SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
Pendekar Elang Malam

Pendekar Elang Malam

Prolog

Sore itu sudah memasuki 'wayah surup' sehingga keadaan sudah gelap gulita. Hujan lebat yang turun sejak siang tadi belum juga reda. Diselingi suara petir dan kilat yang menyambar nyambar, menambah suasana yang membuat siapapun akan lebih memilih untuk berada di dalam rumah dan menghangatkan badan dengan minuman hangat ataupun dengan 'gegeni' menghangatkan badan dengan tungku perapian.

Tetapi, semua itu seperti tidak menjadi masalah bagi sebuah 'andong' kereta kecil yang ditarik oleh seekor kuda.

Kereta itu berjalan pelan menerabas lebatnya hujan menyusuri jalan sempit yang gelap, agak jauh di belakang Kademangan. Hanya mengandalkan naluri dari kuda yang menariknya untuk mencari jalan ke arah yang dituju. Tampaknya kuda itu sudah sering melewati jalan itu, sehingga sang 'kusir' laki laki tua yang mengendalikan kereta tidak pernah menghela tali pengendali kuda dan hanya diikatkan seadanya pada ujung 'dingklik' tempat duduk yang berada tepat di belakang kuda.

Laki laki tua itu memilih meringkuk berselimut 'klasa' tikar pandan, di dalam kereta yang samping kanan kiri dan depan belakangnya hanya ditutupi dengan anyaman bambu seadanya.

Kereta kuda itu berbelok ke komplek tempat pemeliharaan kuda dan hewan hewan lainnya milik Kademangan dan memasuki halaman sebuah 'gubug' rumah kecil yang 'gebyog dan cagak'nya sudah lapuk semua.

Begitu kereta kuda itu berhenti, laki laki tua itu menarik sebuah tuas di samping kanan tempat duduk kusir dua kali.

Kling ! Kling !

Terdengar dentingan 'klintingan' yang samar samar karena kalah oleh suara derasnya hujan.

Tetapi, walaupun hanya terdengar samar, namun bagi seseorang yang berada di dalam gubug itu, suara klintingan itu seperti panggilan yang harus dilaksanakan.

Tap !

Tap !

Tap !

Terdengar suara langkah kaki yang cukup lamban. Kemudian disambung dengan suara kancing pintu dari kayu ditarik dan suara derit pintu yang dibuka.

Kriiieeettt !!!

Dari balik pintu yang terbuka, muncul sesosok wanita berbadan tinggi kurus dan memakai 'jarik' dan baju yang sudah lusuh.

"Apakah sekarang juga, Ki ?" tanya wanita itu.

"Uhuk uhuk uhuk .... iya Nyi. Maaf, aku hanya menjalankan perintah," jawab laki laki tua kusir kereta itu.

"Bukan salah Ki Poyo," kata wanita itu lagi," Tunggu sebentar Ki. Saya mengambil peralatan saya dulu dan pamit pada anakku."

"Silahkan Nyi Traju. Aku tunggu di sini," jawab Ki Poyo.

Wanita kurus itu melangkah masuk kembali ke gubugnya dan terdengar berkata kata pada anaknya.

"le, 'anak lanang'ku Puguh, simbok ke keputren dulu ya ? Kamu, anak laki laki satu satunya 'simbok', tolong bantu simbok menjaga rumah ini ya ?" kata Nyi Traju dengan suara sedikit bergetar.

'Rumah' yang dimaksud oleh Nyi Traju itu sebenarnya jauh dari laik untuk menjadi rumah tinggal. Karena hanya memiliki satu ruangan.

Gubug tempat tinggal Nyi Traju sebenarnya dahulu merupakan kandang kuda berukuran empat kali lima meter. Karena kosong, kemudian dipasang dinding dari anyaman bambu seadanya. Hanya terdapat satu ruangan. Di sudut kanan gubug itu terdapat 'dipan' kecil yang sangat sempit jika digunakan berbaring dua orang. Di dekat dipan itu terdapat 'Sentir' kecil yang nyalanya redup dan apinya selalu bergerak gerak tertiup angin.

"Mbok, apa Puguh tidak boleh ikut, sekali ini saja," jawab anak laki laki bernama Puguh itu, "Puguh takut mbok. Di sini gelap, Puguh takut sendirian."

"Le, simbok hanya sebentar. Setelah selesai kewajiban simbok, simbok akan segera pulang," bujuk Nyi Traju pada Puguh anaknya.

Puguh tidak menjawab. Dalam kegelapan malam, matanya menatap kosong tidak punya pilihan. Kemudian Puguh memilih berbaring miring memunggungi simboknya dan tidak bersuara.

"Simbok berangkat dulu ya le," bisik Nyi Traju yang mendekat ke telinga Puguh.

Puguh tidak menjawab, atau lebih tepatnya tidak bisa menjawab. Karena giginya merapat menahan sesuatu yang paling tidak dia inginkan. Dia tidak ingin simboknya mendengar dia menangis.

Setelah mencium pipi dan mengelus elus sebentar kepala Puguh, Nyi Traju segera beranjak keluar kemudian menutup pintu dari luar.

Setelah mendengar suara kaki kuda dan roda kereta yang meninggalkan halaman dan melaju menerabas hujan, Puguh bangkit dari berbaringnya.

Puguh, seorang anak laki laki yang masih berusia enam tahun, duduk di tepi ranjang yang terbuat dari 'galar'. Dia baru saja ingin beranjak menuju pintu yang tertutup rapat karena simboknya menutup dengan tergesa gesa.

Ctaaarrr !!!

Tiba tiba terdengar suara petir sangat keras hingga mengagetkan Puguh. Seketika Puguh naik kembali ke ranjang dan berusaha mencari bantalnya untuk menutupi kedua telinganya.

Karena sangat takut, cukup lama Puguh meringkuk sambil kepalanya ditutupi dengan bantal. Selama berbaring dengan menutupi telinganya dengan bantal, pikiran Puguh teringat hal hal yang sudah pernah dia dengar.

Dia teringat saat dulu pernah diajak simboknya masuk ke Kademangan. Setelah melewati 'gapura' yang besar sebagai pintu gerbang Kademangan, Puguh ditarik simboknya menyusuri jalan setapak di pinggir halaman samping yang menuju ke rumah dalem.

Saat jalan di jalan setapak itu, mereka berdua melewati halaman samping yang digunakan sebagai tempat latihan kanuragan. Saat itu Puguh mendengar suara laki laki yang sangat keras.

"Siapa yang merasa takut ? Siapa ! Sekarang begini. Siapapun yang masih merasa takut, ingin menahan rasa takut, ingin menahan rasa sakit, ingin menahan rasa marah ataupun ongin menahan hal hal yang tidak diinginkannya, kalian tarik nafas dalam dalam melalui hidung, tahan sebentar lalu keluarkan perlahan lewat mulut. Ulangi terus menerus sampai kalian tidak merasa takut lagi !"

Saat itu Puguh tidak tahu, yang berkata itu siapa dan kepada siapa dan sedang dalam rangka melakukan apa. Karena setiap mewati jalan setapak itu, mereka berdua dipesan untuk tidak melihat kemana mana.

------ o ------

Hujan masih saja turun dengan deras. Sepertinya belum akan mereda. Suara petir dan kilatan halilintar masih menyertai turunnya hujan.

Puguh yang tidak tahu apa yang harus dilakukannya, akhirnya memberanikan duduk di ranjang tempatnya berbaring tadi. Dia hanya duduk dengan mata dipejamkan. Tangan kirinya memegang dadanya yang berdetak kencang. Ditariknya nafas agak panjang. Dicoba lagi bernafas agak panjang. Puguh merasakan, dadanya tidak berdetak kencang lagi. Hingga akhirnya tanpa disadarinya, Puguh mencoba apa yang pernah dia dengar, dan akhirnya dia terlena dalam irama nafasnya hingga tanpa disadarinya, dia tertidur sampai pagi.

------ o ------

Matahari belum menampakkan diri. Tetapi langit di atas Kademangan terlihat sangat cerah, hanya ada sedikit awan yang menghiasinya.

Suara burung burung bersahut sahutan. Hinggap dari satu dahan ke dahan yang lain, dari satu pohon ke pohon yang lain. Sedangkan daun daunan masih berselimut embun.

Perlahan lahan, titik titk embun seperti mengeluarkan cahaya warna warni yang berkerlipan. Karena, di ufuk timur, mentari mulai membagikan kehangatannya ke seluruh permukaan bumi.

Daun, tanah genting dan benda benda lainnya yang semalam suntuk diguyur air hujan mulai terlihat mengeluarkan uap tipis yang naik ke atas meninggalkan tempat bersemayamnya semalam.

"Mbok, kita hendak kemana pagi pagi begini ?" tanya Puguh yang heran, pagi pagi sekali sudah dibangunkan oleh simboknya.

"Kita sementara waktu akan tinggal di Kademangan le. Den Roro sakit, simbok disuruh oleh Ndoro Ageng, untuk merawatnya sampai sembuh," jawab Nyi Traju sambil mengganti baju dan menyisiri rambut Puguh setelah dia cuci muka di bak tandon samping rumah.

__________ ◇ __________

Tinggal Di Kademangan

Nyi Traju dan Puguh kembali dijemput oleh Ki Poyo dengan kereta yang dipakai semalam.

Setelah masuk ke area Kademangan, mereka berdua segera melewati jalan seperti biasanya, menyusuri jalan setapak di samping halaman samping tempat berlatih kanuragan.

Sesampai di 'seketheng' gerbang kecil yang membatasi halaman luar dan halaman dalam, Nyi Traju ditemui oleh salah seorang abdi yang bertugas di bagian dapur.

"Yu Traju, di'dawuhi' untuk menunggu di sini," kata abdi itu.

"Nggih Yu Sih," jawab Nyi Traju.

Kemudian sambil menunggu, Nyi Traju duduk di samping seketheng, sedangkan Yu Sih membali masuk ke dalam untuk melaporkan kedatangan Nyi Traju pada Ndoro Ageng.

Beberapa saat kemudian, terdengar suara batuk batuk yang sepertinya dibuat buat.

Mendengar suara batuk itu, Nyi Traju segera bangkit dari duduknya dan berdiri dengan membungkuk.

"Nyi Traju, mulai saat ini, tugas tambahanmu adalah merawat Den Roro sampai dengan sembuh. Tanpa mengganggu tugas utamamu !" kata Ndoro Ageng.

"Nggih Ndoro," jawab Nyi Traju.

Setelah itu suasana menjadi hening dalam beberapa saat. Nyi Traju pun masih dalam sikap berdirinya, ketika kemudian terdengar suara yang memanggilnya.

"Yu .... Yu Traju ! Ayo aku antar ke 'gandhok' tempat Yu Traju tidur," kata Yu Sih.

"I ...iya Yu Sih, terimakasih," jawab Nyi Traju sambil tergesa gesa masuk dengan tangan kiri menggandeng Puguh anaknya.

Ketiganya menyusuri jalan setapak ditepi halaman samping hingga akhirnya sampai di gandhok yang paling pojok yang dekat dengan dapur.

"Ini kamar Yu Traju. Yu Traju bisa menyimpan pakaian dan barang lain yang Yu Traju bawa di dalam. Silahkan. Saya tinggal dulu," kata Yu Sih yang kemudian pergi ke dapur dan bergabung lagi dengan 'rewang' yang lain mengerjakan pekerjaan dapur.

Sementara Yu Traju langsung mengajak Puguh masuk ke kamarnya. Dia melihat lihat kondisi ruang yang menjadi kamarnya.

Nyi Traju melihat, kamarnya itu, walau paling dekat dengan dapur, sehingga sering memasukan asap tungku dapur, tetapi jauh lebih baik dari rumahnya yang bekas kandang kuda.

Setelah menata barang barang yang dia bawa, Nyi Traju segera beranjak hendak ke kaputren ke kamar Den Roro yang sedang sakit.

"Le Puguh anake simbok, simbok merawat Den Roro dulu ya. Kamu baik baik di kamar ya. Jangan keluar keluar kamar dan jangan melakukan hal hal yang membuat Ndoro Ageng 'duka' marah sama simbok," kata Nyi Traju sambil mengelus kepala Puguh anaknya.

"Kenapa Puguh tidak boleh ikut mbok ?" tanya Puguh.

"Kamu tidak boleh ikut karena kamu laki laki. Kaputren tidak boleh dimasuki laki laki. Dan kamu nanti akan membuat Den Roro bertambah sakit !" jawab Nyi Traju.

"Kenapa aku bisa membuat Den Roro bertambah sakit mbok ?" tanya Puguh lagi.

"Hussshhh ! Sudahlah jangan banyak membantah ! Sekarang simbok berangkat ya," kata Nyi Traju sambil sekali lagi mengelus elus kepala Puguh.

Puguh hanya mengangguk kecil dan kemudian diam saja. Nyi Traju pun segera keluar kamar dan berjalan menuju kamar Den Roro.

Sementara Puguh yang ditinggal di kamar sendirian hanya bisa termenung. Satu jam, dua jam, tiga jam, simboknya tidak kembali juga.

Akhirnya, karena kelelahan menunggu, Puguh pun tertidur di tempat tidur kamarnya.

Setelah beberapa lama tertidur, Puguh terbangun karena perutnya merasakan lapar.

Dalam bangunnya, Puguh mendengar suara keramaian di dapur. Hidungnya pun mencium aroma masakan yang sangat sedap yang semakin menambah rasa lapar di perutnya.

Demi menahan laparnya, Puguh sampai berbaring dan berguling bolak balik. Bahkan karena tidak kuat menahan lapar, Puguh terduduk.

Dalam duduknya, Puguh teringat apa yang dilakukannya semalam. Untuk melupakan rasa laparnya, Puguh kembali melakukan cara bernafasnya tadi malam.

Akhirnya Puguh tenggelam dalam cara bernafasnya dengan duduk bersila di tempat tidurnya.

Sementara itu, Nyi Traju pada tengah malam menyempatkan diri untuk kembali ke kamarnya menengok keadaan Puguh anaknya. Sejak siang hari Nyi Traju selalu kepikiran Puguh, sudah makan atau belum, karena dia lupa untuk menitipkan Puguh pada Yu Sih, sehingga Yu Sih bisa memberinya makanan.

Sesampai di kamarnya, didapatinya Puguh sudah tertidur pulas dalam posisi duduk bersila punggungnya bersandar pada dinding kamar.

Kemudian dibangunkannya anaknya dan segera disuruhnya makan, makanan yang dia bawa dari kamar Den Roro.

Puguh yang memang telah kelaparan sejak siang tadi segera saja menyantap makanan yang disodorkan simboknya tanpa bertanya tanya.

Setelah selesai makan, Puguh meneruskan tidurnya, hingga akhirnya pagi tiba.

---------- o ----------

Pada pagi berikutnya, seperti biasa, Nyi Traju sesudah memandikan, mengganti baju dan memberikan sarapan untuk Puguh, segera berkemas untuk merawat Den Roro.

"Mbok, bolehkah aku bermain di luar ?" tanya Puguh.

"Boleh le, tetapi di halaman depan itu saja. Jangan jauh jauh dan jangan mengganggu orang bekerja !" jawab Nyi Traju.

Karena senangnya, Puguh pun memeluk simboknya.

"Terimakasih mbok " kata Puguh.

Nyi Traju tersenyum dan mengelus elus kepala anaknya.

"Simbok berangkat ya," pamit Nyi Traju.

Puguh menyertai simboknya berjalan sampai di luar kamar.

Pintu kamar ditutup Nyi Traju tanpa dikancing, kemudian beranjak menuju ke rumah besar di seberang halaman samping. Puguh mengantarkan simboknya dengan pandangan sampai simboknya masuk ke rumah besar.

Kemudian, Puguh melihat lihat bangunan yang ada di gandhok hingga dapur. Puguh melihat juga, selain perempuan yang dipanggil Yu Sih oleh simboknya, masih ada beberapa orang perempuan yang bekerja di bagian dapur.

Belum selesai melihat lihat semua bangunan yang ada, tiba tiba terdengar suara yang sudah sering Puguh dengar.

"Le, kamu anaknya Nyi Traju kan ? Ayo bantu pakdhe saja," kata orang itu yang ternyata Ki Poyo sambil tangan kanannya melambai ke arah Puguh.

Puguh segera berlari mendekat dan menjawab, "Nggih pakdhe."

Ki Poyo dengan diikuti Puguh berjalan menuju dapur. Sesampai di teras dapur, segera saja disambut oleh Yu Sih.

"Sebentar Ki Poyo, baru disiapkan. Tunggu sebentar," kata Yu Sih.

Ki Poyo, selain bertugas membawa kereta dengan satu kuda, juga mengambil dan mengantar perbekalan untuk para prajurit dan penjaga, para petugas pengurus kendaraan lainnya.

Selama menunggu, Ki Poyo memperhatikan Puguh.

"Nanti kita akan memandikan kuda dan kereta. Kamu bisa bantu pakdhe. Kemudian kita bisa melihat para prajurit berlatih kanuragan," kata Ki Poyo sambil mengacak acak rambut Puguh yang duduk di samping bawah Ki Poyo.

Mendengar hal itu, Puguh tersenyum dan mengangguk. Dalam hati, dia merasa sangat senang bisa melihat hal hal baru yang belum pernah dia lihat.

Setelah menunggu selama beberapa waktu, perbekalan yang ditunggu pun telah siap.

"Ayo Le, bantu pakdhe membawa ini semua ke dalam kereta," ajak Ki Poyo sambil mengambil tempat nasi yang terbuat dari bambu yang cukup besar dan berat karena terisi penuh.

"Kamu membawa yang kamu kuat saja," kata Ki Poyo lagi.

Akhirnya mereka berdua bolak balik beberapa kali dari dapur ke tempat berhentinya kereta.

__________ ◇ __________