bersemangat untuk memukul mundur musuh. Aku sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari hidupnya. Aku tidak tahu, sejak kapan rasa cinta di antara kami mulai tumbuh. Berdekatan dengannya membuatku merasa nyaman dalam menjalani kehidupan sebagai bangsa elf. Dia memperlakukanku bak seorang ratu. Meskipun kami belum menjalani pernikahan, tapi aku semakin yakin bahwa Zilong bisa menjadi sosok pendamping yang hebat.

Sudut mataku tak henti menatapnya. Sejujurnya, setiap gerakan Zilong mampu membuat hati ini berdegup kencang. Dia bergerak cepat mengayunkan tombak untuk mematikan lawan. “Zilong, tahukah kamu bahwa aku sangat mengagumimu? Sampai kapan pun, rasa cinta ini akan selalu ada untukmu.” Aku bergumam sendiri di balik anak panah yang aku lesatkan ke arah musuh.

Beberapa musuh terlihat sudah tak bernyawa lagi, mereka terkena kilatan cahaya dari anak panah. Aku tersenyum melihat semua kemenangan yang sudah terlihat di depan mata.

“Miya, kita harus berpencar, ada banyak musuh menyerang dari arah Barat!” Selena berteriak kepadaku. Ya, dia berasal dari bangsa yang sama denganku.

“Aku tidak mau merusak formasi, Zilong sudah menempatkanku di sini. Bukankah kamu yang ditugaskan menghalau musuh dari arah Barat?!” Aku menyanggah permintaan Selena. Bukan aku tidak mau membantunya, tapi aku tidak mau menjadi prajurit yang tidak taat pada pemimpinnya.

“Ayolah, Miya! Ini sangat mendesak. Aku mohon, kami tidak bisa menghadangnya sendirian!” Selena terus mendesak. Aku melihat bulir bening terkumpul di sudut pelupuk matanya. Sekarang, dia malah berlutut dengan menyatukan kedua tangan di depan dada. “Aku mohon, bantulah kami!” pinta Selena.

“Selena, jangan seperti ini!” Aku membentaknya.

Akan tetapi, dia masih saja memohon. Hingga pada suatu saat, satu kilatan cahaya dari serangan musuh membuatku tersentak. Aku pun menarik tangan Selena agar terhindar dari kilatan mematikan.

“Are you stupid?! Lihat, apa yang sudah kamu lakukan? Kita berdua bisa terbunuh! Jadi, jangan merajuk, kembali ke posisi kamu, Selena!” Aku berteriak untuk menyadarkannya.

“Tapi, Miya. Aku tidak bisa menangkalnya sendirian. Aku mohon!” Dia semakin memohon. Aku malah miris melihat dia yang masih berlutut.

“Selena, Please! Aku tidak mau berkhianat pada Zilong walaupun hanya untuk membantumu. Bukankah kekuatanmu bisa mengalahkan musuh dalam sekejap?”

Aku berdiri dan bersiap kembali di posisi untuk menyelamatkan bangsa elf dari serangan. Mataku berpaling lagi menatap kekasihku. Dia bergerak cepat kian kemari, membuatku semakin kagum karenanya.

“Apakah aku harus membantu Selena? Namun, aku tidak mau menjadi pembangkang.” Aku berkata dalam batin sembari menundukkan wajah yang telah lelah ini.

Aku tidak peduli akan rambut panjangku berantakan karena serangan tadi. Dalam benakku, hanya ada dua pilihan, menolong Selena yang masih berlutut atau tetap patuh pada perintah Zilong.

“Miya!” teriak Zilong membangunkan lamunanku. Aku melirik ke arahnya.

“Fokus!” Dia berkata lagi setelah kami beradu tatap.

Aku merasakan kaki ini berat. Ternyata, Selena memeluk kaki hingga aku tak bisa bergerak.

“Miya, tolonglah kami dengan kemampuanmu! Aku yakin, musuh akan mati dalam sekejap. Setelahnya, kamu bisa berada di posisimu kembali tanpa terlihat oleh Zilong.”

Sesaat, aku berpikir untuk melakukan apa yang diinginkan oleh Selena. Aku yakin, dia sangat membutuhkan bantuan. Mungkin benar apa yang dikatakannya, dengan kemampuan yang aku miliki, aku bisa menolongnya dalam waktu singkat.

“Please, Miya!” pintanya sembari menatap dengan penuh harap.

Aku yang tidak bisa menolak, akhirnya mengangguk menyetujui apa yang diinginkan oleh Selena. “Baiklah, aku akan menolongmu ... untuk kali ini saja!”

Aku bergerak cepat agar tidak terlihat oleh Zilong, kalau aku sudah tidak ada di posisiku.

“Miyaa!” Aku bisa mendengar teriakan Zilong memanggil. Aku membalikkan tubuh karena rasa penasaran. Namun, apa yang terjadi membuat rasaku terimpit. Dari kejauhan, aku melihat Zilong telah terperangkap dalam sebuah jebakan yang dibuat oleh Selena.

Seketika itu, hatiku merasakan rasa siksa ketika sebuah monster menunjukkan diri dari jebakan dan mulai menyerang Zilong. Akibat serangan dari monster itu, aku melihat pergerakan Zilong semakin melambat seiring waktu.

Aku segera berlari untuk membantu Zilong yang sedang dalam pertarungannya melawan monster. Namun, aku terlambat!

Aku melihat Selena mengeluarkan monster dari dalam tubuhnya dan mengarah pada Zilong. Kekasihku kini terdiam tak bergerak akibat serangan.

“Pengkhianat!” teriakku sembari mengeluarkan air mata yang tak mampu lagi aku bendung.

Kini, aku semakin dekat dengan Zilong dan mencoba mencegah Selena bertindak lebih jauh. Namun, sosok lain pun muncul menghampirinya. Sesosok laki-laki dengan tubuh menyerupai burung rajawali, terbang mendekati kekasihku yang tengah tak berdaya.

Aku merasakan ancaman yang akan datang dari sosok laki-laki itu. Oleh karenanya, aku berusaha menghalau dengan melesatkan beberapa anak panah kepadanya. Namun, anak panahku berhasil ditepis dengan empasan sayap yang membentang di bagian belakang tubuhnya.

“Kaja! Apa yang ingin kamu lakukan pada Zilong?!” Aku berteriak sekencang mungkin. Sial! Kaja tidak menghiraukan teriakanku. Dia malah melemparkan tali **** untuk menjerat kekasihku.

“Tidak, tidak, tidak! Jangan bawa kekasihku, Kaja!” Aku kembali berteriak saat Kaja mulai mengepakkan sayapnya, terbang semakin tinggi dan membawa Zilong dalam cengkeraman kakinya.

Aku pun jatuh bersimpuh, meratapi kekasih hati yang kini telah dibawa pergi. Dalam diam, aku menyesali setiap tindakan yang aku lakukan beberapa waktu lalu.

Semua ini tidak akan terjadi jika saja aku tidak meninggalkan posisiku dan tetap berada di dekat Zilong. Namun, sesal ini seakan tak berarti karena semua telah terjadi.

“Zilong ... maafkan aku yang tak mampu mematuhi semua perintahmu kepadaku. Aku mohon, bertahanlah! Aku akan berusaha semampuku untuk membawamu kembali ke sisiku!”

Pencarian Melelahkan

Aku masih terdiam dalam sepi, menyesali semua yang terjadi memang membuat hati semakin teriris bisu. Aku melangkah pergi meninggalkan bangsa elf untuk mencari kekasih yang sudah pergi entah kemana. Kini, sesal tak lagi berarti.

Tanpa sadar kakiku telah memasuki sebuah hutan. Angin sejuk menerpa, tak menbuat hati menjadi tenang. Bayangan Zilong terus tergambar dalam benak. Entahlah sudah berapa bulir air mata yang lolos dari pelupuk mata ini. Tatapan kosong seperti menghantarkanku pada kehancuran.

"Di mana kamu, Zilong?" gumamku sembari menyingkap dedaunan yang menghalangi.

Aku yang masih tertegun meratapi segala yang terjadi, terbangun oleh sebuah pemandangan indah di depan mata. Aku duduk di atas rerumputan sambil bersandar pada pohon rindang di Magic Forest. Seorang peri kecil melompat bersama kucingnya. Aku sangat kenal pada mereka berdua. Sesaat pemandangan ini mengalihkan semua penyesalan. Aku tersenyum ketika peri itu tertawa terbahak, dia seperti tidak merasakan rasa sakit padahal dia tengah dililit oleh akar.

Dia mengeluarkan senjata boomerangnya untuk meloloskan diri. Aku masih terdiam, melihat apa yang akan dia lakukan. Dalam sekejap lilitan akar tersebut terlepas dari tubuhnya, tak ada air mata keluar dari pelupuk matanya. Hanya suara tawa yang terus terdengar. "Andai aku bisa seperti dirimu, Nana." Aku tersenyum kembali ketika Nana sadar akan keberadaanku. Dia melangkah mendekat. "Nana, bermainlah. Aku akan melihat kamu terus berlatih." Aku berteriak untuk menghentikan langkahnya.

Akan tetapi, Nana tidak menggubris keinginanku. Dia terus meloncat mendekati. "Aku merindukan kamu, Miya!" Teriak Nana sembari merangkul sampai kami terjatuh. Sekarang, dia malah menindih tubuhku.

"Kenapa kamu merindukanku, Nana? Bukankah kamu tengah berlatih bersama Molinamu itu?" tanyaku sembari mencoba bangun dan tentu saja Nana pun mencoba bangun dari atas tubuhku.

"Aku merindukanmu Miya, sungguh!" Dia memelukku untuk kedua kalinya.

Entah kenapa ketika dalam pelukan Nana, aku malah menangis tersedu. Padahal aku tidak ingin menumpahkan segala rasa sedihku ini.

"Miya, apa yang terjadi? Kenapa kamu menangis?" tanya Nana. Tangan mungilnya membelai rambut panjangku.

Aku tidak mempedulikan apakah rambutku bersih atau tidak, karena setelah kejadian malam itu, aku tidak menemukan air untuk membersihkan diri. "Ini salahku, Na. Ini salahku ... aku memang bodoh!" Aku berteriak menyesali semua.

Nana memeluk erat tubuh ini. "Menangislah, Miya. Kalau tangis bisa menyembuhkan rasa sakit dalam hatimu. Menangislah!"

Aku membenamkan wajah di pundak mungil Nana. Aku memang mempunyai beberapa teman di Moon Elf tapi Nana adalah peri yang paling jujur. Walaupun, dahulu Nana pernah dijauhi karena tidak bisa mengendalikan kekuatannya. Namun, aku sangat peduli dan menyayanginya.

"Aku tidak bisa menyelamatkan Zilong dari Kaja. Dan yang aku sangat sesalkan ... Selena ada dibalik semua kejadian. Dia sudah berubah, dia bukan teman kita lagi, Na!" Sesaat aku terdiam sembari mengusap air mata yang terus mengalir, kemudian aku bertanya padanya. "Apa aku seorang pengecut, Na? Saat terjadi peperangan, aku tidak mematuhi apa yang telah diperintahkan oleh Zilong." Aku tertunduk seiring bulir bening yang terus mengalir.

"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Nana.

"Aku hanya ingin tahu kondisi Zilong. Dan kini aku tidak tahu dia ada dimana," lirihku seraya mengusap air mata di pipi.

Nana melepaskan pelukan, kemudian dia mengangkat daguku seraya berkata, "aku akan membantumu dengan kemampuanku. Aku akan melacak keberadaan Zilong dengan kekuatan navigasi Molina. Percayakan semua padaku!" Nana berkata tegas sembari mengepalkan tangannya. Kemudian dia bergeser dan duduk di sampingku.

Sejujurnya aku takut, apabila dia belum bisa mengendalikan kekuatan sihirnya. "Jangan terbawa emosi, aku takut kamu tidak sadar dan pada akhirnya kamu melukai banyak orang. Aku tidak mau karena masalahku, kamu dikucilkan oleh orang-orang lagi!" Aku berkata tegas karena masih hangat dalam bayanganku ketika Nana dimusuhi oleh semua orang karena dia melukai sampai dia harus pergi. Hanya kami–moon elf yang bisa menenangkannya.

"Aku sudah banyak berlatih dan sekarang ... aku sudah bisa mengontrol sihir ini." Dia tersenyum sembari mengeluarkan sihirnya.

Aku terpaku ketika dalam sekejap dia bisa mengeluarkan kucing–Molina yang bergerak lincah. Dengan bahasanya Nana memerintahkan Molina untuk bergerak mencari keberadaan Zilong. Dia berdiri seraya mengulurkan satu tangannya. Aku menyambut tangannya sembari tersenyum dan berdiri.

"Terima kasih!" ucapku.

Nana mengangguk, kemudian bergerak meloncat-loncat. Aku segera menyusulnya dengan cepat. Sekarang aku merasa mempunyai kekuatan baru karena kehadirannya. Aku sangat berharap Molina bisa menemukan keberadaan Zilong.

Walaupun saat ini, matahari semakin menyorot tapi tak ada rasa lelah yang kami rasakan. Kami terus berharap akan ada jalan untuk menemukan Zilong. Mungkin bukan aku saja yang berharap dia kembali pada kaum Moon Elf, namun semua mengharapkan kedatangannya. Dia adalah jendral yang paling tangguh dalam strategi perang. Dalam peperangan, tidak ada kata mundur untuk seorang pria tampan yang gagah perkasa ini. Aku sangat menghormati dan mengaguminya, apalagi kalau dia sudah memakai baju kebesaran. Semua orang akan terpana hanya melihat tubuhnya saja. Apabila ada di dalam peperangan, dia semakin terlihat tangguh ketika memainkan tombak kebanggaannya. "Ahh! Zilong, mengenangmu membuat hati ini semakin merindu," ucapku sembari terus bergerak cepat mengimbangi gerakan Nana.

***

Kami bergerak cepet meninggalkan Magic Forrest. Kini, kami sampai di pesisir pantai. Kami tidak tahu kenapa Molina membawa kami ke tempat ini. Aku hanya mengikuti instingnya saja.

"Molina, apakah ini tempatnya?" tanyaku pada Molina yang telah diam di satu tempat dan dia tidak berani melangkahkan kakinya lagi.

Aku merasakan aura hitam di sekitar tempatku berdiri. Apakah Zilong dibawa ke sini? Aku melemparkan pandangan pada satu bayangan membentuk aurora.

Dengan mata tajamya Nana berkata padaku, "Miya, aku melihat Zilong ada di dalam istana Kadita!"

"Kadita?!"

Aku terperangah ketika mendengar nama penguasa pantai selatan ini. Aku tidak tahu kenapa dia menginginkan Zilong. Apakah dia ingin mengusai Moon Elf, beribu tanya terus membayangi.

Ketika kami masih dalam kebingungan tiba-tiba aku merasakan aura kuat ada di belakang kami. Aku membalikkan tubuh untuk melihat siapa sosok yang terus mendekat pada kami.

Satu kilatan yang dia keluarkan membuat tubuh ini terhempas. Aku menatap sosok laki-laki tinggi dengan memanggul pedang yang sangat besar di pundaknya. Wajah tampan, dengan rambut pirang tidak membuatku terpana, karena aku yakin dia adalah bagian dari musuh yang harus aku kalahkan.

"Majulah jika kau ingin mati!" Dia berkata sembari mengayunkan pedang besarnya.

Aku dan Nana segera maju untuk mengalahkan pria yang aku tahu persis siapa namanya. Seorang pria yang memiliki kehidupan menyedihkan di masa lalu–Alucard.

Aku menatap Alucard seraya menarik anak panah, "Aku adalah cahaya bulan yang menembus kegelapan, kau tidak bisa lari dari panahku!" tegasku menimpali kesombongan Alucard.

Aku tidak akan mempertimbangkan apakah aku harus menyerah kalah pada pria ini. Tujuanku hanya satu yaitu membebaskan Zilong dari dera Kadita. Aku akan melawan semua halangan tanpa keraguan.

"Kami tidak akan mundur. Seorang peri tidak akan menyerah, tidak peduli berapa banyak penderitaan yang akan kami alami. Maka bersiaplah, aku bisa menangani kamu, Alucard!"

Terpopuler