Fake Antagonist
"Kau? Apa yang kau mau dariku?" tanya seorang wanita cantik yang tengah mengandung. Sorot matanya terlihat sangat ketakutan, tubuhnya juga bergetar hebat.
"Aku? Aku ingin nyawamu." Beberapa kata yang mampu membuat tubuh wanita hamil itu semakin bergetar, saat ini yang ada dalam pikirannya hanyalah sang suami. Ia hanya bisa berharap suami tercintanya itu akan segera menemukannya.
"Ak-aku tahu kau adalah mantan tunangan suamiku kan?" tanya sang wanita hamil dengan menahan tangis. Ia harus berani berbincang dengan iblis ini agar bisa mengulur waktu. Semakin lama waktu yang mereka gunakan untuk berbincang, maka semakin besar pula peluangnya untuk selamat.
"Hahaha. Baguslah kalau kau tahu. Dan saat ini aku ingin mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku."
"Cih, suamiku hanya mencintaiku. Bukan wanita iblis sepertimu." Entah keberanian dari mana sampai wanita hamil itu berani mengucapkan hal yang seketika memancing kemarahan sang iblis.
"Karena itulah kau harus mati agar dia bisa mencintaiku," teriak wanita iblis itu sembari mendekatinya.
"Ap-apa yang akan kau lakukan?" Pekiknya ketakutan, ia tidak bisa lari kemanapun karena tangan maupun kakinya sama-sama terikat.
"Mengambil nyawamu." Seringai sang iblis sembari mencekik leher wanita hamil itu dengan kuat.
"CUT."
"Bagus, Ayla. Kau memang cocok mendapat julukan ratu antagonis," ujar Sutradara sembari bertepuk tangan. Ayla hanya tersenyum, ia memang tidak banyak bicara.
.
.
.
"Ayla. Mati saja kau!" Pekik salah hatersnya yang tengah ditahan oleh petugas keamanan. Dia adalah fans 'True Love' yang merupakan drama yang tadi Ayla perankan. Saking bencinya mereka pada Ayla, mereka bahkan rela memboyong diri ke lokasi syuting hanya untuk memaki sang ratu antagonis.
Sementara Ayla, ia hanya cuek saja dan berjalan santai kembali ke mobilnya van nya untuk beristirahat.
"Hah," desahnya mengeluarkan napas berat.
"Apa mereka datang dan memaki mu lagi?" Tanya sang manajer sembari memberinya sebuah botol minum yang Ayla jawab dengan menganggukkan kepalanya.
"Besok drama ini akan dibungkus kan? Setelah ini kau bisa mengambil cuti selama beberapa Minggu untuk menikmati liburanmu." Usul sang manajer melihat Ayla yang akhir-akhir ini selalu bekerja keras tanpa henti.
"Hmm. Akan ku pertimbangkan," gumam Ayla yang telah memejamkan matanya ingin menuju ke alam mimpi.
Setelah beberapa saat terdengar deru napas halus dan teratur dari Ayla. Tandanya ia telah lelap tertidur.
Sang manajer kemudian menatapnya, melambai-lambaikan telapak tangannya beberapa kali di depan wajah Ayla.
Setelah yakin Ayla telah tertidur, manajer itu lalu mengambil ponsel pribadi Ayla dan terlihat mengotak-atiknya.
.
.
.
"Kak Mia, jaga apartemenku selama aku pergi ya!" pesan Ayla sebelum masuk ke mobil van nya. Saat ini ia akan pergi berlibur ke sebuah pulau. Ya, dia memutuskan untuk rehat sejenak dari kesibukannya. Rasanya ia juga butuh refreshing sekali-kali.
Manajer Mia hanya mengangguk dan memeluk Ayla, "Maaf ya, aku tidak bisa ikut. Ibuku tiba-tiba sakit."
"Iya, titip salam pada Bibi," ujar Ayla maklum.
.
.
.
Beberapa hari kemudian.
"Halo sobat selebriti. Siapa yang tidak mengenal aktris satu ini? Ayla Navara, sang ratu antagonis kita. Kehidupannya yang selama ini bersih dari gosip kini akhirnya terbantahkan. Semalam ada salah satu fans yang diam-diam memotret Ayla dengan seorang pria yang diketahui sebagai salah satu putra konglomerat di Kota Lexus ini ... ." Jelas seorang wanita tengah membawakan acara gosip di pagi ini. Semua ibu-ibu yang membenci Ayla pun terlihat memperhatikan benda segi empat itu dengan serius.
"Cih, sudah ku duga. Kehidupan nyatanya pasti sama saja dengan hidupnya di drama," cemooh salah satu dari mereka disambut anggukan dari yang lain.
Berita itu pun membludak, tak jarang semua ibu-ibu yang berkumpul menjadikan berita ini sebagai bahan perbincangan.
.
.
.
Keesokan harinya.
Kontroversi yang kemarin masih belum usai, banyak dari mereka yang masih menggunakannya sebagai buah bibir.
"Hey, coba lihat breaking news!" pekik salah satu gadis SMA, terlihat banyak pelajar yang sedang duduk di kantin sekolah menikmati makan siang mereka.
"What? Ini sungguhan?" pekik yang lainnya seakan tidak percaya.
Bagaimana bisa dipercaya, tadi mereka masih menggosipkan pria ini dan sekarang sudah mati? Lalu matinya di apartemen sang kekasih, sedangkan Ayla tidak diketahui keberadaannya.
Berita tersebut menyebar begitu cepat, seisi Kota Lexus telah mengetahui persoalan ini. Sekarang Ayla telah ditetapkan sebagai tersangka. Pisau dapur yang menancap di perut pria itu hanya terdapat sidik jari Ayla, sementara CCTV, semuanya rusak seakan memang disengaja.
Hari-hari berlalu, Ayla sama sekali tidak diketahui keberadaannya.
Sedangkan Ayla yang sedang menikmati liburannya di sebuah pulau, tidak tahu menahu perihal ini. Di pulau belum ada jaringan yang memadai dan Ayla juga tidak ingin diganggu sehingga mematikan ponselnya. Lagian besok dia sudah mau pulang.
.
.
.
Keesokannya harinya Ayla pulang menggunakan kapal pesiar yang sebelumnya telah ia booking. Sama sekali tak menyadari ia telah menjadi buronan, dengan santai ia memberhentikan sebuah taksi. Pengemudinya sudah tua, mungkin karena itu ia tidak mengenal Ayla.
"Pemirsa, buronan Ayla Navala sempat terlihat di Pelabuhan Genio. Saat ini tim terkait tengah berpencar di sekitar daerah pelabuhan ... ."
Deg.
Jantung Ayla seakan terlepas dari tempatnya. Ia adalah buronan sekarang?
"Pak, apa boleh saya pinjam ponsel bapak sebentar? Ponsel saya sedang kehabisan baterai," tanya Ayla pada pak sopir. Ia tidak mungkin berani menghidupkan ponselnya sekarang.
"Boleh, tapi kau harus bayar lebih!"
"Baiklah."
Ayla lalu menelusuri berita tentang dirinya. Dan benar saja, ia sekarang adalah buronan setelah dituduh membunuh seorang pria.
'Apa-apaan ini?' batinnya tidak terima.
"Pak, kita putar balik. Pergi ke Desa Alton," pintanya kemudian, tidak jadi pulang.
"Tidak bisa, Nona. Saya tidak pernah mengantar orang sampai sejauh itu," tolak sopir taksi.
"Saya akan bayar 10 kali lipat," tawar Ayla, ia tidak akan kembali ke Kota Lexus kecuali ingin bunuh diri.
"Oke, baiklah," jawab sopir tua itu berbinar.
.
.
.
"Sial. Temukan dia bagaimanapun caranya! Jangan biarkan dia kabur!" pinta seorang pria dengan tangan terkepal erat. Dia adalah Marvelio Prado. Kakak dari pria yang telah Ayla bunuh, 'Bagaimanapun aku akan membalaskan dendam mu, Dik.'
Sementara Ayla yang telah sampai di kampung halamannya telah berpenampilan biasa, layaknya gadis desa umumnya. Semua tetangganya tidak tahu bahwa gadis dengan nama asli Lala ini adalah aktris terkenal di Kota Lexus. Jadi semuanya menerima dan memperlakukannya dengan baik.
Marvelio pun telah menemukan sopir taksi yang mengantar Ayla, namun karena penyakit alzheimer, pria tua itu tidak banyak membantu. Bahkan Marvelio dengan tega membunuhnya begitu saja.
Dari rekaman CCTV jalan pun harus terputus ketika taksi itu masuk ke daerah pedalaman. Di sana terdiri dari puluhan desa, baik itu Marvelio ataupun polisi harus menyisir dari satu desa ke desa lain untuk mencari Ayla.
Selama tiga bulan lamanya mereka belum berhasil menemukan Ayla. Orang-orang di desa-desa ini juga sangat merepotkan, mereka masih hidup tradisional dan melihat ada orang asing yang masuk, mereka tidak segan untuk mengusir.
"Bos, ini adalah desa terakhir."
"Temukan dia!"
"Baik."
Semuanya pun kembali menyisir namun juga kembali diusir oleh kepala suku. Hingga berkat pihak berwajib akhirnya kepala suku itu bisa bekerja sama.
"Disini tidak ada yang bernama Ayla. Kalau Lala ada, dia juga baru pulang beberapa bulan yang lalu," jelas seorang nenek tua saat ditanyai oleh anak buah Marvelio.
"Dimana rumahnya?"
"Lurus saja, rumah yang paling ujung adalah rumah Lala."
Tanpa mengucapkan terima kasih semua pria dengan pakaian hitam itu bergegas ke sana sebelum polisi yang menemukan Ayla duluan.
Dan sungguh tak disangka, menangkap Ayla terlalu mudah. Gadis itu tidak waspada sedikit pun, saat ditemukan ia berada di halaman rumahnya seraya berkebun.
"Bos, Ayla telah ditemukan," lapor salah satu pria pada Marvelio.
"Bagus, bunuh saja langsung. Aku akan segera ke sana."
Setelah telepon ditutup, para pria itu menangkap dan mulai menyiksa Ayla di dalam rumahnya. Gadis itu sempat melawan, namun apa daya seorang gadis melawan lima orang pria kekar. Ia akhirnya pasrah membiarkan pria-pria itu menyiksa tubuhnya, bahkan ada juga yang tak segan berlaku tak sopan padanya.
"Hey, jangan membuang waktu lagi. Jika saat bos datang dan wanita ini belum mati, maka kita yang akan mati," seru salah satu dari mereka membuat teman-temannya tersadar.
Semuanya pun kembali menyiksa Ayla, menendang, mencekik, namun tidak menembak. Karena jika mereka menembak maka polisi akan mendengar.
"Ini adalah sentuhan terakhir, Sayang," ucap salah satu dari mereka sembari memoles sebuah belati di wajah cantik Ayla. Sementara Ayla bergeming, seakan memang sudah menunggu kematiannya hari ini.
Jleb.
Satu tusukan menghujam tepat di jantung Ayla. Gadis itu sampai muntah darah, perlahan matanya terpejam.
Brakkk.
Suara pintu terbuka secara paksa, terlihat Marvelio Prado berdiri di sana. Tatapannya mengarah pada gadis yang tergeletak di atas lantai.
"Bos, dia sudah mati,' lapor anak buahnya.
"Bagus."
Ia lalu berjalan mendekati mayat gadis itu, entah kenapa rasanya ia ingin mengamatinya. Mungkin ingin memastikan ia sudah mati atau belum.
Deg.
Langkahnya terhenti ketika melihat sebuah kalung terjuntai, 'Liontin itu?'
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tbc.
🌼🌼🌼🌼🌼
"Gadis sepertimu tidak cocok berada di sisi Aldric. Yang cocok dengan Aldric hanyalah aku, Alice," ujar seorang gadis cantik seraya mendorong lawan bicaranya hingga terjatuh ke kolam renang.
"Mati saja kau, Ayla!" teriak para haters yang selama ini sangat membenci Ayla.
"Hahaha, Alice itu pembantuku. Dia pesuruhku bukan sepupuku," ujar seorang gadis ketika bermain bersama teman-temannya.
"Ayla tidak pantas hidup, ia adalah iblis,"
"Argghhh ... ." Pekik seorang gadis cantik seraya menarik keras rambutnya.
Tadi ia sudah mati, tapi sekarang ia malah merasakan sakit luar biasa di kepalanya. Semua memorinya seakan bercampur dengan ingatan orang lain.
Ia lalu memejamkan matanya, mencoba menenangkan pikiran yang sejak tadi meronta. Setelah sedikit tenang baru bisa ia bernapas lega. Perlahan ia membuka kembali netranya.
Kamar bernuansa merah muda terpampang nyata di depannya, gadis itu mengernyit, 'Apakah neraka itu berwarna merah muda?'
Ia telah yakin akan masuk neraka sebab sumpah serapah para hatersnya, walaupun aslinya ia adalah orang baik, 'Tapi kenapa ada tempat tidur senyaman ini?'
"Nona," panggil seorang gadis muda menyadarkan Ayla dari pikirannya.
"Nona sudah sadar?" tanya gadis itu terlihat senang. 'Bahkan di neraka juga ada gadis cantik,' pikirnya tersenyum kecil.
"Nona, aku akan memanggil ibuku dulu." Gadis itu berlari keluar sembari berteriak memanggil ibunya.
.
.
.
"Nona muda sudah baik-baik saja, setelah beristirahat beberapa hari maka ia akan sehat seperti sedia kala," jelas dokter kepada seorang wanita paruh baya dan gadis cantik tadi.
"Terima kasih, Dokter."
"Nona Alice, apa ada yang sakit?" tanya gadis cantik itu membuat Ayla mengernyit.
Nona Alice?
Seketika pikirannya kembali ke masa beberapa tahun silam, dimana ia selalu mengutuk nama itu. Nama tokoh novel yang ia sukai, namun Nona Alice ini adalah tokoh yang paling dia benci.
"Kenapa kau memanggilku Nona Alice?" tanya Ayla akhirnya setelah lama terdiam.
"Karena Nona adalah Nona Alice."
"Hah?"
"Namaku itu Ayla, bu ... arghh."
'Alice, kau harus menuruti semua kata-kata ku, maka aku akan berteman denganmu.'
'Hey Alice, berhenti mengikutiku. Jangan seperti parasit! '
"Nona ... Nona baik-baik saja?" tanya gadis cantik itu ingin mengelus lengan Alice namun urung.
"Aku baik-baik saja," ujar Ayla sembari memijit kepalanya.
"Namamu siapa?"
"Nama saya Lucy Wright, Nona."
'Lucy Wright? Bukankah itu nama pelayan pribadi Alice dalam novel Belenggu Cinta?' batin Ayla mencoba merangkai semuanya.
Apa dia masuk ke dunia novel? Sungguh Ayla tak percaya hal konyol seperti itu. Ia bahkan sampai menggeleng-geleng membuat Lucy terlihat bingung.
"Nona, Anda baik-baik saja kan?"
"Ck, aku baik-baik saja. Kenapa kau terus bertanya hal itu? Lebih baik kau siapkan aku makanan saja. Rasanya aku sudah sangat lapar."
"Baik Nona. Akan saya siapkan segera," balas Lucy senang, sebelumnya sang nona memang tidak pernah merepotkannya. Sekarang saat nonanya meminta makanan, dia akhirnya merasa berguna menjadi pelayan pribadi nonanya ini.
.
.
.
Terlihat Ayla tengah berkeliling di ruangan yang ia anggap neraka mewah itu. Ia masih tidak percaya bahwa ia telah masuk ke dalam dunia novel.
Tok. Tok. Tok.
"Masuklah!"
"Nona, makanannya telah siap," ujar Lucy setelah menyajikan makanannya di atas meja.
"Iya," jawab Ayla sembari duduk di kursi yang telah disediakan Lucy.
"Makan yang banyak, Nona. Anda sudah tidak sadarkan diri selama satu minggu," nasihat Lucy perhatian, ia bahkan mengambilkan banyak lauk ke dalam piring nonanya.
"Memangnya aku kenapa sampai pingsan selama itu?"
"Nona didorong oleh teman Nona saat perayaan kelulusan."
Flashback On.
Alice mengepalkan tangannya, ia tidak terima melihat tunangannya malah duduk bersama gadis lain. Tidak hanya itu, Aldric tunangannya bahkan memilih berdansa dengan gadis kampungan itu dibanding dirinya.
"Alice, lihatlah gadis itu. Dari tadi terus menempel pada tunanganmu," bisik seorang gadis bernama Silvya Foster.
"Aku tahu," jawab Alice lirih, ia tidak ingin mencari masalah lagi, atau ia akan semakin dibenci Aldric.
"Kenapa kau masih diam saja? Seharusnya beri dia pelajaran."
"Tidak, nanti Aldric bisa semakin membenciku."
"Kenapa kau penakut sekali, aku jadi malas berteman denganmu."
"Ja-jangan, kamu adalah temanku satu-satunya di sekolah ini."
"Karena itulah kau harus membuktikan padaku, bahwa kau pantas menjadi sahabat seorang Sylvia," ujar Silvya membuat Alice mengangguk.
"Itu Aldric pergi, ini saatnya kau beri gadis itu pelajaran."
Alice pun berjalan dengan angkuhnya ke sisi gadis itu dan tanpa banyak bicara ia langsung menarik rambut sang gadis, "Kau gadis kampungan, nyalimu sangat besar sampai berani bergelayut pada tunanganku."
"Hehe, Aldric hanya menginginkanku bukan kau," balas gadis itu dengan tatapan menantang.
"Aldric hanya ingin mempermainkan mu, gadis murahan."
"Setidaknya dia ingin mempermainkanku, sedangkan kau? Bahkan melirik saja ia tidak mau."
"Kau ... ," Alice menggeram, ia mengeratkan tarikannya pada rambut gadis itu. Sementara gadis itu melirik bahwa Aldric sudah berjalan ke arah mereka.
"Arghh, sakit Alice. Lepaskan!" rintih gadis itu mencoba mendorong Alice menjauh darinya.
"Gadis sepertimu tidak cocok berada di sisi Aldric. Yang cocok dengan Aldric hanyalah aku, Alice," ujar Alice seraya mendorong gadis itu hingga terjatuh ke kolam renang.
Byurr.
Gadis itu tidak bisa berenang, Aldric yang melihatnya segera terjun dan menolongnya.
"Alice, kau ... ." Aldric tidak dapat berkata-kata lagi, obsesi Alice padanya benar-benar membuatnya semakin membenci gadis itu. Tiap ada gadis lain yang mendekatinya, Alice selalu melakukan hal di luar batas seperti ini.
Ia lalu berjalan pergi sambil menggendong gadis itu dalam dekapannya. Alice yang melihatnya hanya bisa mengepalkan tangannya, menahan amarah.
Tiba-tiba.
Byurr.
Ada yang mendorong Alice dari belakang, Alice juga tidak bisa berenang. Namun tidak ada yang berniat menolong, bahkan semuanya lebih memilih untuk pergi dari sana. Begitu juga dengan Sylvia, ia bahkan pergi dengan senyum menawan.
Alice telah kehabisan napas, perlahan tubuhnya mengapung. Ia bahkan terlihat telah kehilangan nyawanya.
"Ya ampun, Non," teriak seorang pria paruh baya segera menceburkan diri ke kolam renang. Ia terlihat kesusahan mengangkat tubuh sang nona. Niat hati ingin menjemput nonanya pulang, malah mendapati nonanya dalam keadaan seperti ini.
Flashback Off.
Begitu lah ceritanya sampai Alice dinyatakan kritis hingga Ayla terbangun dalam tubuh ini.
Ayla mulai mencerna semuanya, sebenarnya ia belum bisa percaya. Tapi sesuai cerita Lucy dan nama-nama yang dia sebutkan. Ayla yakin ia sudah bertransmigrasi ke dunia novel.
"Eh, Nona. Boleh saya bertanya sesuatu?"
"Hmm."
"Kenapa Nona seperti kehilangan ingatan? Nona bahkan bertanya siapa namaku."
"A-aku, pikiranku saat ini kacau. Jadi ingatanku tidak begitu jelas."
"Kalau begitu Nona harus beristirahat dulu. Saya undur diri dulu, Nona," pamit Lucy sedikit membungkukkan tubuhnya membuat Ayla merasa tidak nyaman.
"Lucy ... nanti temani aku berkeliling mansion ya, aku ingin ingatanku segera pulih."
"Siap, Nona."
Pagi dan siang berlalu.
Sore pun tiba
Saat ini keduanya tengah berkeliling di mansion keluarga Lawrence. Ayla yang melihat foto keluarga Lawrence semakin yakin bahwa ia telah masuk ke dunia novel.
'Karena kau telah memberikanku kesempatan untuk hidup lagi, maka aku akan mengubah takdirmu!' batin Ayla yang telah memutuskan memanfaatkan hidup kali ini dengan baik.
Note : Mulai bab selanjutnya Ayla akan kita panggil sebagai Alice.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tbc.
🌼🌼🌼🌼🌼