Arisan ( Siapa Nama Berikutnya? )
Aku, Noni, Sherlin, Leon, Tasya dan teman-teman lainnya lulus dari tingkat universitas. Kami semua kemudian membuat sebuah pesta kelulusan. Semua mahasiswa dan mahasiswi datang menghadiri acara pesta. Kami bersenang-senang, tapi sesuatu terjadi.
Salah satu teman kami ternyata memakai narkoba dan membuat salah satu teman lainnya meninggal dunia karena over dosis. Polisi langsung menyerbu tempat acara pesta yang kami gelar.
Semua diperiksa atas apa yang terjadi. Beberapa yang dinyatakan bebas dari narkoba bisa pulang kembali kerumahnya.
Beberapa lainnya yang terdeteksi mengkonsumsi narkoba harus masuk dalam penjara dan menjalani rehabilitasi.
Salah satu sahabat ku ikut terjerat, akan tetapi karena dia salah satu anggota keluarga kepolisian akhirnya dinyatakan negatif.
Kami semua keluar dari kantor polisi dengan canda tawa.
Kisah ini dimulai mungkin sejak saat itu.
****************
~Persiapa acara reuni~
"Leon, Sherlin, Noni, Dita." Tasya mengabsen kami satu persatu yang sudah lama tidak bertemu.
Tasya lama di Amerika untuk menyelesaikan studi S2 nya. Sedangkan aku, menetap di Jakarta dan menjadi seorang guru di sebuah sekolahan elit.
Tasya teman kami memang tergolong keluarga menengah atas. Ayahnya seorang insinyur pertambangan. Sedangkan ibunya seorang designer ternama.
Tasya menghampiriku dan merangkulku. Aku dan dia memang sangat dekat sejak dulu. Aku yang terlahir sebagai anak dari keluarga sederhana, sangat beruntung karena bisa memiliki beberapa teman yang memang terlahir dengan sendok emas ditangannya.
Kami sedang merencanakan sebuah pesta reuni yang megah, di sebuah gedung tidak jauh dari kampus.
"Gimana menurut kalian konsepnya?" tanya Sherlin.
Sherlin temanku yang selalu senang mendesign. Makanya dia menjadi seorang kurator seni yang bertugas untuk merancang dan menentukan tema yang akan dipamerkan pada kegiatan seni.
Kami memilih Sherlin yang menentukan tema. Kami juga memintanya untuk mendekorasi, karena jujur saja kemampuan seniku pun biasa saja meski sebagai seorang guru.
"Dit, Lo hari ini libur ngajar?" tanya Tasya kepadaku.
Aku mengangguk dan berbisik di telinga sahabatku yang satu itu.
"Gua bilangnya sakit," ujarku.
"Wah parah sih. Guru model apa ini?" Tasya meledekku.
"Ah udah biasa begitu sih. Gua juga izin bilangnya mau melayat." Leon menyambar pembicaraanku dan Tasya.
"Ih, kok pake acara bilang mau melayat sih? Bikin parno ajah deh." Noni bergidik.
Aku juga merasa'kan hal yang sama. Aku tiba-tiba mengingat kejadian beberapa tahun lalu saat kami mengajarkan pesta kelulusan dan salah satu mahasiswa meninggal dunia.
Kejadian itu masih melekat di ingatanku. Saat itu aku tidak mengerti sebenarnya apa yang telah terjadi di ruangan itu, yang aku tahu. Salah satu sahabat, tapi tidak terlalu dekat sih. Namanya Erik, keluarganya sebagian besar adalah penghuni kantor polisi yang bertabur bintang di langit.
Aku tidak paham apa yang Erik lakukan dengan Santo dan beberapa teman lainnya di ruangan itu. Saat kami tahu ya Santo sudah meregangkan nyawa.
"Hei, bengong." Tasya menepuk pundakku.
"Bukan bengong, tapi lagi konsentrasi penuh."
Kami berdua pun tertawa. Tasya sangat terlihat senang. Dia memang sering bilang kalau sangat merindukan kami dan juga suasana di Jakarta.
Melihat dekorasi sudah selesai. Aku dan teman-teman memutuskan untuk beristirahat di cafe Bonjour.
"Dit, mau pesen apa?" Leon menyodorkan buku menu kepadaku.
"Susu ajah ada enggak?" tanyaku yang sudah cukup lelah hari ini.
"Ada nih. sugar or no sugar?" kata Leon.
"No sugar and Hot." Aku menjawab dengan ikut-ikutan menggunakan bahasa Inggris. Padahal bahasa Inggris ku sangat belepotan.
Aku memilih no sugar. Dengan meneguk susu murni atau Plain hangat. Aku berharap sedikit menyegarkan tubuhku ini.
Acara reuni akan segera di gelar besok. Kami para panitia yang masih sibuk dengan persiapan acara besok bertemu dengan salah satu orang yang menjadi donatur tetap kami.
"Hai Dit." Tasya langsung menghampiri Adit.
Adit adalah salah satu donatur tetap kami. Dia ingin menjadi donatur tetap dengan alasan untuk mengenang saudara kembarnya.
"Hai." Adit menyapa kami semua.
Penampilan Adit cukuplah menarik. Dia mengenakan setelan jas, dengan sepatu pantofel yang sangat kinclong dan juga rambut klimisnya. Dengar-dengar Dia adalah seorang lulusan yang cukup sukses di antara kami semua. Dia memiliki sebuah pabrik beras yang besar dan sukses.
Aku melihat ada sisi Adit yang disembunyikan dari kita semua. Meskipun dia terlihat ceria saat bersama kami, tapi dari pandangan matanya ia sepertinya menyimpan satu kesedihan yang mendalam.
Kami tahu dulu dia pernah kehilangan kakaknya dan dia sangat terpukul atas kehilangan saudara kembarnya itu.
Saudara kembar Adit adalah Anindita ya akrab dipanggil Anin. Anin gadis yang berwajah cantik namun, sayangnya ia harus mengalami hal tragis.
"Apa kabar Bro!"
Para teman-teman lelakiku saling bersalaman dan berjabat tangan serta berpelukan dengan Adit. Sedangkan kami perempuan-perempuan hanya cukup berjabat tangan saja.
"Gimana udah selesai persiapannya?" tanya Adit yang berbicara lantang seperti kebiasaannya.
"Udah dong Bro. thank you banget ya bro. Lo udah selalu jadi donatur tetap kita. Sampai-sampai kita bisa bikin acara seheboh ini." Leon menepuk pundak pria yang tidak terlalu akrab dengan kami.
Adit memang salah satu donatur tetap kami, tetapi kami tidak terlalu dekat dengannya. ada jarak sedikit antara kami dengan adit. entah apa itu kita yang memberi jarak atau Adit yang memberi jarak kepada kita.
adit mengambil minuman dari meja lalu kembali menghampiri kami.
"Acara udah pasti heboh dong?" tanya Adit dan meneguk minumannya.
"Pasti bro. Pasti heboh banget. Lo nggak bakalan nyesel karena udah jadi noratur kita selama ini. Uang yang Lo kasih ke kita itu selalu kita kelola dengan baik. Makanya kita bisa ngadain reuni tahun ini." Leon kembali menimpali pertanyaan yang diajukan oleh adit.
Leon adalah satu-satunya teman kami yang terlihat akrab dengan Adit. Leon bekerjasama dengan Adit karena keluarganya membuka toko sembako terutama toko beras.
Kami masih sibuk dengan beberapa hal yang harus di persiapkan. Sehingga suasana menjadi hening. Ada percakapan hanya seputar urusan reuni.
"Gua, pergi dulu ya. Ada pengiriman beras dalam jumlah besar hari ini." Adit menjabat tangan dengan Leon.
Aku sejak tadi hanya memperhatikan sikap Adit dan Leon, serta teman-teman yang lain yang ingin mengakrabkan diri dengan Adit.
Sejak awal pertama kali aku bertemu dengan Adit dan Anindita mereka berdua adalah sosok adik dan kakak yang baik dan pengertian bahkan mereka satu semester saat aku masih menjadi mahasiswa universitas.
****************
Noni Wajahnya sudah sangat meresah. dia seperti seseorang yang telah menyembunyikan sesuatu dari kami. Memang sejak tadi aku perhatikan Noni memang sedikit gelisah, tapi aku tidak berani bertanya ada apa dengan dirinya.
Lama aku memperhatikan Noni. Kemudian wanita itu izin untuk pulang ke rumahnya. Katanya ada sesuatu hal yang mendesak yang harus ia lakukan.
Kami akhirnya mengizinkan Noni untuk pulang ke rumahnya, karena memang pekerjaan kami sudah hampir selesai. hanya tinggal memfollow up beberapa pesanan seperti catering makanan ringan minuman dan lainnya untuk acara besok.
"Yok beres-beres." Aku bicara kepada teman-teman. Mengingat ini sudah hampir Maghrib. aku dan teman-teman harus beristirahat agar besok tetap fit.
Kami semua membereskan sampah yang berserakan dan menyapunya. Selesai dengan kondisi ruangan yang sudah bersih dan rapih. Semua pulang kerumah masing-masing.
Aku dan teman-teman menuruni tangga ruang serba guna. Seorang teman kami mendapatkan panggilan telepon dan memberikan kabar yang begitu mengejutkan bagi kami semua. Kami saling berpandangan dengan hati yang begitu sedih.
Kami semua langsung bergegas menuju ke suatu tempat. Kami pergi dengan mobil yang dikendarai Tasya dan Leon agar bisa segera sampai ditujuan.
"Apa yang terjadi? Kenapa bisa?" Aku bergumam dalam hati.