SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
Michelle Doll

Michelle Doll

Bab. 1.

GLUDUUUKKKKK

GLUDUUUUUKKK

DUUUUUEEEEERRRRRR

Suara petir menggelegar dengan keras disertai hujan yang sangat deras di sore hari yang telah gelap. Kilat pun juga menyambar nyambar dan angin bertiup dengan kencang.

Di sebuah ruang bangunan tua yang digunakan untuk Panti asuhan, seorang perempuan setengah baya berjalan ke arah jendela di ruang kerjanya dan dia buka gorden tebal itu pelan pelan.

“Lampu jalan kok mati lagi.” Gumam perempuan setengah baya itu saat melihat di luar tampak gelap gulita.

Perempuan setengah baya itu segera keluar dari ruang kerjanya lalu terus melangkah menyusuri lorong panjang yang ada di bangunan panti asuhan itu.

Suara petir masih saja menggelegar, tampias air hujan yang diterpa oleh angin yang sangat kencang mengenai tubuh perempuan setengah baya itu yang tengah berjalan di lorong teras.

Sesaat kemudian dia telah sampai di depan pintu suatu kamar.

TOK

TOK

TOK

Perempuan setengah baya itu mengetuk ngetuk pintu dengan keras untuk mengalahkan suara kerasnya air hujan yang turun ke bumi.

KRREEETTTTT

Suara pintu kamar itu terbuka, sesaat kemudian muncul sosok seorang pemuda.

“Mas, tolong taruh lampu badai yang besar dulu di pintu gerbang sana. Lampu jalan mati lagi. Kasihan ada anak anak yang belum pulang.” Perintah perempuan setengah baya yang merupakan pimpinan panti asuhan itu pada seorang laki laki, anak paling tua panti asuhan itu.

“Baik Bu.” Ucap pemuda itu dan segera keluar dari kamarnya. Ibu Pimpinan Panti pun kembali ke ruang kerjanya.

Pemuda yang bernama Budi itu pun segera mengambil lampu badai yang paling besar dan segera dinyalakan. Dia pun memakai jas hujan, sambil membawa lampu badai dia berjalan menerobos derasnya air hujan menuju ke pintu gerbang panti asuhan.

Situasi di halaman panti yang luas itu tampak gelap gulita, kerasnya angin menggoyang goyang ranting ranting dan dahan dahan pepohonan yang ada di halaman. Air hujan pun mengenai muka Mas Budi, telapak tangan kiri Mas Budi terangkat membasuh air hujan yang telah membasahi wajahnya.

Tiba tiba...

DUUUARRRRR

Suara petir kembali terdengar dan ...

CLAAAPPPP

Cahaya kilat bersinar sesaat akan tetapi membuat jantung Mas Budi berdetak lebih kencang. Di saat muncul cahaya kilat di saat itu juga mata Mas Budi menatap suatu putih putih di bawah salah satu pohon yang ada di halaman panti itu.

Meskipun jantung berdetak lebih keras akan tetapi Mas Budi yang penasaran terus menatap ternyata putih putih itu baju yang dipakai oleh sosok makhluk yang baru dilihat nya itu. Satu sosok macam seorang anak kecil akan tetapi rambut panjang terurai berantakan hingga di bawah pantat.

"Siapa dia?" gumam Mas Budi sambil mengamati sosok di bawah pohon itu, dan jantung Mas Budi berdetak lebih kencang saat sosok itu hanya diam saja malah memalingkan muka.

“Dia anak manusia biasa apa bukan ya?” gumam Mas Budi di dalam hati lagi, sambil terus mengamati sosok yang berada di bawah pohon. Satu sosok anak anak kira kira berumur lima tahun, rambut panjang tampak tidak terurus kondisi setengah basah karena air hujan, di tangan nya dipegang sebuah boneka yang tampak kumal dan basah karena karena air hujan.

“Kasihan kalau dia anak manusia.” Gumam Mas Budi lagi lalu dia memberanikan diri untuk mendekati.

“Bismillah....” ucap Mas Budi sambil terus melangkah. Hujan deras terus menerpa tubuh nya yang terbungkus oleh jas hujan.

Jantung Mas Budi terus berdetak lebih kencang, karena sosok itu hanya diam saja yang kini menoleh dan menatap tajam ke arah Mas Budi.

“Assalamualaikum....” ucap Mas Budi mengucapkan salam akan tetapi sosok itu diam saja tidak menjawab salam dari Mas Budi, bibirnya pun terkatup rapat tidak bergerak memberi senyuman.

“Kamu siapa?” tanya Mas Budi selanjutnya sambil mengangkat lampu badai agar jelas melihat wajah sosok itu.

Sosok itu hanya diam saja...

“Kenapa kamu sendirian di sini? Mana orang tua kamu?” tanya Mas Budi selanjutnya...

“Tidak ada.” Ucap makhluk itu dan mendekap erat boneka nya seperti takut jika boneka nya akan direbut oleh Mas Budi.

“Kamu ikut masuk ke dalam ya?” ucap Mas Budi karena rasa kasihan pada sosok itu yang ternyata seorang anak yang sendirian. Sosok itu pun menganggukkan kepalanya.

Mas Budi pun lalu melepas jas hujan nya dan dia pakaikan pada sosok itu.

“Hmmm benar benar anak manusia.” Gumam Mas Budi di dalam hati saat memakaikan jas hujan nya lalu dia mengajak anak itu untuk memasang lampu badai dulu di pintu gerbang sebelum mengajak anak itu masuk ke dalam panti.

Di saat berjalan dengan anak itu mata Mas Budi melihat boneka yang dibawa oleh anak itu.

“Hiii kok mata boneka itu seperti menatapku terus.” Gumam Mas Budi dalam hati, bulu kuduknya pun mulai berdiri. Merinding.

Sementara itu di lain tempat di sebuah kamar di bangunan rumah besar. Satu pasang suami istri sedang berbicara dengan serius.

“Mas, aku setuju usul Ibu agar kita mengadopsi anak.” Ucap Ratih sang istri pada suaminya.

“Aku setuju Dik, meskipun aku sebenarnya heran, kenapa beberapa kali kamu hamil anak kita meninggal di dalam kandungan . Padahal kata Dokter kandungan kamu kuat, janin sehat. Erlangga yang bisa selamat terlahir pun akhirnya juga meninggal. Sudah empat anak kita tidak mau kita momong.. sedih aku ..” ucap Sang Suami yang bernama Purnomo Sidi.

Ratih pun menatap Sang suami dengan ekspresi wajah sedihnya.

“Aku juga heran Mas. Mas Pur jangan menceraikan aku ya... Aku sangat mencintai Mas Pur..” ucap Ratih yang mulai berlinang air matanya.

“Aku rela dimadu Mas, asal jangan ceraikan aku hiks.. hiks... hiks...” ucap Ratih yang kini mulai terisak isak.

Purnomo tidak tega melihat istri yang sangat dia cintai itu bersedih. Purnomo pun menggeser pantatnya, lalu memeluk tubuh Sang isteri dengan erat.

“Aku tidak akan menceraikan kamu dan tidak akan mencari istri baru Dik. Aku juga sangat mencintai kamu.,.” Ucap Purnomo masih terus memeluk tubuh Ratih yang kini tampak terguncang guncang dan menangis pilu. Menangisi nasibnya karena anak yang dia kandung selalu meninggal.

“Kita coba dengan adopsi anak siapa tahu membawa berkah buat kita, dan kita akan diberi momongan anak kandung kita.” Ucap Purnomo terus menghibur sang istri tercinta.

Sesaat pintu kamar pasangan suami istri itu terdengar suara ketukan.

TOK

TOK

TOK

“Sudah jangan menangis lagi ya Dik.. percayalah aku akan setia senang susah kita jalani berdua.” Ucap Purnomo sambil mengecup puncak kepala Sang istri.

“Aku lihat siapa yang datang.” Ucap Purnomo selanjutnya sambil bangkit berdiri.

Purnomo pun melangkah dengan cepat menuju ke pintu. Dengan pelan pelan dia buka daun pintu itu. Suara air hujan terdengar saat dia membuka pintu kamar bersamaan itu pula aroma kemenyan mulai tercium di hidungnya. Asap pun mulai tampak mengepul di depan kamar Purnomo.

Dan di depannya satu sosok perempuan setengah baya berdiri sambil di tangannya membawa satu nampan sesaji.

“Ini malam Jumat Kliwon. Malam weton anak pertama kamu.” Ucap perempuan setengah baya itu yang tidak lain adalah Ibu nya Purnomo yang bernama Ayu Lestari.

“Bu, cukup doa saja tidak perlu seperti ini.” Ucap Purnomo yang sebenarnya tidak setuju dengan ritual Sang Ibu.

“Jangan membantah!” teriak Sang Ibu sambil menyodorkan satu nampan sesaji yang berisi bunga mawar tabur, telur ayam kampung, anglo kecil tempat kemenyan dan arang yang membara apinya. Pandangan mata Ibu Ayu Lestari pun menatap tajam ke arah Purnomo. Asap kemenyan mengepul sedikit menghalangi pandangan mereka.

Mau tak mau Purnomo pun kedua tangannya terulur untuk menerima satu nampan sesaji itu.

Bab. 2.

Sedangkan di panti asuhan, Mas Budi mengajak anak yang ditemukan di bawah pohon itu ke ruang kerja Ibu Sari, Ibu Pimpinan Panti asuhan tersebut. Mas Budi tidak berani menggandeng tangan mungil anak itu.

TOK

TOK

TOK

Jari jari tangan Mas Budi mengetuk ngetuk daun pintu itu dengan keras. Sebab suara derasnya air hujan begitu keras di telinga siapa saja.

“Bu....” teriak Mas Budi yang bulu kuduknya masih berdiri bila melihat boneka kumal yang di bawa anak yang berdiri di sampingnya. Anak itu sejak tadi hanya diam saja, ditanya siapa namanya dan dari mana tidak menjawab sepatah kata pun.

Sesaat pintu terbuka. Ibu Sari pun tampak terlonjak kaget saat melihat Mas Budi bersama seorang anak yang belum dikenalnya apalagi di hari yang telah gelap ditambah hujan petir badai yang lebat.

“Siapa dia?” tanya Ibu Sari sambil menatap anak itu dan Mas Budi secara bergantian.

“Saya belum tanya nama dia, Bu, tadi berdiri di bawah pohon saya kaget setengah mati, saya tanya sama siapa di mana orang tua nya, dijawab tidak ada, tapi habis itu diam saja.” Ucap Mas Budi sambil mengangkat kedua bahunya. Tiba tiba saja bulu bulu tubuhnya merinding membayangkan jika anak yang ditemukan adalah anak mbak kunti. alias kuntilanak.

“Bu, saya serahkan anak ini ke Ibu, saya mau mandi tadi basah kehujanan karena jas hujan saya pakaikan buat dia.” Ucap Mas Budi pamit agar segera menjauh dengan sosok yang membuat bulu kuduknya berdiri.

“Iya, tolong suruh bagian dapur merebus air buat mandi anak ini. Dan ambilkan baju buatnya.” Ucap Ibu Sari, Mas Budi pun mengiyakan dan segera melangkah pergi.

“Ayo ikut Ibu, siapa nama kamu?” ucap Ibu Sari sambil menuntun anak itu masuk ke ruang kerja. Telapak mungil anak itu dirasa dingin sekali oleh Ibu Sari.

“Lizzie.. “ ucap anak itu dengan suara pelan.

“Ooo nama yang bagus siapa nama lengkap kamu dan di mana rumah kamu?” tanya Ibu Sari sambil menunduk menoleh ke arah anak balita yang sedang dituntun itu. Dan anak itu pun hanya geleng geleng kepala.

“Hmm baiklah sekarang duduklah dulu di kursi, Ibu buatkan minuman hangat buat kamu.” Ucap Ibu Sari lalu mendudukkan Lizzie di kursi.

“Kamu tadi diantar siapa?” tanya Ibu Sari sambil menuang air hangat dari dispenser pada satu mug yang sudah diberi satu sashet susu jahe.

“Michelle..” ucap Lizzie sambil memeluk boneka yang dipangku dengan erat.

“Siapa Michelle?” tanya Ibu Sari sambil memberikan mug yang sudah berisi minuman susu jahe hangat itu. Lizzie pun hanya memandang boneka kumal yang dipangkunya.

Ibu Sari menatap boneka yang dipangku dan dipeluk oleh Lizzie itu, sama seperti yang Mas Budi rasakan bulu kuduk Ibu Sari pun berdiri. Mata boneka itu bagai menatap tajam Ibu Sari.

“Lizzie sekarang diminum ya susu jahe nya biar kamu tidak masuk angin. Habis ini Ibu mandiin kamu, boneka nya juga dimandikan ya.. biar bersih kamu dan boneka nya , biar cantik..” ucap Ibu Sari sambil tersenyum menatap Lizzie.

“Hmmm anak ini sebenarnya sangat cantik, hidung mancung matanya sangat indah, bibir nya pun cantik...” gumam Ibu Sari dalam hati yang masih penasaran siapa sebenarnya anak balita di depannya itu.

Akan tetapi tiba tiba Ibu Sari sangat kaget, karena mata indah yang baru saja dia kagumi itu tiba tiba melotot ke arahnya.

“Tidak boleh!” teriak Lizzie yang melotot sambil memeluk erat boneka nya.

“Michelle jangan dimandikan!” teriak Lizzie lagi dengan sangat lantang sambil masih memegang erat boneka nya itu.

“Tapi dia basah oleh hujan dan kotor, dimandikan biar bersih, wangi dan dikeringkan di mesin.” Ucap Ibu Sari sambil membelai rambut panjang Lizzie yang kusut dan terasa di tangan Ibu Sari rambut itu sangat kotor. Mungkin sudah sangat lama tidak dicuci.

“Jangan!” teriak Lizzie lagi sambil melotot ke arah Ibu Sari.

“Hhhmmm baiklah, sekarang diminum dulu itu.” Ucap Ibu Sari dengan sabar dan mengalah dia berpikir jika nanti Lizzie tidur boneka nya bisa diambil untuk dicuci. Ibu Sari khawatir boneka kotor itu akan membawa penyakit.

Setelah selesai minum Lizzie pun dimandikan oleh Ibu Sari dan selanjutnya diberi pakaian bersih, rambut yang sudah dicuci pun dikeringkan oleh hair dryer (pengering rambut). Boneka Michelle terus saja dipegang oleh Lizzie hanya dilepas saat dia mandi itu pun tidak boleh jauh darinya dan tetap tidak boleh dicuci hanya boleh ikut dikeringkan dengan hair dryer saja.

Lizzie pun diajak makan bersama di ruang makan bersama anak panti yang lain. Wajah Lizzie sudah terlihat cantik menggemaskan akan tetapi semua penghuni panti tampak takut dengan boneka yang selalu dibawa oleh Lizzie. Boneka yang terlihat kumal dan kotor namun mata boneka itu tampak menatap siapa saja yang melihatnya.

“Bu, anak anak perempuan tidak mau tidur dengan Lizzie kalau dia terus saja membawa boneka itu.” Bisik Mawarni anak panti perempuan yang sudah duduk di bangku SMK.

.

Akan tetapi tiba tiba ....

“Addduuuhhh.” Teriak Mawarni yang merasakan tiba tiba tangannya sakit.

“Kenapa Ni?” tanya Ibu Sari tampak heran menatap Mawarni yang mengusap usap lengannya dan wajah meringis menahan sakit.

“Nyamuk mungkin Bu, sakit dan gatal banget.” Ucap Mawarni sambil menggaruk garuk lenganya.

"Mana? tidak ada nyamuk sejak tadi." gumam Ibu Sari

“Ya sudah biar nanti Lizzie tidur sama Ibu. Harus pelan pelan Ni, untuk menjauhkan dia dari boneka nya. Mungkin selama ini boneka itu yang selalu setia menemani. Namanya juga anak anak Ni...” ucap Ibu Sari kemudian, sedangkan Lizzie yang duduk di bangku tidak jauh dari mereka , menoleh dan matanya terus melotot ke arah Mawarni. Mawarni pun tiba tiba bulu kuduknya berdiri dan cepat cepat melangkah pergi.

Waktu pun terus berlalu dan malam hari pun tiba. Hujan masih saja turun meskipun tidak lagi sederas sore tadi.

Suasana panti tampak sepi, setelah jam belajar anak anak masuk ke dalam kamar mereka dan lebih senang langsung berbaring dan menutupi tubuh dengan selimut karena suhu dingin akibat hujan yang mengguyur sejak sore hari dan hingga kini hujan masih turun, membuat mereka ingin tidur lebih awal.

Ibu Sari pun juga masuk ke dalam kamar tidurnya yang berada di dalam ruang kerjanya.

Tampak Lizzie sudah terlelap dengan nyenyak sejak setelah makan malam. Boneka Michelle dia peluk dengan erat.

“Hmmm aku ambil saja boneka nya biar aku masukkan ke mesin cuci sekarang mumpung dia tidur dengan pulas...” gumam Ibu Sari sambil melangkah mendekati tempat tidur.

Bulu kuduk Ibu Sari kembali berdiri melihat boneka itu, serasa mata dari boneka itu menatap dirinya.

“Hiiii kenapa prindang prinding begini. Mungkin karena boneka itu tidak pernah dicuci jadi terkesan horor. Lebih baik segera aku ambil dari pada aku juga tidak bisa tidur di sini.” Gumam Ibu Sari lagi sambil terus melangkah mendekati tempat tidur.

Bulu kuduk Ibu Sari masih saja berdiri, suasana panti yang sudah sepi membuat Ibu Sari prindang prinding...

Dan di saat dia sudah dekat dengan tempat tidur nya tiba tiba...

PET

Suasana kamar menjadi gelap gulita...., akan tetapi tiba tiba Ibu Sari sangat kaget karena melihat sesuatu...