My Win Kill You
Akhir akhir ini banyak terjadi pembunuhan, maraknya berita menyebar luas kemana mana, pembunuhan terjadi bukan hanya anak-anak, bahkan sampai dengan orang orang dewasa. Hingga di mana kota tersebut diancam oleh ketakutan kematian di mana saat ini nyawa mereka berada diambang kematian.
Sampai saat ini para polisi masih mengatasi kasus kasus namun para polisi belum menemukan siapa pembunuh akhir akhir ini.
Malam itu seorang anak kecil berjalan tengah malam sendiriannya, anak itu mengenalan jas hujan berwarna merah, memakai sepatu sekolah, bahkan masih menyandang tas sekolahnya. Seseorang peria yang melihat anak itu langsung menghampirinya.
“Hay, nak apa yang kau lakukan ditengah malam begini?” tanya orang itu.
“Aku baru pulang sekolah, aku tadi ketinggalan bus jadi aku memutuskan untuk betjalan kaki sekalian mencari gambar-gambar organ tubuh manusia untuk pelajaran Biologi besok,” jelasnya seperti anak sekolah pada umumnya untuk lebih jelasnya menggunakan gambar gambar sebagai contoh penjelasan materi.
“Kalau begitu biar aku antarkan kau pulang, ini sudah terlalu malam takutnya ada apa apa nanti.”
“Ya sudah, boleh saja kok apa itu tidak keberatan?” tanya anak itu yang takut merepotkan.
Selama perjalanan mereka berdua mengobrol dengan hangat, nama orang itu tenyata adalah Hendri, ia dan Frians begitu keduanya seperti abang, dan adek.
“Kau tidak takut pulang tengah malam sendiri seperti ini?” tanya Hendri.
“Takut kenapa?” Frians ingin melihat wajah Hendri namun karena badannya pendek jadi ia hanya mendungak untuk sesaat.
“Karena berita sekarang banyaknya pembunuhan, orang orang saja tidak ada yang berani keluar.”
“Lalu mengapa kau keluar?” ujar Frians melontarkan pertanyaan.
“Ya itu karena aku melihatmu, aku takut kenapa napa dengan anak kecil seusiamu apa lagi ini sudah malam.”
“Lantas kau tidak memperdulikan dirimu? Bagaimana kalau kau yang jadi korban pembunuhan itu?” Frians menghentikan langkahnya.
“Itu tidak mungkin, memgapa kau berhenti? Apa ada sesuatu?”
“Tidak,” Frians melanjutkan langkahnya.
“Bagaimana mungkin dia mau menyelamatkanku dari pembunuhan, sementara aku yang membunuh mereka," dalam hati Frians, aku juga melirik tangan kananku yang digandeng oleh Hendri.
“Rumahmu masih jauh?” tanyak Hendri.
“Sedikit lagi, di depan sana komplek snediri itu.”
Tak terasa sampailah di rumah Frians, anak itu mengetuk pintu rumah terlihatlah kedua orang tuanya yang keluar, mereka sedikit bingung, dan was was karena ada seseorang yang bersama Frians.
“Yaampun nak, mengapa kau baru pulang jam segini?” seorang wanita memeluk Frians.
“Siapa kamu?” lontar ayah Frians melihat anaknya bersama lelaki asing.
“Saya cuma mengantarkan Frians karena sudah larut malam, saya melihatnya berjalan sendirian tadi pak.”
“Sudah sayang, suruh orang itu masuk dulu, biar aku buatin minum.”
Sementara ayah Frians membawa Hendri masuk, dan Frians dibawa ibunya ke kamar.
“Kau membawa korban lagi?” tanya wanita itu mengambilkan baju Frians dalam lemari.
“Tidak, dia hanya mengantarku pulang.”
“Lalu mengapa kau mau dihantarkannya?”
“Karena aku tidak menolak, lagian dia juga tidak ada niatan lain kok ma.”
“Terserahmu saja, sekarang istirahatlah, dan kerjakan tugasmu,” perintah wanita itu yang sudah berada di depan pintu kamar.
“Aku ada tugas tentang organ tubuh manusia, tetapi aku belum mendapatkan gambarnya,” jelas Frians sedikit kecewa kepada dirinya sendiri.
“Buat apa gambar seperti itu nak? Kita sudah punya langsung contohnya, sabarlah sebentar lagi kau akan belajar langsung mengenai oragan tubuh untuk tugasmu, dan papamu yang akan menjelaskannya.”
“Sialnya kalian harus membunuh lagi?”
“Hmm … itu urusan kami,” wanita itu langsung menutup pintu kamar.
Ia beranjak ke dapur menyiapkan minum, selesai mengaduk minuman ia memasukkan obat untuk membuat Hendri terbius.
“Ini minumannya, maaf nak sedikit lama aku baru selesai mengurus Frians,” ujarnya menyerahkan minuman, wanita itu melirik suaminya yang berada di samping Hendri.
Melihat lirikan itu sang suami tau bahwa itu adalah kode untuk menyuruh Hendri minum menghabiskan airnya.
“Hayo diminum dulu, kamu pasti hauskan,” ujarnya ramah.
“Ia pak nanti saya minum kok.”
“Eeh ini juga sudah malam istri saya sudah siap menyiapkan kamar buat kamu tidur malam ini.”
“Loh pak, saya pulang ajalah gak enak juga kalau mau nginap,” tolak Hendri sungkan.
“Loh ga perlu seperti itu, lagian ini juga udah malamloh takutnya ada apa apa sama kamu, mending disini dulu,” ia juga menyodorkan kembali air yang ada di gelas Hendri.
“Baiklah pak kalau tidak merepotkan saya mau kok," Hendri pun sudi menenggak air tadi sampai mau pengahabisan tiba tiba tubuh Hendri lemas tak berdaya ia tersungkur jatuh kebawah.
“Mah, dia sudah tidak sadar,” teriak suaminya mengangkat tubuh Hendri.
“Baiklah kalau gitu serahkan pada saya.”
“Kamu mau motong motong daging manusia lagi? Kita sudah banyak stok," lelaki itu bingung melihat istrinya.
“Bukan,” perempuan yang tadi mengambil sebuah koper ia membuka koper itu ada banyak peralatan peratan aneh didalamnya.
“Yah, seret orang ini ke ruangan bawah,” perintahnya yang sudah selesai memakai sarung tangan berwarna putih.
“Baiklah kalau begitu,” lelaki itu mengumpulkan kedua tangan Hendri sebagai pengangan menyeret.
“Aku mau memanggil Frians dulu ya,” ia langsung membawa Frians ke ruangan bawah.
“Kau sudah membawa bukumu untuk catatan tugas yang kau bilang?” tanya ibunya.
“Ini sudah,” Frians memperlihatkan buku tugas sekaligus catatan.
“Ada apa ini sebenarnya?”
“Aku memiliki tugas biologi mengenai organ tubuh manusia,” jelas Frians.
“Oh kalau begitu, mengapa tidak kau saja yang mengerjakannya, ini," lelaki tadi menyodorkan pisau yang cukup tajam dari sebelumnya.
“Tapi yah!”
“Silahkan kau belah tubuh orang ini untuk melihat organnya, aku akan memberi penjelasan kepadamu.”
“Im sory, ibu tidak bisa membantah ucapan ayahmu, sebaiknya gunakan sarung tangan ini,” wanita tadi kembali harus membuka sarung tangannya.
“Tidak perlu,” Frians mengambil pisau dan mulai membelah perlahan mulai dari leher orang itu. Darah pun mulai mengalir deras keluar hingga sampai ke perutnya, terlihat sudah bagian jantung, paru paru korban.
“Belahanmu lurus ya nak,” puji lelaki tadi.
“Aku sudah selesai, jadi bisa jelaskan mengenai organ orang ini?”
“Tentu saja, catat baik baik, ini jantung, ini paru parunya, ini usus sedangkan ini pula lambung, lelaki itu menunjuk organ tubuh Hendiri menjelaskannya detail ke Frians sampai anaknya itu benar benar mengerti.
“Selain orang tuaku sekolah pertama, mereka juga guru bagiku meski jalannya mengerikan tapi mereka mampu menjelakan langsung bersama orangnya, meski pun masih berdarah darah setidaknya organ itu terlihat jelas.”
Tugas Biolagi Frians pun selesai tepat waktu, selain nama nama oragan di dalam tubuh, anak itu juga membuat keterangan atau penjelasan mengenai nama nama organ tubuh.
"Hari ini aku masak roti bakar daging lagi," ujar wanita itu menyiapkan sarapan ke atas meja.
"Lagi?" ungkap Frians sedikit bosan harus memakan roti bakar daging.
"Kenapa sayang? Kau bosan ya?"
"Ti- tidak bu, aku hanya sudah malas melihat daging itu. Memangnya tidak bisa di sedekahkan saja? Diluar sana banyak orang yang kepingin makan daging."
"Frians, memangnya siapa yang mau makan daging manusia seperti ini?" Tanya ayahnya yang berada di meja makan sambil membaca koran.
"Mereka Kan tidak tahu kalau ini daging manusia, aku sudah lama tidak merasakan daging hewan."
"Apa bedanya sayang daging hewan dengan manusia? Jelas masih enakan daging manusia," sahut ibu Frians mengangkat roti bakar ke atas meja makan.
"Ini sausnya," lanjut beliau menuangkan ke dalam mangkok kaca berwarna putih.
"Huft, aku makan setengah saja," Frians mengambil ke piringnya.
"Baiklah baik, ayah akan mencarikan daging hewan untukmu nanti, daging yang ada di kulkas masih banyak bu?"
"Masih, aku juga tidak tahu harus melakukan apa akhir akhir ini terlalu banyak korban ya?"
"Kalau begitu buang, atau tanam saja," ujar Frians memberi saran.
"Masalah itu gampang, kamu tenang saja Frians, cepat habiskan makananmu dan pergilah ke sekolah nanti kamu telat."
"Siap ayah," anak kecil itu memberi hormat kepada kedua orang tuanya.
"Bagus, buku pr mu sudah selesaikan? Sudah kau masukkan ke dalam tasmu?"
"Sudah ibu."
"Aku berangkat dulu," ia meneguk beberapa tegukan susu hangat yang terhidang.
***
"Apakah tugas kalian sudah selesai hari ini?" tanya sang guru memulai pelajaran.
"Sudah buk …" sahut beberapa anak termasuk Frians.
"Kalau begitu kumpulkan ke depan, apakah ada yang tidak mengerjakan tugas!" serunya menaikkan nada bicara.
"Angkat tangan buat yang belum mengerjakan tugas!" serunya sekali lagi.
"Aduh gimana ini bos?" terlihat 6 orang anak duduk paling belakang dengan raut wajah paling panik.
"Gimana ini? Apa kita angkat tangan saja," ujar anak lelaki berbadan kecil di samping si gendut.
"Jangan nanti kita kena marah."
"Terus? Atau kita minta paksa si Frians saja?" ujar mereka merencanakan sesuatu.
"Ibu bagaimana kalau pr kami nanti saja," tawar anak yang berbadan gemuk itu karena ia merupakan bos dari ke 5 orang di anak anak di belakang yang belum selesai pr ini.
"Kalau begitu tidak masalah setelah istirahat kalian harus mengumpulkan tugas kalian jika tidak, kalian akan dapat hukuman!" ancam sang guru, ia kembali mengarah ke papan tulis menjelaskan materi hari ini.
***
"Ini kerjain tugas kita," mereka ber 6 serentak melemparkan buku ke Frians yang ingin makan bekal dari ibunya tadi.
"Tapi bukannya ini pekerjaan kalian, mengapa tidak kalian saja?" Frians membuka kotak bekal terlihat makanan yang begitu enak daging bakar serta saus pedas di sisi lain.
"Fiuh, daging lagi," ujar Frians.
"Aku memerintahkanmu buat mengerjakan tugas kami, jika tidak siap kau akan dapat pembalasan dariku," ancamnya mengepalkan tangan.
Frians tak berkata apa apa ia mengambil buku mereka, begitu pula dengan mereka yang mengambil kotak bekal Frians.
"Kotak bekalku mau kalian kemana kan?"
"Memakan makanan ini sedikit tidak masalahkan," ungkap salah seorang dari mereka.
"Ouh kalian mau memakannya yasudah tidak apa," lagi lagi Frians hanya diam tak melawan ia terlihat seperti bocah culun yang tak berani. Frians hanya pasrah terhadap semuanya.
Sementara Frians mengerjakan tugas ke-6 anak itu, sementara mereka asik bersantai sambil makan nasi di dalam bekal Frians.
"Dagingnya kok rasanya berbeda ya?"
"Ia nih, ga seperti daging pada umumnya," sahut seseorang diantara mereka.
Sedangkan anak gendut itu sangat menikmati makanan bekal Frians, tanpa banyak komentar yang keluar dari mulutnya.
"Atau mungkin dagingnya campuran kali," sahut salah seseorang lainnya.
Mereka terus terusan berkomentar tentang daging itu, meskipun banyak komentar yang keluar isinya sudah habis, ke 6 orang itu meninggalkan kotak bekal di atas meja begitu saja.
Mereka kembali ke kelas, melihat Frians yang tengah mengerjakan yang lain mereka kembali mengganggu Frians dan mainannya.
"Tugas kami sudah selesaikan Frians?"
"Kalian bisa cek aja sendiri," ujar Frians sambil bermain game kejar kejaran.
"Kalau begitu sini buku kami," pinta si gendut.
"Nih," Frians memberinya sabar meskipun ia tahu dirinya sendiri sedang diganggu.
"Tidak ada lagikan?"
"Kelihatannya permainanmu itu seru, serahin buatku," salah seorang diantara keenamnya menarik permainan yang dimainkan Frians.
"Tapi, kalian mau main itu?" tanya Frians tak percaya.
"Kenapa tidak ini permainan yang mudah," ujar si gendut.
"Ya sudah kalau kau bisa, ngomong ngomong dimana tempat bekalku?" lanjut Frians menanyakan karena ia tak melihat kotak bekal yang dibawanya itu.
"Tidak tahu, tinggal mungkin sudahlah jangan ganggu aku," mereka berenam kembali ke bangku belakang.
"Anak anak yang perlu diajarkan sopan santun, dan tanggung jawab!" Frians mengepalkan tangannya tetapi ia masih tenang mengatur posisinya untuk diam.
Jam istirahat pun selesai kini masuk kembali pelajaran Biologi keenam anak ini mengumpulkan tugasnya. Mereka mendapatkan nilai 100, begitu juga dengan Frians yang dapat 100.
"Lucu, aku harus berbagai nilai padahal aku sudah capai capai untuk mendapatkan, dan mempelajari langsung organ manusia ini," batin Frians.
"Hanya 7 orang yang mendapatkan nilai sempurna," nama mereka di bacakan setelah itu para siswa memberi apresiasi dengan bertepuk tangan.
***
Frians memasuki ke rumah, wajahnya murung marah bercampur aduk perasaan jengkel tak tau mau ia lampiaskan kemana.
"Sayang kamu sudah pulang," si ibu langsung menghampiri anaknya itu.
"Ia bu," Frians memeluk ibunya sebagai untuk mengisi tenaga, apa lagi di peluk balik sudah cukup untuknya menghilangkan capai.
"Gimana nilai Biologinya dapat berapa?"
Frians mengeluarkan kertasnya, ia tak ragu untuk memperlihatkan nilai dari hasil yang ia dapat berkat kerjanya itu.
"Anak ibu memang pintar, papamu pasti juga bangga sama kamu nak."
"Ngomong ngomong papa dimana bu?"
"Keluar," wanita itu hanya menjawab singkat.
"Tumben, biasanya papa tidak pernah keluar selama ini, ada urusan penting ya bu?"
"Tidak tahu."
"Papa tumben tidak memberi tahu ibu kemana dia pergi," cetus Frians sedikit curiga.
"Tidak perlu menanyakan papamu, mungkin saja ada urusan pribadinya kau cukup tahu sampai sini bahwa dia sedang keluar."
"Kamu mau makan siang, ibu sudah belikan sayuran, dan daging hewan," wanita itu tersenyum menampakkan giginya.
"Boleh bu, aku ganti baju sebentar."
"Eeh, Frians tempat bekalmu mana biar ibu cuci."
"Hilang, tadi teman sekelasku yang membuatnya, mereka juga menghabiskan bekalku," Frians menjelaskan semuanya apa yang terjadi hari ini.
"So, kau mau menghabisi mereka sendiri atau dengan Rabbit killer?"
"Rabbit killer?" Frians baru pertama kali mendengar nama itu, sebelumnya ia bahka tidak tau sejenis apa rabbit killer ini.