SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
Reporter Indigo

Reporter Indigo

Awal Mula

Dendy Saputra, seorang reporter yang berusia 25 tahun. Ia menyewa rumah di pinggir kota. Rumah itu di sewakan dengan harga murah karena menurut penyewa sebelumnya dia sering di teror oleh hantu.

Dendy sendiri tidak menanggapi rumor yang ada disekitarnya, karena dia tidak percaya dengan hal gaib. Jika pun benar ada dia tidak perlu takut karena Tuhan selalu bersamanya.

Dendy berjalan masuk ke dalam rumah, sambil melihat-lihat isi rumah yang terbuat dari kayu. Desain interior rumah tersebut sangat klasik. Namun karena berada jauh dari kota dan berada didalam perkampungan yang masih lebat pepohonan serta, antara satu rumah dengan rumah yang lain berjarak jauh-jauh sehingga memiliki kesan mistis.

Rumah itu bertingkat namun diatas hanya kamar loteng, tempat untuk berjemur dan gudang. Sementara di lantai bawah ada tiga kamar, kamar mandi berada di luar kamar. Ruang tamu, ruang keluarga dan ruang makan memiliki ruangannya sendiri-sendiri.

"Saya tertarik dengan rumah ini, sangat besar. Dan jauh dari kota, sangat tenang Bu. Bahkan kalaupun di jual, saya akan membelinya," komentar Dendy sembari melihat pemandangan luar dari kaca jendela.

"Syukurlah kalau nak Dendy tertarik, tapi rumah ini tidak dijual, hanya disewakan saja," ucap Rosita

"Kenapa Ibu tidak ingin menjual rumah ini?" Tanya Dendy, dia menginginkan rumah tersebut karena sangat murah dengan ukuran rumah bertipe 60

"Saya tidak berani menjual, karena pemilik rumah ini adalah suami saya yang terdahulu, dia hilang entah kemana. Saya sendiri juga tidak tahu dia dimana, kemana atau bagaimana keadaanya karena tidak ada kabar sama sekali," Rosita menundukkan kepala dengan wajah sedihnya.

"Sudah 20 tahun dia menghilang secara misterius. Saya sengaja tidak menjualnya, kalau suatu saat dia kembali bagaimana?" ucap Rosita kembali.

Konon katanya, si pemilik rumah tersebut adalah seorang penulis terkenal yang tiba-tiba hilang secara misterius.

Sudah 20 tahun pria itu menghilang. Tidak ada yang tahu keberadaannya, entah dia mati atau masih hidup. Sang istri pun menyewakan rumah tersebut beserta isinya yang masih sama di tempat semula.

Sang istri, Rosita telah menikah lagi dengan pria lain.

"Benar juga sih," ucap Dendy

"Ini kuncinya Nak, saya juga udah cek, uangnya sudah masuk ke rekening saya," ucap Rosita sembari memberikan kunci rumah dan beberapa kunci ruangan lainnya.

Dendy menerimanya sambil tersenyum.

"Dan ini kuitansi untuk anda sebagai penyewa rumah," Rosita memberikan kuitansi itu setelah menulis jumlah dan memberikan kata lunas disertai materai serta tanda tangannya.

Dendy mengambil kuitansi tersebut dan membacanya meneliti satu persatu kata yang tertera di atasnya. Setelah itu Rosita pergi dengan berjalan kaki. Rumahnya tak jauh dari rumah suaminya yang terdahulu.

Dendy merasa beruntung mendapatkan rumah yang sangat besar dengan harga sewa yang sangat murah. Dia pun tersenyum-senyum sembari melihat-lihat isi rumahnya lagi. Ia menyewa beserta barang-barang pemilik rumah terdahulu.

"Serba antik, aku suka," gumam Dendy

TIK...TAK...TIK..TAK...DRRTTT TIK... TAK...

Terdengar suara mesin tik dari dalam rumah. Dendy pun merasa aneh. Bagaimana bisa? Rumah ini kosong, lalu siapa yang mengetik? Tidak mungkin kan jika penghuni rumah lain karena jarak rumah mereka berjarak jauh.

"Aku kok denger suara mesin tik ya?" Gumamnya lagi.

Dendy samar-samar mendengar suara mesin tik. Ia pun mengikuti arah suaranya. Kemudian ia berhenti di depan pintu kamar yang tertutup. Suara itu terdengar jelas dari dalam.

Ceklek

Pintu pun terbuka

Tidak ada siapapun yang mengetik, suara itu pun menghilang. Tetapi Dendy melihat sebuah mesin tik yang berada di atas meja dekat tempat tidur.

"Aneh,"

Whuuuss angin sepoi pun meniup bulu Roma Dendy, tengkuknya terasa dingin dan meremang. Angin itu masuk dari pintu ruang tamu yang tidak terkunci.

"Kok aura rumahnya jadi serem ya hiiy...,"

Dendy menyentuh tengkuknya yang merinding tiba-tiba. Kemudian ia berlari kecil menuju ruang tamu dan keluar. Tak lupa ia mengunci pintu rumahnya.

Pintu kamar yang terbuka itu tertutup sendiri dengan suara bantingan yang keras saat Dendy telah meninggalkan rumah itu.

Visual Dendy Saputra.

.

.

.

Cekrek Cekrek Cekrek

Suara Kamera DSLR maupun SLR memotret seseorang ketika keluar dari pengadilan.

Wajah pengusaha itu memakai baju tahanan. Ia diduga telah membunuh istrinya sendiri yang merupakan seorang Artis.

"Pak Gibran, bagaimana perasaan bapak pada sidang pertama ini?" tanya salah satu reporter wanita

Tampak Gibran tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan reporter berita tersebut. Terutama report wanita yang berada didepannya, ia memakai tanda pengenal sebagai reporter. Tertera nama 'Key' pada id card nya tersebut.

"Pak kenapa bapak membunuh istri bapak padahal bapak mengatakan sangat mencintainya?" tanya Dendy

Gibran menoleh ke arah Dendy dengan mata merahnya. Wajahnya terlihat sedih, dan kurang tidur.

"Saya sudah katakan, bahwa tuduhan itu salah! Saya tidak membunuh Istri Saya!" pekik Gibran

Pengusaha itu berbicara dengan suara lantang dan mulut terbuka lebar, tepat di depan wajah Dendy. Hingga muncratan air liurnya mengenai wajah reporter tampan itu.

Sialan batin Dendy

Key menghampiri Dendy setelah pengusaha tersebut masuk kembali ke dalam mobil polisi dengan tangan di borgol di depan serta dua polisi yang mengawal dirinya di belakang. Mobil itu pun pergi menuju sel tahanan.

"Ahaha nih tisu," ucap Key sambil menyodorkan tisu

Dendy mengambil tisu dan mengusap wajahnya yang terkena cipratan liur.

"Apes gue ga dapat jawaban,"

"Gue lumayan lah ya, dapet plus ludahnya dia," ujar Dendy

"Haha, Lo hari ini pindahan?" tanya Key

"Ya, tadi pagi gue udah ketemu sama yang punya. Rumahnya gede banget Key, murah lagi," sahut Dendy

"Asik dong, gue numpang tinggal boleh ga? Bikin aja kos-kosan soalnya bentar lagi kosan gue abis," ujar Key

"Mana bisa Lo cewek!, perpanjang lagi aja," tolak Dendy kemudian menyarankan untuk memperpanjang kontrak sebelumnya.

"Males ah, dua penghuni yang baru depan kamar gue itu berisik. Ditegur dikit langsung nyolot, dari pada perang mending diem," celoteh Key

"Sore nanti gue udah mulai pindahan. Mending Lo liat aja dulu sekalian bantuin bawa barang gue," ucap Dendy

"Boleh deh,"

Setelah mendapatkan berita, dua reporter itu pun kembali ke kantor. Key dan Dendy sebenarnya berstatus mantan kekasih. Key memutuskan Dendy karena kesalahpahaman.

Sore hari pun tiba, Key bisa merasakan dari luar jika di rumah itu ada makhluk lain. Key mencengkeram lengan Dendy saat pria itu akan masuk kedalam

"Den, sebaiknya Lo jangan pindah kesini. Ada aura gitu didalam," cegah Key

"Aura apaan? Aura kasih?" sahut Dendy sedikit bercanda

"Ih bukan, gue emang ga bisa liat tapi gue bisa ngerasain didalam kayak ada makhluk gitu," jelas Key.

"Key, denger ya. Kita hidup dengan berbagai makhluk dibumi. Mau dikantor, mau disini pasti ada mereka yang tidak terlihat. Asalkan kita gak ganggu mereka," Jelas Dendy sedikit menasihati.

"Tapi ini auranya beda, kayaknya dia itu punya aura jahat gitu," jelas Key dengan wajah penuh ketakutan.

Kesurupan

Dendy melihat ke arah rumahnya, memang terlihat seram tetapi dia tidak merasakan apa-apa.

"Jadi..., Lo mau ikut tinggal di sini atau kagak?" tanya Dendy

"Untuk sementara gapapa lah, sampe gue ketemu kos-an lain," jawab Key

"Yaudah yuk masuk," ajak Dendy dengan membawa tabung gas ukuran mini serta membawa beberapa buku dan tas ransel yang ia sampirkan di bahu.

Key masuk membantu Dendy membawakan dua kopernya.

"Bismillahirrahmanirrahim," ucapnya sebelum membuka pintu.

Saat Dendy membuka pintu rumahnya ada sesuatu yang melompat ke arah Key hingga wanita itu ketakutan.

"Aaaah!" teriak Key dengan refleks menepis sesuatu yang menimpanya. Namun ternyata itu adalah kucing.

Kucing itu terjatuh, namun ia mendekati Key dan mendusel-duselkan kepalanya di kakinya.

"Meong,"

"Ihh bikin kaget aja, Kucing siapa sih, kok ada kucing?Seinget gue Lo pernah bilang ga suka kucing," tanya Key seraya berjongkok dan mengambil kucing tersebut lalu menggendongnya.

Tubuhnya yang bulet dan menggemaskan membuat Key langsung menyukai kucing tersebut.

"Gue juga ga tahu kucing siapa. Tadi pagi pas pulang, tuh kucing ndesul-ndesul gue. Yaudah gue masukin aja kerumah. Mungkin ngambek karna ga dikasih makan jadinya langsung nyerang kayak tadi," jelas Dendy

Ia masuk dan langsung menaruh tabung gas di dapur lalu, ke kamar menaruh beberapa buku dan tas ransel. Kemudian ia ke dapur dan memasang tabung gas pada kompor yang sudah tersedia di rumah itu.

"Cakep banget," sahut Key sambil membelai kepala kucing. Ia masih berjongkok di depan pintu

"Makasih key," sahut Dendy dari kejauhan.

"Ih bukan Lo, tapi ni kucing yang cakep,"

"Halah gini-gini juga kan Lo pernah demen," ucap Dendy

"Skip, no komen," balas Key lalu beranjak berdiri sambil menggendong kucing.

Dendy mencoba menyalakan kompor tersebut dan berhasil. Rupanya kompor itu masih berfungsi dengan baik.

"Kucingnya gemoy banget, gue kasih nama Banthet aja ah,"

"Kasian amat namanya Banthet ga ada nama yang lebih keren gitu,"

"Itu dah bagus dan bakal viral," jawab Key

Key masuk dengan satu tangan menggendong Kucing yang baru dia beri nama Banthet, satu tangannya membawa koper milik Dendy. Sementara Dendy keluar lagi untuk membawa sisa barang yang masih berada di mobilnya. Seperti gitar, radio, televisi meskipun dirumah itu ada televisi tetapi masih model tabung.

Key duduk di sofa ruang tamu, lalu ia berdiri lagi menatap sekelilingnya lalu memejamkan mata, mengendus adanya aura jahat disekitar rumah itu. Lebih tepatnya di arah kamar Dendy. Si kucing turun dari gendongan Key.

"Lo gak duduk Key," Dendy masuk dengan membawa televisi lalu meletakkannya di meja ruang televisi. Tetapi sebelumnya ia memindahkan televisi tabung itu ke lantai.

"Den, gue ga bisa tinggal disini. Gue takut. Ada roh jahat dan Roh itu mempunyai dendam yang amat luar biasa. Astaga gue merinding," Key mendekat ke arah Dendy yang sedang membetulkan posisi televisi.

Dendy menangkup wajah Key. Ia masih berdebar ketika melihat manik mata yang sangat indah di depannya. Dendy juga melihat ada ketakutan dari sorot matanya.

"Key, gue udah bilang sama Lo kan? Kalau kita gak ganggu, dia juga gak akan ganggu kita. Kita punya Allah, Lo baca-baca ayat kursi aja udah ilang tu makhluk," Dendy mencoba menenangkan Key

"Kenapa sih Lo gak mau dengerin gue, dengerin gue kali ini aja Den," ucap Key sambil melepaskan tangan Dendy yang menangkup wajahnya.

"Stttsss bentar lagi Maghrib, kalo lu merepet terus bisa-bisa gue cium Lo," ucap Dendy yang sedikit pusing karena repetan Key

"Cium aja kalo berani," tantang Key

"Lo kepengen ya, gue kan cuma godain," kekeh Dendy

"Hhmmm rasain tu cubitan pedes," Key mencubit perut Dendy

"Aduduh ni nyakar namanya, bukan nyubit," protes Dendy sambil menggeliat mencoba melepaskan tangan Key.

"Abis Maghrib, Lo anter gue pulang ya!" ucap Key dengan tajam

"Ya...ya gue anterin, lepasin dulu tuh cubitan," ucap Dendy

Visual Key

Sore pukul Lima, Dendy sudah menyelesaikan mandi sorenya, kemudian dia keluar dari kamar mandi hanya mengenakan celana kolor tanpa atasan.

Ia pun masuk ke kamar sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk kecilnya. Namun matanya tak lekang memandangi mesin tik yang berada di atas meja kamar. Pandangannya terus tertuju pada sebuah mesin tik jadul itu.

Pria itu mendekat lalu mengamati mesin tik yang masih mengkilap. Dengan pita tinta yang masih basah.

"Bu Rosita menjaga rumah ini banget ya, padahal udah lama gak ditinggalin tapi ga ada debu sedikit pun," gumamnya seraya menyentuh benda tersebut.

"Coba ah gue ketik sesuatu, udah lama gue gak pegang tuh mesin,"

Dendy antusias untuk mengetik, ia melemparkan handuk kecilnya diatas kasur. Lalu duduk di meja tersebut, mengangkat mesin tik tersebut agar lebih dekat dengannya.

Ia mengambil kertas HVS, lalu memasukkan kertasnya ke dalam roll mesin tik. Kemudian ia mendorong mesin tik tempat menaruh kertas tersebut kearah kanan hingga ujung, sampai berbunyi klik.

Dendy mulai mengetik sesuatu.

'Sore ini, Aku baru saja pindah ke rumah yang baru ku sewa. Pemilik rumah ini seorang penulis,' ketik Dendy

Tak berapa lama, sesuatu memaksa masuk kedalam tubuh Dendy.

Screeetz

Terlihat Dendy sedikit meronta dan mengeran. Ia mencoba bertahan atas sesuatu yang ingin merasuki tubuhnya, namun sesuatu yang baru saja masuk kedalam tubuhnya sudah mengambil alih.

Jemari Dendy terus mengetik tanpa henti dan dengan kecepatan lancar. Pandangannya kosong dan wajah tanpa ekspresi.

"Kenapa sih Dendy main mesin tik gak putus-putus dari tadi," gumam Key yang melepaskan headset yang ia kenakan. Meski sedang memakai headset ia masih bisa mendengar suara ketikan itu.

Key sedari tadi di ruang tamu, menunggu adzan Maghrib setelah itu ia berniat pulang. Suara mesin tik yang sedikit menganggu dan ketikannya yang tanpa jeda, menarik perhatian Key untuk menghampiri sang mantan pacar.

Key berhenti di depan pintu Dendy.

"Dendy, lu ngetik apaan pula! Gak berhenti-henti kayaknya juga ga ada jeda tuh. Udah setengah jam lebih Lo.. Dendy....Gue masuk ya?"

Tak ada jawaban dari dalam.

"Dendy gue masuk ya?"

Tapi saat menyentuh gagang pintu kamar itu, Key merasakan aura yang penuh dendam mengelilingi kamar itu.

"Astaga firasat gue gak enak,"

Key segera membuka pintu kamar Dendy. Dia melihat Dendy yang tanpa berpakaian, hanya memakai celana. Key mendekat, ia melihat jika pria didepannya itu sedang kesurupan.

Pria itu terus mengetik dengan pandangan lurus kedepan sedikit menunduk. Jemarinya terlihat mengetik sangat cepat meskipun kertas tersebut telah habis.

"Dendy...," panggil Key.

"Astaga dia beneran Kesurupan, gimana nih?" Key memundurkan langkah sambil mengigit jari, ketakutan.

Dan konflik mulai terjadi..