Kembalinya Sang Penguasa
Jangan lupa di subscribe novel ini gaes.
Cerita ini adalah fiksi. Jika ada tempat, kejadian dalam cerita, atau nama yang sama, itu hanyalah kebetulan belaka. Author tidak bermaksud untuk menyinggung siapapun. Bijak lah dalam memilih bacaan yang sesuai dengan keinginan anda, jika tidak suka, boleh di skip tanpa menghujat. Author bukan anti kritik jika itu membangun. belajar membedakan antara Kritikan dan hujatan.
...Selamat membaca...
...Kota Altra....
"Anak ini tidak pantas berada di dalam keluarga Clifford. Dia hanya sampah. Tinggalkan Villa Clifford kami! Dasar sampah," teriak seorang wanita sambil menendang bokong seorang anak sampai terjatuh.
"Pergi dari sini. Atau hari-harimu akan sangat menyedihkan?!" seorang anak lelaki di samping wanita itu juga ikut memarahinya.
Seorang anak tampak sedang menangis dan menjadi bahan bullying oleh anak-anak yang sebaya dengannya.
Semenjak kedua orang tuanya menghilang dua tahun yang lalu, ditambah lagi dengan meninggalnya sang Kakek, hari-harinya semakin buruk. Selalu ada saja perlakuan yang tidak menyenangkan yang dia terima.
Anak ini bernama Rey. Dia adalah seorang anak yang penuh bakat dan digadang-gadang sebagai calon utama yang akan dinobatkan sebagai kepala keluarga Clifford kelak.
Hari-harinya dipenuhi dengan kebahagiaan. Karena dia sangat dibanggakan, disayang, bahkan di didik dengan ketat oleh orang tuanya.
Sebagai seorang Tuan muda yang akan mewarisi kekayaan miliaran dollar atas aset yang dimiliki oleh keluarganya, Rey memang benar-benar dipersiapkan dalam berbagai keterampilan baik itu di bidang bisnis, ilmu beladiri, pengobatan, bahkan di bidang kesenian. Sudah tidak terhitung berapa ramai guru yang dipekerjakan oleh orang tuanya untuk mendidiknya baik itu ilmu beladiri, pengobatan, kesenian dan bahkan dunia bisnis.
Orang tuanya benar-benar menaruh perhatian terhadap putra satu-satunya ini. Singkat cerita, Rey adalah anak yang paling menonjol diantara anak-anak lainnya di keluarga Clifford. Apa lagi dia adalah putra langsung dari keluarga induk. Namun, semenjak orang tuanya meninggal dunia dalam kecelakaan, Rey akhirnya disingkirkan dengan paksa oleh sepupu-sepupunya dari keluarga Clifford cabang yang memang telah lama merencanakan untuk mengambil alih keluarga inti beserta aset-asetnya. Hingga pada suatu hari, Rey benar-benar terusir seperti seekor anjing. Dia dipukuli, kemudian ditendang keluar dari Villa milik orang tuanya sendiri.
Rey menatap dengan sayu ke arah Villa megah dari kejauhan. Disampingnya berdiri seorang lelaki tua. Jika bukan karena lelaki tua itu, kemungkinan dia sudah terbunuh tadi malam. Beruntung lelaki tua itu mencium gelagat yang tidak baik dan melarikannya meninggalkan kamarnya dari jalan rahasia.
Dengan berbekal pakaian yang hanya ada pada tubuhnya saat ini, anak itu menyeret langkahnya meninggalkan Villa dengan diiringi tatapan sedih dari lelaki tua itu.
Kemana dia akan pergi? Dia tidak memiliki apapun. Tidak punya tempat tujuan, tidak punya rumah, bahkan pakaian yang dia pakai pun hanya yang melekat pada tubuhnya saja. Singkat cerita, dia kini terlempar sebatang kara dijalanan.
Masih terngiang ditelinga nya pesan lelaki tua yang tidak lain adalah kepala pelayan keluarga bahwa dia harus bisa melalui semua ini, dan kembali suatu saat nanti untuk menuntut hak dan tahtanya di dalam keluarga sebagai pewaris langsung dari keluarga induk yang sah atas seluruh keluarga beserta aset yang dimilikinya.
Rey terus menyeret langkah kakinya meninggalkan villa keluarga Clifford sampai ke pinggiran kota sebelum satu suara menyapanya.
"Kak. Mengapa kau menangis?" Seorang gadis kecil tampak berdiri didepannya dengan memegang sebungkus roti.
Rey buru-buru mengusap air matanya, lalu menatap kewajah gadis itu. Dia memaksa untuk tersenyum, lalu menggelengkan kepalanya.
"Siapa namamu kak? Lalu, mengapa kau menangis di sini?" Gadis kecil itu terus bertanya sembari memberikan sebungkus roti ditangannya kepada Rey. Mata indah bulat bagaikan rembulan terang memperhatikan dirinya dengan tatapan penuh simpati.
"Nama ku, Rey. Aku tidak menangis. Tadi mataku kemasukan debu," jawab Rey berbohong. Baginya, dia tidak ingin menunjukkan kelemahan atau dia akan dianggap cengeng oleh gadis kecil itu.
"Diana.., sedang apa kau di situ?" Tanya seorang wanita paruh baya sambil menghampiri putrinya. "Anak ini, mengapa kau menangis sendirian di sini? Kemana orang tuamu?"
Rey menatap wajah wanita itu, kemudian menjawab. "Ayahku sudah meninggal. Begitu pula dengan ibu ku. Sekarang aku hanya sebatang kara, yatim piatu," jawab Rey. Dia juga sebenarnya tidak tau apakah ayahnya sudah meninggal atau belum. Tapi, mengingat tidak pernah ada kabar, semua orang beranggapan bahwa ayahnya sudah meninggal karena sebuah kecelakaan.
"Kasihan. Lalu, di mana kau tinggal? Apakah kau mempunyai rumah?"
Rey menggelengkan kepalanya. Dia juga bingung dimana malam ini dia harus tinggal.
"Bu. Mengapa tidak kita ajak saja kakak ini pergi bersama dengan kita ke tempat baru?" Tanya gadis kecil itu kepada ibunya.
"Ah.., ini. Bagaimana kita bisa mengajaknya untuk pergi bersama dengan kita? Kita pun masih belum tau kemana kita akan pergi. Ayah mu telah meninggal dunia. Kita juga diusir oleh keluarga nenek mu. Bagaimana kita bisa mengajak seseorang sedangkan kita juga masih belum tau tujuan kita," keluh si ibu. Bukannya dia tidak mau mengajak Rey untuk mengikuti mereka. Hanya saja, dia masih belum memikirkan kemana dia akan pergi. Dirinya dulunya adalah seorang anak yatim di panti asuhan. Setelah dia dewasa, dia berkenalan dengan seorang pemuda yang tampan serta berkecukupan. Sejak saat itu, merekapun memutuskan untuk menikah dan dikaruniai seorang putri yaitu Dianna. Hanya saja, baru tiga hari yang lalu suaminya meninggal. Karena anak yang dia lahirkan adalah seorang putri dan bukan putra, maka dia diusir oleh keluarga suaminya.
"Terimakasih adik kecil. Saya tidak akan memberatkan kalian. Semoga ibu dan adik selamat dalam perjalanan. Saya pergi dulu," kata Rey beranjak untuk pergi.
"Kak. Tunggu!" Dianna mencegah Rey dan segera mengejarnya.
"Adik kecil. Ada apa?" Tanya Rey menundukkan kepalanya untuk menatap wajah gadis kecil itu.
"Kak. Maafkan ibuku yang tidak mengizinkan mu untuk ikut," kata gadis kecil itu merasa bersalah.
Rey sedikit tersentuh atas niat baik dari gadis kecil ini. bagaimanapun,. mereka baru saja kenal. bagaimana mungkin bisa sebegitu baiknya. "Adik kecil. Tidak apa-apa. Kalau ada umur yang panjang, di lain waktu kita akan bertemu lagi," kata Rey berusaha menghibur gadis kecil itu.
"Berusahalah untuk hidup dengan baik," kata Dianna. Dia lalu meloloskan seuntai kalung yang memiliki liontin giok berwarna merah dari lehernya, kemudian memberikannya kepada Rey. "Kak, ketika kau kelaparan dan tidak mempunyai uang untuk membeli sesuatu, kau bisa menjual kalung ini. Walaupun hanya berharga kurang dari seribu dollar, tapi itu cukup untuk mu bertahan lebih dari satu bulan jika kakak tidak boros,"
"Adik kecil. Terimakasih. Aku tidak akan melupakan kebaikanmu ini," kata Rey sembari membelai rambut gadis kecil itu. Kemudian dia pun melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu tanpa tujuan. Hanya saja, dalam hatinya dia berjanji kelak dia akan mencari gadis kecil itu untuk membalas budi.
*********
Delapan tahun kemudian.
"Jendral. Peperangan telah usai. Negara kita juga tidak dalam ancaman. Sepenuhnya, kita telah memenangkan peperangan ini," lapor seorang lelaki berperawakan tinggi kekar. Tampak pada pundaknya, tersemat dua bintang berwarna emas.
Seorang pemuda berusia sekitar dua puluhan tahun mengurut dagunya. Dia mencermati setiap kata yang diucapkan oleh lelaki tegap dengan seragam tentara tersebut. "Bagaimana dengan pangeran? Apakah ada perintah untuk kita?"
"Menjawab anda, Jendral. Untuk saat ini, tidak ada perintah apapun dari yang mulia Pangeran. Mungkin saat ini Pangeran sedang berada di ibukota kerajaan untuk mengurus hal-hal yang menyangkut tahta. Tuan juga tau bahwa pangeran, dia walaupun sangat cinta kepada tanah air, namun juga sangat berambisi. Untuk mewujudkan impian memakmurkan negara, hanya pemimpin yang berjiwa luhur saja yang mampu melakukannya. Dan menurut saya, yang Mulia Pangeran harus merebut tahta demi mewujudkan cita-citanya. Jika tidak, bencana yang lebih besar lagi akan terjadi dan melebihi peperangan ketika orang yang tidak tepat mengambil posisi sebagai Kaisar" jawab lelaki pemilik dua bintang dipundaknya itu.
"Hmmm... Sepertinya tenaga kita sudah tidak dibutuhkan lagi. Peperangan sudah usai. Negara sudah berada diluar zona krisis. Pasukan zirah hitam dan Brigade Wolf mungkin harus menyebar dan mulai menyebarkan baktinya ditempat lain. Ingat! Walaupun beberapa waktu yang lalu kita terbiasa merenggut nyawa para tentara musuh, namun kali ini berbeda. Aku terlalu lelah membunuh. Sudah waktunya Resimen ini aku bubarkan!" Kata pemuda itu dengan mata berkaca-kaca.
Di dalam pasukan tentara ini, ada dua kelompok yang sangat terkenal yaitu, pasukan Zirah hitam sebagai pasukan yang bertarung jarak dekat, dan pasukan perintis yang diberi gelar Wolf Army. kedua pasukan ini berjumlah tidaklah ramai, mungkin sekitar tujuh ribu prajurit. tapi untuk kualitas tempur mereka, sudah tidak perlu diragukan lagi.
"Tuan. Mengapa anda?"
"Sudahlah. Kalian kumpulkan semua orang dari kita. Aku, Rey Clifford sebagai pimpinan tertinggi dalam kesatuan pasukan Zirah hitam di camp ini akan memberikan perintah terakhir kepada kalian!" Kata pemuda bernama Rey yang tidak lain adalah Jendral besar itu memerintahkan. Dia tidak lagi memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk berargumen. Sebaliknya, dia mengibaskan tangannya kepada bawahannya tersebut untuk melaksanakan perintah.
Di luar tenda perang Jenderal, hampir sekitar tujuh ribu orang sedang berbaris rapi dan siap menunggu perintah.
Mereka adalah tentara yang baru saja selesai berperang dan tergabung dalam organisasi tentara yang mendapatkan gelar sebagai pasukan zirah hitam. Awalnya mereka berjumlah sekitar sepuluh ribu orang. Namun, kejamnya peperangan telah merenggut tiga ribu jiwa dari sepuluh ribu orang sebelumnya. Dan kini, ketujuh ribu pasukan zirah hitam tersebut sedang menatap ke satu arah. Yaitu, Rey Clifford sebagai pemimpin tertinggi mereka.
"Kalian semua, para prajurit kebanggaan ku. Aku tau bahwa peperangan ini telah memaksa kalian untuk terpisah jauh dari keluarga, dari sahabat, dari orang-orang yang kalian cintai. Ketika itu, tidak ada pilihan bagi kita selain menerjunkan diri kedalam kancah peperangan. Karena, jika ingin selamat dari sebuah peperangan, maka kita sendiri harus ikut berperang. Membunuh atau terbunuh memang tidak bisa dielakkan. Hanya saja, kematian seperti apa? Apakah sebagai pengecut, atau sebagai ksatria.
Percayalah kalian wahai sauda-saudaraku! Tidak ada yang menginginkan peperangan terjadi. Kita hanyalah ujung mata tombak yang siap mengikuti perintah. Namun, kini semuanya sudah berakhir dan peperangan sudah usai.
Walaupun peperangan memang telah usai dan kita keluar sebagai pemenang, Tapi perjuangan masih tetap berlanjut. Perjuangan menebar kebaikan setelah melalui badai. Aku yakin kalian telah lama merindukan keluarga dan orang-orang yang kalian cintai. Oleh karena itu, Aku, selaku pimpinan tertinggi dalam pasukan zirah hitam ini secara resmi membubarkan pasukan ini dan kalian boleh kembali ke pelukan hangat keluarga dan orang-orang yang kalian cintai. Ingat! Perjuangan tidak hanya di Medan peperangan. Perjuangan sesungguhnya adalah, mempertahankan apa yang telah kita raih. Karena, mempertahankan lebih sulit daripada meraih.
Akhir kata dariku, terimakasih banyak karena kalian telah mempercayakan diri kalian kepadaku dan berdiri dibelakang ku selama ini. Kalianlah alasan mengapa aku tidak takut akan peluru. Dapat ku katakan, bahwa aku yang sebelumnya adalah gelandangan telah ditampung dan di didik bersama dengan kalian. Bukan hanya itu, kalian pula telah mempercayakan kepada gelandangan ini untuk memimpin kalian. Itu jauh lebih berat ketika aku harus mengorbankan nyawa beberapa diantara kalian. Tiga ribu orang mati dalam peperangan sementara aku masih hidup dan berdiri di depan kalian. Aku malu. Benar-benar sangat malu," Rey mengusap matanya yang berair. Baru kali ini dia menangis. Suatu ketika, sebutir peluru menghantam pundaknya. Namun, jangankan menangis, mengernyit pun tidak. Pernah juga dia melakukan pertarungan satu lawan satu dengan pemimpin tentara dari negara lawan. Ketika itu dia terluka parah walaupun dia berhasil membunuh jendral dari pihak musuh tersebut. Akan tetapi dia kuat dan tidak mengeluh. Namun, ketika dia mengingat ribuan nyawa saudaranya gugur, dia menjadi cengeng dan mulai menangis. Penyesalan itu terus menghantuinya. Karena, perintah untuk berperang ketika itu keluar dari mulutnya sendiri dan hasilnya, walaupun mampu membantai seluruh lawan, tapi kerugian di pihaknya benar-benar besar.
"Tuan..?!" Suara bergemuruh terdengar ketika tujuh ribu pasukan tersebut serentak meneriakkan kata-kata 'Tuan'
Rey mengangkat tangannya menginstruksikan agar mereka tidak bicara. Namun mereka bukannya diam, malah serempak berlutut sehingga sekali lagi suara lutut terbanting di tanah menggema di udara.
Rey menatap ke arah anak buahnya, kemudian menghela nafas berat. "Keputusan ini aku buat bukan tanpa alasan. Jika kalian menolak, kalian bisa memilih untuk terus menjadi tentara di kekaisaran. Aku akan meminta Pangeran untuk menerima kalian, dan memastikan bahwa jabatan yang akan kalian terima tidaklah rendah. Itu yang pertama. Yang ke dua, walaupun kalian nantinya adalah petani, pebisnis, kontraktor, investor, atau apapun profesi yang kalian geluti, sekali serigala, tetap serigala. Ketika perintah datang, walaupun dengan sebelah kaki, kalian harus kembali ke dalam pasukan. Mengerti?!"
"Tuan. Apakah anda benar-benar akan membubarkan pasukan ini? Bagaimanapun, kita telah menjalin ikatan persaudaraan yang sangat kuat. Bahkan, kami tidak pernah merasakan kedekatan hubungan satu sama lain seperti ini yang melebihi hubungan saudara kandung. Akankah setelah anda membubarkan pasukan, kami masih bisa melihat anda lagi dimasa yang akan datang?"
Rey menggelengkan kepalanya. Dia juga tidak tau kemana dia akan pergi. Setelah terusir dari Villa Clifford, rumah yang dia tempati selama ini adalah Camp tentara. Delapan tahun dia bersahabat dengan Medan tempur. Apa lagi rumah yang dia miliki jika bukan camp tentara.
"Seperti yang aku katakan tadi. Sekali serigala, tetap serigala. Walau apapun profesi kalian setelah ini. Kita akan terus berhubungan walaupun telah terpisah. Dan pada waktunya tenaga kalian dibutuhkan, seseorang akan menemui kalian. Ingat! Ketika perintah datang, tidak ada alasan penolakan. Menolak perintah penugasan berarti, mati!"
"Kami bersumpah bahwa sekali kami berada dalam pasukan serigala, selamanya kami adalah serigala. Dan kami akan menantikan anda mengirim seseorang untuk menemui kami dan kami akan mematuhi perintah walau apapun kondisinya,"
"Bagus! Sekarang, Serigala Timur, serigala Barat, serigala Selatan, serigala Utara dan serigala Api, kalian adalah pemimpin regu bagi dua ribu pasukan. Aku akan memberikan perintah terakhir kepada kalian. Silahkan memasuki tendaku, dan sisanya, kalian membubarkan diri. Bergaullah dengan masyarakat dan jangan membuat hal-hal yang dapat merugikan. Jika ada diantara kalian yang menginginkan pekerjaan sebagai tentara dan aparat penegak hukum, kalian tunggu didepan tenda Serigala api!" setelah selesai mengucapkan kata-kata tadi, Rey langsung memasuki tenda miliknya dengan diikuti oleh lima orang kepala kelompok. Sedangkan sisanya, sudah membubarkan diri dan kembali ke tenda masing-masing untuk mengemas barang-barang mereka dan mulai hari ini, lembaran hidup baru bagi mereka akan bermula.
Bab 02
"Jendral!"
Kelima orang itu langsung berlutut ketika mereka tiba di ruangan tenda besar milik Rey sebagai pemimpin mereka. Hal ini tentu saja membuat pemuda itu kalang-kabut.
"Paman berlima. Apa yang kalian lakukan. Jangan perlakukan aku seperti itu. Bagaimanapun, ini aku, Rey. Anak berusia dua belas tahun yang dulu kalian selamatkan," kata Rey buru-buru meraih salah satu dari mereka untuk segera berdiri.
"Itu hanyalah masa lalu. Bagaimana kami bisa tidak menghormati pemimpin. Bagaimanapun, anda adalah jendral terlepas dari mana asal usul anda. Kami tidak perduli dengan masa lalu anda. Yang kami perduli adalah masa kini dan kedepannya, bahwa anda adalah pemimpin Wolf army dan Pasukan zirah hitam. Kami bangga karena pernah dipimpin oleh anak jenius seperti anda yang dapat melampaui imajinasi terliar kami dalam memimpin dan mengalahkan musuh!"
"Tidak berani. Rey jelas tidak berani. Paman, harap segera berdiri dan jangan terlalu kaku. Kalian berlima yang telah merekomendasikan aku untuk menjadi pemimpin. Kalian juga yang selama ini mendidik dan mengajarkan bagaimana seorang petarung berprilaku. Jika tanpa kalian, aku jelas bukan siapa-siapa," kilah Rey berusaha membuat suasana tidak menjadi kaku.
"Hahaha. Omong kosong, jika kau mengatakan bahwa kami lah yang mengangkat mu menjadi pemimpin," kata Serigala Utara sembari berdiri. Kemudian dia melanjutkan, "apa menurut mu kami ingin menghancurkan seluruh pasukan serigala dan Zirah hitam ini? Seluruh hidup kami telah kami dedikasikan untuk organisasi Wolf Army ini. Kami tidak akan sembarangan mengangkat pemimpin jika orang itu tidak layak. Karena, ketika kami salah dalam mengambil keputusan, organisasi yang telah kami dirikan dengan segala daya upaya dan sumber daya yang ada akan binasa. Kau telah membuktikan kecerdasan dan kepiawaian mu dalam mengatur strategi jebakan, strategi peperangan, mengatur taktik gerilya, dan banyak lagi. Pertempuran jarak dekat mu melawan dan menghancurkan musuh sudah sangat melegenda. Semua orang memuja mu walaupun mereka tidak mengenal mu. Aku tidak tau otak mu ini entah terbuat dari apa, terlalu jenius. Memang tidak dipungkiri bahwa semuanya butuh pengorbanan. Kau, dalam delapan tahun telah melampaui kami, yang dikenal dalam lingkup organisasi tentara sebagai lima raja serigala. Apa kah menurut mu kami ini bodoh dengan memilihmu? Orang tua itu juga tidak bodoh memilihmu sebagai muridnya. Jika kau tidak layak, lalu siapa lagi yang layak?"
Rey termenung sesaat. Dia memikirkan mentor nya. Orang tua yang telah menyiksanya selama delapan tahun ini. Tidak ada kata istirahat bagi Rey ketika orang tua itu ada di dekatnya. Dia akan dilatih dan terus dilatih sampai dia tidak mampu berdiri dengan kokoh. Arena latihan itu sendiri lebih mengerikan dibandingkan dengan peperangan yang sebenarnya. Dan itupun masih belum cukup. Dia ingat ketika orang tua itu mengatakan bahwa peperangan yang sebenarnya adalah melawan orang-orang yang tamak dan penuh tipu daya. Musuh yang berpura-pura menjadi teman itu jauh lebih menyulitkan daripada musuh di Medan tempur.
"Benar katamu Mike. Dulu kita saling berebut untuk jabatan pemimpin. Karena kita memiliki kekuatan yang sama, maka tidak ada yang mau mengalah. Beruntung kita menemukan Rey yang kemampuannya bahkan jauh melebihi ekspektasi kita. Hanya butuh delapan tahun baginya untuk mempecundangi kita satu persatu. Mungkin andai kita berlima maju sekaligus, Rey tetap akan keluar sebagai pemenangnya," Serigala api pula yang kini menguatkan perkataannya dari serigala Utara tadi.
Mendengar ini, Rey langsung menjatuhkan lututnya ke tanah berbatu yang dilapisi karpet tebal tersebut. Dia sadar bahwa memang kelima orang dihadapannya itu bukan lah lawannya. Tapi, sebagai orang yang tau adab, tau budi dan tau apa itu rasa terimakasih, jelas dia tidak berani lancang. Baginya, kelima orang dihadapannya itu adalah orang tuanya. Dia tetaplah Rey yang dibuang oleh keluarga delapan tahun yang lalu.
"Hei. Apa yang kau lakukan? Jika ada yang melihat bahwa seorang pemimpin tertinggi dari Wolf Army berlutut di depan anak buahnya, maka dimana lagi letak kebanggaan mereka terhadap pemimpin dan organisasi? Tuan, anda tidak boleh berlutut kepada siapapun. Bahkan jika itu pangeran. Anda boleh menunduk hormat, tapi tidak berlutut. Pemimpin Wolf Army boleh terbunuh, tapi tidak untuk dihina!" Mereka buru-buru mencegah agar Rey tidak berlutut. Bagi mereka, tindakan itu sangat menghina harga diri mereka sebagai tentara.
Kelima orang itu sibuk membantu Rey Clifford untuk berdiri. Dan mau tak mau, dia harus berdiri tegak sebagai pemimpin yang sangat dibanggakan oleh seluruh pasukannya.
"Baik. Mulai sekarang, tidak akan ada lagi yang bisa membuatku berlutut," kata Rey setelah dia bangkit berdiri. "Paman berlima, aku membutuhkan bantuan kalian. Ini bukan tentang seorang pemimpin memberikan perintah. Akan tetapi, lebih kepada permintaan bantuan dariku!"
"Jendral. Silahkan anda katakan. Kami akan mengarungi lautan dan menuruni lembah untuk membantu anda. Silahkan!" Kata Serigala Timur penuh semangat.
Mendengar kesanggupan dari mereka berlima, Rey pun mulai merogoh saku celananya, lalu dia mengeluarkan selembar foto dan menyerahkannya kepada salah satu serigala.
Terlihat gambar seorang gadis yang sangat cantik sedang tersenyum dengan latar belakang rerimbunan pohon Cemara.
Foto itu berhasil didapatkan oleh Rey setelah dia memerintahkan kepada anak buahnya untuk melacak keberadaan seorang gadis yatim bernama Diana.
Hampir setahun penuh dirinya menemui setiap gadis yang bernama Diana sampai akhirnya dia menemukan gadis tersebut.
Walaupun dia tidak langsung menghampiri gadis itu, namun anak buahnya berhasil mengambil gambar gadis itu kemudian menyerahkannya kepada dirinya.
"Foto itu diambil tiga tahun yang lalu sebelum kita diberangkatkan ke medan perang menumpas sisa-sisa pasukan lawan yang kembali melancarkan serangan. Nama gadis itu adalah Diana. Terakhir aku menemukan keberadaan gadis itu tepatnya di sebuah desa petani yang jauh di Utara kerajaan ini. Kalian bisa melacaknya. Aku rasa itu tidak akan sulit karena mungkin wajah yang di foto ini tidak akan banyak perubahan dalam waktu tiga tahun. Segera berangkat dan cepat kembali apabila kalian menemukannya!"
"Jendral. Kami berangkat sekarang!" Kata Serigala Timur sambil membungkuk hormat. Agak canggung juga Rey menerima penghormatan seperti itu. Mereka adalah ayah angkatnya, sekaligus bisa juga dikatakan sebagai guru. Namun, dalam ketentaraan, pangkat lah yang berbicara.
"Hmmm... Segera berangkat! Aku mengandalkan kalian," ucap Rey mempercayakan kepada serigala Timur.
Kelima orang tadi segera memberi hormat ala tentara, berbalik dengan kaku, kemudian melangkah tegap meninggalkan ruangan dalam tenda milik Rey.
"Lapooor...!"
Baru saja kelima orang itu pergi, kini terdengar suara teriakan dari arah luar.
Rey menyingkapkan kain penutup tenda, kemudian bertanya. "Falcon. Mengapa kau belum juga pergi? Bergegaslah berangkat meninggalkan tempat ini untuk menuju ke kehidupan yang baru!"
"Lapor, Jendral. Saya tidak akan meninggalkan anda. Saya akan selalu mengikuti kemanapun anda pergi. Saya tau anda tidak menginginkan saya. Hanya saja, saya berhutang nyawa kepada anda. Dan saya akan menebusnya dengan melindungi anda secara diam-diam,"
"Itu pernyataan dan bukan laporan. Katakan! Apa yang membuatmu seperti cacing kepanasan begitu?"
"Lapor, Jendral! Pangeran ada di Camp induk. Dia menunggu anda untuk menemuinya,"
"Pangeran? Ada apa dia datang kemari. Kawasan ini masih belum bersih. Benar-benar mencari penyakit," gumam Rey jengkel. Namun, karena yang datang adalah pangeran, dia pun mau tak mau harus menemuinya juga.
Ketika tiba di tenda besar, Rey yang ditemani oleh Falcon dari tempat tersembunyi segera menemukan seorang lelaki muda duduk ditemani dua wanita berpakaian tradisi sedang memainkan gagang cangkir teh yang terbuat dari batu pualam. Dibelakang sang Pangeran, berdiri seorang lelaki berbadan kekar mengenakan pakaian rompi tanpa kemeja sehingga memperlihatkan otot-ototnya yang kekar.
Begitu Rey tampak beberapa meter dari mereka, lelaki yang berdiri di belakang pangeran tadi beserta dua orang gadis secara alami langsung sigap mewaspadai. Dari sini jelas terlihat bahwa mereka tidak mempercayai siapapun. Bahkan, kepada seorang yang menjadi pemimpin pasukan pertempuran jarak dekat sekelas Rey sekalipun.
"Hormat saya untuk yang mulia pangeran!" Kata Rey sedikit membungkuk kemudian tegak sigap layaknya seorang tentara. Bahkan, saat ini pun dia masih mengenakan pakaian perang dengan rompi anti peluru.
Pangeran hendak bangkit dan menepuk pundak Rey. Hanya saja, sebelum dia melakukannya, lelaki yang tadi yang berada di belakang pangeran segera menyela.
"Berlutut lah ketika kau sedang berada dihadapan pangeran!" Tegur lelaki itu dengan wajah kaku.
Kaget juga Rey mendengar teguran ini. Bagaimanapun, pangeran sendiri tidak pernah mempermasalahkan apakah dirinya memberi hormat atau tidak. Karena, beberapa kali pertemuan sebelumnya, justru pangeran lah yang sangat menghormati dirinya. Entah dari mana lelaki ini berasal. Rey pun baru sekali ini melihatnya.
"Apa kau tidak mendengarkan apa yang aku katakan? Berlutut lah ketika berada dihadapan pangeran!" Kembali lelaki itu menegur dengan kasar.
Rey menatap tajam ke arah lelaki itu. Darah mudanya seketika memanas mendengar teguran ini. Bagaimanapun, dia adalah seorang jendral yang telah banyak berkorban tanpa pamrih untuk membela negri ini. Jika dia bekerja untuk negara lain, sudah pasti dia dan kelompoknya sudah menerima milyaran dollar, dan itu pasti. Tapi di sini, bukan hanya dia tidak mendapatkan bayaran, melainkan dipaksa untuk berlutut. Omong kosong apa lagi ini.
"Bagaimana kabar anda, Yang mulia?" Tanya Rey setelah menguasai dirinya sendiri dan mencoba tidak menggubris perintah dari lelaki kekar tadi.
"Rey. Silahkan duduk!" Pinta sang pangeran sembari mempersilahkan.
"Terimakasih yang mulia!" Rey segera melangkah. Namun, sekali lagi dia dihalangi oleh lelaki itu.
"Apa kau tidak mendengarkan perintah ku? Kau adalah anjing jalanan. Tidak pantas bagimu untuk duduk bersanding dengan Pangeran!"
Kali ini Rey sudah marah. Kakinya yang terayun hendak melangkah seketika terhenti. Dia menoleh ke arah lelaki itu dengan kerutan pada alisnya yang dalam.
"Pangeran. Dari mana anda mendapatkan anjing penjilat ini?" Tanya Rey dengan suara teredam. Dia jelas masih berusaha keras agar tidak marah. Jika ini di medan perang, jelas kepala lelaki itu sudah terpisah dari tubuhnya.
Mendengar pertanyaan dari Rey, lelaki tadi langsung gusar dan hendak melabrak. Namun, sebelum tangannya menyentuh kulit Rey, satu bayangan melesat keluar, dan langsung menerjang bagian betis lelaki itu hingga jatuh berlutut. Terdengar suara ringis kesakitan dari mulut lelaki itu.
"Maaf Yang mulia. Anjing anda ini terlalu berisik. Kami masih belum lama keluar dari zona perang. Jadi, darah kami masih sangat mudah terbakar. Jika itu bukan anda, saya khawatir anjing anda ini sudah menjadi santapan ribuan serigala!" Kata Rey sembari menepuk pipi lelaki kekar itu. Kemudian dia melihat ke arah Falcon yang berdiri sambil menjambak rambut lelaki tadi. Falcon lah tadi yang melesat keluar dari tempat tersembunyi dan melancarkan serangan ke arah anjing sang Pangeran. "Lain kali perhatikan tempat mu. Walaupun kau berada di kandang emas, namun, sekali anjing, tetaplah anjing. Jangan terlalu menyalak. Atau mulut mu pasti akan aku sumbat dengan granat, jika ingin bersikap keras, keras lah terhadap musuh negara. Jangan keras terhadap teman sendiri. Kau kasar ketika negara sudah aman. Ketika perang bergejolak, kemana kau pergi? Apakah ketika perang bergejolak kau mengorek tanah menyembunyikan kepalamu dan melipat ekor mu? Sialan. Kau tidak pantas bahkan untuk mengangkat sepatu ku," ucap Rey sembari menatap tajam membuat lelaki tadi merasakan kedinginan di sekujur tubuhnya. Bagaimanapun, aura seorang prajurit yang bangkit dari tumpukan mayat tidak dapat dipungkiri membuat dada lelaki tadi merasakan sesak. itu baru tatapan, belum lagi Rey bertindak.
Rey sekali lagi memberi hormat kepada Pangeran sebelum dia duduk di kursi. Sedangkan dua wanita muda yang mengenakan pakaian tradisional itu sibuk menuangkan teh dan menyerahkannya dengan hormat kepada Rey.
"Rey. Jangan terlalu marah! Kau masih saja berdarah panas. kelak aku khawatir ketika kau berada ditengah-tengah masyarakat, darah panas mu itu akan membuat banyak orang yang terbunuh. Silahkan diminum teh nya. Atau akan tidak enak lagi setelah dingin," kata Sang Pangeran sambil tersenyum.
Rey juga tersenyum mendengar kata-kata penuh makna yang tersirat dari sang Pangeran. Dia tau apa yang tidak enak setelah dingin. Gunakan setrika selagi panas. Karena, setelah dingin, tidak akan berdampak lagi pada kain.
"Yang mulia terlalu sopan!" Ujar Rey sembari menepiskan tangannya. "Keluar kalian semua! Dan kau Falcon. Awasi anjing itu. Aku najis melihat dia berada di dalam tenda ini. Keluar kalian semua!" Bentak Rey yang memang masih marah. Dia tidak lagi sungkan dihadapan pangeran.
"Yang mulia..?!" Lelaki kekar itu menatap ke arah pangeran. Namun, pangeran tidak mengindahkannya. Malahan, pangeran hanya tersenyum saja.
"Falcon.., jika terlalu membangkang, bunuh saja dia!" Pinta Rey yang segera disambut oleh Falcon dengan senyuman. Namun, baru saja Falcon mencabut pisau dari pinggangnya, sang pangeran segera mengangkat tangannya membuat Falcon tidak berani bergerak. "Jangan membunuh orang sendiri. Dan kau, keluar saja. Aku tidak akan kenapa-kenapa disini," kata sang Pangeran menengahi.
Walaupun raut wajahnya tidak puas, tapi lelaki itu terpaksa menurut. Dia tidak lagi melawan ketika Falcon menyeret rambutnya untuk meninggalkan ruangan dimana Rey dan Pangeran berada seolah-olah menganggap mereka hanyalah lalat yang mudah untuk dihalau.
"Pangeran..,"
Pangeran mengangkat tangannya mengisyaratkan agar Rey jangan bicara dulu. Sebaliknya, dia mengangkat cawan dan menyesap teh. Terlihat bahwa Pangeran berpura-pura menikmati teh tersebut.
Rey tau bahwa kedatangan pangeran kali ini pasti ada apa-apanya. Tapi dia terlalu malas membuang energi untuk menebak apa permasalahan yang sedang dihadapi oleh sang Pangeran.
"Kalian berdua juga silahkan menyusul mereka!" Tiba-tiba Sang Pangeran menoleh ke arah dua gadis yang berada di samping kiri dan kanannya.
Gadis itu saling melirik sesaat, kemudian membungkuk dalam-dalam ke arah pangeran. Kemudian dengan lenggak lenggok yang mempesona, kedua gadis itu berjalan menuju pintu tenda dan menghilang setelah beberapa saat.
Gaya kedua gadis itu sungguh sangat menggoda. Namun, jangan salah! Mereka berdua adalah pembunuh berdarah dingin. Sudah tidak terhitung berapa puluh orang yang mati akibat kelembutan kedua gadis itu. Mereka berdua dijuluki sebagai dua Dewi kematian. Ketika mendapat perintah, hanya ada satu pilihan bagi mereka. Berhasil. Karena, jika mereka gagal, hanya kematian saja yang bisa menebusnya. Mereka lebih baik bunuh diri daripada kembali dengan kegagalan.