Anak Yang Tak Diinginkan
"Kamu itu, anak yang nggak pernah saya harapkan!" Bentak wijaya papah nya.
"Tapi kenapa pah?" Tanya Rania.
"Kamu mau tau kenapa saya membencimu?" Ucap pak Wijaya.
Rania mengangguk. "Iya pah, Rania ingin tahu kenapa papah membenci Rania!"
Rania Salsabila, gadis berusia 15 tahun, yang memiliki paras cantik, pintar dan sopan. Rania harus hidup dengan keluarga yang membencinya, ia sering kali di pukul, dicaci maki oleh ayah dan kedua kakak nya.hanya karena bu Indah meninggal saat melahirkan Rania.
"Jangan panggil saya papah!"
"Saya nggak sudi dipanggil papah sama anak yang telah membunuh istri saya!" Bentak pak Wijaya sambil menunjuk - nunjuk Rania.
"Maafkan Rania pah." Ucap Rania sambil menangis.
"Saya benci sama kamu, karena kamu istri saya meninggal!" Pekik pak Wijaya
"Kenapa kamu harus ada di dunia ini, kenapa tidak kamu aja yang mati! Kenapa harus istri saya!"
Rania menangis melihat papah nya begitu marah. "Maafkan Rania pah, maaf."
"Aku tidak butuh maaf kamu!" Ucap pak Wijaya
"Sekarang juga, pergi kamu dari rumah ini!" Bentak pak Wijaya sambil menyeret Rania.
"Pah Rania mohon, jangan usir rania pah. Rania mau tinggal dimana kalau Rania papah usir." Ucap Rania memohon sambil menangis.
"Saya nggak perduli, mau kamu tinggal di jalanan pun saya enggak perduli!" Bentak pak Wijaya
"Pah Rania mohon, maafkan Rania pah." Ucap Rania memohon.
"Ehh itu si anak sialan ngapain diluar, mana nangis-nangis gitu?" Tanya Keenan paka kakak nya Reno,karena mereka baru aja tiba di halaman rumah.
"Mana gua tahu!" Jawab Reno acuh.
"Mending sekarang kita sana aja, daripada terus disini." Ucap Keenan mengajak kakaknya masuk rumah.
Sedangkan Rania yang melihat kedua kakaknya muncul, langsung mendekatinya.
"Kak keen, kak Ren. Tolong Rania, bilang sama papah untuk enggak ngusir Rania." Ucapnya sambil menangis.
"HEH! Ngapain gua harus bantuin lo. Gak ada untung nya buat gua!" Ucap Reno dengan sinis.
"Memang seharusnya lo itu pergi sejak dulu, atau mati aja sekalian sana.daripada nyusahin orang, pembawa sial!" Bentak Keenan.
"Apa salah Rania kak, sehingga kakak membenci Rania?" Isak Rania.
"Lo itu bego ya, gara-gara lo nyokap gua meninggal!" Bentak Keenan sambil menunjuk Rania.
"Rania juga enggak mau mama meninggal kak, Rania juga sayang sama mama!" Ucap Rania sambil menangis.
"Halah! Gara-gara lo gua dan kak Reno kehilangan mama, ngerti gak lo!" Pekik Keenan.
"Kalau bisa disuruh memilih, rania juga nggak mau kehilangan mamah. Lebih baik aku gak lahir kedunia ini, jika taruhan nya mama!" Ucap Rania.
"Baguslah, memang seharusnya lo itu mati dari dulu.anak pembawa sial!"
"Sekarang juga,pergi dari sini! dan jangan pernah kembali lagi!" Usir Reno.
"Pergi yang jauh, gua gak mau keluarga ini kena sial gara-gara lo tinggal disini." Ucap Keenan sambil masuk kedalam rumah.
BRAK!
Keenan membanting pintu dan langsung menguncinya dari dalam. Rania hanya bisa menangis, meratapi nasib nya karena harus di usir oleh keluarganya.
Setelah diusir, Rania terpaksa pergi dari rumah. Entah harus kemana Rania pergi.
"Ya Allah, aku harus kemana sekarang." Isak Rania.
"Aku udah enggak punya siapa-siapa lagi."
"Ma, kenapa enggak aku aja yang pergi.kenapa harus mama!" Ucap Rania sambil menangis.
"Aku bingung harus kemana ma." Ucap Rania lagi.
Rania terus berjalan sambil terisak, tanpa sadar ia tiba di halte bus.
"Mau kemana dek?" Tanya seorang bapak, yang ia yakin itu sopirnya.
"Ini bus kemana pak?" Tanyaku balik.
"Ohh ini mah ke jakarta dek!"
"Jakarta?"
"Iya dek."
"Ya Allah, apa aku harus pergi kesana. Tapi aku bingung disana bagaimana." gumam ku dalam hati.
"Dek?" Panggil pak sopir.
"I-iya pak," Rania terkejut.
"Gimana, Adek ini mau kemana jadinya?"
"Iya pak, saya mau ke Jakarta."
"Yaudah, kalau emang mau kesana.ayo buruan masuk, saya mau berangkat sebentar lagi."
"Iya pak." Ucap Rania sambil masuk kedalam bus.
"Bismillah, semoga jalan yang aku ambil ini benar." Batin Rania.
Sekitar 7 jama lamanya, Rania pun tiba di Jakarta. Sekarang ia sedang bingung harus kemana,uang yang ia punya sudah habis untuk ongkos ke Jakarta.
"Sekarang aku harus bagaimana? Aku udah gak punya uang sama sekali." gumam Rania.
Rania mendengar suara Adzan berkumandang, "Sudah Ashar,aku sholat dulu deh." Ucap Rania.
Ia memang tidak pernah meninggalkan sholat sesibuk atau secapek apapun itu.
Sampai malam hari, Rania terluntang-la tung di jalanan.hingga ia tidak sengaja melihat ada ibu-ibu yang sedang di rampok.
"Tolong.....!"
"Tolong.....!"
"Tolong.....ada rampok tolong!" teriak Rania sambil memukul rampok itu.
"Heii!"
"Heii!"
"Heii..rampok!" Ucap beberapa orang yang mendengar teriakan Rania.
Bugh!
"Awww!" pekik Rania yang sengaja di dorong perampok yang ingin kabur.
"Kamu baik-baik saja dek?" Tanya ibu itu.
"I-iya bu,saya baik-baik aja. hanya lecet sedikit." jawabku.
"Makasih ya dek, karena sudah menolong ibu."
"Sama-sama bu."
"Adek ini mau kemana, malam-malam begini bawa tas?" tanya ibu itu saat melihat tas ditangan rania.
"Saya gatau bu!" Isak Rania bingung.
"Memangnya kamu dari mana? dan sama siapa kamu kesini?"
"Saya dari Bandung bu, saya kesini sendirian. Saya diusir dari rumah."
"Astaghfirullah, tega sekali keluarga kamu dek!" Iba ibu itu sambil mengelus Rania.
"Yaudah, sekarang kamu ikut ibu aja yuk." ajaknya.
"Enggak usah bu, saya takutnya merepotkan." tolak Rania halus.
"Enggak sama sekali, kebetulan ibu dirumah hanya berdua sama suami ibu."
Karena ibu itu terus memaksa, akhirnya Rania pun ikut pulang.
...7 Tahun Kemudian...
"Selamat ya nak, kamu memang hebat." Ucap pak Rizky.
"Kamu memang selalu membanggakan bunda dan ayah." Ucap bu Delina.
"Makasih, ayah, bunda. Berkat kalian aku bisa menjadi sarjana sekarang." Ucap Rania bahagia.
"Sama-sama sayang, itu memang keinginan kami untuk membahagia kan kamu." Ucap bu Delina.
"Iya, kami juga ingin melihat kamu menjadi wanita sukses." jawab pak Rizky.
"Sekarang, kita harus merayakan kelulusan kamu. Karena kamu lulus dengan nilai terbaik." Ucap bu Delina bahagia.
"Yaudah, sekarang kita langsung saja ke restoran yuk." ajak pak Rizky.
Setibanya di restoran mereka langsung memesan makanan. Sambil menikmati makanan mereka berbincang-bincang hangat.
"Sayang, kamu kan sudah lulus. Bagaimana kalau kamu bantu ayah mengurus perusahaan." tanya pak Rizky.
"Iya sayang, daripada kamu harus cari kerja kesan kemari. Lebih baik kamu di perusahaan ayah aja."
"Gimana ya, ayah, bunda. Rania nggak mau merepotkan ayah dan ibu lagi."
"Enggak..! Kamu gak pernah merepotkan kami. Justru kami senang, semenjak ada kamu, kami merasa bahagia." Ucap bu Delina sambil tersenyum.
"Iya sayang, kami sudah menganggap kamu sebagai anak kami sendiri." Balas pak Rizky.
"Tapi, Rania hanya ingin mandiri. Rania sudah banyak menyusahkan kalian selama ini."
"Enggak sama sekali sayang, kamu mau ya bantu ayah mengurus perusahaan." Harap pak Rizky.
"Rania pikir-pikir dulu ya ayah, bunda." Ucap Rania.
"Yaudah, nanti kalo emang kamu udah siap, kasih tahu saja kami yah." Balas bu Delina. Rania pun mengangguk.
Setelah selesai makan, mereka memutuskan untuk langsung pulang dan istirahat.
"Yah, bun, Rania mau langsung ke kamar saja, mau istirahat." pamit Rania.
"Iya, jangan lupa bersih-bersih dulu sayang." Ucap bu Delina.
"Iya bun." jawab rania sambil masuk ke kamar.