SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
Zeel Greenlight

Zeel Greenlight

Bagian 1 : Permulaan

Kota benteng Clever merupakan kota yang berada di atas bukit Clever, dinding-dinding menjulang tinggi mengelilingi kota benteng Clever.

Terdapat tiga gerbang raksasa yang menjadi jalur keluar masuk kota benteng Clever, yaitu arah barat, selatan, dan timur.

Kota benteng Clever terbagi atas beberapa bagian, arah mata angin timur merupakan tempat tinggal bagi penduduk kota, arah mata angin selatan adalah wilayah industri.

Arah mata angin barat terdapat wilayah militer, arah mata angin  utara  berdiri kuil Greenstone, dan tepat di tengah-tengah kota terdapat markas Defender sang pelindung kota.

Setiap wilayah dibatasi oleh dinding tinggi, semua wilayah terhubung melalui gerbang raksasa.

Gerbang raksasa berada pada dinding perbatasan tiap wilayah, gerbang raksasa ini menjadi satu-satunya jalur penghubung tiap wilayah bagian.

Kota benteng Clever menganut kepercayaan Green, mereka menyembah batu greenstone sebagai sang pelindung.

Batu greenstone adalah satu dari empat batu sakral di dunia ini.

Setiap batu memiliki kekuatan masing-masing, kekuatan dari batu greenstone adalah daya tahan, pengguna batu ini akan memiliki daya tahan yang luar biasa.

Penghuni kuil Greenstone memainkan peran kekuasaan di kota benteng Clever, mereka menyebut diri mereka sebagai penghubung antara greenstone dan umat manusia.

Pengguna batu greenstone adalah keluarga Greenlight, batu greenstone diwariskan dari generasi ke generasi dalam keluarga tersebut.

Jika batu greenstone digunakkan oleh orang yang tidak memiliki darah Greenlight.

Batu tersebut tidak dapat digunakan dengan maksimal dan bahkan bisa menyebabkan kematian bagi penggunanya.

10 april tahun 1700 kota benteng Clever.

Musim semi pagi hari, terdengar suara nyaring  pedang dan sorak sorai.

Suara tersebut berasal dari arena latihan yang berada di wilayah militer kota benteng Clever.

Nampak dua pemuda berzirah besi serta bersenjatakan pedang besi sedang latihan tanding.

Slash, slash ....

Zeel Greenlight melancarkan serangan bertubi-tubi ke arah lawannya.

Zeel Greenlight, pemuda rupawan dengan rambut acak-acakan berwarna cokelat,  Zeel berbakat dalam berpedang,

Zeel mudah beradaptasi dengan hal-hal baru, ia juga merupakan anak dari Garmond Greenlight sang Defender.

Sementara itu latihan tanding terus berlanjut, zeel nampak mengontrol jalannya pertandingan.

Kemampuan lawan tanding Zeel jauh berada di

bawah Zeel, hingga membuat sang lawan terjatuh.

“Kamu tidak apa-apa?” ucap zeel sembari mengulurkan tangan kearah lawan tandingnya.

Dengan ekspresi takut dan tangan yang gemetaran sang lawan tanding menerima uluran tangan zeel, “aku tidak apa-apa.”

Tanpa berkata-kata zeel membalas dengan senyum, dan seketika sorak sorai penonton menjadi meriah.

Lalu wasit sebagai pengadil menggengam tangan Zeel kemudian mengangkat tangan Zeel ke atas sebagai simbol kemenangan Zeel.

“Hebat sekali Zeel!”

”Luar biasa Zeel!”

Terdengar teriakan  dari kerumunan penonton.

Sore hari tiba, latihan tanding berakhir, Zeel dan

para prajurit lainnya  pergi ke gudang senjata militer untuk mengembalikan senjata serta zirah yang mereka kenakan.

Terlihat banyak senjata yang bergantungan di dinding gudang tersebut.

Kemudian Zeel dan para prajurit lainnya mandi di

pemandian militer.

Kota benteng Clever berdiri di atas bukit, tak heran terdapat sumber air panas, termasuk pemandian militer.

Pemandian militer menyerupai kolam, cukup luas namun dangkal, tepian kolam dibatasi nampak dibatasi dengan bebatuan.

Malam hari tiba, seluruh prajurit berada kantin

militer untuk makan dan minum, tidak ada yang spesial dari kantin militer.

Meja dan kursi kayu yang nampak tertata rapi, koki yang sedang memasak, serta cahaya lilin yang menerangi seisi ruangan.

Seperti prajurit lainnya Zeel nampak duduk menikmati makanan.

Tiba-tiba ada seorang prajurit datang kearah Zeel sambil membawa makanan.

Kemudian prajurit itu duduk di kursi kosong yang berada di samping Zeel.

“Hei Zeel,” kata prajurit tersebut.

“Eh Delmon, ada apa?” ucap Zeel sambil menatap ke arah prajurit tersebut.

“Zeel kamu sebaiknya jangan terlalu keras terhadap anak baru,” kata Delmon.

“Oh, maksudmu lawan latihan tandingku tadi?” balas Zeel.

“Iya, kasihan dia nampak ketakutan begitu, bagaimana kalau ia trauma dan berhenti menjadi prajurit?” kata Delmon sembari memasang

wajah khawatir.

Delmon adalah sosok teman dekat bagi Zeel, ia

merupakan bagian dari unit pemanah, Delmon terkenal dengan akurasi panahnya yang sangat baik serta kecerdasannya.

Secara usia Delmon dua tahun lebih tua di bandingkan Zeel.

“Berarti hanya sebatas itu keinginan dia menjadi

prajurit,” balas Zeel sambil beranjak dari meja makan.

Setelah beranjak dari meja makan, Zeel menyusuri lorong panjang ditemani lilin yang berjejer di sepanjang dinding lorong.

Terbuat dari kayu, lorong tersebut nampak sudah cukup tua, sisi kiri dan kanan lorong terlihat banyak pintu.

'104 Zeel' tertulis pada pintu ruangan yang ada

dihadapan Zeel.

Ia mengambil kunci yang ada di sakunya kemudian membuka pintu ruangan itu.

Sreeet ....

Pintu ruangan tersebut terbuka, lalu Zeel masuk ke dalamnya.

Ruangan itu adalah kamar Zeel, kamar Zeel adalah satu dari sekian banyak kamar yang berada di asrama militer Clever.

Ranjang beserta kasur untuk satu orang, lemari kecil, dan sebuah lilin diatas meja, sebuah ruangan kecil dengan jendela yang menghadap

barat.

Itulah kamar Zeel, malam itu Zeel tertidur dengan lelap.

Tepat di tengah malam, Zeel terbangun dari tidur

lelapnya, Zeel memandang keluar jendela.

Bulan terlihat terang pada malam itu, nampak

cahaya bulan menerangi kamar Zeel.

Zeel bangkit dari kasur, kemudian mengambil pedang kayu yang ia taruh dibawah ranjangnya.

Bersama pedang kayunya Zeel pergi ke arena

latihan.

Tidak nampak aktivitas orang lain pada malam itu, hanya keheningan malam dan cahaya bulan.

Syuut, syutt ....

Nampak Zeel mengayunkan pedang kayunya ke berbagai arah.

Dalam peraturan militer kota benteng Clever, penggunaan senjata tajam dan zirah hanya diizinkan ketika latihan militer atau ketika terjadinya pertempuran.

Izin khusus penggunaan senjata tajam di berikan kepada prajurit penjaga gerbang serta prajurit yang sedang dalam tugas patroli.

Di luar dari pada perizinan tersebut seluruh senjata serta zirah akan terkunci di gudang senjata militer.

Pedang kayu adalah bentuk inisiatif Zeel sendiri, agar ia dapat tetap berlatih diluar jam latihan militer.

Tidak ada yang spesial dari pedang kayu Zeel, hanya pedang kayu biasa, ia selalu berlatih diam-diam di malam hari, berlatih lebih keras dari siapapun.

29 april tahun 1700 wilayah militer kota benteng Clever.

Dua hari terakhir di setiap bulan merupakan hari libur bagi para militer Clever.

Pagi itu, Zeel nampak terburu-buru mengemas pakaian kedalam tasnya.

Zeel berlari menuju gerbang perbatasan wilayah militer dan wilayah industri, setibanya di gerbang perbatasan.

Zeel melihat Delmon sedang berdiri di sisi lain gerbang.

“Zeel!” teriak Delmon sembari melambaikan tangan.

“Ah Delmon, selamat pagi,” balas Zeel dengan suara ngos-ngosan.

Dengan ekspresi kesal Delmon berkata, “jam berapa ini? kenapa kamu baru bangun? prajurit lain sudah berangkat.”

“Maaf,” ucap Zeel dengan senyum tanggung.

Setelah itu mereka berjalan menuju wilayah penduduk, melewati wilayah industri.

Jalan pasir mereka lewati, kiri kanan sisi jalan terlihat rerumputan dan pagar kecil sepanjang jalan.

..."Menyerah hanya karena kekalahan, seorang prajurit tidak seperti itu."...

...-Zeel Greenlight-...

Bagian 1 : Permulaan II

Tiga puluh menit berlalu semenjak mereka meninggalkan perbatasan wilayah militer dan wilayah industri.

Mulai nampak banyak pohon-pohon besar pada sisi kanan jalan, iron tree nama pohon besar tersebut.

Sebagian ranting pohon iron tree yang patah nampak berserakan di jalan yang Zeel dan Delmon lalui.

Krak, krak, krak ....

Terdengar suara langkah kaki Zeel dan Delmon yang menginjak sejumlah ranting pohon.

Iron tree merupakan pohon penghasil kayu terbaik di dunia ini.

Selain terkenal dengan keawetannya iron tree juga terkenal dengan kekokohannya.

Sayangnya kayu ini cukup langka, selain wilayah bukit Clever pohon ini sulit ditemukan.

Konon katanya dinding-dinding yang

mengelilingi kota benteng Clever terbuat dari kayu pohon tersebut.

Sisi kiri jalan mulai terlihat pabrik kayu, para

pekerja pabrik terlihat sibuk.

Mereka bekerja secara terorganisir, setiap orang mengerjakan bagiannya masing-masing.

Kebanyakan pekerja disana adalah pria, di pabrik inilah berbagai kerajinan berbahan dasar kayu dibuat.

Mereka biasa melayani kebutuhan penduduk kota benteng Clever.

Sembari di perjalanan, Zeel dan Delmon berbincang.

“Zeel, pasti si dia sedang menunggu kamu,” kata Dalmon dengan pandang lurus kejalan.

“Yup, mungkin dia sedang menunggu sambil memasang wajah cemberut,” balas Zeel.

“Bagaimana denganmu?” tanya balik Zeel.

“Ah, kita sudah tiba di depan pabrik industri kain,” ucap Delmon seolah-olah menghindari pertanyaan Zeel.

“Oh iya, kalau begitu kita berpisah sampai di sini,” balas Zeel.

“Ayo-ayo sana cepat … si dia pasti sedang menunggumu,” kata Delmon sembari mendorong Zeel ke pintu gerbang pabrik kain.

“Baiklah-baiklah … Delmon hati-hati di jalan,” balas Zeel.

“Sebaiknya kamu khawatirkan dirimu sendiri,” ucap Delmon sembari melambaikan tangan kemudian membelakangi Zeel.

Perjalanan mereka terpisah, Delmon melanjutkan

perjalanannya menuju wilayah penduduk.

Sementara Zeel ingin menemui seseorang di pabrik industri kain.

Selain pabrik kayu, wilayah industri kota benteng

Clever juga memiliki pabrik industri kain.

Pabrik ini memproduksi kain serta kerajinan berbahan dasar kain lainnya.

Sama seperti pabrik kayu, pabrik kain juga memenuhi kebutuhan penduduk kota benteng Clever.

Tepat di seberang pabrik kain, merupakan peternakan domba terbesar di kota benteng Clever.

Daging domba dari peternakan ini nantinya di jual ke pasar Clever,

Bulu domba dari peternakan ini biasanya di jual ke pabrik kain.

Bulu domba ini nantinya dimanfaatkan pabrik kain sebagai bahan dasar pembuatan kain.

Siang hari tiba, Zeel langkah demi langkah masuk ke pabrik kain.

Kemudian ia masuk ke salah satu bangunan besar yang berada di dalam pabrik kain.

Bentuk bangunan tersebut terlihat seperti sekolah, di sepanjang lorong bangunan itu Zeel menjadi bahan perbincangan orang-orang yang berpapasan dengannya.

“Siapa pemuda itu? apa mungkin ia prajurit?”

“ia terlihat kuat,”

“tampan sekali pemuda itu,”

Terdengar dari gadis-gadis yang berpapasan dengan Zeel.

Setelah menelusuri lorong yang cukup panjang, Zeel terlihat sedang berdiri di depan pintu salah satu ruangan.

Nampak di hadapan Zeel sebuah ruangan dengan pintu terbuka, meja dan kursi tertata rapi di dalam ruangan itu.

Di dalam ruangan tersebut terlihat sosok seorang gadis yang sedang duduk di kursi yang berada di dekat jendela.

Dengan memasang wajah cemberut pandangan gadis tersebut tertuju keluar jendela.

Tok, tok, tok ....

Zeel mengetuk pintu ruangan.

“Clare … maaf aku terlambat,” lalu Zeel menggaruk kepala dengan tangannya.

Gadis tersebut menoleh kearah Zeel, seketika

ekspresinya berubah dari yang tadinya cemberut menjadi berbinar-binar.

Namun dengan seketika ekspresi gadis tersebut kembali cemberut.

Gadis tersebut berjalan mendekati Zeel, kemudian ia menggengam tangan Zeel.

“Yaudah … ayo kita berangkat,” kata gadis tersebut dengan ekspresi cemberutnya.

Clare merupakan kekasih Zeel sekaligus teman masa kecil Zeel, ia sosok gadis yang ceria dan ekspresif, apapun perasaanya terlihat jelas pada ekspresi wajahnya.

Namun sosok ceria itu hanya ia tunjukkan pada orang yang dekat baginya, termasuk Zeel.

Clare secara fisik agak berbeda dengan penduduk Clever kebanyakan, rambut dan matanya berwarna hitam.

Masa lalu yang kelam, membuat Clare di kucilkan

seluruh penduduk kota, hanya Zeel yang selalu berada di sisinya.

Berkat bakatnya dalam dunia kerajinan kain

Clare dapat bersekolah di pabrik kain.

Karena bakat dan masa lalu yang kelam, banyak orang yang  iri hati dan benci kepada Clare.

Sembari bergenggaman tangan Zeel dan Clare berjalan sepanjang lorong kelas.

Terpancar aura iri hati dan benci pada gadis-gadis yang berpapasan dengan mereka sepanjang jalan.

“Bukankah itu pemuda tampan tadi? kenapa ia bersama Clare?”

“monster itu pasti mengancamnya,”

Terdengar bisik-bisik sepanjang jalan.

Clare yang mendengar ucapan tersebut, berubah ekspresi dari yang tadinya cemberut, menjadi seperti anjing yang menjaga tuannya.

Sorot matanya yang tajam seolah-olah berkata siap menggigit kapan saja.

Ekspresi anjing yang menjaga tuannya hilang ketika mereka berdua sampai di wilayah penduduk.

Tiba-tiba Clare memeluk Zeel dengan

erat, Zeel nampak kaget.

“Aku kangen …” ucap Clare pelan.

Zeel tersenyum, “aku juga.”

Dua menit berlalu semenjak mereka berpelukan, Clare nampak tidak ingin melepaskan pelukannya pada Zeel.

“Clare bisa lepaskan aku … napasku mulai sesak,” Zeel nampak tersengal-sengal.

“Maafkan aku … maafkan aku …” kemudian Clare melepaskan pelukannya.

“Ada tempat yang ingin kamu kunjungi?” tanya Zeel.

“Ada,” balas singkat Clare.

‘Pasar Clever’ tertulis pada sebuah portal, toko-toko berjejer sepanjang pasar, terlihat berbagai macam dagangan.

Mulai dari kebutuhan pokok hingga berbagai macam kerajinan, suasana pasar nampak ramai,

banyak orang lalu lalang.

Pasar Clever merupakan pusat perdagangan di kota benteng Clever, berbagai aktivitas perdagangan berlangsung di sini.

Umumnya produk yang di jual merupakan produk lokal penduduk kota benteng Clever, namun ada juga yang berasal dari luar.

Aktivitas jual beli di pasar Clever menggunakan koin mora sebagai alat tukar.

Koin mora merupakan alat tukar yang telah di sepakati dan di gunakan oleh anggota perserikatan sebagai alat tukar.

Termasuk kota benteng Clever sebagai salah satu anggota perserikatan, koin mora berbahan dasar logam mulia.

Penamaan koin mora berdasarkan salah satu nama dewa dalam perang besar.

Bangunan pedagang tempat para pedagang berjualan bukan milik pribadi, melainkan milik kuil Greenstone.

Para pedagang harus membayar biaya sewa, jika ingin berjualan di pasar Clever.

“Clare genggam tanganku,” ucap Zeel dengan wajah sedikit memerah.

Clare nampak kaget mendengar ucapan Zeel, dalam hubungan mereka, tidak biasanya Zeel berinisiatif duluan.

Biasanya Clare yang memulai lebih dahulu.

“Ternyata agresif juga kamu ya,” goda Clare sambil menyikut pelan Zeel.

“Aku tidak mau kita terpisah di keramaian, nanti kan bisa repot,” balas Zeel.

“Baiklah,” balas singkat Clare disertai senyuman

kecil.

Setelah masuk ke pasar, Zeel dan Clare mampir ke salah satu toko bunga, aroma harum bunga tercium dari toko tersebut.

Terlihat banyak berbagai jenis bunga beserta potnya dengan warna yang beragam.

Tersedia juga berbagai jenis benih-benih bunga siap di tanam.

Sosok sang pemilik toko bunga tersebut terlihat cukup misterius, jubah hitam menutupi seluruh tubuhnya, hanya mulut yang nampak.

..."Aku kangen."...

...-Clare-...