SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
Mbak Ratih, Sang Penunggu Rumah Si Mbah

Mbak Ratih, Sang Penunggu Rumah Si Mbah

1. Diasingkan

"Jangan dulu pulang sebelum Bapak suruh kamu pulang, mengerti!!"

Bentak Bapak pada Ela, anak perempuan satu-satunya yang bandelnya naudzubillah.

Ya...

Setelah bertahun-tahun sejak kecil Ela selalu saja membuat orangtuanya harus bolak balik ke Sekolahan karena dipanggil Guru akibat Ela menghajar temannya.

Alasannya, ya apalagi kalau bukan anak itu membuli anak lain, lalu Ela yang tak suka dengan anak-anak sok jagoan, akhirnya terpaksa menghajar mereka untuk memberikan pelajaran.

Dan...

Kini, saat akhirnya Ela masuk kuliah, ia kembali harus bermasalah dengan salah satu temannya di kampus, tidak sembarangan, kali ini teman yang bermasalah dengan Ela adalah anak salah satu pendiri yayasan yang menaungi kampus tersebut.

Walhasil, mampuslah orangtua Ela yang jadi terseret-seret ikut mengurus kasus Ela.

Ibunya Ela sampai saking syok nya akhirnya jatuh sakit, dan Bapak pun terpaksa menyuruh Ela menyingkir lebih dulu karena toh ia juga mendapat sangsi dari kampus.

"Anak itu melecehkan teman perempuan Ela, dan itu terjadi di depan Ela, bagaimana mungkin Ela diam saja!"

Begitulah Ela beralasan,

Tapi Bapak dan Ibu Ela mana mau tahu. Buat mereka akan jauh lebih mudah menjalani hidup apabila Ela diam saja, dan pura-pura tak melihat apapun, daripada menjadi superhero tapi akibatnya Bapak Ibunya jadi harus pasang koyo terus menerus.

"Tinggalah di rumah Mbah mu, sudah hampir satu tahun rumah Mbah mu tak ada yang menempati, Bapak sudah pesan pada Ibunya Depy, agar rumah dibersihkan, karena kamu akan tinggal sementara di sana."

Kata Bapak sambil memberikan uang saku.

Ela menghela nafas, apa yang bisa ia lakukan sekarang? Selain ia harus mengangguk pastinya.

Disambarnya sepuluh lembar uang seratus ribuan di atas meja yang diletakkan Bapak.

"Selebihnya, abang-abang mu yang akan bantu untuk sehari-hari, Kais dan Depy mungkin akan menemanimu tinggal di sana, termasuk mengawasimu supaya tidak melakukan hal-hal aneh lagi."

Kata Bapak.

Ela menghela nafas,

Hal aneh apa?

Yang aneh itu orang jaman sekarang, hanya karena dia anak petinggi yayasan, orang punya duit, lalu berbuat tidak baik sana sini membela.

Dasar mata sudah pada buta. Batin Ela kesal.

Tapi...

Lagi-lagi Ela tak bisa apa-apa, kalau misal Ela memaksakan menyanggah kata-kata Bapak lagi, bisa-bisa Ela bukan hanya diasingkan ke rumah si Mbah di Sirampog, Brebes, tapi juga akan dibuang ke tempat salah satu Abangnya bekerja, yaitu di ujung Papua.

Ela lantas berdiri, ia kemudian menyalami Bapak.

"Sebentar lagi travel nya datang, Ela siap-siap dulu."

Ujar Ela, yang padahal semuanya sudah Ela siapkan.

Ya...

Hanya satu koper berisi pakaian dan satu ransel hitam saja, buat Ela itu sudah lebih dari cukup, apalagi dia bukan tipe anak gadis yang ribet harus bawa alat makeup.

Bapak tampak mengangguk.

"Ibu masih belum mau bicara dengan Ela kan Pak?"

Tanya Ela pula,

Bapak mantuk-mantuk,

"Tidak apa, nanti juga kalau sudah tenang dia akan menelfonmu, dia hanya terlalu syok kamu hampir membunuh orang."

Kata Bapak.

"Dia hanya drama Pak, tidak ada orang mati hanya karena dipukul dua kali dan ditendang satu kali."

Kata Ela tak kuat untuk membela diri.

Bapak melotot,

"Ela!"

Ah Ela kelepasan, ia nyatanya tak bisa sesabar itu.

"Kamu ini memang keterlaluan, masih bagus mereka tidak membawa ini ke ranah hukum, kamu pikir kasusmu itu tidak bisa menyeretmu masuk bui?"

Kesal Bapak.

Ela pun kali ini diam lagi.

Ah yah sudahlah, mau seperti apapun, Bapak sudah lebih percaya bahwa Ela lah yang salah.

Ela akhirnya memilih undur diri, meski hatinya sesak karena kecewa, merasa Bapak dan Ibunya ikut kebanyakan orang yang tak berani membela kebenaran.

Ela berjalan menuju kamarnya, sampai di dalam kamar ia melihat hp nya menyala, tampaknya ada pesan singkat masuk.

Ela pun cepat menghampiri hp nya itu, melihat pesan dari siapa yang masuk.

Depy, anak Bibik Resti, adik Bapaknya.

Udah berangkat La? Kabari kalau sudah di jalan.

Kais, anak Bibik Putri, adik bungsu Bapaknya.

La, Ibu masakin soto ayam bumbu kacang, jam berapa sampai?

Ela tampak tersenyum,

Ya setidaknya, saudara-saudaranya di kampung baik-baik, jadi tak apalah, anggap ini sebagai liburan. Batin Ela.

Sebentar lagi otw, nanti kalau sudah dekat aku kabari.

Tulis Ela dalam pesan jawabannya yang ia kirimkan ke dua nomor sepupunya sekaligus.

Setelah itu Ela membawa hp nya untuk ia akan masukkan ke dalam ransel, ketika kemudian hp nya berdering,

Ada nomor baru masuk.

Ela yang berpikir itu dari pihak travel pun langsung mengangkat telfonnya.

"Ya halo..."

Kata Ela,

"La, jam berapa sampai, Ratih sudah siapkan rumahnya, sudah rapi, cepat sampai ya."

Terdengar suara perempuan dari seberang sana,

Ela mengerutkan kening,

Ratih?

Siapa Ratih?

Batin Ela.

Ela baru akan bertanya, saat panggilan itu terputus, dan digantikan nomor baru lainnya masuk.

Ela cepat mengangkat karena penasaran dengan siapa Ratih yang barusan menelfonnya.

Tapi...

"Mbak, kami sudah masuk komplek, mohon siap-siap di depan."

Kali ini suara laki-laki yang bicara,

"Oh, ini Najwa travel?"

Tanya Ela.

"Ya Mbak, maaf ini nomor yang satunya, yang satu kuota habis."

Kata laki-laki dari travel itu,

"Ooh iya iya."

Ela pun mantuk-mantuk dan kemudian cepat bergegas bersiap untuk berangkat.

**-----------**

2. Perempuan Siapa

Kais mendekati Ibu Putri, Ibunya yang tengah menggoreng mendoan pesanan tetangga, hari ini mereka memang mendapatkan pesanan mendoan dalam jumlah banyak karena ada acara kumpulan setelah waktu Isya di rumah Bu Sumarni, Bu Lurah baru yang terpilih seminggu lalu.

"Ela sudah sampai mana?"

Tanya Ibu pada Kais, anak sulungnya,

"Katanya baru mau OTW, Bu, kemungkinan sampai sini jam tiga pagi."

"Wah, bagaimana ini nasib sotonya?"

Gumam Bu Putri, ia sudah sengaja membuatkan soto untuk menyambut kedatangan keponakannya dari Jakarta, tapi ternyata malah Ela yang ditunggu-tunggu baru OTW.

"Ya itu biar Adinda saja yang makan Bu sama teman-temannya, mereka kan lagi belajar kelompok di depan,"

Ujar Kais.

"Oh, ya sudah, kamu siapkan saja, itu sekalian buat ngirim Bibik Resti dan Mbak Tari, tetangga baru kita itu."

Kata Bu Putri.

"Mbak Lestari?"

Tanya Kais memastikan.

"Iya, Mbak Tari, yang suaminya jadi Guru baru di Sekolahnya Adinda."

Jawab Bu Putri.

Kais mantuk-mantuk.

"Ini nanti kan Ibu mau antar pesanan sekalian kumpulan, paling sebentar lagi Bu Alnie sama Bu Juwi datang, ada lebihan tempe kamu buatkan mendoan sekalian saja itu untuk teman adik-adikmu."

Kata Bu Putri,

"Oh, oke Bu."

Sahut Kais seraya mengacungkan ibu jarinya.

"Evie belum pulang ngaji?"

Tanya Bu Putri pula.

"Belum Bu, kan ini malam sabtu, biasa kan kalau malam sabtu ada acara makan tumpengan."

Ujar Kais.

"Oh iya bener, ini malam Sabtu."

Bu Putri mantuk-mantuk.

Kais lantas berjalan menuju ruang depan dan kemudian keluar menuju teras.

Adinda, adiknya tengah berkumpul dengan teman-temannya, mereka tampak kasak-kusuk seperti sedang menceritakan sesuatu yang serius.

"Ehm."

Kais pun mengagetkan mereka, membuat mereka yang semula begitu serius akhirnya terpaksa mengalihkan pandangan ke arah Kais yang berdiri di ambang pintu.

"Eh, Mbak Kais,"

Adinda dan ketiga temannya terlihat nyengir kuda,

"Belajar jangan sambil ghibahin teman, dosa."

Kata Kais.

"Ora Mbak, ora, yakin ora."

Kata Adinda langsung cepat menyanggah,

"Lah itu tadi apa, pada serius bisik-bisik."

Ujar Kais.

"Ini Mbak, katanya Bu Juwi kemarin malam jumat pulang pengajian lihat ada yang nyapu di depan rumah Mbah."

Tutur Adinda.

Kais mengerutkan kening,

"Siapa? Depy mungkin."

Ujar Kais.

Adinda menggeleng,

"Ini Riska cerita katanya Ibunya pulang pengajian wajahnya pucat pasi, kan pulang pengajian sudah jam sembilan malam Mbak, itu yang nyapu di depan rumah Mbah, Bu Juwi tidak kenal."

Kata Adinda.

Kais lantas menatap Riska, anak Bu Juwita yang kini juga berada di sana ikut kerja kelompok.

"Betul itu Ris?"

Tanya Kais,

Riska mengangguk,

"Iya Mbak, kata Ibu, tadinya memang dikiranya Mbak Depy, sama ibu disapa, pas depan pagar rumah persis baru perempuan itu nengok ke arah jalan, wajahnya cantik tapi Ibu tidak kenal."

Kata Riska.

"Lah Bu Juwi ketakutannya kenapa?"

Tanya Kais,

"Perempuan itu setelah nengok ke arah Ibu tersenyum, tapi sambil masuk rumah menembus dinding."

"Aaah, aku takut nih pulangnya."

Kedua teman yang lain malah jadi ketakutan,

Kais yang sejatinya juga merinding membayangkan jika itu cerita benar tampak berusaha tenang,

"Sudah... Tidak apa-apa, selama kita tidak jahat, mereka juga tidak akan jahat kok, percaya deh."

Kata Kais.

Adinda menatap kakaknya setengah ragu,

"Mbak, bukannya Mbak Ela akan tinggal di rumah Mbah? Apa tidak dikasih tahu dulu,"

Kais menghela nafas, benar juga ya, ini toh akan berkaitan juga dengan nasibnya yang diminta Pak Gede nya untuk menemani Ela tinggal di rumah Mbah selama tinggal di sini.

Tapi...

Apa perlu Kais bicara pada Depy dulu?

Bukankah dia yang selama ini paling sering masuk rumah Mbah?

Jika memang di rumah Mbah ada yang aneh, harusnya Depy juga merasakannya sesekali, atau bahkan malah setiap kali masuk rumah Mbah.

"Ya sudah... sudah, kalian mau Mbak buatkan soto, siapa yang tidak suka pedas? Soal cerita hantu sudah tidak usah dibahas lagi, fokus belajar saja."

Kata Kais akhirnya.

Keempat anak remaja itupun langsung sibuk pesan selera soto mereka masing-masing.

Setelah semua menyampaikan keinginannya, barulah Kais masuk kembali ke dalam rumah.

Di dapur Bu Putri sudah selesai menyiapkan gorengan mendoan di dalam wadah untuk dibawa ke tempat Bu Sumarni.

"Ibu, apa Bu Juwi sudah cerita soal kejadian malam jumat kemarin?"

Tanya Kais mendekati Ibunya,

"Cerita apa? Ibu mau siap-siap ke kumpulan ini Is,"

Kata Ibu.

Kais pun hanya bisa menghela nafas mendengar kata-kata Ibunya yang tengah buru-buru jadi tak bisa ngobrol panjang lagi.

"Ya baiklah Bu, nanti saja dilanjut."

Kata Kais sedikit kecewa.

Perempuan menyapu di rumah Mbah dan menembus dinding, sudah jelas itu bukan manusia bukan?

Batin Kais.

**------------**

Terpopuler