SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
The World Of Marriage [Painful Love Mpreg Ver]

The World Of Marriage [Painful Love Mpreg Ver]

Part 1

...Cast...

...Jung Jaehyun...

...Kim Jungwoo...

...Kim Minah...

...Wong Lucas...

...and other cast yang akan muncul dicerita ini...

...The World Of Marriage ...

...[Painful Love Mpreg Ver]...

...****...

...Jika saja rasa cinta itu benar-benar ada dalam dirimu......

...Kau tidak akan pernah melupakan aku... barang sedikitpun......

...Jika saja rasa cinta itu benar-benar ada dalam hatimu... maka......

...Kau tidak akan pernah melupakan janjimu padaku......

...****...

Hari yang cerah membuat syahdu pagi itu, burung-burung bercicit riang di musim semi kali ini. Udara terasa menyegarkan setelah beberapa bulan lamanya tanah tertutupi lapisan es yang dingin dan membosankan.

Terlihat para remaja laki-laki yang bersekolah di asrama Dwight School Seoul itu kini tengah asyik menikmati hari pertama musim seminya bersama beberapa orang teman-temannya yang berusia 14 tahunan di sebuah lapangan hijau di kota mereka.

Beberapa diantaranya mendesah kecewa ketika mendapati lapangan favourite mereka masih tertutup es sebagian, dan menyebabkan akses bermain bola mereka tertutup untuk beberapa waktu.

Para siswa asrama itu pun akhirnya memilih untuk duduk-duduk sambil mengobrol. 3 hari lagi mereka akan naik ke kelas 3 SMP seiring dengan nilai ujian mereka yang akan segera dibagikan.

"Setelah lulus dari sini, kau mau sekolah di SMA mana?" Tanya seorang remaja lelaki kepada seorang remaja lelaki yang bertubuh mungil, remaja lelaki yang mempunyai paras bak seorang Dewi dengan surai hitam lembut yang menghias kepalanya.

Kim Jungwoo, dialah si remaja lelaki mungil yang memiliki paras cantik layaknya gadis incaran disekolahnya itu, kecantikan serta kepolosannya membuat siapa saja akan jatuh cinta pada remaja lelaki itu, si mungil adalah julukan yang diberikan teman-temannya karena tubuhnya yang terbilang mungil dari anak-anak sebayanya.

"Hm... Aku? Mungkin akan di asrama ini lagi" jawab Jungwoo.

Sebenarnya dia sendiri juga tidak suka ketika ayahnya berniat hendak memasukannya ke asrama lagi untuk meneruskan jenjang Sekolah menengah Atas.

"Kalau kau, mau kemana Kun?" Jungwoo balik bertanya.

"Sepertinya aku juga masih betah disini" jawab Kun.

Jungwoo tertawa pelan, setidaknya Kun akan tetap menjadi sahabatnya yang akan selalu bersamanya di asrama ini sampai kelas 3 SMA nanti.

"Hey, kalian!" seorang bocah tampan sepantaran mereka mendatangi atau lebih tepatnya mengagetkan mereka dengan 3 kotak sosis bakar menerobos teman-teman lainnya yang sedang asyik duduk-duduk di bangku penonton.

Menghiraukan protes dari teman-temannya, siswa bernama Lucas Wong itu berjalan ke bangku penonton tengah dimana Kun dan Jungwoo berada.

"Kalian sedang apa disini?" Tanya Lucas.

"Yakk Wong Lucas! Jangan tiba-tiba datang begitu, kau mengagetkan saja... sini duduk! Kami sedang mengobrol saja. tadinya sih mau bermain bola, tapi lapangannya masih tertutup salju sebagian" jawab Jungwoo.

"Oh..." balas Lucas tanpa rasa bersalah sedikitpun, ia duduk di tengah-tengah kedua sahabatnya. Di antara Kun dan Jungwoo, Lucas lebih tua satu tahun dari keduanya.

"Udara masih dingin pasti kalian lapar, ini ku belikan makanan untuk kalian" ujar Lucas—menyerahkan satu kotak sosis untuk kedua sahabatnya.

"Kau memang terbaik Lucas, kau tahu saja aku sedang lapar" kata Kun. Disambut gelak tawa oleh kedua sahabatnya.

"Lucas, ku dengar kau akan pindah ke luar negeri saat kenaikan kelas nanti, ya?" Tanya Kun, dan membuat Jungwoo dengan bibir belepotan saus terkejut mendengarnya.

"APA?! BENARKAH?"

Lucas dan Kun menutup kedua telinga mereka yang berdengung mendengar suara cempreng Jungwoo. seluruh siswa menatap aneh ke arahnya

"Oops... Sorry" Dengan cepat ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

"Ya... Aku akan pindah, tadi aku harus ke ruang kesiswaan untuk mengurus kepindahanku. Ayahku juga ada disana. Ibuku memintaku untuk menemaninya di Amerika" Jelas Lucas, ada rasa tidak rela untuk meninggalkan kedua sahabatnya itu.

"Aku akan merindukanmu, Lucas" Jungwoo yang seketika menghambur memeluk Lucas dengan erat, entah kenapa ada perasaan tak rela yang mengganjal dihatinya saat mengetahui Lucas akan pergi meninggalkannya

"HEI!!! BAJUKU WARNANYA PUTIH NANTI KENA NODA SAUS!" teriak Lucas.

"Biarkan saja... Kau tinggal mencucinya, lagipula aku tidak bisa mengotori bajumu lagi"

"Kenapa tiba-tiba Lucas" gumam Jungwoo yang tak bisa di didengar oleh Lucas

Seoul International Airport

"Lucas, jangan lupakan aku ya" Ucap Jungwoo, remaja lelaki itu pun berjinjit memeluk tubuh Lucas yang notabene lebih tinggi darinya.

"Aku pasti akan merindukanmu, Lucas" Jungwoo memberikan jarak dari tubuh jangkung dan kurus sahabatnya itu.

Lucas tertawa pelan

"Hm aku juga akan sangat merindukanmu. Kau harus jaga dirimu baik-baik disini, Jungwoo...." goda Lucas.

"....Tunggu aku kembali sampai nanti aku akan menjadikanmu istriku"

"Kau ini!" Jungwoo mencubit pelan pinggang sahabatnya, dan itu membuat Lucas tertawa geli.

"Ekhemm.... ngomong-ngomong sejak kapan aku menjadi nyamuk disini?" Ujar Kun menyadarkan keduanya

"Lucas, ayo cepat nak! Pesawat akan segera berangkat!" seru seorang wanita cantik yang diketahui adalah ibu dari lelaki itu.

"Ah Kun tolong jaga dia untukku ya?"

"Hm serahkan saja padaku!"

"Aku harus pergi Jungwoo, sampai jumpa! Tunggu aku kembali ya?!"

Lucas melambaikan tangannya ke arah kedua sahabatnya itu.

Jungwoo dan Kun juga melambaikan tangan mereka, berdoa agar sahabat mereka selalu dilindungi oleh Tuhan hingga sampai di Amerika nanti.

Mereka terus berada di sana, hingga punggung Lucas sudah tidak terlihat oleh pandangan mereka lagi.

Sekarang mereka sudah kelas 3 SMP, satu tahun lagi mereka akan segera lulus dan melanjutkan sekolah menengah atas.

"Aku pasti akan merindukan anak itu" gumam Kun.

Jungwoo menoleh ke arah Kun

"Aku juga" sahut Jungwoo.

"Mulai sekarang kau harus terbiasa tanpa Lucas, Jungwoo" kata Kun, disambut anggukan setuju oleh Jungwoo.

Kedua bocah 14 tahun itu pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah mereka menikmati libur musim semi mereka selama beberapa waktu.

...***...

Seperti biasa saat Jungwoo kembali ke rumahnya itu, ia akan disambut dengan penuh kebahagian oleh kakak sulungnya dan ibunya yang begitu sangat menyayanginya. Mereka sangat bangga, terlebih Ia selalu berhasil menjadi bintang kelas saat menerima raport kenaikan kelasnya.

Krystal membuatkan sebuah kue untuk putra kesayangannya di bantu putra sulungnya yang bersedia mendekorasi rumah sedemikian rupa.

Pelukan kasih sayang didapatkan Jungwoo dari keluarganya itu, minus ayah dan juga sang adik kembarnya yang entah sedang berada dimana saat ini.

"Ini dia, ayo cobalah ini pasti enak aaaa~"

Sang ibu memintanya untuk membuka mulutnya dengan begitu ibu muda itu bisa menyuapi sebuah kue bertekstur lembut itu ke dalam mulut mungil putra keduanya itu.

"Dan ini untuk hyungmu yang sudah membantu ibu!"

Doyoung membuka mulutnya ketika sang ibu meminta dirinya untuk membuka mulut.

Moment bahagia itu harus terhenti ketika Kim Jongin, sang pemimpin keluarga tiba bersama putri bungsunya. Terlihat sorot tajam ayahnya itu menatap tak suka pesta yang terlalu berlebihan untuk menyambut kepulangan putra keduanya.

"Jungwoo kau hebat sekali bisa mendapatkan peringkat pertama se-asrama. Lain kali aku juga mau seperti itu"

Minah berjalan memeluk tubuh Jungwoo dan memberikan sekotak hadiah untuk sang kakak.

"Sudah cukup ucapan selamatnya, sayang. kau harus segera istirahat di kamar!" titah sang ayah pada si bungsu.

Doyoung tidak tahu harus berkata apa melihat perlakuan sang Ayah pada adiknya itu

Minah sendiri memasang wajah kesalnya karena sang Ayah meminta dirinya untuk lekas istirahat di dalam kamar.

"Tapi ayah, Jungwoo kan pulang hanya beberapa waktu saja. masak aku tidak boleh menyambutnya sih" ujar Minah melayangkan protes pada Ayahnya.

Kim Jongin yang kesal karena di lawan oleh putri kesayangannya sendiri pun akhirnya berjalan ke arah Jungwoo dan mengambil kado dari tangan bocah itu secara paksa.

"Ayah... j-jangan!"

Jungwoo memohon agar ayahnya tidak merebut hadiah itu dari tangannya.

Minah berusaha membantu Jungwoo, namun tanpa sengaja Jongin mendorong tubuh putrinya hingga gadis itu terjatuh dan terbentur pinggiran buffet kayu di ruang tamu.

BRUKK!!

Krystal dan Doyoung terkejut mendapati kening Minah berdarah. Gadis itu tidak sadarkan diri, membuat sang kakak sulung segera membawa tubuh gadis itu ke rumah sakit secepat mungkin.

Jungwoo menjatuhkan hadiah dari Minah ke lantai—begitu terkejut melihat keadaan adik bungsunya itu.

Dengan kasar Jongin menarik pergelangan Jungwoo dan membawanya ke sebuah gudang yang terletak lumayan jauh dari ruangan-ruangan yang masih terpakai di rumah mereka.

Pria itu segera mengikat tubuh Jungwoo dengan tali dan menyumpal bibir Jungwoo dengan seikat kain.

"Dasar pembawa sial...! Lihat gara-gara dirimu adikmu terluka! Tak puaskah kau membunuh ibumu?hah?!"

Sungguh ia tak mengerti apa yang ayahnya katakan. Entah kesalahan apa yang ia lakukan, Jungwoo juga tidak mengerti apa kesalahannya hingga sang ayah melakukan tindakan gila kepadanya seperti ini.

"Ummmppphhh"

Jungwoo menitikan air mata ketika ayahnya menutup pintu gudang sehingga ruangan menjadi gelap gulita.

...TBC...

Part 2

...***...

"Dimana Jungwoo? Sejak tadi pagi aku tidak melihatnya"

Doyoung celingak-celinguk mencari keberadaan adik kesayangannya yang tidak juga menampakan batang hidungnya.

Krystal yang kini tengah menonton acara televise pun ikut panic mengetahui ketidak beradaan putra keduanya itu. Sebagai seorang ibu, ia akan sangat menderita sekali jika salah satu anaknya hilang dari rumah.

Anak dan ibu itu pun segera mencari-cari keberadaan Jungwoo ke seluruh penjuru rumah. Namun tetap saja hasilnya nihil.

Hingga saat ketika mereka melewati gudang yang sudah tak terpakai lagi, Doyoung mendengar suara lemas seseorang dari dalam sana.

Pemuda itu pun segera mendobrak pintu gudang tersebut dan menemukan sang adik dengan kondisi kaki dan tangan terikat serta seikat kain di mulut adiknya.

"Ya Tuhan Jungwoo!" teriak Krystal dan Doyoung bersamaan.

"Apa yang terjadi padamu nak? Siapa yang melakukan ini?!"

Wajah Jungwoo terlihat memucat, bibir senada buah delima itu terlihat putih. Bahkan tubuh mungil remaja lelaki itu bergetar hebat, dia terlihat ketakutan, tubuhnya terasa dingin.

"Ayo, Doyoung-ah! Kita bawa dia ke kamarnya!" seru sang ibu.

Doyoung pun membawa adiknya ke dalam kamar, dan membaringkannya di tempat tidur.

"Ini pasti kelakuan Ayah, kenapa semakin kesini Ayah semakin keterlaluan" ujar Doyoung—mengepalkan tangannya, penuh emosi.

Krystal yang sedang mengompres kening Jungwoo dengan sebuah kain basah pun menoleh ke arah putra sulungnya.

Mau bagaimana lagi? Hanya Kim Jongin lah yang bisa melakukan tindakan kejam seperti itu pada anak keduanya itu.

"Sudahlah, sayang. Yang penting sekarang adikmu baik-baik saja" kata Krystal, berusaha menenangkan putra tertuanya itu.

...***...

Doyoung pun akhirnya memutuskan untuk menegur ayahnya atas tindakan berlebihan pada adiknya itu. Di ruangan kerja sang ayah, Doyoung datang tanpa ada sopan santun ia ucapkan pada ayahnya. Ia sungguh sangat kecewa sekali dengan ayahnya yang bersikap tak adil pada adik kesayangnya itu.

"Cukup sudah kau perlakukan adikku seperti itu Ayah! Dia itu manusia bukan sampah! Dan dia juga anakmu!" tegas Doyoung.

Jongin yang sedang duduk di kursi kerjanya memandang datar putra sulungnya itu.

"Lihatlah hanya karena anak sial itu sikapmu semakin kurang ajar padaku" sindir Jongin.

Doyoung berdecih pelan, untuk apa ia menghormati seorang pria yang selalu melampiaskan kekesalannya pada putra keduanya itu?

Seakan tidak peduli dengan sindiran ayahnya, Doyoung malah menatap nyalang sang ayah.

"Tidakkah Ayah sudah puas telah mendonorkan satu ginjalnya untuk putri kesayangan Ayah yang sakit-sakitan itu? Sebegitu bencinya kah Ayah padanya sampai mengirimkan anak itu ke asrama, hah?! Jika belum puas, kenapa Ayah tidak bunuh saja anak itu sebelum dosa Ayah semakin banyak padanya!"seru Doyoung.

Jongin berjalan mendekati putranya yang sedang berdiri di depan mejanya, tanpa menghitung waktu pria itu menampar keras wajah pemuda itu.

PLAKK!

"Kim Doyoung! Jaga bicaramu itu!" seru Jongin menatap tajam putra sulungnya itu.

"Aku melakukannya untuk kelangsungan hidup adikmu! Untuk kelangsungan hidup Kim Minah!" Jongin berkata kembali.

Doyoung tertawa mengejek

"Kalau begitu, berarti Kim Jungwoo hidup hanya untuk menyokong kehidupan putrimu, heh?" Tanya Doyoung, melayangkan tatapan mencemooh pada sang ayah.

"Jika aku menjadi Jungwoo mungkin aku akan bunuh diri atau memintamu untuk membunuhku saat ini juga, sayangnya dia cukup kuat menahan sikap kejammu padanya Ayah" cibir Doyoung.

Jongin terdiam, semua yang dikatakan Doyoung memang benar adanya. Ia benar-benar kalah telak dengan putra sulungnya itu.

Tapi....Apa yang harus ia lakukan? Putrinya membutuhkan banyak pendonor untuk organ-organ dalam tubuhnya yang semuanya hampir tidak berfungsi lagi. Penyakit komplikasi yang di derita Kim Minah benar-benar sangat mengancam nyawa gadis kecil kesayangannya itu.

"Aku pernah mendengarnya, katanya orang yang mati dengan dendam di hatinya itu akan menjelma menjadi setan. Dengan begitu saat Kim Jungwoo mati dia bisa membunuhmu dengan cara apapun yang dia sukai" kata Doyoung, seperti sebuah ancaman yang keluar dari bibir pemuda berusia 19 tahun itu.

Jongin tercekat mendengar ucapan Doyoung, dia bahkan tidak pernah menyangka kalau anaknya akan mengatakan hal seperti itu kepadanya.

"Kau tahu, ayah? Jika hari ini Jungwoo bertahan dalam siksaan mu, suatu hari nanti kaulah yang akan tersiksa dengan apa yang dilakukan dia padamu di kemudian hari. Dan setelah itu terjadi, kau akan menyadari kesalahanmu padanya. Tapi ketika kau menyadarinya semua terlambat, saat itulah aku akan tertawa sesuka hatiku melihat keterpurukanmu tanpa anak itu" ujar Doyoung, bagaikan kutukan yang ia berikan pada sang Ayah.

...***...

Terlihat dua orang pemuda sedang belajar di sebuah pavilion sederhana serta beberapa buku yang tergeletak begitu saja di atas lantai kayu. Dua pemuda itu terlihat sibuk dengan kegiatan membaca mereka. hingga keduanya harus berhenti sejenak, ketika mendengar sapaan seorang remaja lelaki berusia 14 tahun yang tiba dengan sebuah nampan berisi jus serta camilan-camilan untuk mereka.

"Jungwoo, kau tahu saja kalau kita sedang lapar" Ujar Johnny, pemuda tampan dengan tinggi diatas rata-rata itu tersenyum ramah pada remaja lelaki manis itu

"Tentu saja hyung, aku kan selalu peka! Apa hyung lupa aku adalah Kim Jungwoo orang yang selalu lapar, dan ahli dalam menangani orang lapar " Jungwoo memuji dirinya sendiri dan membuat pemuda tampan lainya yang tidak lain adalah kakak kandungnya tertawa.

Kakak dari sang pemuda manis itu pun memutuskan untuk membantu sang adik membawakan camilan-camilan mereka.

"Hyung aku mau ikut bergabung disini ya?" Tanya Jungwoo—memohon izin pada kakaknya.

Doyoung menganggukan kepalanya,

"Boleh asal jangan mengganggu" sahut Doyoung.

"Tenang saja kak! Aku tidak akan menggangu, aku janji" Jungwoo mengangkat ibu jarinya tinggi-tinggi.

2 jam lamanya Jungwoo membaca buku-buku milik Johnny, hingga tanpa terasa remaja lelaki itu tertidur beralaskan punggung sang kakak. Dengkuran halus terdengar lucu dan membuat Doyoung dan Johnny tertawa pelan.

"Wajahnya terlihat polos dan damai" puji Johnny—ketika ia mengangkat tubuh mungil Jungwoo.

Doyoung mengangguk pelan, adiknya benar-benar manis sekali meskipun dalam keadaan tertidur seperti ini.

Ia yakin siapapun tidak akan pernah bisa melupakan wajah polos bak malaikat yang kini sedang menikmati keindahan alam tidurnya. Ketika tertidur saja bisa semanis ini, bagaimana jika ia terbangun? Semua mata akan teralih pada sosok ceria itu.

"Bahkan Kim Minah yang seorang perempuan saja kalah manis darinya" kata Doyoung.

Johnny tertawa renyah dan mengusap lembut surai Doyoung.

Pemuda itu menatap heran mendapatkan perlakuan lembut dari sahabatnya. Tetapi hal itu luput dari pandangan Johnny.

"Hei..Apa kau masih menyukai adikku?" Tanya Doyoung—mengalihkan pembicaraannya. Untuk sekedar tahu isi hati pemuda itu.

Atau mungkin ia sedang berusaha untuk tidak hanyut dengan perlakuan lembut sahabat masa kecilnya tersebut.

Johnny menganggukan kepalanya, Doyoung tersentak mendengarnya.

"Aku sudah mencoba untuk tidak terlalu larut dalam perasaanku, tapi apa yang ku dapatkan? Aku malah semakin menyukainya, dia semakin dewasa dan aku semakin mencintainya" kata Johnny.

"Ku kira kau main-main saat mengatakannya dulu, ternyata malah beneran suka" Doyoung terus berusaha mencoba untuk terlihat normal dan tidak memperlihatkan secuil emosi pun

Namun suara Doyoung terdengar serak dan membuat Johnny khawatir mendengarnya.

"Doyoung, ada apa? Hei kenapa kau menangis?" Tanya Johnny, ketika menyadari air mata mulai menganak sungai di pelupuk mata Doyoung.

"T...Tidak aku..aku—aku hanya bersyukur, betapa beruntungnya adikku, semua orang menyukainya, tapi kenapa itu tidak berlaku untuk Ayah" Doyoung segera memeluk Johnny dan menenggelamkan wajahnya di dada Johnny.

"Tenanglah" Tanya pemuda itu.

Johnny pun menyentuh kedua bahu Doyoung dan sedikit memberikan jarak diantara mereka.

"Ini bukan tangis kebahagiaan, aku mengenalmu sudah lama. Jadi kau kenapa, hm?" Johnny bertanya. Dari nada yang terdengar, Johnny benar-benar khawatir dengan keadaan pemuda itu.

Apa yang terjadi, pikirnya.

"Tidak hanya saja semoga perasaanmu tidak bertepuk sebelah tangan sepertiku... yang menyukai seseorang, tapi..tapi..orang itu malah menyukai orang lain hiks" isak Doyoung.

Terakhir kali ia menangis ketika ia jatuh dari pohon saat usia mereka baru berusia 6 tahunan. Dan kali ini, Johnny kembali melihat pemuda itu menangis karena patah hati akan cinta pertamanya.

"Shhh...Tenang... Tenanglah ..kau tidak perlu khawatir!" Johnny mencoba menghibur Doyoung.

"Katakan padaku siapa orang itu?" Tanya Johnny. terdengar kalau pemuda itu begitu marah mendengar pengakuan Doyoung.

Siapapun yang berani menyakiti sahabatnya Johnny tidak segan untuk menghajar orang-orang bejat itu.

Ah, andai kau tahu..

Doyoung terdiam sejenak, ia menghapus air matanya 

'Orang itu adalah....'