Kultivator Dewa Xiao Wang
"Wang'er, dunia ini sangatlah kejam. Jika kau tak cukup kuat, maka kau akan di tindas setiap saat. Salah atau benar yang kamu lakukan, tetap saja dimata mereka yang memiliki kekuatan tinggi, kau tetap akan menjadi seorang budak."
"Maksud Ayah?"
"Inilah dunia kultivator ... banyak yang memiliki kekuatan tinggi, namun mereka menggunakannya ke hal-hal yang menyimpang!" Pria paruh baya itu menghentikan perkataannya sejenak. Lalu menoleh ke anak kecil yang duduk di sampingnya.
"Untuk itulah Aku ingin kau menjadi kuat. Tindas mereka yang menindas, dan bantu mereka yang membutuhkan bantuan!" Pria itu kembali berucap sembari mengusap rambut anaknya.
"Aku mengerti, Ayah... Aku akan berdiri di puncak, dan memberantas kejahatan di muka bumi ini."
"Hahaha... Wang'er. Kejahatan dan kebaikan itu sudah menjadi kodrat alam. Sebanyak apapun orang jahat yang kamu bunuh, tetap akan tumbuh orang-orang baru yang menggantikan posisi mereka."
"Maka aku akan merubah kodrat itu."
"Hahaha, baiklah ... baiklah. Ayah percaya kau akan mampu melakukannya!"
***
Kenangan itu, kembali mengisi pikirannya.
"Maafkan aku, Ayah... Aku belum bisa mewujudkan mimpimu!" batinnya. Mata yang sedari tadi terasa panas oleh berbagai macam emosi, kini kembali memuntahkan buliran air.
Tanpa berdaya, tubuhnya menerima semua serangan yang di lemparkan oleh beberapa pemuda seumurannya saat ini.
Dia berusaha bangkit, namun tulangnya terasa lemas. Tiada cukup tenaganya saat ini hanya untuk menopang tubuhnya agar tidak ambruk.
Dia adalah Xiao Wang. Salah satu bibit klan Xiao, yang kerap menjadi bahan unjuk latihan oleh bibit lain segenerasi–nya.
Mungkin ini adalah takdirnya, menjadi orang yang memiliki mimpi 'berdiri di puncak' namun kenyataan membawanya pada seorang sampah.
Jika ada yang mengatakan bahwa takdir memiliki jalannya dan semua akan indah pada waktunya. Serta 'usaha tak pernah mengkhianati hasil', pun hal itu nyatanya tidak berlaku bagi Xiao Wang.
Mulai berlatih kultivasi saat berumur sepuluh tahun, namun dia ternyata tidak ada bakat dalam hal itu. Berulang-ulang kali dia mencoba untuk memaksakan diri berkultivasi, namun hasil tetap saja mengkhianatinya.
Segala sumber terkait kultivasi telah ia analisa, hampir semua tetua juga telah dia dekati hanya untuk meminta bantuan memperbaiki dantian yang tersumbat. Tapi sejauh ini, tidak ada yang bisa membantunya. Bahkan klan sendiri menutup mata soal dirinya. Seakan-akan mereka merelakan generasi seperti Xiao Wang ini menjadi sampah klan. Menganggapnya beban sekaligus aib klan.
Berakhir menjadi seorang pelayan klan. Xiao Wang selalu mendapat perlakuan buruk dari anggota klan. Bahkan kerap dia dijadikan sebagai sasaran latihan oleh teman-temannya.
Seperti saat ini, dirinya yang tidak tahu apa-apa di jebak oleh teman-temannya untuk pergi ke hutan Binatang Buas. Dengan iming-iming, mereka akan menjaga Xiao Wang, apapun yang terjadi.
Dia yang tidak pernah keluar Klan merasa tergiur akan ajakan itu. Pergi dengan hati riang, namun justru sesampainya di sana, dia malah mendapat nasib buruk.
Teman-teman Xiao Wang justru membohonginya. Mereka membawa Xiao Wang, hanya untuk menjadikan tubuhnya sebagai boneka sasaran latihan.
-
Serangan energi kembali datang dan menghantam tubuh Xiao Wang.
Baamm!!!
Ledakan terjadi pada tubuh anak itu saat serangan tadi menyentuh tubuhnya.
Dia terlempar beberapa meter ke belakang. Mendarat keras di tanah dengan posisi telungkup.
Tubuh yang terbakar, seolah menjadi energi penyemangat bagi lima orang pemuda yang mengelilinginya itu.
"Hahaha, ku rasa selama beberapa Minggu ini, latihan–ku ada peningkatan!" gumam seorang pemuda yang baru saja melepas serangan energi tadi. Dia memandangi kepalan tinjunya, dengan ekspresi yang dibuat-buat.
"Lumayan, namun kau masih kalah jauh dariku!" Lelaki lain ikut berkata. Setelahnya dia juga ikut melepaskan serangan energi ke arah pemuda yang menjadi sasaran pelatihan mereka kali ini.
Baamm!!
Debu mengepul hebat. Xiao Wang dibuat terlempar jauh untuk kesekian kalinya, pakaian yang dia kenakan kini tak terbentuk lagi. Luka bakar di tubuhnya pun bertambah parah pula.
Tanpa belas kasih, mereka bergantian menyerang tubuh Xiao Wang dengan serangan energi.
Bahkan Xiao Wang yang saat ini telah sekarat, pun tak membuat mereka berhenti. Menganggap bahwa semakin semakin besar efek yang mereka timbulkan dari serangan energi mereka keluarkan, maka semakin pesat pula perkembangan atau kemajuan mereka dalam hal Kultivasi.
"Hahaha, puas ... aku sangat-sangat puas! Tidak sia-sia aku berlatih beberapa Minggu terakhir, Pertandingan antar keluarga besar dua tahun lagi, aku rasa bisa menjadi pemenangnya!" ujar seorang lelaki bertubuh sedikit lebih besar dari yang lainnya.
Dia adalah Xiao Fan. Salah satu murid yang bisa di bilang jenius di klan Xiao.
"Aku rasa kita cukupkan untuk hari ini. Melihat kondisinya yang sudah sekarat, dan mungkin jika kita teruskan takutnya akan mengancam nyawanya," ucap seorang lelaki bertubuh pendek, dan berhidung pesek. Dia adalah Xiao Liu.
"Baiklah, mari kita kembali ke klan. Hari sudah menjelang malam. Binatang buas akan berkeliaran sebentar lagi ... takutnya, terlambat kita kembali, kita malah akan berakhir dengan menjadi santapan para binatang buas di hutan ini!" ucap Xiao Fan.
"Lantas, bagaimana dengan Xiao Wang?"
"Kita tinggalkan saja dia. Statusnya sebagai sampah klan, siapa yang akan peduli padanya? Biarkan saja dia menjadi santapan binatang buas hutan ini!" ucap Xiao Fan tanpa dosa.
Lalu dia berjalan lebih dulu, pergi dari sana. Teman-temannya pun tidak ingin ketinggalan dan mengikuti langkah Xiao Fan dari belakang.
Lalu bagaimana dengan Xiao Wang? Kondisinya semakin memburuk. Luka bakar yang dia terima dari rekan-rekan seklan–nya tadi kini telah sobek, memperlihatkan daging berdarah yang ditempeli oleh pasir-pasir tanah. Menambah rasa perih yang di alami oleh Xiao Wang sendiri.
Darah segar tidak berhenti mengalir dari tubuh Xiao Wang. Yakin dan percaya darah yang menguap dan bercampur dengan udara, akan langsung tercium oleh binatang buas. Mengundang mereka untuk mendatanginya.
Kesadaran yang masih terjaga. Xiao Wang mulai merenungi nasibnya. Benar kata ayahnya dahulu, bahwa dunia ini sangat kejam. Bermimpi saja tidak akan cukup. Usaha dan perjuangan tak akan mampu menghasilkan buah yang baik, apabila takdir tak menginginkan kita mendapatkan seperti yang kita impikan.
"S–sungg–uh Sa–sang–at ti–tiddak Ai–dil!" Xiao Wang berkata dengan terbata. Susah mengeluarkan suaranya, akibat tenggorokannya tersumbat, namun Xiao Wang tetap memaksanya.
Cairan bening merembes di sela sudut matanya, wajahnya pun kini tampak lain. Pipinya membengkak dan berwarna biru.
Kerja keras serta usahanya untuk bisa berkultivasi, kini dia mulai menyesalinya. Xiao Wang tidak ingin mengharapkan berkultivasi lagi. Hal itu yang membawanya pada sesuatu yang di namakan keputusasaan.
"Andai saja Ayah serta Ibu masih ada?!" gumamnya dalam hati. Xiao Wang merasakan rasa bersalah yang teramat sangat terhadap kedua orang tuanya itu. Selain menghancurkan mimpi ayahnya, dia juga telah membawa nama ayah serta ibunya dalam penghinaan yang di keluarkan oleh anggota klan.
Dia masih ingat betul, betapa begitu di hargai dirinya saat kedua orang tuanya masih ada. Ayahnya yang menjadi kepala klan Xiao begitu disegani, sehingga menular ke Xiao Wang.
Tapi kini semuanya telah berbeda. Kenangan lalu mungkin pernah terjadi, namun tak akan bisa ulang terjadi.
Detik demi detik kian menegangkan seiring dengan temaramnya dunia. Hutan yang terkenal akan binatang buas itu, semakin menyeramkan saat malam hari. Waktu malam adalah waktu yang pas untuk mencari mangsa.
Xiao Wang tampak pasrah. Deru napas yang kian melemah. Andai dia mati hari ini, maka sebelum hari pengadilan tiba, terlebih dahulu dia akan menemui Dewa Takdir dan menuntut atas takdirnya yang begitu sial.
Grrrrt!!!
Suara serigala terdengar dari kejauhan. Meskipun Xiao Wang menginginkan kematian, namun entah mengapa dia masih merasakan yang namanya rasa takut.
Serigala itu kian mendekat. Tapi bukan hanya seekor, melainkan beberapa ekor.
Hari yang kian temaram, seiring dengan senja yang kian memudar. Sebuah tubuh tak berdaya terbaring di tengah hutan belantara. Hutan yang terkenal angker, bukan karena roh makhluk halus atau sejenisnya, melainkan makhluk kasat mata, namun memiliki insting kuat serta sedikit memiliki akal.
Makhluk tersebut adalah binatang buas.
Terbaring tak berdaya dengan kesadaran yang masih terjaga. Meski hidupnya kian putus asa, dan ingin cepat-cepat mengakhiri hidupnya, namun entah mengapa Xiao Wang masih merasakan rasa takut.
Tegang, Khawatir dan takut bercampur aduk menjadi sebuah rasa yang mengalahkan rasa sakit yang saat ini di deritanya. Kawan yang membawanya kemari telah pergi meninggalkan Xiao Wang setelah selesai menimbulkan kelumpuhan padanya.
Sakit mental, maupun fisik.
Di akhir-akhir sisa hidupnya, Xiao Wang mencoba untuk tidak menangis. Menurutnya, percuma saja dia menangis kalau pada akhirnya akan mati juga oleh binatang buas yang kini telah bergerak mendekati tubuhnya.
"Sial sekali..." batin Xiao Wang.
Darah yang menetes di beberapa bagian tubuhnya yang robek, akibat serangan yang datang bertubi-tubi itu telah mengundang kedatangan bintang buas di hutan ini.
Grrrtt!!
Suara dengusan serigala malam terdengar di gendang telinga Xiao Wang. Kontan hal itu yang membuat dia semakin khawatir. Degup jantung kian berdetak kencang. Sekali lagi, meski dia ingin cepat-cepat mati, namun entah mengapa dia masih merasa takut untuk menghadapi kematian itu sendiri.
Xiao Wang mencoba menggerakkan tubuhnya untuk bangkit. Tapi, untuk menggerakkan jari-jari tangannya saja dia tidak bisa.
"Haah, andai aku masih di beri kesempatan untuk hidup. Akan ku datangi mereka yang membawaku kemari. Membalas perbuatan mereka hingga berpuluh-puluh kali lipat seperti yang aku rasakan sekarang," Sumpahnya.
Gelap dan gelap sepenuhnya. Cahaya rembulan datang menggantikan posisi matahari untuk menerangi alam. Tak ada pohon di sekeliling Xiao Wang dalam jarak lima meter, membuat terpaan cahaya perak bulan menyinari keseluruhan tubuhnya.
Satu ekor serigala telah muncul, keluar dari bayang gelap pohon rimbun. Serigala itu mendekati Xiao Wang, melangkah pelan. Tampak dia menjilati ujung bibirnya yang berbulu. Tak sabar untuk menyantap daging manusia di hadapannya ini.
Tak berselang lama, muncul kembali seekor serigala lain. Lalu Dua ekor serigala kembali muncul dari arah berbeda. Dari yang tadinya satu ekor saja, kini menjadi belasan ekor serigala dalam waktu cepat. Apalagi, ukuran tubuh serigala diluar kata normal.
Merasakan kehadiran mereka, membuat Xiao Wang kian tak tenang. Ingin rasanya dia berlari sejauh mungkin, menghindari para serigala ini. Tapi apalah dayanya, dia tidak sanggup untuk melakukannya.
"Biarlah mereka mendatangi ku dan mencabik tubuh ini," pasrah Xiao Wang.
Rombongan serigala berlari cepat dan semakin mendekat. Seolah-olah serigala-serigala itu tidak ingin membagikan tubuh Xiao Wang kepada temannya.
Derat langkah kaki terdengar di berbagai sisi, menciptakan getaran tertentu pada tanah. Tiada detik yang terlewat selain dengan rasa tegang.
Kini serigala-serigala itu telah dekat dengan tubuh Xiao Wang. Tinggal menunggu hingga mereka mencabik-cabik dirinya.
Grrrrttt!!
Salah seekor serigala membuka mulut, berniat menggigit Xiao Wang. Tapi belum juga dia berhasil melakukan aksinya, terlebih dahulu lehernya malah robek, dan berakhir dengan terlempar beberapa meter dari tubuh Xiao Wang.
Melihat rekan mereka yang tumbang begitu saja, sontak membuat serigala yang lain memasang sikap waspada. Mereka tidak jadi menggerogoti tubuh Xiao Wang.
Masing-masing dari mereka mengeluarkan aura intimidasi. Nafsu membunuh dari masing-masing serigala menyatu dan menyebar ke berbagai arah.
Grrrrttt!
Salah satu serigala menggertak giginya kala melihat bayangan hitam bergerak cepat. Instingnya yang tajam mengatakan bahwa sosok tersebut yang mengundang bahaya bagi mereka, dan juga yang telah menyebabkan salah satu rekan mereka kehilangan nyawa.
Namun tak berlangsung lama, dirinya malah tumbang. Tanpa tahu siapa yang telah menumbangkan–nya. Bahkan sorot matanya masih ternganga, seolah-olah dia masih penasaran dengan pembunuh itu.
Angin tiba-tiba saja bertiup sedikit kencang. Tapi hanya sesaat, lima detik kemudian angin itu telah menghilang. Bersama dengan menghilangnya angin, belasan serigala mengelilingi Xiao Wang tadi juga telah tumbang.
Xiao Wang tidak sempat melihat hal itu. Dia yang terlampau takut dan tegang sudah tidak sadarkan diri semenjak melihat taring panjang dari serigala yang berniat menerkamnya tadi.
***
Tiga orang saat ini tengah duduk bersantai di tengah hamparan bunga persik yang berguguran.
Xiao Wang bersama dengan kedua orang tuanya.
Sebenarnya saat ini Xiao Wang sedang kebingungan melihat keduanya yang tampak baik-baik saja dan saat ini bersama dengannya. Pasalnya, dia tidak lagi bertemu dengan kedua orang tuanya itu untuk beberapa tahun lamanya.
Tapi Xiao Wang mencoba untuk menepis rasa bingung itu. Yang terpenting saat ini adalah kedua orang tuanya telah kembali bersama dirinya.
"Ayah—Ibu ... aku sangat merindukan kalian!" ucap Xiao Wang. "Kenapa kalian meninggalkan aku?!"
Baik ayah maupun ibunya tidak langsung menjawab. Mereka saling berpandangan sejenak. Menampakkan sunggingan tulus dari sudut bibir mereka.
Keduanya sama-sama bangkit dan berdiri. Lalu berjalan bergandengan tangan meninggalkan Xiao Wang.
Baru saja dia merasakan kebahagiaan dan kehangatan, kini semuanya itu akan pergi begitu saja. Xiao Wang tak terima. Dia juga hendak bangkit dan mengejar keduanya.
"Ayah—Ibu ... kalian mau kemana, tunggu aku!" ucapnya, sembari berlari dan memeluk erat keduanya dari belakang.
Ayah serta Ibu Xiao Wang berbalik. Membiarkan Xiao Wang memeluk mereka untuk beberapa saat. Setelahnya mereka melepaskan cengkraman tangan Xiao Wang dari pakaian mereka.
"Nak, kau bisa ikut kami ... tapi belum saatnya!" ucap ibunya.
Menatap sendu ibunya, dia tampak tak terima dengan pernyataan itu.
"Kenapa?"
"Kami menyayangi mu!" ucap kembali ibunya.
"Jadilah kuat, dan setelahnya cari ayah serta ibu!" perkataan ayahnya, menjadi penutup dari pertemuan mereka.
Cahaya terang menyilaukan mendadak tercipta di belakang kedua orang tua Xiao Wang. Lalu keduanya sama-sama berjalan perlahan menuju cahaya.
Xiao Wang sendiri tidak mengejar. Dia terisak, namun dia juga sebenarnya tengah memikirkan akan perkataan dari ayahnya tadi.
Cahaya yang menyilaukan itu perlahan semakin terang. Menelan tubuh kedua orang tua Xiao Wang. Semula berbentuk siluet, namun setelahnya tak ada lagi yang bisa Xiao Wang lihat.
***
"Ayah—Ibu jangan tinggalkan aku!" Xiao Wang ngigau dalam tidurnya. Tubuhnya refleks terbangun dari posisi semula terbaring.
"Aku hanya bermimpi?" gumamnya. Meski yang dia rasakan hanyalah sebuah mimpi, tapi entah mengapa rasa sedihnya terasa hingga sekarang.
Xiao Wang menilik sekitarnya. Tempat yang sama dengan sebelum dia pingsan.
"Aku... aku baik-baik saja?" gumamnya sembari meraba-raba tubuhnya. Memang tidak ada yang lecet sama sekali.
Luka-luka yang semula menghiasi tubuhnya, kini telah sembuh sepenuhnya. Senang, namun Xiao Wang juga bingung.
Dia kemudian bangkit dari posisi duduknya. Berjalan dan meninggalkan tempat itu.
"Apakah aku harus kembali ke klan?" Xiao Wang tampak berpikir di tengah perjalanannya.
"Tidak, aku tidak akan kembali sebelum memiliki kekuatan yang cukup. Lihat saja, setelah aku kembali, aku akan membuat kalian semua yang dulu menghinaku akan membayarnya," ucapnya bersungguh-sungguh.
Namun ketika mengingat bahwa dirinya yang masih belum bisa berkultivasi, membuat wajahnya muram.
Grrrt!
Bunyi perut Xiao Wang, pertanda minta di isi.
"Sudahlah, lebih baik aku mencari makanan terlebih dahulu."
Kembali berjalan, beberapa saat Xiao Wang menemukan pohon mangga yang memiliki buah banyak, juga telah matang-matang. Tanpa pikir panjang, dia memanjat dan mengambil salah satu buahnya.
"Sial... Ada ular!"
Refleks melompat Xiao Wang saat melihat ular itu.
Sialnya ular yang ukurannya lebih besar dibanding dengan tubuh kecil Xiao Wang sendiri itu tidak melepaskan Xiao Wang begitu saja. Ular itu turun dan mengejarnya.
Xiao Wang lantas memacu kakinya, dan berlari kencang. Saat itulah dia menyadari ada keanehan pada tubuhnya.