Musuh Tapi Menikah.
Di usianya yang telah memasuki dua puluh enam tahun Devano masih setia menyendiri, sehingga mama Fana sering kali memintanya untuk meluangkan waktu di sela kesibukannya sebagai Dokter Sp.B untuk mencari calon pendamping hidup. namun sama seperti sebelumnya, pemuda itu selalu saja memiliki seribu satu alasan jika ibunya sudah membahas tentang calon pendamping hidup. dan hal itu kembali terulang hari ini, ketika mama Fana mengutarakan niat untuk mengenalkannya pada putri dari salah seorang temannya, pemuda itu kembali menolak dengan alasan kesibukannya di rumah sakit. tetapi mama Fana tak kehabisan akal sehingga pada akhirnya Devano itu pun mengalah dan bersedia menerima tawaran ibunya.
Jika di tanya apa alasan Deva enggan mencari calon pendamping hidup hingga detik ini???? Ya, Apa lagi kalau bukan karena hatinya yang sudah terlanjur tertambat oleh pesona seorang gadis bernama Zenaila, putri dari sahabat ibunya yakni aunty Chici.
Ketika masih duduk di bangku SMA dulu, Deva sempat berniat mengutarakan perasaannya terhadap Zena, tetapi setelah tahu jika Zena justru tertarik pada saudara kembarnya, pada akhirnya Deva memilih memendam perasaannya hingga detik ini.
"Ingat ya mas Deva, jam sembilan besok, jangan sampai telat!!!." peringat mama Fana pada putra sulungnya yang kini telah berjalan menapaki anak tangga menuju kamarnya.
"Iya, mah." jawab Deva tak bersemangat.
"Maafkan mama, Deva, hanya ini cara mama agar kamu bisa segera move on dari Zena, sayang." batin mama Fana seraya menatap punggung putranya hingga tak lagi terlihat oleh pandangannya.
Bukannya mama Fana tak setuju jika Devano mencintai Zena, tapi permasalahannya pria yang dicintainya oleh gadis itu adalah Zevano, bukannya Devano. dan meskipun putri sahabatnya itu menyukai salah satu dari putranya yakni Zevano, namun tidak semudah itu untuk merealisasikan keinginan mereka untuk menjodohkan keduanya, sebab Zeva Hanya menganggap Zena adik perempuannya, sama seperti Zilana.
"Apa mama yakin mas Deva nggak punya pacar, sampai menjodohkannya dengan anak teman mamah???." tanya papa Riza sembari melepaskan jas yang melekat pada tubuhnya, setelah mendengar cerita istrinya tentang rencana pertemuan Deva dengan salah satu anak temannya.
"Sepertinya mama yakin, pah." perasaan Deva terhadap Zena meyakinkan mama Fana jika sampai saat ini putranya belum memiliki seorang kekasih.
"Lagian apa salahnya di coba pah, kalau memang mas Deva merasa nggak cocok, mama nggak akan memaksa. bagi mama kebahagiaan anak-anak adalah nomor satu, pah." sikap bijak mama Fana sepertinya menurun dari sikap ibu mertuanya, yang selalu mengutamakan kebahagiaan anak-anaknya.
Papa Riza pun mengangguk setuju, sebelum sesaat kemudian membenamkan wajahnya pada tengkuk leher istrinya, menghirup aroma tubuh wanita yang telah memberikannya tiga orang anak yang kini telah dewasa.
*
Keesokan paginya.
Deva mendatangi alamat resto yang diberikan mama Fana semalam. tanpa membuang waktu pemuda itu segera beranjak turun dari mobilnya.
Dari ambang pintu Deva dapat menyaksikan seorang gadis muda yang menempati salah satu meja resto. dari ciri-ciri serta pakaiannya, Deva yakin jika gadis itu lah orangnya. Deva menghela napas dalam sebelum kemudian kembali melanjutkan langkahnya menghampiri gadis berpakaian semi formal tersebut.
Setelah berkenalan satu sama lain, Deva lebih banyak diam, sama sekali tidak tertarik dengan pertemuan tersebut. Jika bukan demi menghargai permintaan kesekian kali ibunya, mungkin Deva enggan membuang waktunya untuk menemui gadis itu.
Di tengah kejenuhan Deva menghadapi celotehan gadis dihadapannya itu, tiba-tiba kedatangan seorang gadis membuat Deva terbelalak atas pengakuan gilanya.
"Apa yang kamu lakukan di sini, Sayang...???
Bukan hanya Deva seorang yang terkejut dengan kedatangan gadis itu, tetapi wanita dihadapan Deva pun tak kalah terkejutnya, apalagi gadis itu memanggil Deva dengan sebutan sayang.
Baik Devano dan juga wanita dihadapannya itu sama-sama berdiri dari duduknya.
"Siapa gadis ini???."
Belum sempat Devano mengutarakan pembelaan apapun, gadis yang tak lain adalah musuh bebuyutannya tersebut lebih dulu bersuara.
"Jangan bilang kamu ingin menepis hubungan kita, setelah apa yang kamu lakukan padaku semalam, sayang???." Inayah memuluskan sandiwaranya dengan air mata palsunya.
"Bagaimana jika sampai apa yang terjadi di antara kita semalam membuat aku mengandung anak kamu, Dev." imbuhnya.
Devano sampai melongo bagai orang bodoh mendengar pengakuan gila dari musuh bebuyutannya itu.
Wanita cantik bernama Lisa tersebut tak habis pikir dengan kebe-jatan pria dihadapannya itu. Ya, wanita mana yang tidak akan berpikir demikian jika berada diposisi nya saat ini.
"Bagaimana mungkin mama menjodohkan aku dengan pemuda seperti anda, tuan Devano." untuk meluapkan kekecewaannya wanita itu meraih segelas air putih yang baru saja disajikan oleh pelayan resto kemudian menyiramkannya ke wajah berharga Devano. "Dasar baj_ingan." umpat wanita itu sebelum berlalu begitu saja meninggalkan Devano dengan wajah syoknya. Saking syoknya Devano sampai mengalami bloking hingga tak dapat berkata apa-apa.
Melihat adegan langka didepan matanya membuat Inayah sontak menarik tipis sudut bibirnya ke samping, dan hal itu terlihat begitu menjengkelkan di mata Devano.
Setelah kepergian wanita yang dianggapnya sebagai kekasih Devano, Inayah gegas meninggalkan musuh bebuyutannya itu dengan wajah penuh kemenangan. setibanya di ambang pintu utama resto Inayah melambaikan tangan meledek ke arah Devano yang masih menatapnya dengan tajam.
Seakan tersadar dari bloking yang dialaminya, Deva gegas menyusul langkah Inayah setelah mengeluarkan dua lembar uang kertas berwarna merah dan meletakkannya di atas meja.
Setibanya di pelataran resto, Deva mengedarkan pandangan tapi sayangnya ia sama sekali tidak menemukan keberadaan musuh bebuyutannya itu, gadis itu sepertinya memang sengaja bersembunyi.
"Dasar gadis gi_la..." umpat Devano sebelum kemudian memasuki mobilnya.
Setelah menyaksikan mobil Deva bergerak meninggalkan area parkiran resto, Inayah lantas keluar dari persembunyiannya.
"Bagaimana dengan pembalasan gue, tuan Devano putra Fathariano, mantap bukan ...???." gumam Inayah sambil tersenyum penuh kemenangan, sebelum sesaat kemudian berjalan menuju mobilnya berada.
Beberapa saat yang lalu.
"Halo...sabar napa sih, ini gue udah di jalan." setelah memasang handset ditelinga nya, Inayah menerima panggilan telepon dari sahabatnya, Ayu. Pagi ini rencananya Inayah akan melakukan interview kerja di perusahaan tempat ayu bekerja.
"Gue minta tolong boleh???." dari seberang sana suara ayu terdengar merayu.
"Tolong mampir buat beliin kopi kesukaan pak bos !!! Itung-itung buat ngambil hati pak bos, di hari Lo interview kerja." belum sempat Inayah menjawab, Ayu lebih dulu melontarkan kalimat ampuh yang membuat Inayah tak dapat menolak.
"Ok, sherlock aja alamat restonya!!!." setelah itu Inayah pun menutup teleponnya.
Tak lama kemudian ayu mengirim alamat resto favorit bosnya. tanpa membuang-buang waktu Inayah segera melajukan mobilnya menuju restoran tersebut. Tetapi siapa sangka ketika memasuki resto Inayah menyaksikan musuh bebuyutannya tengah berada di dalam restoran tersebut bersama seorang wanita cantik. Seketika ide gila muncul di benak dan pikiran Inayah untuk membalas kekesalannya terhadap Devano. Devano pernah membuat hubungan Inayah dengan sang pujaan hati kandas hanya karena keisengannya, di saat mereka masih kuliah beberapa tahun lalu. meskipun Devano mengambil jurusan kedokteran, sementara Inayah jurusan ekonomi namun keduanya masih di universitas yang sama.
Selamat datang sayang-sayangku..... selamat datang di cerita baru Mommy.... jangan lupa dukungannya ya......🥰🥰🥰
Sebelum berangkat kerja Devano memutuskan kembali ke rumah terlebih dahulu guna mengganti kemejanya yang sudah basah akibat accident di restoran tadi.
Jika kebanyakan orang akan berlalu dengan wajah sedih karena acara kencannya berantakan, Devano justru terlihat senang ketika kencan yang telah diatur oleh ibunya gagal dan berantakan. Itu artinya ia tak perlu lagi membuang waktu untuk hal-hal yang menurutnya sangatlah tidak penting.
Setibanya di rumah, Devano bisa menebak jika gadis bernama Lisa tersebut sudah mengadukan kejadian di restoran tadi kepada kedua orang tuanya.
Devano yang tadi sempat menghentikan langkahnya sejenak, kini kembali mengayunkan langkah menghampiri kedua orang tuanya yang kini tengah duduk di sofa. tatapan tak biasa ayahnya serta tangisan ibunya membuat tubuh Devano lemas tak bertulang.
" Pah..."
Devano menatap ayahnya, seolah menanyakan apa yang terjadi pada ibunya hingga menangis seperti itu. Jika hanya karena acara kencannya yang hancur berantakan, sangat mustahil rasanya menjadi penyebab ibunya sampai menangis seperti itu.
"Bawa gadis itu kesini!!!."titah papa Riza tanpa basa-basi.
"Tapi pah, Lisa yang pergi begitu saja meninggalkan Deva di resto, mana mungkin Deva mengajaknya lagi ke sini." jawab Devano, tentu saja pemuda itu berpikir jika gadis yang dimaksud ayahnya adalah Lisa, anak dari teman ibunya.
"Lisa???." Sorot mata ayahnya terlihat sangat berbeda dan itu mampu membuat tubuh Devano menegang seketika. Pasalnya baru kali ini ia melihat ayahnya menatapnya seperti itu.
"Bagaimana mungkin kamu masih bisa menyebut nama wanita lain setelah merenggut masa depan anak gadis orang, mas??."
Kalimat ayahnya selanjutnya mampu menyatukan kedua alis tebal Devano. Namun sesaat kemudian kebingungan pemuda itu terjawab setelah melihat video yang ditunjukkan oleh ayahnya. kedua bola matanya terbelalak.
Ya, tanpa sepengetahuan Devano, ayahnya meminta orang kepercayaannya untuk memata-matai acara kencan putranya. bukan karena ingin terlalu ikut campur dalam urusan asmara putranya, tapi papa Riza melakukan semua itu karena permintaan sang istri tercinta. Dan siapa sangka orang kepercayaannya tersebut justru memberikan laporan yang begitu mengejutkan, terlebih laporannya tersebut disertai dengan bukti yang akurat yakni rekaman video.
"Pah...mah...gadis itu berdusta, Deva tidak pernah melakukan apa yang dituduhkan oleh gadis itu." bukannya ingin membela diri tetapi Devano hanya ingin meluruskan apa yang sebenarnya terjadi.
"Mama tidak menyangka setelah apa yang kamu lakukan pada gadis itu, kamu masih berani mengelak, mas." kini mama Fana yang bersuara. dari wajahnya terlihat jelas gurat kecewa.
"Jika kamu memang tidak melakukan apa yang dituduhkan oleh gadis itu, kenapa kamu hanya diam saja, mas??? kalau memang gadis itu berdusta seperti yang kamu katakan, mana mungkin gadis itu sampai menangis seperti itu ketika melihat kamu bersama dengan wanita lain, mas Deva????." mama Fana masih terus berbicara.
"Mama tidak ingin lagi mendengar kamu membela diri atau pun menepis tindakan buruk yang telah kamu lakukan, mas!!! Sebagai pria sejati pertanggung jawabkan apa yang telah kamu perbuat!!. seandainya kamu cerita ke mama kalau kamu sudah punya kekasih, mama tidak mungkin meminta kamu untuk berkencan dengan anak teman mamah."
Papa Riza yang melihat istrinya kembali terisak Lantas membawa sang istri ke dalam pelukannya. "Mah...." papa Riza mencoba menenangkan istrinya yang terus terisak akibat rasa bersalahnya telah mengatur kencan putranya bersama wanita lain, di saat ada seorang gadis yang telah kehilangan sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya akibat perbuatan putranya.
Melihat ibunya menangis seperti itu membuat Devano merasa sangat bersalah, meskipun tuduhan yang diarahkan padanya sama sekali tidak benar. "Ini semua karena ulah gadis sinting itu." batin Devano dengan perasaan kesal bercampur geram pada gadis bernama Putri Inayah.
Tidak jauh berbeda dengan sang istri, papa Riza pun tidak kalah kecewa, namun pria itu masih berusaha bersikap tenang untuk memikirkan jalan keluarnya.
"Untuk kedua kalinya papa tekankan, mas, bawa gadis itu ke sini untuk bertemu mama dan papa!!!." tegas papa Riza.
"Tapi, pah_."
"Papa tidak ingin mendengar bantahan apapun, mas!!." potong papa Riza.
Jika ayahnya sudah berada dalam mode tegas seperti ini, benar sekalipun Devano mana berani lagi membantah apalagi sampai menentangnya.
"Baik, pah." mau tak mau Devano pun mengiyakannya, dengan harapan kedua orang tuanya akan paham setelah mendengar penjelasan dari Inayah, jika sebenarnya gadis itu hanya iseng saja berkata demikian di restoran tadi.
Devano lantas pamit untuk mengganti kemejanya sebelum nantinya berangkat ke rumah sakit. Untuk urusan Inayah, setelah kegiatannya di rumah sakit hari ini selesai barulah ia akan mencari keberadaan gadis menjengkelkan itu. Entah di mana ia akan mencari keberadaan Inayah sedangkan alamat rumah gadis itu saja Devano sama sekali tidak tahu.
**
"Gue Seneng banget, akhirnya gue dapet kerjaan juga, Yu." Wajah Inayah nampak berbinar setelah dinyatakan diterima bekerja usai melakukan interview beberapa saat yang lalu.
"Melihat kemampuan Lo, dari awal sih gue udah yakin kalo Lo bakal ke terima, Nay." jawab Ayu di sela langkah mereka menuju restoran yang letaknya di depan gedung perusahaan. Setelah dinyatakan lamarannya diterima, sesuai janjinya Inayah akan mentraktir Ayu makan siang.
Setibanya di resto keduanya membuat pesanan.
"Ngomong-ngomong kenapa Lo nggak kerja di perusahaan bokap Lo aja sih, Nay??." tanya Ayu penasaran dengan keputusan Inayah yang lebih memilih bekerja sebagai pegawai biasa di perusahaan tempatnya bekerja.
"Gue nggak mau terus bergantung sama bokap gue, lagian Lo tahu sendiri gimana sifat nyokap tiri gue." jawab Inayah. Membahas tentang keluarganya membuat Inayah berubah tak bersemangat.
Ayu mengelus lengan Inayah yang diulurkan gadis itu di atas meja. "Yang sabar ya, Nay!!!." ucapnya ikut prihatin dengan kehidupan Inayah. semenjak kematian ibunya dan ayahnya memutuskan untuk menikah lagi dengan seorang janda beranak satu, kehidupan Inayah jungkir balik layaknya roller coaster dalam menghadapi sikap ibu dan saudari tirinya.
Obrolan Inayah dan Ayu berakhir di saat pelayan resto datang mengantarkan pesanan mereka. Mengingat waktu istirahat kantor sebentar lagi usai mereka pun segera menyantap makan siang.
Dua puluh menit kemudian, baik Inayah maupun Ayu telah selesai menyantap makan siangnya. Ayu pun kembali ke perusahaan sementara Inayah yang baru akan mulai bekerja besok, memutuskan untuk pulang ke rumah.
*
"Udah balik aja jam segini, katanya mau nyari kerjaan."
Baru juga tiba di rumah, Inayah sudah di sambut oleh kalimat sindiran dari ibu tirinya, yang kini sedang duduk berpangku kaki di sofa ruang tengah sambil mengoleskan kuteks pada kuku tangannya.
Tidak ingin terpancing dengan omongan ibu tirinya yang bisa jadi menimbulkan perdebatan dan akan berakhir dengan amarah ayahnya yang selalu saja membela ibu tirinya, Inayah memilih melanjutkan langkahnya menapaki anak tangga menuju kamarnya.
"Dasar anak manja." teriakan ibu tirinya masih dapat didengar oleh Inayah yang hendak memasuki kamarnya.
Selama ibunya meninggal dan ayahnya memutuskan untuk menikah lagi, Inayah merasa kehilangan kenyamanan di rumah itu. Jika bukan karena rumah tersebut adalah rumah peninggalan ibunya mungkin sudah sejak empat tahun lalu Inayah keluar dari rumah itu.