SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
Lady Sherlock : First Unofficial Case

Lady Sherlock : First Unofficial Case

1 : Hari Pertama

#NOTE : SEMUA YANG DIKETIK DI SINI ADALAH FIKSI. MOHON PEMBACA TIDAK MENYALAHPAHAMI SEMUA HAL YANG DITULIS OLEH AUTHOR!

Jakarta, 1 April 2020,

"Haz! Bangun Haz!" teriak seseorang tepat di samping telinga Hazelia Lify, membuatnya kaget, sekaligus kesal karena sekarang telinganya berdengung.

"Ya ampun, kalem sedikit ketika memanggil seseorang!" hardik Haz. Dia menutup telinganya sebentar, lalu menggelengkan kepalanya.

"Habisnya kamu ga mau bangun ketika aku panggil tadi. Itu satu-satunya cara," wanita di hadapan Haz mengangkat bahunya. "Nah, sekarang kamu harus membantu pekerjaanku, Nona Hazelia Lify. Bersihkan dirimu. Aku sudah mendaftarkan nama kamu ke dalam list tim medis. Kamu tahu kan jika semua orang sedang panik karena virus baru yang menyebar sangat cepat, juga mematikan itu?"

"Aku paham. Maka dari itu aku menyuruhmu mendaftarkan namaku di dalam list tersebut. Kamu tahu tim medis zaman sekarang bukan? Tidak hanya kekurangan orang, juga tidak bisa berpikiran jernih sangkin banyaknya orang yang ingin berobat di rumah sakit yang telah dipilih pemerintah," Haz berkata sambil mengambil baju khas kedokteran dan handuknya yang telah disediakan wanita yang tinggal seatap dengannya itu. "Oh ya Jel, kamu sudah membelikan yang aku minta, kan?"

Liulaika Jelkesya, nama wanita yang seatap dengan Haz, mengangguk dan berseru, "Aku sudah membelikan semua yang kamu minta. Jangan lupa membayarku. Aku benar-benar menghabiskan uang bulananku hanya untuk memenuhi permintaanmu!"

"Hahaha, aman. Aku sudah menyediakan uang di laci itu," Haz menunjuk ke salah satu laci di meja belajarnya. "Semoga itu cukup untuk membayarmu!" Haz menutup pintu kamar mandi setelah berkata begitu.

Jel membuka laci yang dimaksud oleh Haz. Di dalamnya terdapat sebuah amplop yang cukup tebal. Jel mengambil amplop tersebut, lalu membukanya. Dia menemukan banyak sekali uang tunai di dalam amplop itu. Dia menatap pintu kamar mandi dengan wajah kaget, sekaligus curiga dan ngeri.

Darimana Haz mendapatkan uang sebanyak ini? Apa jangan-jangan dia buronan yang sedang dicari oleh kepolisian? batin Jel berpikiran negatif.

Jel menggelengkan kepalanya, berusaha menyingkirkan pikiran buruk yang sedang merasuki dirinya.

Aku akan bertanya padanya ketika dia sudah selesai mandi. Ini benar-benar nominal yang tidak biasa! seru Jel dalam hati.

Haz keluar dari kamar mandi beberapa saat kemudian. Dia dihadapkan dengan Jel yang memegang amplop uang. Dia tahu apa yang Jel pikirkan tentangnya: Buronan Polisi. Haz terkekeh.

"Silahkan dicek laptopku," ujar Haz tanpa bertanya pada Jel karena dia sudah tahu apa yang akan Jel tanyakan padanya.

Jel juga tahu jika Haz adalah orang yang pandai membaca situasi hanya dengan gerakan-gerakan kecil seseorang. Jel sudah berteman dengan Haz ketika mereka masih di bangku PAUD! Tentu saja Jel bisa memaklumi Haz yang aneh dan ajaib tersebut.

Jel mengambil laptop Haz, menghidupkannya.

Di laptop Haz, Jel bisa melihat tumpukan berkas-berkas novel terkenal yang dia sendiri juga suka membacanya. Jel menatap Haz dan monitor laptop tidak percaya. Ternyata selama ini penulis yang dia banggakan ada di hadapannya.

Haz tentu saja tidak bisa memberitahukan informasi dirinya meskipun itu kepada Jel sendiri. Dia hanya tersenyum dan mengangkat bahunya. Haz berjalan ke arah meja rias dan mulai mendadani dirinya dengan tooner, serum, dan cream pelembab. Dia tidak suka memakai bedak. Untuk bibirnya sendiri dia memakai lip balm. Haz memiliki wajah yang cantik natural sehingga dia tidak perlu melakukan perawatan kecantikan seperti orang lain.

"Sejak kapan kamu mulai menulis novel-novel ini?" tanya Jel.

"Sejak masuk SMP. Kamu kan tahu aku punya buku untuk dicoret-coret. Dan di sana aku menuliskan ide-ide novel. Lalu, saat masuk SMA, aku mengembangkan ide-ide tersebut menjadi sebuah buku yang akan menarik perhatian banyak orang," Haz membereskan barang-barangnya. Dia memasukkan buku, pena, dan botol minum ke dalam tas punggungnya. Haz juga mengisyaratkan Jel agar mematikan dan memberikan laptopnya.

Jel mengangguk, lalu melakukan apa yang diinginkan Haz.

Woah... Seberapa encer otak anak yang satu ini? batin Jel. Dia memberikan laptop Haz pada pemiliknya.

"Tidak sepandai yang kamu kira, Jel. Setidaknya aku sudah melunasi barang-barang itu," kata Haz seakan tahu apa yang dipikirkan Jel.

"Aku akan mengambil sesuai dengan harga barang serta sedikit tips karena sudah membelinya," Jaz mengambil beberapa lembar dan sisanya dikembalikan ke Haz, namun Haz menolaknya.

"Buka tabungan. Aku akan membeli lagi jika stok habis. Jika uangnya kurang akan aku tambah. Sementara, peganglah dulu. Mana tahu habisnya barang-barang itu sangat cepat. Dan juga barang-barang itu hanya ada di kampung halaman kita. Biaya pengirimannya juga pasti mahal," Haz menjelaskan.

"Okay. Aman. Barang-barang itu sebenarnya beguna untuk apa?" tanya Jel sambil memakai sepatu perawat.

"Banyak kegunaan," jawab Haz seraya memasukkan kakinya ke dalam sepatu kedokteran.

"Misalnya?" Jel bangkit dari duduknya setelah selesai memakai sepatu. Dia mengangkat sebagian barang yang telah dibelinya untuk Haz.

"Menambah sistem imun kekebalan tubuh. Madu adalah salah satu bahan yang bisa menambah sistem imun. Juga karena bersifat panas di dalam tubuh," Haz menjelaskan sambil mengangkat setengah barang lagi dan membukakan pintu.

Haz menutup pintu kembali setelah Jel dan dirinya keluar. Dengan satu tangannya, dia mengambil sebuah kartu yang berada di saku jas kedokteran yang dipakainya. Itu adalah kartu yang digunakan untuk mengunci pintu apartemen. Haz dan Jel memang tinggal di sebuah apartemen.

Jel sendiri sudah berjalan ke parkiran terlebih dahulu. Akan menyalakan mesin mobil.

Setelah memastikan apartemen terkunci, Haz lalu menyusul Jel yang sudah berada di tempat parkir.

Haz meletakkan barangnya di bagasi mobil. Menutup bagasi, lalu naik ke atas mobil.

Setelah mengecek semuanya, Jel melajukan mobil dari tempar parkir.

Jalanan begitu sepi karena tidak ada yang berani keluar dari rumah mereka. Terutama setelah virus-virus aneh yang telah menyebar dan hampir menginfeksi 4/7 manusia di dunia.

Haz menatap keluar jendela mobil. "Jangan lupa memakai masker sebelum turun dari mobil, Jel."

"Okay. Aku juga akan melakukannya tanpa kamu suruh!" seru Jel.

"Kamu tipe pelupa, Jel. Jangan gegabah. Bisa saja kamu tertular penyakit tersebut. Dan juga usahakan memakai kacamata tanpa minus ketika melakukan kontak. Virus itu juga bisa masuk melalui mata," ucap Haz menasehati Jel.

"Baiklah. Baiklah."

Jel menghentikan mobilnya ketika sudah masuk ke dalam parkiran di sebuah rumah sakit di ibukota provinsi. Jel memasang masker dan kacamata seperti permintaan Haz. Juga dia memakai sarung tangan medis.

Haz melakukan hal yang sama.

Jel melepaskan kunci mobil dari tempatnya, lalu keluar dari mobil. Haz sudah keluar terlebih dulu.

Hembusan angin dingin menerpa wajah Haz. Dia bisa merasakan partikel-partikel yang berusaha masuk ke dalam dirinya. Dia mengabaikan pemikirannya, lalu mengalihkan pandangannya ke arah pintu rumah sakit. Dia dapat melihat orang-orang berkerumun di ruang tunggu yang berada tepat setelah pintu masuk-keluar rumah sakit.

"Jel, kita harus cepat. Aku merasakan firasat yang tidak baik sama sekali tentang hal ini. Sepertinya pasien rumah sakit akan bertambah," ucap Haz.

Jel melayangkan pandangan ke arah Haz menatap. Haz benar. Itu akan menjadi hari yang sangat panjang bagi mereka. Ini sangat menegangkan.

Haz membuka bagasi mobil lalu mengambil barang-barangnya. Menutup kembali pintu bagasi. Jel mengunci mobilnya setelah Haz menutup pintu bagasi.

Haz dan Jel melangkah masuk ke dalam rumah sakit. Di sana mereka menemukan kesibukan yang tidak biasa sama sekali. Orang-orang sangat hening. Tidak berani berucap sepatah kata maupun berkomunikasi satu sama lain. Para dokter dan perawat pun sama. Hanya terlihat bagian administrasi yang berani berkomunikasi dengan para pasien yang ingin mengecek keadaan mereka sendiri.

Haz dan Jel berjalan sampai ke depan meja administrasi yang kosong. Untuk penerimaan tenaga medis yang baru.

"Selamat pagi, Nona. Apakah benar di sini untuk pengurusan administrasi tenaga medis baru?" tanya Haz.

Orang yang berada di meja tersebut mendongak menatap Haz dan Jel bergantian. Laku mengangguk.

"Dengan Hazelia Lify dan Liulaika Jelkesya," kata Haz sebelum wanita tersebut bertanya.

"Baiklah, langsung bekerja saja. Pemerintah yang langsung memberikan akses kepada kalian," ujar wanita itu canggung.

"Baiklah, terima kasih," Haz langsung berjalan menjauh dari hadapan wanita itu bersama dengan Jel.

Haz dan Jel menyusuri lorong panjang rumah sakit. Haz mendadak berhenti sebuah ruangan. Di atasnya tertera: MS. HAZELIA & LIULAIKA'S ROOM. Jel juga mendadak berhenti. Itu adalah insting natural seseorang.

Jel membukakan pintu ruangan untuk Haz. Di luar pintu saja mereka bisa melihat barang-barang, dua buah meja kerja, kursi-kursi, dan beberapa benda lainnya sudah tertata rapi.

Mereka berdua langsung masuk ke dalam ruangan. Haz meletakkan dus di mejanya. Lalu, membuka dan menata isi dus tersebut di salah satu dari dua buah lemari yang telah disediakan pihak rumah sakit untuk dirinya dan Jel. Dia memilih lemari yang berada jauh dari meja kerjanya agar tidak menarik perhatian orang-orang.

Sedangkan Jel langsung duduk di kursi meja kerjanya. Mereka berdua beraktivitas dalam diam. Jel sangat paham Haz tidak suka diganggu ketika sedang bekerja. Maka dari itu dia tidak ingin mengganggu Haz sama sekali.

Sayang sekali wanita sehebat dan sepintar dirinya tidak diizinkan menjadi seseorang seperti yang dicita-citakan olehnya, batin Jel.

Tepat setelah Haz selesai menata barang-barangnya, pasien pertama yang akan ditangani olehnya dan Jel datang. Terlihat oleh Haz di pintu kaca ruangannya. Dan orang yang akan mereka tangani menjadi pasien pertama bukan main-main. Langsung seorang pejabat kelas tinggi yang terlihat sangat mencurigakan. Tidak seperti pasien yang datang berobat.

Haz tersenyum singkat, tahu maksud kedatangannya. Jel melihat ke arah pintu kaca dan menangkap senyumannya, tahu itu bukan senyuman hangat, melainkan senyuman karena tahu hal yang akan terjadi, juga sebuah senyuman yang menyimpan ketidaksukaan.

Haz membuka pintu. Tersenyum tipis kepada pria tua di hadapannya.

"Kau ... kah ... dokter baru yang dibicarakan oleh pengurus ad-"

"Ya, saya adalah dokter baru. Silahkan masuk jika memiliki keperluan," potong Haz tanpa basa-basi.

Pria tua tersebut melirik kiri-kanan, lalu masuk ke dalam ruangan Haz. Dia terlihat takut dan gugup. Haz tahu dia sedang gelisah karena "mungkin" ada orang yang mengikutinya. Maka dari itu, Haz mempersilahkan dirinya masuk tanpa basa-basi.

"Silahkan menyampaikan keluhan Anda pada orang yang duduk di sana. Jika Anda ingin mengeluh bahwa ada orang yang mengikuti Anda juga, Anda seharusnya pergi ke kantor polisi, bukan berpura-pura check-up di rumah sakit seperti ini," ucap Haz.

Orang tersebut langsung menatap Haz. "Bagaimana kamu tahu ...??"

"Oh, Anda tidak pernah belajar psikologis dasar? Orang gugup dan sering memperhatikan keadaan sekitar memiliki arti bahwa orang tersebut sedang diawasi oleh seseorang," jawab Haz.

Tidak heran aku suka sekali berada di dekat Haz. Hal seperti ini benar-benar jarang ditemui oleh orang-orang, batin Jel. Dia begitu kagum dengan kepandaian juga analisis Haz.

"Kalian harus membantuku. Dia telah kembali. Dia telah kembali. Dia telah kembali dan sebentar lagi akan membunuhku," ujar pria itu.

"Duduklah dulu. Di sini rumah sakit. Dia tidak akan sebodoh dirimu menyamarkan diri di tempat orang-orang berpenyakit berkerumun seperti ini," Jel tersenyum mendengar perkataan Haz yang berani menyebut seorang pejabat sebagai orang bodoh. Hanya dia yang berani melakukannya sepertinya.

Pria tua itu duduk di hadapan Haz. Dia begitu gelisah. Terus-menerus melirik ke belakang.

"KAMU PERLU DIAM DAN BERCERITA!" bentak Haz.

Woah, lihat dia. Ini semakin seru! batin Jel.

Pria tua itu menatap Haz marah. "Kau berani membentakku? Kau kira kau siapa ha? Kau hanya ..."

Haz memutar bola matanya malas. Dia menelepon Staff Keamanan.

"Lebih baik kalian cepat ke ruangan Haz sebelum seseorang mengobrak-abrik ruangan ini," ucap Haz di telepon.

Saat dua orang petugas keamanan datang, mereka menemukan Haz sedang dimaki-maki oleh seorang pejabat tingkat tinggi. Mau tidak mau mereka harus mengusirnya.

"Jangan terlalu keras pada Beliau. Katakan pada keluarga Beliau untuk mengatur jadwal pertemuan dengan seorang psikolog. Kebetulan Anitta Franschaca, seorang psikolog terkenal sedang mengadakan kunjungan ke ibukota negara. Beliau mengindap penyakit mental skizofrenia dan berhalusinasi bahwa ada orang yang mengikutinya setiap hari," Haz menjelaskan.

Kedua petugas itu saling menatap satu sama lain. Tidak heran jika dia lulus tanpa harus melalui testing ... batin kedua petugas keamanan bersamaan.

Kedua petugas keamanan itu mengangguk, mengiyakan perkataan Haz. Lalu menyeret pria tua itu dari hadapan Haz.

Haz menunggu di depan pintu karena dia tahu akan ada pasien yang datang ke tempatnya.

Tak lama kemudian, seorang anak kecil bersama dengan seorang perawat datang ke hadapan Haz.

"Tolong ya, Miss Hazelia. Dia akan menjadi pasien pertamamu," kata sang perawat.

Haz menatap anak lelaki kecil yang sedang menggandeng erat perawat tersebut.

"Dia anakmu bukan?" tanya Haz. Sekedar berbasa-basi.

Perawat tersebut menatap Haz tidak percaya.

Bagaimana dia bisa tahu? batin sang perawat.

Haz mengulurkan tangannya kepada anak lelaki kecil tersebut. Dia tersenyum tipis. Tapi, anak lelaki kecil tersebut terlalu takut dengan orang baru yang tak dia kenal.

"Silahkan masuk kalau begitu Ms. Grisella Le Fay," Haz tersenyum kepada perawat dan menyingkir dari hadapan pintu masuk. Haz bisa mengetahui nama perawat tersebut karena kebetulan dia melihat tag name-nya.

"Ayo, Gav. Masuk ya?" bujuk Grisella.

Grisella masuk ke dalam ruangan Haz dan Jel bersama dengan anaknya.

Masih saja berpura-pura seolah dia itu Ibu yang baik. Setelah keluar dari rumah sakit .... Bukan! Setelah dia meninggalkan anak bernama Gavin Le Fay ini sendirian di sini, anak kecil ini akan menceritakan semuanya. Dunia rumah tangga memang keras sekali. Tidak bisa dipungkiri ya! seru Haz dalam hati.

"Silahkan isi formulir di meja sana," Haz menunjuk ke arah meja Jel. "Setelah itu, saya akan memeriksa keadaan pasien."

Grisella duduk di meja Jel sesuai perkataan Haz. Dia menarik tangan Gavin lembut dan mendudukkan anak tersebut di pangkuannya.

Sekarang dia bersikap lembut. Lain hari ketika dia dan Gavin berada di rumah, dia bersikap kejam. Sebenarnya apa mau wanita ini? batin Haz.

Gavin terlihat gelisah. Jel bisa merasakannya juga. Jel lalu menatap Haz, meminta penjelasan kepada temannya yang pandai membaca situasi itu.

Meja Jel dan meja Haz kebetulan bersampingan dan posisi tempat duduk pasien di meja Jel membelakangi posisi duduk Haz.l, sehingga memudahkan Haz melakukan gerakan isyarat.

Jel membaca gerakan isyarat Haz: Perawat itu, bukan ibu yang baik. Aku tidak tahu apakah dia merupakan orangtua biologis dari Gavin atau tidak. Tapi, sepertinya, Gavin mengalami kekerasan darinya.

Seraya melihat Haz, Jel menanyakan informasi pasien. Jel melihat ke arah Haz lagi. Dia bisa melihat Haz memberitahukan sesuatu padanya: Setelah anak itu ditinggal di sini, bersikaplah seolah tidak terjadi apa-apa jika dia membicarakan tentang kekerasan yang dibuat oleh ibunya.

Jel melanjutkan pekerjaannya setelah dia membaca bahasa isyarat dari Haz.

Setelah mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan penyakit yang diderita Gavin, Jel menyuruh mereka untuk pindah ke tempat Haz, "Silahkan ke meja Dr. Haz, dia akan memeriksa keadaan pasien. Lalu akan memberikan resep yang sesuai, juga kamar yang akan ditempati oleh pasien."

"Namanya Gavin Le Fay. Bergolongan darah A. Sudah mengalami gejala penyakit baru yang serius itu kira-kira sekitar sehari empat jam. Belum mengalami deman tinggi, namun positif," Jel menjelaskan pada Haz.

Grisella lalu membawa Gavin ke hadapan Haz. Sekarang ia sedikit kasar karena Gavin menolak. Dia sepertinya sangat takut. Namun anak itu tak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa menuruti apa yang diinginkan oleh Grisella.

Gavin menatap Haz seakan dia ingin memberitahu sesuatu. Haz tidak mengabaikan tatapan Gavin, lalu mendekati anak tersebut.

"Ms. Le Fay, Anda sudah boleh melakukan pekerjaan Anda. Tinggalkan Gavin di sini. Saya dan Ms. Liulaika bisa menangani hal ini," kata Haz seakan dia tidak mengetahui apa-apa.

"Drama Queen" juga dia. Tapi, dia adalah orang dengan seribu akal. Tidak akan menempatkan posisi Gavin di dalam zona yang berbahaya, batin Jel.

Perawat tersrbut menatap Haz curiga. Namun menepis pikirannya karena dia menganggap bahwa Haz dan Jel adalah orang baru di rumah sakit itu. Tidak mungkin mereka tahu tentang hal yang dia buat. Apalagi semua saksi mata telah dia ancam dan dia bungkam.

"Mohon bantuannya, Ms. Hazelia, Ms. Liulaika," perawat tersebut memberi salam, lalu keluar ruangan.

Seketika, Gavin ingin mengatakan segalanya, namun Haz menutup mulutnya, berbisik di telinga Gavin, "Dia belum pergi. Jika dia mendengar perkataanmu, kamu akan dihukum lagi loh olehnya?"

Raut wajah Gavin langsung berubah, dari ketakutan menjadi penasaran sekaligus kaget.

Itu adalah ekspresi pertamaku juga ketika mendengarkan pernyataan hebat dari Haz, kekeh Jel dalam hati.

"Gavin, Ms. Liulaika akan memberikan kamu permen jika kamu tidak takut untuk pemeriksaan," Jel berpura-pura mengatakan hal itu untuk mengelabuhi Grisella. Dia bisa melihat sisi baju perawat yang tertampang jelas di pintu kaca. Dan itu juga alasan Haz menyuruh Gavin untuk tetap diam sampai wanita yang membuatnya ketakutan itu benar-benar pergi.

Gavin menarik tangan Haz. Menyuruhnya untuk membungkuk sedikit agar Gavin bisa membisikkan sesuatu ke telinganya.

"Darimana Ms. Hazelia tahu tentang hukuman yang akan diberikan kepadaku?" bisik Gavin bertanya. Polos.

Polos sekali anak ini, kekeh Haz geli.

"Bukankah semua orang tahu tentang hal itu?" tanya Haz masih berbisik.

"Tapi, tidak ada orang yang membantu meski mereka tahu. Ayah juga tidak peduli terhadapku! Aku sangat kesepian. Sangat sakit ketika mama menghukumku," jawab Gavin balik berbisik.

"Nah, sekarang ayo menurut. Aku dan Ms. Liulaika Jelkesya akan memeriksa keadaan kamu!" bujuk Haz.

"Apakah sakit? Apakah aku akan disuntik?" tanya Gavin.

"Tentu saja tidak!" jawab Jel terkekeh. "Kami tidak akan menggunakan suntik maupun obat pahit di sini. Kamu bisa tenang, Gavin."

"Sudah dengar jawaban Ms. Jel? Kamu tidak akan disuntik atau pun diberikan obat yang pahit. Setelah selesai memeriksa keadaanmu, dokter akan memberikanmu sebuah obat yang manis seperti permen. Bagaimana?" Haz tersenyum pada Gavin.

"Tapi, dokter, aku takut ..." ucap Gavin gugup.

"Takut, kenapa?" tanya Haz.

Haz menyadari bahwa Grisella belum beranjak dari sana. Tentu saja akan membuat mental Gavin terganggu dan anak tersebut tidak bisa santai sama sekali jika perawat jahat itu masih saja mengawasinya!

Haz melihat jam digital yang berada di ruangannya. Sudah jam sebelas lewat empat puluh dua menit.

Ah ... Aku bisa berpura-pura membeli makanan melalui kantin rumah sakit dan memergoki Grisella yang berada di depan sana! Haz tersenyum.

Aku merasakan firasat buruk untuk orang di depan sana! seru Jel dalam hati.

"Jel, ingin makan apa?" tanya Haz.

Ho ... Ingin memergoki orang di depan sana dengan pura-pura akan membeli makan siang ya? tebak Jel yang tidak sepeser pun meleset.

"Aku dengar di sini paling enak adalah sup krimnya. Aku akan memilih sup krim saja sekalian melanjutkan dietku," Jel mengedipkan mata pada Haz.

"Bagaimana denganmu, Gavin?" tanya Haz pada anak yang sedang duduk di atas hospital bed yang tersedia di ruangan Haz dan Jel.

"Apa makanan yang baik untuk kesehatanku, Dr. Hazelia?" Gavin balik bertanya.

"Bubur dengan sayur tentu saja," jawab Haz.

"Sebenarnya aku tidak terlalu suka sayuran, tapi demi cepat sembuh aku akan mengikuti arahanmu, Dr. Hazelia," ujar Gavin.

"Baiklah aku akan membeli terlebih dahulu. Oh ya, Jel. Ini adalah bagianmu. Setelah selesai mengecek tekanan darah, flu yang dialami, dan suhu tubuh, jangan lupa memberikan 2 sendok 'itu' padanya," Haz mengedipkan mata pada Jel.

Awalnya, Jel tidak begitu paham dengan maksud Haz tentang 'itu', namun setelah melirik ke arah lemari, dia akhirnya paham 'itu yang dimaksud Haz. Itu adalah madu tentu saja!

Haz membuka pintu ruangnya dan mengagetkan Grisella. Haz tahu Grisella berusaha mendengarkan pembicaraan Haz dan Jel dengan Gavin. Tentu saja pembicaraan mereka tidak akan terdengar sampai keluar karena Haz sudah memastikan bahwa ruangan miliknya dan Jel dipasang alat peredam suara. Untuk menjaga privasi Haz tentang bagaimana cara menyembuhkan pasien. Juga karena Haz sering memutar lagu-lagu santai untuk memutar mood seseorang. Memang tidak terlalu keras, namun takutnya mengganggu ruangan sebelahnya.

"Loh? Ms. Grisella Le Fay?" Haz pura-pura terkejut dengan keberadaan Grisella di sana.

Grisella yang kepergok langsung lari menghilang di perempatan lorong rumah sakit.

Haz keluar dari ruangannya. Bingo! serunya senang dalam hati.

Haz berjalan santai menuju kantin rumah sakit. Sepanjang perjalanan, dia disapa dan menyapa banyak orang.

~

"Selamat siang, Ms. Hazelia," sapa dua perawat ramah.

"Ya, selamat siang," Haz menyapa balik.

~

"Selamat siang, Ms. Lify," sapa seorang dokter yang ia kenal.

"Selamat siang, Mr. Winsten," sapa Haz balik.

~

"Selamat siang, Ms. Hazelia," ucap seorang suster.

"Selamat siang, jangan lupa makan siang," balas Haz.

~

Dan masih banyak sapaan lainnya.

~

Haz sampai di kantin rumah sakit. Ternyata sangat banyak sekali orang-orang yang berada di kantin rumah sakit. Benar-benar semak. Juga antriannya sangatlah panjang. Satu kata yang Haz pikirkan tentang keadaan seperti ini: Semak! Dia rasanya ingin kabur saja dari kantin sekarang juga. Tapi dia sudah berjanji kepada Jel juga Gavin akan membelikan yang mereka inginkan.

Haz mengantri selama kurang lebih satu setengah jam hanya untuk membeli sup krim dan yoghurt stoberi milik Jel, bubur sayur manis yang sudah diawetkan dan jus jeruk untuk Gavin, dan bubur ayam, yoghurt, berbagai macam makanan ringan, dan teh chamomile untuk dirinya sendiri.

Ternyata kantin rumah sakit cukup lengkap ya? batin Haz.

Sekembalinya dia dari kantin rumah sakit. Haz dihadapkan dengan pasien yang sudah bertumpuk di ruangannya.

Ha! Ini akan menjadi hari yang sangat panjang, Hazelia Lify... Ini akan menjadi hari yang sangat, sangatt, sangattt... Panjang... ucap Haz dalam hatinya jengkel.

Haz menyuruh Jel dan Gavin untuk menikmati makan siang mereka lebih dulu. Sedangkan dirinya akan berhadapan dengan orang-orang yang tengah menunggu untuk diperiksa.

Sesaat sebelumnya...

"Ms. Liulaik-"

"Panggil saja Ms. Jel dan panggil saja temanku itu Dr. Haz," potong Jel sambil tersenyum pada Gavin.

"Oh baiklah," ujar Gavin. "Jadi, apakah aku bisa mempercayai kalian?"

"Itu tergantung pada pemikiranmu, Gavin. Aku tahu kamu sudah mengalami banyak hal padahal umurmu masih sangat muda. Tapi, kepercayaan itu dilihat dari sifat orang padamu," jawab Jel. Dia sibuk memeriksa tekanan darah Gavin dan suhu tubuh Gavin.

"Kalian orang baik," kata Gavin.

Jel hanya diam saja. Dia tidak seperti Haz yang selalu menolak pernyataan baik yang diberikan oleg orang-orang padanya.

Setelah selesai melakukan pekerjaan perawat-pasien dalam keheningan, Jel lalu beranjak membuka lemari tempat penyimpanan madu yang baru saja ditata Haz sejam-dua jam yang lalu.

Jel membuka laci meja, ada sendok makan di dalamnya. Beberapa. Dia mengambil satu, menuangkan madu ke atasnya, lalu menyodorkan sendok tersebut ke depan wajah Gavin.

Gavin tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sebuah cairan kuning kental yang menurut imajinasinya akan sangat pahit. Dia menatap Jel dengan tatapan memelas.

Jel memasukkan sesendok madu ke dalam mulutnya.

Oh tidak ... Setahuku madu adalah penambah nafsu makan. Aku tidak akan diet jika begini! batin Jel menyesal.

"Lihat? Ini tidak pahit!" seru Jel.

Jel menuangkan madu itu lagi ke atas sendok makan.

Gavin dengan ragu menghabiskan madu di atas sendok tersebut. Hal pertama yang dia rasakan adalah manis alami. Ada bau seperti bunga jasmine di antara rongga hidung dan mulutnya. Sangat aneh, unik, sekaligus merupakan kejutan yang tidak bisa dibayangkan oleh anak seusianya yang masih suka sekali dengan manisan.

"Kamu sebut ini apa, Ms. Jel?" tanya Gavin penasaran.

"Ini namanya madu. Kamu pernah dengar bukan?" Jel balik bertanya.

"Tapi, madu yang pernah aku minum tidak seperti ini ..." sanggah Gavin. "Ini sangat .... Em .... Bagaimana cara mengatakannya?"

"Unik?"

"Ya! Benar! Unik!" seru Gavin. "Ada bau-bau seperti bunga jasmine di sini."

"Ini madu alami, Gavin. Yang kamu minum sebelumnya adalah madu sintesis. Tentu saja sangat berbeda," Jel menjelaskan.

"Aku tak begitu paham .... Namun ini sangat enak!" seru Gavin.

"Dr. Haz mengatakan bahwa kamu harus meminum dua sendok, Gavin," ujar Jel.

"Dengan senang hati!" Gavin menyengir lebar.

Kembali ke keadaan Haz...

Haz tentu saja akan sangat telat memakan makan siangnya. Melihat pasien yang bertumpuk seperti ini, mungkin dia akan selesai sekitar 2-3 jam ke depan. Dia tidak mengerti mengapa pasien yang ditanganinya harus memenuhi ruangan seperti ini. Namun dia hanya diam, tidak mengeluh, dan tetap menjalankan tugasnya secara dia adalah dokter yang diangkat langsung tanpa harus kuliah dan melalui testing sana-sini berdasarkan kemampuannya.

Alunan lagu klasik dari MP3 player milik Haz membuat pemiliknya sedikit rileks dalam menangani para pasien. Juga mood pasien-pasien yang berada di ruangnya sangat terkendali. Tidak seperti di ruangan sebelah yang ribut.

Haz juga sangat ramah dan sabar dalam menangani pasien-pasien yang dipindahkan ke ruangnya. Meski beberapa dari pasien tersebut merupakan orangtua yang harus ditanya berkali-kali agar menjawab sesuai dengan prosedur.

Meski Jel sudah selesai makan siang, Haz tetap bersihkeras ingin menangani pasien-pasien yang dikirim ke ruangnya. Ya, Jel juga tidak bisa menasehati Haz, karena jika soal pekerjaan, Haz tidak ingin bekerja setengah-setengah dan akan mengerjakan seluruh pekerjaan hingga tuntas.

Gavin sendiri sudah Jel antar ke ruang pasien yang tak jauh dari ruang kerja Haz dan Jel. Jel memberitahu Gavin jika ada masalah segera membunyikan bel yang berukirkan HL & LJ di papannya. Gavin mengangguk mengerti.

Haz begitu sibuk sampai-sampai dia lupa akan makan siangnya yang terlantar begitu saja di atas meja. Juga Jel tidak bisa berbuat apa-apa terhadap kepala batu Haz.

Tepat pukul 03:10 PM,

"AKHIRNYA!" seru Jel bangga.

"He! Kamu makan siang sana!" Jel berkacak pinggang di depan Haz, mengingatkannya tentang makan siangnya yang terlantar begitu saja di atas meja kerjanya.

"Iya bu kos!" balas Haz.

Haz mengambil makan siangnya dan segera menuju ruangan sebelah yang masih bersatu dengan ruangannya yang kebetulan digunakan sebagai tempat makan siang staff dan tempat istirahat sementara bagi staff maupun pasien yang sedang ditangani.

Seraya makan, Haz memikirkan mengapa Grisella berani berbuat hal seperti itu kepada anaknya sendiri. Apa yang mendorongnya melakukan hal sekejam itu kepada Gavin? Bahkan luka lembam di badan Gavin yang tertutup pakaian pun tertampang jelas di area sekitar leher dan punggungnya.

Haz sampai tersedak memikirkan hal tersebut.

Tak lama setelah makan siang Haz habis, Jel buru-buru masuk ke dalam ruangan dan menyampai sesuatu kepada Haz.

"Haz ...."

"Ya, Jel? Kenapa?" tanya Haz.

Raut wajah Jel tidak bisa ditebak. Antara senang, gelisah, takut, dan geli. Seperti akan menyampaikan kabar yang begitu baik kepada Haz.

"Di depan!" seru Jel girang.

"Ha? Kenapa di depan? Ada apa?" tanya Haz. Dia tidak begitu penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Jel.

"Ha .... Tidak ada waktu untuk menjelaskan!" Jel langsung menarik Haz keluar ruangan sebelah menuju ruang kerja.

Apa yang di hadapan Haz sungguh membuatnya senang juga biasa saja. Dia memasang wajah datar seakan tidak terjadi apa-apa.

"Kenapa memasang tampang seperti itu? Aku kira kamu akan kaget!" bisik Jel kesal.

"Tidak ada spesialnya sama sekali," jawab Haz normal. Sengaja membiarkan orang di hadapan mereka mendengar.

"Nona, biasanya, orang yang mengatakan biasa saja merupakan orang yang paling menyukai kehadirannya bukankah seperti itu?" tanya pria di hadapan Haz dan Jel dalam Bahasa Indonesia dengan aksen Prancis yang kental.

"Terserah Anda, Mr. Whisky Woods," jawab Haz.

"Aku tidak mengira ternyata di negara ini ada seseorang yang mengagumiku ya?" Tanpa menunggu Haz mempersilahkan Whisk duduk, dia sudah duduk terlebih dahulu. Dengan begitu santainya, dan juga menunggu Haz duduk di hadapannya. Tipe manusia yang santai dan mungkin sedikit tidak tahu malu?

Haz tanpa basa-basi juga ikut duduk di hadapan Whisk. Sedangkan Jel tidak ingin ikut campur dalam urusan mereka langsung melangkah keluar setelah berbisik pada Haz bahwa dia akan pergi ke kantin untuk membeli beberapa cemilan.

"Tidak perlu berbasa-basi, kedatanganku ke sini adalah untuk mengecek keadaanku, akhir-akhir ini ...."

"Kamu baruk-batuk padahal tidak ada flu, kepala terasa berat ketika bangun dari tidur, tekanan darah relatif rendah meskipun denyut jantung begitu cepat. Jawabannya mudah, kamu hanya kelelahan karena terlalu memaksakan diri dalam menangani kasus-kasus. Terutama kasus yang telah dibekukan. Karena kamu mendapatkan akses untuk memecahkan kasus-kasus yang telah dibekukan, kamu berusaha sekali memecahkan hal yang sangat mustahil sepanjang hari dan sepanjang malam. Apakah aku salah?" potong Haz.

"Tidak heran jika kamu begitu direkomendasikan oleh pemerintah dan pihak rumah sakit ya. Ternyata analisismu lumayan akurat," Whisk menatap Haz tajam.

Tidak membuat Haz gentar, dia juga menatap Whisk tak kalah tajamnya.

"Sayang sekali orang dengan kemampuan analisis tinggi sepertimu tidak lulus dalam testing detektif," entah hanya berkata-kata atau sengaja mengejek Haz.

"Tentu saja aku tidak akan pernah diluluskan. Jika aku diluluskan di intelijen negara ini, aku akan menghancurkan mafia-mafia di negara ini atau bahkan bisa menyebabkan inflasi di dunia serta menggulingkan kekuasaan pemerintahan," Haz mengangkag bahunya, berlagak sombong membalas perkataan Whisk.

Kedua insan ini seperti tengah beradu logistik satu sama lain. Tidak ada yang mau kalah dalam hal ini. Mereka seperti mencari kelemahan satu sama lain.

"Aku mengalah," kata Haz. Dia bukannya mengaku kalah, namun itu adalah pikiran yang paling bijaksana. Mengalah bukan berarti kalah. Juga bukan berarti Haz berada di bawah Whisk. Dia sadar jika terus memancing, juga terpancing, mereka berdua hanya akan berada dalam konflik panjang yang tidak ada habisnya. Juga orang lain bisa memanfaatkan hal ini untuk menghancurkan mereka berdua secara bersamaan.

Whisk diam melihat Haz. Lalu, matanya bergulir ke sana-sini melihat ruangan Haz.

Penataan madu di sana untuk mengurangi perhatian orang lain. Di antara buku-buku yang tertata di belakangnya, ada satu kamera pengawas yang tersembunyi ... batin Whisk. Tunggu dulu?! Kamera pengawas yang tersembunyi?!

"Apa? Kamera pengawas? Itu terhubung dengan ponselku dan wanita yang tadi bersama denganku. Mencegah tindakan kriminal di dalam ruanganku sendiri. Aku merasakan firasat buruk jika aku tidak memasang sebuah kamera pengawas yang langsung terhubung dengan ponselku," Haz menjelaskan apa yang dipertanyakan di dalam pikiran Whisk.

Wanita yang menarik! seru Whisk dalam hati.

"Jadi, apakah Anda memiliki urusan lagi?" tanya Haz.

"Tidak ada. Terimakasih sudah membantu," Whisk tanpa basa-basi lebih lama, langsung bangkit dari duduknya dan berjalan hingga depan pintu kaca.

Ketika berada di depan pintu ruangan dan membukanya, sebelum keluar, Whisk menyempatkan diri mengatakan, "Berhati-hatilah. Sepertinya ada yang akan membuat sesuatu di ruanganmu."

"Jika kamu mengetahui hal ini, bukankah itu tugasmu untuk menangkap mereka?" tanya Haz. "Aku bukanlah pihak kepolisian di sini. Aku juga tidak bisa menangkap mereka."

"Dengan kameramu. Mereka bukan tipe yang akan memperhatikan hal sekecil ini. Kamera pengawas yang berada di ruangan depanmu mungkin akan dihancurkan oleh pelaku. Namun, kamera pengawas yang seperti pena itu tidak akan terlacak oleh mata mereka," Whisk benar-benar pergi dari sana sstelah mengatakan hal itu.

Bersamaan dengan Jel yang barusaja kembali dari kantin. Dia membawa banyak barang dengan tas kain miliknya.

"Bukankah kamu mengatakan bahwa kamu ingin diet?" Haz menatap Jel dan menaikkan salah satu alisnya.

"Nafsu makanku menjadi naik karena madu sialanmu!" hardik Jel. "Karena Gavin tidak ingin meminum madunya, aku terpaksa memberi contoh."

"Tidak apa .... Alkaf tetap akan mencintaimu meski kamu bertambah gemuk!" goda Haz.

"He! Sembarangan!" bentak Jel.

"Itu tidak salah bukan? Dia akan tetap mencintaimu! Kau masih saja begitu keras kepala hingga membuatnya menunggu seperti ini," ejek Haz.

"Aku sadar sekali aku dan dia itu terlalu jauh sekali! Terpisah oleh umur, bukankah kamu tahu hal itu? Mengapa selalu membahas hal ini?"

"Kamu harus paham perasaannya juga, kamu tidak bisa terus menerus memberikan harapan palsu padanya. Kamu selalu meyuruhnya menunggu. Apakah dengan kehilangan dirinya kamu baru akan sadar tentang perasaanmu padanya?" tanya Haz.

Jel diam. Tidak ada lagi yang berbicara di antara mereka berdua. Haz paham apa yang dilakukannya akan membuat Jel bimbang. Namun, dia berharap Jel bisa mengerti bahwa perasaan bukanlah sebuah permainan!

2 : Cerita Whisky Woods (1)

#NOTE : SEMUA YANG DIKETIK DI SINI ADALAH FIKSI. MOHON PEMBACA TIDAK MENYALAHPAHAMI PENDAPAT DAN PROFILE YANG DITULIS OLEH AUTHOR!

Jakarta, 08 April 2020

Tepat seminggu setelah Haz masuk ke list tim medis rumah sakit...

"Ha! Sungguh melelahkan! Padahal baru saja seminggu kita berada di sini! Banyak sekali pasien yang harus kita tangani!" keluh Jel. Dia menyeka keringat yang mengalir membasahi keningnya. Dari dulu Haz tahu kalau Jel memang memiliki masalah dengan kelenjar keringat yang memproduksi keringat secara berlebihan. Jika Jel melakukan pekerjaan yang menurutnya melelahkan, maka keringat akan membanjiri sekujur tubuhnya meskipun ruangan itu dingin sekalipun.

"Sepertinya, kamu harus menemui dokter kulit untuk mengecilkan pori-porimu, Jel. Mengingat ketika bermain bulu tangkis selama lima menit saja keringat sudah membasahi tubuhmu," ujar Haz.

"Tidak perlu! Lagipula, aku sudah terbiasa dengan hal seperti ini," sanggah Jel. Jelas dia tidak terbiasa sama sekali. Sebentar lagi Jel akan merengek ingin mandi. Juga, jika dalam keadaan seperti ini, ruam-ruam merah akibat iritasi akan segera muncul di permukaan kulit Jel. Terutama area leher dan tangan.

"Jangan bandel! Kamu seharusnya pergi menemui dokter kulit! Jika kamu merengek minta mandi, aku akan menyeretmu ke hadapan dokter kulit sesegera mungkin!" Haz menasehati.

Cring! Cring!

Bel pintu masuk terdengar nyaring. Whisk masuk ke ruangan Haz dan Jel. Dia sudah mengunjungi tempat itu selama seminggu semenjak pertama kali Haz dan Jel bekerja di sana. Dia terang-terangan sekali menyatakan bahwa dia suka sekali mengunjungi tempat itu melalui gerak-geriknya. Dan seperti biasa jika Whisk masuk ke ruangan, Jel pasti mengatakan berbagai alasan agar bisa membiarkan mereka berdua di dalam.

"Baiklah! Sudah aku putuskan aku akan menemui dokter kulit sekarang!" seru Jel ketika mengetahui Whisk yang datang.

"Ada apa denganmu? Kamu bilang tidak ingin menemui dokter kulit," sahut Haz jengkel.

Jel langsung menyikut bahu Haz dan berbisik padanya, "Lihat siapa yang datang! Tentu saja aku harus memberikan quality time kepada kalian! Oh ya soal pergi ke dokter kulit, kurasa kamu benar! Keringat ini benar-benar menggangguku! Aku ingin segera mandi!"

Selesai mengatakannya, Jel langsung berjalan cepat menuju pintu dan membukanya. "Semoga hari kalian menyenangkan!" Begitu katanya.

Whisk hanya menatap datar kepergiaan Jel, tidak seperti Haz membentaknya, "JELKESYA!"

Whisk menatap Haz dengan tatapan tidak percaya. Wanita barbar, begitu dalam pikirannya.

"Apa?" tanya Haz ketus sambil memelototi Whisk.

"Tidak ada. Aku hanya ingin konsultasi seperti biasa," jawab Whisk datar sambil duduk di hospital bed.

Haz memutar bola matanya. Jelas sekali kamu di sini untuk melihatku!

"Jangan terlalu percaya diri... Aku di sini tidak untuk melihatmu," kata Whisk seakan tahu isi pikiran Haz.

"Terserah... Bagaimana keadaanmu?" tanya Haz. "Apakah kamu masih sering tidur larut?"

"Em..."

"Jelas sekali kamu tidak akan menghilangkan kebiasaanmu tidur larut malam," ucap Haz.

"Sulit untuk tidak tidur selarut itu. Aku memiliki insomnia yang sangat akut. Aku selalu tidur jam empat pagi dan selalu terbangun jam enam pagi," ujar Whisk.

"Itu tidak akan terjadi jika kamu memasang lagu-lagu yang bisa menenangkan pikiran kacaumu. Lagipula, kamu seperti orang yang tidak memiliki emosi, ingin memasang lagu seperti apapun itu tidak akan membuatmu berubah," Haz menarik kursi pengunjung, lalu meletakkannya di samping tempat tidur, tepat di samping kepala Whisk. "Kamu tidak akan sembuh dari insomniamu jika kamu bersihkeras. Setidaknya, coba cari lagu-lagu yang dapat mengontrol dirimu."

"Aku menyukai lagu-lagu yang ada di MP3 Player-mu," sahut Whisk.

Pria ini terang-terangan sekali... Haz memutar bola matanya malas seraya berbatin dalam hatinya jengkel.

Haz mengulurkan tangan.

Whisk menatap ularan tangan Haz, pura-pura tidak mengerti dengan apa yang diminta oleh gadis itu.

"Jangan berpura-pura!" seru Haz. Dia memelototi Whisk.

"Galak sekali," Whisk berkata seraya menyerahkan sebuah flashdisk dari saku jaketnya.

Bress!!!

Hujan lebat terdengar di luar sana. Mengguyur dengan hebatnya, membasahi segala sesuatu yang dilewatinya. Jendela ruangan Haz basah oleh air hujan yang diterpa angin.

"Pancaroba?" tanya Whisk seraya melihat butiran-butiran air yang menempel di jendela yang perlahan-lahan turun membentuk aliran air. Ada puluhan di sana.

"Ya, sekarang musim pancaroba. Beruntung kamu memakai jaket. Mengingat pria insomnia sepertimu akan mudah terserang flu di saat-saat seperti ini," ledek Haz. Dia membuka laptopnya, menunggu layar monitornya membukakan layar utama.

"Pertama, aku memang seorang pria insomnia. Kedua, sistem imun tubuhku sangat bagus. Aku bahkan sudah hampir enam bulan tidak terkena flu sama sekali!" Whisk mengelak dari ledekan Haz.

"Sebentar lagi, Whisk... Kamu akan flu sebentar lagi... Meskipun mengingat bahwa kamu sudah dua puluhan tahun di negara dengan empat musim, namun kamu tidak akan bisa menghindari musim pancaroba di garis khatulistiwa akut seperti itu," decak Haz.

"Tidak apa. Aku memiliki seorang dokter yang sangat hebat di sini. Sepertinya malam ini insomniaku akan berhenti," ujar Whisk.

Haz tidak menanggapi perkataan Whisk. Dia sibuk memindahkan lagu ke dalam flashdisk Whisk.

Whisk tentu saja merasa sangat jengkel diabaikan oleh Haz.

"Jangan mengabaikanku!"

"Apa yang harus kujawab, Mr. Whisky Woods? Itu adalah sebuah pernyataan, bukan sebuah pertanyaan! Pernyataan yang sedikit tidak berguna," kata Haz.

"Makjleb hati anak orang..." Jel yang barusaja datang tiba-tiba ikut menimbrung di sana.

"Oh hai! Bagaimana dengan perawatan kulitmu?" tanya Haz tanpa menatap ke arah Jel. Dia sibuk dengan layar monitor.

"Sangat buruk. Dia mengatakan diriku sangat jelek dan tak bisa menjaga diri sebagai seorang wanita!" seru Jel jengkel.

Whisk tentu saja sangat paham bahwa itu adalah pembicaraan buruk dari wanita. Sebenarnya dia merasa bahwa Jel sedikit menghindari dirinya. Seperti ada yang ditutupi Jel. Namun Haz begitu santai dengan keberadaan Jel. Tidak dengan Whisk.

"Memang benar seperti itu!" Haz malah setuju dengan pernyataan yang dikatakan oleh dokter kulit dan membuat orang yang telah lama dikenalnya semakin jengkel.

"Apa kamu bilang?!"

Whisk merasa akan ada Perang Dunia III di sini. Dia ingin segara keluar dari ruangan. Menikmati sisa harinya di apartemen yang disewakan untuknya di kota itu.

"Dokter kulit itu benar. Kamu adalah seorang wanita barbar. Aku masih ingat kelakuanmu di bangku SMA enam tahun yang lalu. Kamu sering memarahi dan memukul pria-pria yang mengganggumu," oceh Haz.

"Hei! Aku tidak... Maksudku aku memang melakukannya! Tapi, itu salah mereka menggangguku!" sanggah Jel.

"Hoi!" Haz melemparkan flashdisk ke arah Whisk. Dengan gerakan refleks Whisk menangkapnya. Akan sangat disayangkan jika Whisk tidak segara menangkapnya. Flashdisk kesayangannya bisa mencium tanah.

"Pergilah," Haz berkata dengan nada mengusir.

"Ada apa dengan wanita-"mu", Mr. Woods?" tanya Jel.

Wajah Whisk merona sejenak ketika Jel menyebutkan kata "wanitamu" untuk mengatakan Haz. Dia hanya mengangkat bahunya, lalu segera pergi dari sana.

"Haz... Kamu sengaja kan?"

Haz menatap Jel sebentar, lalu menjawab, "Entahlah..."

Cerita Whisk...

"Whisk! Kamu akan mengunjungi Indonesia loh!" seru seseorang takjub dalam bahasa Prancis beraksen Mandarin-Melayu kental melalui sebuah telepon.

Whisk tengah membaca buku. Seraya membaca, dia mendengarkan ocehan pria di telefon.

"Apa yang perlu dibanggakan dari hal itu?" tanya Whisk. Dia yang semula membaca buku tidak berniat membaca lagi karena perkataan orang itu.

"Tentu saja kamu harus mengunjungiku dulu! Aku akan menunggumu di bandara. Ketika sudah sampai kamu harus menelepon! Paham?!" ancam pria di telepon ketus.

"Aku paham! Kamu seperti seorang Ayah saja! Ribut sekali!" seru Whisk datar.

"Kamu akan menyukai seseorang dalam satu pertemuan langsung. Dia adalah wanita yang sangat pandai," goda pria di telepon.

"Dengar Senior Alkaf, aku tidak tertarik pada seorang wanita! Kamu tahu aku adalah insan paling dingin di dunia. Aku tidak mungkin bisa menyukainya!" sanggah Whisk. Dia mencari posisi duduk yang nyaman. Sebenarnya dia penasaran dengan wanita yang dimaksud pria bernama Alkaf itu. Dia telah bertemu banyak wanita, namun tidak ada yang membuat dirinya puas sama sekali. Kebanyakan wanita yang dia temui berparas cantik, namun kosong di dalam.

"Wanita yang sangat sederhana dalam penampilan, namun akhlak dan otaknya sangat menakjubkan! Aku yakin sekali hanya satu pertemuan kamu akan meleleh!" kekeh Alkaf.

"Apakah kamu juga demikian?" tanya Whisk.

"Dulunya... Namun sekarang aku menyukai sahabatnya. Meski begitu, aku tetap saja kagum!" jawab Alkaf meyakinkan.

"Jadi, siapa nama wanita yang kamu maksud?" tanya Whisk.

"Namanya Hazelia Lify. Aku dan sahabatnya sering memanggilnya Haz atau Hazelnut, hahaha..." Alkaf tertawa renyah. Itu terasa lucu baginya. Namun tidak dengan Whisk. Dia merasa itu biasa saja.

"Aku akan menunggu pertemuan dengan gadis itu. Semoga dia seperti apa yang kamu ucapkan," kata Whisk.

"Tentu saja seperti yang aku ucapkan! Ketika bertemu dengannya, kamu akan tahu mengapa aku mengatakan hal ini padamu," ujar Alkaf.

"Kebetulan, dia akan berada di ibukota Negara karena panggilan pemerintah. Kamu tahu kan sekarang virus itu mewabah. Aku juga terkadang takut keluar rumah," oceh Alkaf.

"Kamu memang makhluk penghuni rumah, Senior Alkaf. Aku hampir tidak pernah melihatmu mengatakan bahwa kamu akan keluar dari rumahmu," ledek Whisk.

"Kamu tahu, aku sibuk di sini... Lagipula ini 'rumah' yang tidak bisa sembarangan kutinggalkan begitu saja," ujar Alkaf.

"Aku paham. Jadi, wanita bernama Haz itu sealiran denganmu? Maksudk-"

"Kamu siap dengan perbedaan?" Alkaf balik bertanya.

"Jika dia siap, aku pun demikian. Aku rasa perbedaan tidak akan memisahkan dua insan yang saling mencintai," jawab Whisk.

"Kedengaran seperti dirimu ya!" kekeh Alkaf. "Baiklah, aku akan menutup telefonnya. Semoga harimu menyenangkan!"

Klik! Telefon langsung ditutup tanpa menunggu balasan dari Whisk.

Ah... Senior yang satu ini benar-benar menyebalkan ya? decak Whisk kesal dalam hatinya. Padahal dia ingin berbicara lebih lama dengannya. Menurut Whisk berbincang lama dengan Alkaf tidak akan membuat seseorang bosan karena Alkaf punya daya tarik tersendiri.

Whisk merebahkan dirinya ke atas sofa. Apakah wanita itu benar-benar seperti yang dikatakan Senior Alkaf?

Medan, 31 Mei 2020

Di bandara...

"Woods! Di sini!"

Whisk bisa mendengar suara familiar memanggil namanya. Dia menoleh dan menemukan bahwa orang yang meneleponnya beberapa hari lalu sedang melambaikan tangan ke arahnya sekarang. Orang itu adalah Alkaf.

Whisk menatap Alkaf dari atas sampai bawah. Bukan pria yang mencolok, begitu yang dapat disimpulkan olehnya. Alkaf juga terlihat beberapa centi lebih rendah dari Whisk, namun itu bukan menjadi sebuah masalah. Alkaf terlihat sedang melakukan hal yang sama. Pria berkacamata itu menatap tas camping dan koper yang dibawa okeh Whisk, serta penampilan Whisk yang terlihat... Sangat mencolok!

Dia terlihat lebih tampan daripada di foto. Caranya melambaikan tangan menunjukkan bahwa dia seorang yang sangat jujur dan terbuka. Meskipun tidak pernah bertemu dengannya langsung sebelumnya, sepertinya tidak buruk juga, batin Whisk.

Alkaf bergegas menghampiri Whisk.

"Aku kira kamu akan melewatkan kesempatan ini," kekeh Alkaf. "Selamat siang, Woods. Mungkin kamu akan cepat beradaptasi dengan waktu di negara ini, mengingat kamu adalah seorang penderita insomnia!"

"Senior Alkaf, apa maksudmu dengan panggilan 'Woods'?" Tidak membalas sapaan Alkaf, Whisk bertanya padanya. Dia membenarkan posisi maskernya.

"Ada beberapa polisi yang cuti dan akan berlibur. Jika mereka mengenalmu, kamu akan ditahan sebulan di sini. Kamu tidak ingin hal itu terjadi bukan?" Alkaf mengangkat bahunya, tersenyum pada Whisk.

"Ya, aku tidak ingin hal itu terjadi," balas Whisk jujur.

"Ayo ikut aku! Kamu bahkan terlihat belum sarapan sama sekali," Alkaf tanpa basa-basi langsung meninggalkan Whisk di sana, berjalan terlebih dulu.

Whisk menatap punggung lebar Alkaf. Pria blak-blakan, pikirnya.

Whisk mengikuti Alkaf dari belakang. Sepanjang perjalanan banyak orang menatapnya curiga. Karena memang style Whisk sekarang sangat aneh, seperti seorang buronan, memakai masker dan kacamata hitam, membawa tas camping dan koper, serta memakai jaket musim dingin yang sangat tebal. Belum lagi rambutnya yang kemerahan seperti dicat sangat menonjol. Whisk tahu apa yang mereka pikirkan: Apakah pria ini barusaja kabur dari negaranya karena menjadi seorang buronan?

Whisk mengabaikan tatapan orang-orang dan matanya mulai menggerayangi seisi bandara seraya mengikuti Alkaf.

Whisk menatap seorang pria botak dengan wajah sangarnya tidak terlihat begitu tua, namun juga tak lagi muda. Dia melihat adanya bekas luka bakar di wajahnya. Jelas sekali pria itu adalah pensiunan seorang tentara. Berumur sekitar lima puluh tujuh atau lima puluh delapan. Wajah dan badannya sangat terawat karena sering lari pagi atau ke gym mungkin? Dia tidak terlihat seperti pria yang jahat melihat bagaimana dia berbicara dengan istrinya sekarang.

Di belakang pria botak yang dilihat Whisk, seorang wanita berusia dua puluh lima tahunan sedang duduk dan menelepon seseorang. Wanita itu memiliki kulit putih dan rambutnya tertata rapi, serta make-up yang sangat mencolok. Seorang wanita yang bekerja di sebuah beauty shop. Melihat ekspresinya mungkin itu adalah telefon dari pasangannya dan mereka sedang mengalami masalah. Miskomunikasi antara mereka seharusnya dihilangkan agar hubungan mereka harmonis.

Di samping wanita itu ada seorang anak perempuan berusia sekitar tiga belas tahun. Jelas sekali bahwa anak itu tengah bersama ibunya yang duduk di sampingnya dan menunggu seseorang. Keluarga yang sedang menunggu kepulangan anggotanya. Gadis itu terlihat cemas. Berharap bahwa Ayahnya pulang secepatnya. Ini pasti karena virus baru. Para tenaga kerja luar negeri diharuskan pulang ke negaranya.

Banyak sekali orang-orang yang dilihat oleh Whisk. Bahkan ada narapidana yang kabur, mantan narapidana, penjual narkoba, dan beberapa tipe manusia lainnya.

Di negara manapun, bahkan orang saja bisa dibeli memakai uang. Bukankah begitu? Mantan narapidana yang kabur itu tentu saja melepaskan dirinya dengan menyogok. Keluarganya lumayan berada karena sukses menjalankan bisnis online, batin Whisk.

Whisk melihat ke depan lagi. Alkaf sudah memasuki Texas Chicken.

Bukankah Senior Alkaf bilang dia vegetarian? Mengapa dia memasuki Texas Chicken? Sungguh pria yang aneh... batin Whisk.

Whisk mengikuti Alkaf masuk ke dalam Texas Chicken. Dia melihat Alkaf menaiki tangga.

Dia terlihat sering memasuki tempat ini. Melihatnya berjalan dengan santai ke lantai dua...

Whisk menaiki anak tangga. Puluhan pasang mata menatapnya sama seperti di luar tadi. Aneh dan mencurigakan. Namun Whisk adalah tipe manusia yang tidak memiliki emosi dan tidak benar-benar peduli dengan pandangan orang lain. Hanya saja... Mungkin dia merasa sedikit risih ditatap puluhan pasang mata seperti itu. Mengintimidasi, juga penasaran dengan wajah di balik masker itu. Jika dia melepas maskernya begitu saja, dia akan berada dalam masalah besar seperti kata Alkaf. Dia melihat beberapa pensiunan polisi dan tentara, serta beberapa mantan narapidana yang cukup mengerikan.

Di lantai dua sana tidak banyak pengunjung. Hanya ada beberapa orang yang tampaknya sibuk sendiri dengan pekerjaannya. Whisk sudah menduganya: Bahwa Alkaf adalah orang yang suka menyendiri di sisi lainnya yang terlihat terbuka dengan orang-orang.

Whisk dapat melihat Alkaf memilih spot di dekat jendela. Itu memudahkan dirinya dalam mengamati orang-orang yang masuk. Sepertinya Alkaf berusaha membaca kesenangan Whisk. Dalam hal mengamati tentu saja.

Alkaf sudah duduk terlebih dulu dan Whisk mengikutinya. Whisk duduk tepat di hadapan Alkaf setelah dia melepas jaket musim dinginnya dan menggantungkannya di kursi. Whisk juga melepas masker dan kacamata hitamnya, lalu memasukkan benda-benda itu ke dalam tas.

"Aku membelikan pesananmu, juga, ini tiketmu dan ini kartu untuk ponselmu, aku yakin kamu belum sempat pergi me-roaming kartumu agar bisa digunakan secara internasional," Alkaf memberikan Whisk sebuah tiket pesawat atas nama dirinya dan sebuah kartu ponsel. "Pesanlah sarapan. Ini barusaja pukul delapan pagi dan jadwal keberangkatanmu adalah pukul dua siang. Kamu bisa menggunakan waktumu yang singkat untuk berjalan-jalan dan membelikan ehem... Hazelnut hal yang dia suka."

"Senior, kamu terlihat yakin sekali bahwa wanita itu akan menarik perhatianku," Whisk menaikkan sebelah alisnya.

"Pria sepertimu, jika belum bertemu dengannya akan dapat mengatakannya. Namun setelah bertemu dengannya, maka kamu akan mengerti mengapa aku bisa mengatakan bahwa Hazelnut yang satu ini sangat menarik!" seru Alkaf.

Alkaf mengangkat satu tangannya memanggil pelayan di seberang sana.

"Selamat pagi! Apa yang Tuan Muda sekalian inginkan?" sapa pelayan sekaligus bertanya pada Alkaf dan Whisk.

Pelayan wanita itu sepertinya sangat senang melihat dua pria tampan ada di hadapannya. Alkaf tersenyum padanya, sementara Whisk tidak peduli dan sibuk dengan menunya. Sangkin seriusnya menatap Whisk yang tampan, pelayan itu sampai tidak sadar bahwa Whisk sudah memesan. Tentu saja tanpa melihat ke arahnya! Whisk bukankah tipe pria seperti Alkaf yang akan tersenyum pada wanita manapun dan kapanpun itu.

Alkaf mencolek lengan pelayan itu, membuatnya tersadar dari lamunannya.

"Aku pesan sandwich tanpa selada porsi besar, morning tea, kentang goreng porsi besar, salad sayur tanpa bawang, dan French toast cinnamon," ucap Whisk tanpa basa-basi dengan Bahasa Indonesia dalam aksen Prancis yang sangat kental, sebelum pelayan wanita itu larut dalam lamunannya yang menurut Whisk tidak berguna sama sekali.

Whisk mempelajari beberapa bahasa sebelumnya, termasuk Bahasa Indonesia. Tidak heran jika dia bisa berbahasa Indonesia meski aksennya kurang bagus.

"Tuan Muda ini ingin memesan apa?" tanya pelayan. Pelayan wanita itu tersenyum balik menanggapi senyuman Alkaf.

"Saya akan memesan French toast cinnamon dan jasmine tea," jawab Alkaf.

"Baiklah, saya akan membawa pesanan Tuan Muda sekalian secepat mungkin," ujar pelayan itu.

Sudah pergi pun, dia tetap menatap Whisk dengan tatapan yang menurut Whisk sangat membuatnya risih.

Kapan wanita itu akan berhenti? Semoga saja dia tertabrak seseorang karena kecerobohannya, umpat Whisk dalam hati.

Yang benar saja, saat Whisk selesai mengumpat, pelayan wanita itu bukan tertabrak seseorang melainkan terpeleset jatuh dari tangga dan menabrak seorang wanita yang bisa diasumsikan Whisk sebagai wanita menor yang haus akan kekayaan.

Pelayan itu sangat malu tentu saja, dibentak kasar oleh wanita itu di hadapan publik seperti ini. Whisk tidak peduli dan malah memasang telinganya dengan airpods. Tidak ada musik di sana memang. Dia hanya sengaja menyumpal telinganya. Dia paling benci keributan. Dia menutup matanya dan melipat kedua tangannya di depan dada. Meski telah menyumpal telinganya, dia masih saja bisa mendengar suara orang-orang. Bahkan sekarang terdengar lebih jelas.

Ternyata wanita yang ditabrak pelayan itu adalah teman Nyonya pemilik tempat ini. Tentu saja dia dimaki begitu kasarnya.

"Ha... Dunia kerja memang keras ya!" Whisk dapat mendengar Alkaf menghela nafas. Dia terlihat tegang sekaligus lega.

"Bagaimana rasanya?" tanya Whisk. Whisk membuka matanya perlahan.

"Rasa apa?" Alkaf menatap Whisk bingung.

"Berpura-pura ramah dengan wanita menyebalkan tadi," ujar Whisk.

Alkaf menatap Whisk, lalu tersenyum. "Kamu menyadarinya ya?"

"Kamu benar-benar kejam, senior Alkaf," sahut Whisk.

"Ya, aku tahu. Setidaknya biarkan mereka senang sejenak sebelum dijatuhkan kembali seperti itu," kata Alkaf.

"Sepertinya, wanita itu menyadari kelicikanmu!" ledek Whisk.

"Hei! Soal Jelly, teman Hazelnut, aku benar-benar serius!" seru Alkaf.

"Hazelnut juga tidak akan membiarkan orang sepertimu dekat dengan sahabatnya," Whisk mencopot airpod dari telinganya ketika dia mendengar dengan seksama sudah tidak ada lagi kegaduhan.

"Bagaimana dengan kamu yang mengumpat pelayan itu di hati tadi?" tanya Alkaf. "Apakah itu merupakan sebuah kepuasan bagimu?"

Whisk menatap Alkaf sejenak. "Sepertinya kamu tahu dari seseorang yang pandai membaca situasi dari smartphone-mu, Senior Alkaf."

Whisk berhasil menebaknya, memang benar, Alkaf tengah membalas pesan seseorang juga secara bersamaan dia menanyakan orang tersebut apakah bisa membaca situasi Whisk.

"Jawabannya, aku lega sekali," lanjut Whisk.

"Kamu lebih kejam dariku, Woods!" Alkaf menggelengkan kepalanya tidak percaya. "Dan sedikit hal yang kamu harus tahu. Orang yang memberitahuku soal umpatanmu dalam hati adalah Hazelnut. Sudah kukatakan dia sangat menarik!"

"Ah! Aku sangat lapar sekarang! Kapan makanannya akan datang?" keluh Whisk.