Perjalanan Menggulingkan Kaisar Langit
...SELAMAT MEMBACA...
...----------------...
"Aaaaakh!"
"Ayo, permaisuri! Sedikit lagi!"
"Aaaaakh!"
Dalam sebuah ruangan kamar, terlihat seorang wanita yang tampaknya tengah berjuang melahirkan bayinya.
Berjuang antara hidup dan mati. Setelah melewati beberapa waktu, akhirnya terdengar suara tangisan bayi, menandakan dia telah berhasil melewati rintangan tersebut dengan selamat. Sayangnya, belum sempat ia melihat si bayi, wanita tersebut keburu pingsan.
Fenomena aneh, muncul saat bayi tersebut terlahir. Dari tubuhnya mendadak terpancar cahaya putih yang begitu menyilaukan.
Bukan lagi hal tabu, seorang putra dari Dewa memang sering memancarkan cahaya di tubuhnya saat dia lahir. Apalagi, bayi tersebut adalah seorang anak dari Kaisar Langit.
Tubuh sang bayi masih saja memancarkan cahaya menyilaukan hingga beberapa saat.
Tepat setelah cahaya tersebut redup, pintu kamar mendadak terbuka dengan kasar. Beberapa orang dengan zirah yang di kenakan, mulai masuk ke dalam ruangan tersebut.
"Cepat, ambil anak itu!"
Mendengar perintah dari seorang Jenderal Kaisar Langit, seorang prajurit lantas bergegas menuju wanita yang tengah menggendong bayi.
Diraihnya bayi tersebut dengan paksa. Kemudian menyerahkan pada Jenderal Kaisar Langit tersebut.
"Jenderal, ada apa ini? Kenapa kalian mengambil bayi dari Yang Mulia Kaisar Langit?" Wanita yang membantu persalinan, lantas bertanya dengan ekspresi bingung terlukis jelas di wajahnya.
"Ini adalah perintah dari Kaisar Langit!" ucap Sang Jenderal tanpa menoleh, lalu berlalu dari tempat itu. Dan diikuti oleh beberapa prajurit di belakangnya.
***
"Yang Mulia Kaisar Langit... Ini bayi, Yang Mulia!" Jenderal Kaisar Langit berlutut, sembari mengulurkan kedua tangan, yang memegang bayi.
"Bawa anak itu ke tempat yang jauh. Lalu bunuh dia!" tegas Kaisar Langit.
Sebenarnya, ia juga tak ingin membunuh darah dagingnya sendiri. Namun, karena sebuah ramalan, yang mengatakan bahwa di masa yang akan datang, Kaisar Langit akan di bunuh oleh anaknya sendiri.
Tentu sebelum kejadian itu terjadi, maka jalan satu-satunya adalah membunuh bayi tersebut sekarang. Agar ramalan itu tak terjadi.
"Baik, Yang Mulia!"
Setelah melakukan sembah hormat, Jenderal Kaisar Langit beserta beberapa pasukannya lantas bergegas meninggalkan aula singgasana.
Dengan mengendarai Kuda Putih, mereka melesat dengan sangat cepat, meninggalkan Istana Kaisar Langit. Hingga dalam sekejap mata, rombongan tersebut telah hilang bak ditelan waktu.
Di sebuah tanah lapang, dekat jurang. Sang Jenderal beserta prajurit yang dibawanya berhenti memacu kuda. Setelahnya, Jenderal Kaisar Langit turun dari punggung kuda.
Pedang yang terselip di pinggangnya, segera ia hunus.
"Maafkan aku, pangeran!"
Pedang di tangan kanannya, ia angkat. Hendak memotong si bayi. Namun belum sempat pedang tersebut menyentuhnya, mendadak angin yang sangat kencang tercipta. Menerbangkan debu-debu berpasir.
Jenderal Kaisar Langit lantas menghentikan aksinya, dan memilih melindungi indera penglihatannya dari debu pasir tersebut. Begitupun juga dengan para prajurit di belakangnya.
Lima detik berlalu, angin kencang mulai mereda. Saat membuka kedua mata, bayi yang ada di tangan kiri sang Jenderal mendadak menghilang.
"Kemana perginya Bayi itu!"
Jenderal Kaisar Langit panik, Segera ia memerintah prajurit untuk mencari keberadaan bayi tersebut.
Tanpa ada yang membantah, semuanya langsung menyebar ke berbagai arah. Jenderal Kaisar Langit sendiri juga tak tinggal diam. Ia juga bergerak, mencari keberadaan bayi.
Dengan menggunakan Domain Kaisar Langit, Jenderal mulai memperhatikan wilayah sekitar. Benang-benang energi berwarna emas mulai merembes dari tubuhnya, lalu bergerak ke berbagai arah.
Lima menit berlalu...
"Hmm! Kau pikir bisa membawa bayi Sang Kaisar dengan mudah... Semua yang menghalangi titah Kaisar Langit, akan dijatuhi hukuman mati!" geram Sang Jenderal.
Prajurit yang tersebar, mulai berkumpul kembali. Setelahnya, semuanya bergerak pada satu arah.
Di sisi lain, seorang pria dengan mengenakan setelan putih serta mengenakan topeng putih yang menutup wajahnya, tengah berlari di antara pohon-pohon rimbun dengan menggendong bayi di lengannya.
Batang demi batang pohon ia lompati. Sesekali ia akan menengok ke belakang, takut jika saja ada yang mengejarnya. Sesekali ia juga akan menoleh pada si bayi, yang kini nampak tenang di gendongannya.
Saat tengah berlari, mendadak anak panah melesat dengan kecepatan tinggi. Menembus udara, nyaris mengenai batang lehernya. Beruntung, refleks yang dikeluarkannya cukup cepat.
Ia menghentikan laju larinya sejenak. Beberapa meter di belakangnya, dapat ia rasakan pergerakan rombongan orang yang bergerak cepat ke arahnya.
"Sial! Kenapa mereka begitu cepat!"
Kembali ia melanjutkan larinya. Namun langkah kakinya, kalah cepat dengan langkah kaki kuda putih yang di kendarai prajurit-prajurit Kaisar Langit. Bagaimana tidak, tak ada yang bisa menyamai kecepatan kuda tersebut di alam ini. Hal itu jugalah yang membuat kuda tersebut sering di pakai untuk berperang.
Tak dapat mengelak, puluhan prajurit Kaisar Langit kini telah mengelilinginya.
"Makhluk hina... Kau berani menentang perintah Kaisar Langit. Cari mati kau hah!" bentak Jenderal Kaisar Langit.
"Cih, aku malah kasihan sama pak tua itu. Begitu percaya sama ramalan, yang bahkan kepastiannya masih di ragukan. Sampai-sampai darah dagingnya sendiri ia korbankan!"
Pria yang menggendong bayi berkata di balik topengnya.
"Berani kau menghina Kaisar! Hidup atau mati, kau akan tetap sengsara!" tampak jelas, kemarahan dari intonasi yang dikeluarkan Jenderal Kaisar Langit.
Setelahnya, semua lantas maju menyerang lelaki itu sekaligus. pria bertopeng itu sendiri tak tinggal diam. Pedang panjang dengan gagang berwarna putih, mendadak muncul dari ruang hampa. Dengan menggunakan pedang tersebut, Lelaki bertopeng menyambut setiap serangan masuk dari para prajurit Kekaisaran Langit.
Meski kekuatannya berada di atas para prajurit itu, namun di serang sekaligus oleh mereka nyatanya sukses membuat lelaki itu sedikit kewalahan. Di tambah dengan salah satu lengannya yang menggendong bayi, membuat dirinya kian kesulitan.
Beberapa saat pertarungan berlangsung cukup imbang. Pria tersebut mampu mengikuti pola pergerakan prajurit-prajurit tersebut.
Melihat, para prajuritnya yang tampak begitu tak berguna, Jenderal Kaisar Langit pun memilih untuk turun tangan.
Pedang di pinggangnya ia hunus lalu melesat, bergabung bersama para prajuritnya.
Dengan bergabungnya Jenderal Kaisar Langit, pada pertarungan. Pria yang menggendong bayi tampaknya semakin kewalahan. Jika tadi dirinya masih sempat mengimbangi prajurit-prajurit tersebut, sekarang tidak lagi.
Beberapa luka kini mulai tergores di sekujur tubuhnya. Seiring dengan berjalannya waktu, luka-luka sayatan kian bertambah. Darah mulai membasahi hanfu putihnya.
Beberapa saat, ia akhirnya mengambil jarak.
"Sial! Jika bukan karena diriku yang menggendong bayi ini, mungkin aku tak akan kesusahan menghadapi mereka semua!"
Dengan menciptakan sedikit trik, pria tersebut akhirnya berhasil kabur.
Meski begitu, Jenderal Kaisar Langit nyatanya tak ingin membiarkan lelaki itu pergi begitu saja. Kembali rombongan di gerakkan, mengejar pria tersebut.
Di sela-sela laju lari kuda yang begitu di luar nalar, Jenderal Kaisar Langit, mengeluarkan Busur dari ruang hampa. Setelahnya mulai membidikkan satu buah anak panah dengan mata panah yang mengeluarkan asap hitam.
Whush!
Sekali lepas, anak panah tersebut melesat dengan kecepatan yang begitu ekstrim. Menembus setiap apa yang di lewatinya.
"Arkh!"
Pria yang tengah berlari menjerit kesakitan, saat sebuah anak panah tepat menembus dadanya. Saat itu juga, seteguk darah hitam berhasil lolos dari mulutnya.
"Sial! Anak panah ini mengandung racun." Pria itu mengumpat. Kini ia tak bisa lagi berlari dengan cepat. Gerakannya mulai melambat. Sehingga tak menutup kemungkinan rombongan Jenderal Kaisar Langit akan menyusulnya.
Seorang Pria bertopeng saat ini berjalan lemas, di tengah badai yang mencekam. Sesekali ia akan terjatuh di genangan air. Namun ia akan bangkit kembali.
Sebelah tangannya menggendong bayi, yang kini telah basah kuyup oleh derasnya air hujan. Sedang tangan satunya memegangi dadanya yang saat ini tertancap anak panah beracun milik Jenderal Kaisar Langit
Anak panah tersebut kemudian ia cabut paksa, membuat darahnya memuncrat dan bersatu dengan derasnya hujan. Tak Hanya itu, bahkan lelaki bertopeng itu juga mengeluarkan darah hitam di mulutnya.
"Arkh!" ringisnya sesaat. Deru nafasnya turun naik tak beraturan. Topeng yang menempel di wajahnya ia buka, menampakkan wajahnya yang sedikit bercahaya. Setelahnya, kembali lelaki itu melanjutkan berjalan tanpa arah dan tujuan.
Dia adalah Dewa Gou Liang. Salah satu penghuni alam Dewa. Namun saat ini ia berada di alam Tengah, bersembunyi dari kejaran Kaisar Langit.
Dimana yang menjadi pemimpin di alam ini adalah ras Manusia. Meski manusia terbilang sangat lemah, namun kecerdasannya tidak bisa di remehkan. Kecerdasan Manusia bahkan bisa menyamai para Dewa. Namun ada juga yang memiliki kondisi khusus, sehingga para Dewa sekalipun tak bisa menyamai kecerdasan manusia.
Dewa Gou Liang berjalan, menapaki daratan yang di penuhi dengan genangan air. Cuaca yang saat itu kian mengamuk. Angin yang bertiup kencang membawa tetesan-tetesan air hujan pada satu arah.
Petir menyambar di mana-mana. Menumbangkan sebuah pohon besar yang berdiri kokoh.
"Uhuk–Uhuk!" Dewa Gou Liang terbatuk-batuk.
Bersamaan dengan keluarnya batuk tersebut, seteguk darah hitam juga berhasil lolos dari mulutnya.
"Sial!" Dia meludahi kasar sisa-sisa darah di mulutnya.
Melihat sebuah pohon besar. Ia memilih untuk beristirahat di bawah pohon itu. Sembari mengumpulkan energi alam, untuk memulihkan kondisinya.
Beberapa saat, ia merasakan hawa keberadaan seseorang, yang bergerak mendekat kearahnya. Dengan cepat, ia mengambil sikap waspada. Berjaga-jaga jika saja Jenderal Kaisar Langit datang menemuinya.
Di tengah derasnya hujan, secara samar terlihat sosok dua orang bertudung, yang bergerak ke arahnya. Semakin dekat, Dewa Gou Liang bernafas lega, kala mengetahui bahwa kultivasi mereka berada di Ranah Pendekar saja. Tak butuh tenaga lebih, untuk mengalahkan kedua orang itu jika pertarungan terjadi nantinya.
Di sisi lain, dua orang tersebut ternyata adalah sepasang suami istri yang dalam perjalan pulang, namun terjebak oleh derasnya air hujan.
Merasakan hawa keberadaan seseorang, kedua pasangan itu lantas bergerak ke arah orang tersebut. Beberapa meter dari tempat mereka melangkah, dapat keduanya lihat seorang pria tengah bersandar pada sebuah batang pohon besar.
Segera mereka mempercepat langkah, mendekati pria tersebut.
"Kak, Pria itu tampaknya sedang terluka!"
"Kau benar Hai-hai!"
Keduanya lantas memeriksa pria yang dimaksud. Pria tersebut sendiri adalah Dewa Gou Liang. Namun, belum sempat menyentuhnya. Tolakan energi yang begitu keras menghantam sepasang suami istri itu, hingga membuat mereka terpental beberapa meter ke belakang.
"Ke-kekuatan apa ini!" pria tersebut berkata sembari memegangi dadanya. "Hai-hai, kau tak apa?" Bangkit dari telungkup, lalu berjalan dengan sedikit lemas ke arah istrinya.
"Aku baik-baik saja, Kak!"
"Siapa sebenarnya pria ini?" Sang suami menoleh ke arah Dewa Gou Liang.
Kembali mereka bergerak ke arah Gou Liang, yang kini menatap mereka dengan tatapan tajam.
"Ka-kau tenang, tuan! Kami tak bermaksud lain. Kami hanya ingin menolong mu." Pria tersebut berkata dengan suara gemetar. Entah mengapa, ia merasakan ancaman yang teramat sangat, ketika di tatap seperti itu.
Pandangan lelaki itu turun ke bawah, dimana Bayi Kaisar Langit berada. "Sepertinya kau sedang terluka parah?! Derasnya hujan serta cuaca yang begitu tak bersahabat ini. Aku takut bayi yang ada di gendongan tuan akan sakit nantinya!"
Dewa Gou Liang menoleh ke bawah, di mana bayi tersebut berada. Kembali ia mengangkat kepalanya, menatap sepasang suami istri.
"Aku tak merasakan adanya niat jahat dari kedua manusia ini. Apa aku berikan saja Bayi Kaisar Langit pada mereka!" pikir Gou Liang.
Lama ia larut dalam pikirannya. Suara dari pria tersebut langsung mengagetkan Gou Liang.
"Tuan! Apakah tuan baik-baik saja!" pria tersebut khawatir melihat Gou Liang yang diam saja.
Tersadar. Gou Liang langsung salah tingkah.
"E-eh... A-anu! Aku baik-baik saja!"
Kedua orang itu saling berpandangan. Aneh, melihat tingkah yang di tunjukan Gou Liang.
"Tuan, Sebelumnya perkenalkan namaku Zhang Mao. Sedang ini istriku, Zhang Hai. Kami berasal dari klan cabang Zhang. Tempat kami tak jauh dari sini. Jika tuan berkenan. Kau bisa mampir ke tempat kami, dan mengobati lukamu terlebih dahulu. Setelah lukamu pulih, kau bisa meninggalkan klan kami!" tawar Zhang Mao dengan sopan.
Gou Liang mengangguk kecil. Setelahnya ia mendekatkan telapak tangannya pada perut bayi Sang Kaisar Langit. Secara samar, cahaya putih terlihat dari telapak tangan Gou Liang dan masuk ke dalam tubuh Si bayi.
Kemudian dia berusaha bangkit dari duduknya. Meski begitu, ia tak bisa menyeimbangkan tubuh, sampai-sampai dirinya hampir roboh. Beruntung Zhang Mao bertindak cepat, dengan memapah tubuhnya.
Sejenak, Zhang Mao begitu terkesiap kala tubuhnya bersentuhan dengan tubuh Gou Liang. Entah mengapa ia merasakan sesuatu yang nyaman, sekaligus hangat, masuk ke dalam tubuhnya.
Zhang Mao merasakan energi yang sangat besar nan murni tersembunyi dalam tubuh Gou Liang.
"Orang ini bukan manusia biasa. Identitasnya tak sesederhana yang aku lihat," batin Zhang Mao.
Gou Liang menepis pelan tangan Zhang Mao. "Aku bisa sendiri!" ucapnya dengan sedikit sinis.
Zhang Mao tak mengambil hati atas ucapan Gou Liang. Setelahnya ia mundur beberapa langkah.
Setelah berhasil berdiri dengan sempurna, Dewa Gou Liang, kembali menoleh ke arah sepasang suami istri di hadapannya.
"Aku rasa, kalian lah orang yang tepat... Rawat anak ini, aku akan kembali beberapa puluh tahun lagi, dan mengambilnya."
Dewa Gou Liang berjalan mendekati Zhang Hai, lalu menyerahkan bayi tersebut padanya.
"A-apa maksudnya ini tuan!"
Tak ada jawaban, Pria tersebut ternyata telah menghilang. Meninggalkan tanda tanya di benak dua orang itu.
"Bagaimana Kak?" Zhang Hai bertanya pada suaminya, terkait tindakan yang akan di ambil keduanya.
"Hmm, sebaiknya kita bawa anak ini ke klan Zhang. Setelah itu kita bicarakan masalah ini dalam klan!"
"Kau benar, Kak. Tidak baik kita lama-lama di tempat ini!" Zhang Hai menatap wajah bayi tersebut sesaat. Tampak bibir mungilnya kini mulai berwarna biru keunguan.
Setelahnya, keduanya melesat dengan kecepatan tinggi, menembus derasnya hujan.
Tak butuh waktu lama bagi kedua orang itu sampai di klan. Saat di gerbang, mereka di sambut hangat oleh beberapa anggota klan Zhang, yang memang di tugaskan untuk menjaga klan cabang.
Keduanya berjalan melewati orang-orang itu, dan langsung mengarah kediaman kepala keluarga Zhang cabang.
Ya! Status Zhang Mao saat ini adalah kepala cabang klan Zhang. Klan Zhang sendiri di tempat ini tak lebih seperti desa kecil.
\=\=\=
Hai semuanya, terima kasih telah mampir di cerita Zhang Ziyi ini. jangan lupa berikan like setiap habis baca yah, karena kunci semangat ada di tangan pembaca. Yah, melihat like yg bertambah, entah mengapa membuat author bertambah semangat untuk kembali menulis.
Ok, like aja udh membuat author puas, apalagi jika tambahkan berupa komen dan gift juga vote:)
Terima kasih....