SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
Agra Si Anak Miskin

Agra Si Anak Miskin

Putih Biru

Suara lonceng besi dipukul keras 3 kali menandakan jam usai pelajaran. Begitulah pada jaman dulu di tahun 90an, tepat nya di Tahun 1998 memasuki awal catur Wulan pertama, setelah bulan Mei kemarin banyak terjadi huru hara dikota kota besar.

Dimana belum banyak sekolahan memakai bel atau yang lebih canggihnya lagi sekarang ini sudah di rancang pakai sistem otomatis, jadi tidak lagi menggunakan tenaga manusia untuk membunyikannya menandakan waktu tersebut, tinggal disetting sesuai waktu yang ditentukan dan secara otomatis akan berbunyi diwaktu yang sudah tentukan.

Dan masih banyak menggunakan lonceng besi dari baja yang dipukul dengan bilah besi atau batu, untuk membunyikannya.

Semua siswa dan siswi terlihat berhamburan dari ruangan kelas masing-masing, tersirat diwajah mereka ada rasa kelegaan dimana seharian tadi harus fokus dengan beberapa mata pelajaran.

Seorang anak remaja melangkah dengan cepat menuju gerbang, terlihat menoleh ke kanan lalu kekiri seperti sedang mencari seseorang.

" Gra, ayo pulang... " Seorang laki laki remaja yang tinggi hampir sama dengan Agra menepuk pundaknya, dia adalah Yadi teman yang selalu bersamanya sejak mereka masih balita.

" Dari tadi memang lagi nyariin kamu, lama banget di WC, ngapain? "

" Makan, hahaha. " Ujar Yadi diakhir dengan tertawa lebar

Hampir setiap hari selalu berjalan kaki menuju rumah mereka, walau jarak kurang lebih 1 km, kadang juga sesekali suka naik delman yang biasa disini jadi moda transportasi jarak dekat, tetapi itu sangat jarang sekali.

Mereka lebih senang berjalan kaki dan beberapa yang lainnya pun senang melakukan hal yang sama, karena kawasan gunung Ciremai begitu sejuk dan rindang menjadikan kawasan Sepajang jalan tidak terlalu terik walaupun siang hari.

" Gra, kamu lihat depan kita itu...!? " tiba tiba Yadi menepuk pundak Agra, dimana tangan satunya lagi menunjuk kearah 2 gadis tengah berjalan tidak jauh didepan mereka.

Mereka terlihat memakai seragam yang sama seperti yang kedua gunakan yaitu itu putih biru.

Agra sendiri sebenarnya sudah melihat kedua gadis yang berjalan didepannya, tapi karena memang tidak terlalu menghiraukan, dirinya bersikap biasa saja ketika melihat dua gadis itu yang tengah berjalan didepannya.

Terlihat gadis yang satu itu menggunakan topi dengan rambut dikeluarkan dari sela lubang belakang topi, yang diantara berfungsi untuk merubah ukuran topi supaya pas dengan ukuran kepala.

Lalu gadis yang kedua, berambut pendek sebahu, terlihat mereka berjalan saling bergandengan.

" Memang kenapa? " Ujar Agra singkat, Agra bersikap acuh tak acuh.

" Yang menggunakan topi itu kalau tidak salah namanya Tania."  kata Yadi seperti terlihat antusias.

" Iya terus memangnya kenapa yadiiii... " Tanya Agra masih terlihat seperti tidak memperdulikan kedua gadis itu.

" Biasanya kalau gadis disapa oleh kamu, pasti kalau tidak salah tingkah iris kuping nih. " Ujar Yadi, dia tidak menyerah buat Agra bisa menggoda gadis yang berada didepan mereka, sampai harus memasang taruhan mengiris kuping kalau seandainya gadis itu tidak terpesona oleh Agra.

" Sudah jangan, tidak boleh kita mempermainkan perasaan perempuan, itu nggak baik... " Agra masih teguh pendirian.

" Apa salahnya, nih kamu panggil nama dia.. terus pas nengok kasih senyum, sudah itu saja..aku hanya ingin tahu saja gadis yang sekarang katanya banyak yang menyukai disekolah, apa jadinya kalau disapa oleh seorang Agra. " Yadi masih tidak menyerah membuat Agra bisa menggoda gadis didepannya, terlihat suka saja kalau ada anak perempuan terlihat salah tingkah oleh Agra.

" Ck, Kalau marah, tanggung jawab ya? " Agra sedikit berdecak malas, karena terus menerus dipaksa Agra akhirnya setengah mengiyakan keinginan Yadi itu

" Mana ada sejarahnya kalau anak gadis di sapa seorang Agra marah? tidak ada sejarahnya itu. "

Yadi memukul topi Agra di bagian depan yang dibuat sedikit keatas atau seperti menekuk sedikit keatas.

Ck, tampak Agra lagi-lagi berdecak kesal, karena sekarang topinya dalam kondisi menekuk tidak jelas, Agra pun membenahi posisi topinya lagi.

Lalu mereka berdua berjalan cepat kearah kedua gadis didepannya itu, begitu sampai keruang lebih dua langkah dari mereka.

" Hai... Taniiaa... " Dengan sedikit perasaan terpaksa Agra lalu memanggil nama gadis itu, yang disebut oleh Yadi Tania itu.

Seusai Agra memanggil gadis itu, lalu gadis itu pun menoleh kearah Agra dan teman disampingnya itu pun ikut menoleh.

Setelah kedua gadis itu menoleh dan melihat siapa yang sudah memanggilnya, gadis yang bernama Tania itu pun spontan tersenyum kearah Agra, Agra dengan secara alami membalas senyuman gadis itu, lalu selepas setelahnya, gadis yang bernama Tania langsung menggamit lengan temannya, untuk mengajaknya sedikit berjalan cepat, bukan karena marah atau takut, karena merasa salah tingkah setelah melihat siapa yang memanggilnya.

Sepanjang mereka berjalan cepat, untuk sedikit menjauh dari Agra dan Yadi, mereka tertawa terlihat kecil lalu saling berbisik, dimana Agra tidak tahu apa yang tengah mereka bisikan, sesekali mereka menoleh ke belakang arah Agra dan Yadi.

" Memang benar ya, anak gadis kalau sudah disapa seorang Agra langsung salah tingkah, salut... " Ujar Yadi yang terlihat senang karena sudah berhasil membujuk Agra menggoda gadis itu, karena Agra sendiri paling malas kalau untuk menggoda seorang gadis.

Setelahnya Agra melihat sosok gadis yang disebut oleh Yadi bernama Tania itu, tiba tiba sajaada perasaan aneh yang melanda hatinya, perasaan seperti ada ketertarikan pada gadis itu, tapi sejurus dengan itu Agra berusaha untuk menepisnya.

" Kalau dilihat, dia satu sekolah dengan kita? " Tanya Agra, seraya sesekali mengamati gadis dari belakang.

" Wah sepertinya kamu mulai tertarik untuk kenal lebih jauh dengan Tania? Tadi saja nggak mau... " Ledek Yadi, yang sekarang dihatinya merasa puas. Agra sendiri hanya diam mendengar perkataan Yadi itu, lalu tidak lama Agra berkata.

" Ya kan hanya bertanya saja, lagi pula seragamnya sama seperti kita. " Agra masih sedikit menutupi perasaannya.

" Dia memang satu sekolahan dengan kita Gra, dia itu anak kelas satu. " Yadi memperjelas kembali yang diduga oleh Agra.

" Oh..." Agra membulatkan bibirnya.

" Bagaiman kalau besok kita cari tahu dia, sambil ke kantin kelas satu, udah lama juga kan kita nggak ke kantin itu... " Yadi menawarkan Agra untuk mencari tahu tentang Tania lebih jauh lagi.

" Ck, lihat besok saja..." Pandangan agra sesekali melihat ke arah Tania yang berada didepannya.

Lalu terlihat kedua gadis itu berbelok kearah perumahan, ketika sudah berbelok gadis bernama Tania itu sempat memberikan senyuman kearah Agra, lalu Agra membalas tersenyum itu, setelah senyumannya dibalas oleh Agra, terlihat Tania mencubit pinggang temannya, yang mungkin menandakan dia tengah salah tingkah.

Walau dihati Agra sekarang ada ketertarikan pada gadis itu, Agra berusaha untuk menepisnya, ada perasaan mawas diri yang besar yang membuat Agra terlihat malas untuk berkenalan lebih jauh dengan seorang gadis.

Kadang seperti itu memang sosok Agra, suka ada perasaan tidak percaya diri atau malu dengan keadaan status kehidupan sosialnya, yang  hidup disebuah rumah jaman dulu, dimana sudah mulai terlihat usang, hidup bersama seorang nenek yang kesehariannya hanya seorang menjahit pakaian.

Apa lagi dengan status orang tua yang tidak jelas itu. Kalau suka pun hanya bisa sebatas diam saja, tanpa berani mendekati apa lagi menjadikannya pacar. walau tidak sedikit anak gadis dari satu sekolah yang mencoba mendekatinya, sampai ada yang kirim surat untuk Agra, tapi kadang Agra sendiri bersikap acuh tak acuh.

Apa lagi, gadis yang bernama Maya itu sangat menyukai Agra, Karena Agra tidak ada mengatakan rasa sukanya pada Maya, jadi hubungan mereka seperti itu saja, terlihat teman tapi mereka terlihat mesra kalau lagi ngobrol berdua.

Agra dan Yadi pun akhirnya berpisah, dimana Agra yang terlebih dulu sampai, karena mengambil arah lewat jalan raya, tapi kalau lewat gang sesudah perumahan dimana tadi masuk kedalam perumahan, yang terlebih dahulu sampai adalah Yadi.

Agra memasuki pekarangan rumahnya, terlihat dari luar kondisi rumah sepi, karena penghuni rumah hanya ada dia dan neneknya saja.

" Nek ..! Nenek.. ! " Agra memanggil neneknya sambil melihat kaca jendela yang tembus ke dalam, sesampainya didepan rumah.

" iya , tunggu... " Seorang perempuan tua terlihat melangkah menuju pintu, setelah pintu terbuka perempuan tua itu langsung menyodorkan tangannya, Agra sudah paham apa yang diharus lakukan, dia pun menyalami perempuan tua itu dan mencium punggung tangannya.

" Kalau mau makan, itu ada lauk mujair tadi dikasih bik Emi. " Ujarnya  perempuan tua itu, tangannya sambil menunjuk meja yang masih tertutup tudung saji.

Nenek Hasanah itulah nama perempuan tua itu, perempuan tua yang sudah dianggap oleh Agra seperti orang tua kandungannya sendiri, dia juga yang merawat Agra sejak dari bayi.

Dia Adik dari nenek kandung Agra yang bernama nenek Kulsum, karena Nenek Hasanah tidak punya Anak jadi Agra dibawa bersamanya, saat itu Agra hanya selalu menjadi bahan pancingan ( katanya supaya cepat punya anak ) oleh beberapa saudara kakak dari ibunya yang belum mempunyai anak, setelah mempunyai Anak Agra kecil selalu dikembalikan begitu saja.

Bahkan Agra kecil kembali dipindah tangankan kepada saudara ibu lainnya yang mengharapkan hal yang sama, yaitu agar mempunyai anak.

Saat itu juga nenek Hasanah merasa sangat iba, jika Agra hanya diperlakukan seperti itu, lalu membawanya lagi ke kampung.

" Iya nek... " Agra lalu masuk kamar, dan tidak lama kemudian keluar dengan sudah mengganti baju hanya saja celana yang biru masih dikenakan.

Agra mengambil piring di dapur setelah itu menuju meja makan bekas yang kursi itu tidak serasi dengan mejanya, lalu langsung makan dengan lahapnya.

Esok harinya....

Dikelas Agra kebetulan guru yang mengajar siang itu sedang tidak hadir.

" Bagaimana kalau kita ke kantin kelas satu Gra? " ajak Yadi sambil menepuk pundak Agra yang sedang mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru yang tidak hadir itu.

" Sebentar, lagi nanggung, lagi pula mau ngapain kita ke kantin kelas satu? " Ucap Agra yang terlihat malas

" Sudah itu nanti saja, kita cari gadis yang kemarin yuk.." ajak Yadi kembali dengan setengah memaksa.

" Ck .. Aku lagi nggak duit nih, td istirahat sudah dibeliin mie ayam yang di kantin belakang kelas 2 V " kata Agra berdecak malas.

" Udah gampang nanti aku beliin permen kaki ( Permen berbentuk seperti kaki berwarna merah ). " Kali ini Yadi menarik lengan Agra

Akhirnya dengan sedikit malas karena harus mengerjakan tugas Agra pun mengikuti Yadi ke kantin.

Sesampainya di kantin...

" Bik, permen kaki 2. " Yadi menyodorkan uang 500 ke penjaga kantin yang bernama bi Marnia.

" Gurunya nggak ada memangnya yad? Tanya Bu Marnia sambil menyodorkan uang kembalian. Yang memang sudah mengenai Yadi dan Agra dari saat mereka duduk dikelas 1 SMP.

" Kebetulan lagi nggak masuk bik... " Jawab Yadi singkat.

" Bik, aku numpang duduk ya. " Walau belum ada ucapan dari bik Marnia untuk Agra diijinkan duduk, namun Agra sudah menduduki bangku panjang yang berada didalam kantin.

" Duduk aja Gra... terlihat smakin ganteng saja kamu.. " ujar bik marnia sambil mencubit hidup Agra yang mancung bangir itu, lalu melanjutkan kembali melanjutkan aktifitasnya.

Setelah duduk Agra melihat kearah kelas yang berada didepan kantin bik Marnia, saat melihat kearah jendela, Agra sedikit terkejut, sosok gadis dibalik jendela kelas sedang melihat kearahnya.

Karena Agra mengetahui kalau dia sedang melihat ke arahnya, gadis itu pun memalingkan wajahnya, setelah itu memperhatikan kembali keguru yang sedang mengajar didepannya, sambil meletakan tangan yang sedikit tertekuk diantara mulutnya.

Agra berusaha mengingat siapa gadis dibalik kaca jendela kelas itu, tak lama pikirannya langsung tertuju pada gadis yang kemarin bertemu sepulang sekolah,Tania, ucapnya dalam hati.

Agra kembali melihat kearah jendela, lalu hal yang sama dilakukan gadis itu, memalingkan muka saat tahu Agra mendapatkannya sedang curi-curi pandang kearahnya.

" Yad ! " Agra mencolek bahu Yadi, dengan volume suara sedikit pelan

" Apaan? " Yadi membalasnya dengan volume suara yang sama seperti Agra.

" Bentar, orangnya lagi melihat kemari." Agra berbicara tapi pandang tidak lagi diarahkan ke jendela.

" Memang siapa sih? "

" Tuh... " Agra menujuk dengan mulutnya kearah jendela, tapi pandangan sedikit diarahkan ke jendela.

" Ini yang dinamakan sudah jodoh..." Ucap Yadi setelah tahu siapa yang dimaksud oleh Agra itu.

" Stt...masih kecil, masih jauh soal itu. " Ucap Agra seraya menempelkan jari telunjuk persis dimulutnya.

" Tuh, dia lagi liatin kamu terus.." Ucap Yadi berbisik dikuping Agra.

Agra sendiri selalu mencari celah untuk mencuri pandang kearah gadis yang sudah diketahui bernama Tania, ada perasaan aneh yang dilanda oleh hatinya, yang memang muncul dari kemarin saat bertemu pertama kalinya.

Dan kadang pandangan mata mereka saling bertemu, menyadari hal itu baik Agra maupun Tania buru-buru memalingkan wajahnya dengan hati yang sama-sama merasa tidak karuan.

" Gra..!! pelajaran pak Beni guru Kimia yang killer itu bentar lagi mulai !! " Ujar Yadi yang terlihat panik saat melihat jam tangan G Shock KW berwarna hitam.

Agra pun mengikuti langkah Yadi menuju kelasnya, setelah empat langkah, Agra menoleh kearah Tania, karena Agra terlihat meninggalkan kantin, Tania yang berada dibalik kaca jendela berusaha melambaikan tangannya tanpa diketahui banyak orang dikelasnya apa lagi guru yang tengah mengajar saat itu.

Agra membalasnya dengan hanya tersenyum kearah Tania, terpikir olehnya jika dia membalasnya dengan melambaikan tangan kembali, pasti Yadi akan mengetahui, tapi tetap saja Yadi tahu gerak gerik Agra yang memang sedari tadi memperhatikan Agra.

" Kemarin disuruh kenalan aja sok sokan nggak mau, sekarang mulai tertarik sama Tania kan? " Ucap Yadi, yang spontan ucapan Yadi itu membuat Agra terkejut, karena Yadi telah mengetahui gerak-geriknya, padahal ucapan Yadi hanya sebatas berseloroh padanya.

Tidak dapat dipungkiri, kalau memang hatinya mulai tertarik dengan gadis itu, tapi bagaimana pun itu selalu ada dihatinya, akan selalu sulit untuk diungkapkan, karena Agra selalu mengedepankan rasa sadar dirinya, punya rasa minder yang cukup besar.

" Kalau kamu mulai tertarik sama dia, jangan digantung seperti yang sudah sudah, kasian, kalau memang dihati kamu tidak ada perasaan apa-apa, ya sudah, cukup sampai disini, jangan temui dia lagi atau paling besarnya kamu seperti kasih harapan sama dia. " Ujar Yadi berusaha membuka sisi lain di diri Agra yang selama ini dia tutupi.

Agra hanya diam mendengar penuturan dari Yadi.

" Soalnya yang aku pernah dengar juga, banyak yang lagi berusaha deketin dia, tapi nggak tau kenapa dia tidak merespon sama sekali. Tapi ini sama kamu baru kemarin ketemu aja, cuman aku suruh iseng manggil dia, eeeh, lihat sendiri kan reaksi dia ke kamu apa..? " Yadi lagi lagi berusaha mengusir rasa yang selama ini membuat dia terlihat kaku atau kurang percaya diri kalau untuk mempunyai hubungan lebih dari sekedar teman. Mau sampai kapan teman kecilnya itu punya rasa kurang percaya diri.

" Yaaa, lihat bagaimana nantilah Yad, kenalan saja belum, baru kemarin juga ketemunya... " Karena Agra tidak ingin Yadi membahas soal Tania lagi, dia pun mencoba merespon ucapan Yadi

Dan memang benar setelah Agra merespon ucapan Yadi, sekarang Yadi terlihat diam dan tidak berkata lagi.

Tidak berapa lama Agra dan Yadi sudah sampai dikelas mereka, kelas 3.IX dan tidak lama berselang pak Beni yang dianggap oleh semua murid-murid guru yang killer sudah memasuki kelas dengan berjalan tenang.

Melihat pak Beni yang sudah memasuki kelas mereka, yang sedari tadi terdengar riuh dan berisik dalam sekejap saja berubah menjadi hening.

" Selamat pagi, silahkan buka halaman 10 BAB 4 tentang sekala atom. " Perintah pak beni dengan masih berekspresi datar, tidak ada senyuman sama sekali diwajahnya.

" Baik pakk..." jawab serempak hampir seluruh yang dikelas walau sedikit menghela nafas tanda seperti enggan.

Setelah Satu jam, kemudian terdengar suara lonceng  besi dipukul 3 kali, yang menandakan jam usai pelajaran sekolah untuk hari ini, seluruh siswa yang sedari tadi terlihat tegang, akhirnya terlihat bernafas lega.

Lalu pak Beni merapihkan buku-buku yang tadi dibawanya untuk bahan mengajar.

" Selamat siang..." Pak beni mengucapkan itu dengan sambil berjalan menuju pintu keluar kelas.

" Gilak, sampai kaya sesak nafas aku... " Ujar murid perempuan yang bernama dini yang sekarang terlihat mengipas-ngipas leher menggunakan tangannya

Dan beberapa ekspresi lainnya yang menandakan kelegaan di hati mereka.

" Kamu yakin nggak mau ikut Gra..? " Ujar Yadi menegaskan lagi ajakannya tentang tadi pagi, untuk ke warung yang biasa anak-anak nongkrong.

" Nggak dulu deh... " Agra memang selalu malas kalau diajak nongkrong ditempat itu, karena pastinya banyak anak-anak yang lainnya pada mer*kok.

" Ya udah, aku cabut duluan ya.. " Yadi melakukan tos ke Agra, lalu dibalas kembali dengan hal yang serupa.

Setelah Yadi pergi, tak lama Agra pun meninggalkan kelas, terlihat oleh Agra banyak diantara mereka yang hendak pulang seperti burung yang terlepas dari sangkarnya, lega dan biasa terbang bebas penuh kebahagiaan.

Dan itu juga tidak jauh apa yang dirasakan oleh Agra saat ini, disamping merasa lega, ada hal yang membuatnya seperti bahagia, walau sempat berusaha menampiknya, tapi perasaan tetaplah perasaan yang tidak bisa begitu saja disingkirkan, apalagi perasaan itu ditumbuhi dengan bibit-bibit cinta yang perlahan tumbuh.

Agra berjalan menyusuri jalanan samping laboratorium biologi, yang nantinya keluar gerbang akan melalui koridor kelas satu, dimana disanalah kelas Tania, yang Agra sendiri baru mengetahui tadi, padahal sebelumnya memang Agra sering melewati koridor kelas satu, tapi karena matanya belum dipertemukan dengan sosok Tania, jadi baru tahu ada sosok gadis yang bertemu kemarin.

Agra sempat berhenti ketika hendak melintas didepan kelas Tania, ada perasaan yang tengah mengganggunya, perasaan gugup dan rasa penasaran menjadi satu.

Gugup, karena dirinya kurang percaya diri, penasaran karena dihatinya ingin kembali bertemu dengan Tania.

Namun setelah didepan kelas, Agra tidak melihat Tania disana, bahkan sudah tidak ada satu siswa pun didalam.

Dia kemana ya, batin Agra bertanya, namun tidak berapa lama lalu berjalan kembali sampai diujung lorong kelas 1.I,

Setelah sampai di depan gerbang Agra masih berusaha mencarinya, siapa tahu masih bisa bertemu dengan Tania, Walau entah jika pun bertemu apa Agra akan berani mengajaknya pulang bersama-sama dengannya atau malah menghindar.

Akhirnya Agra memutuskan untuk langsung pulang kerumahnya, ah, kenapa perasaan ini sulit sekali untuk ditepisnya? Agra berusaha mempertanyakan pada dirinya sendiri.

Sampai tiba di belokan masuk perumahan, Agra sempat berdiri sebentar memandang pintu masuk perumahan, entah kenapa dia melakukan hal itu, sedangkan letak rumah Tania pun Agra belum tahu. Karena merasa lucu sendiri dengan tingkahnya, Agra pun kembali berjalan.

Setelah sampai dirumahnya, seperti biasa nenek Hasanah menyambut hangat kedatangan Agra, seperti terlihat memperlakukan Agra layaknya anak kandung sendiri.

Setelah itu Agra lalu masuk ke kamarnya, kemudian meletakan tasnya dibagian kepala tempat tidurnya, lalu setelah itu duduk dimeja belajar yang di desainnya sendiri dengan alakadarnya. Dia tak buru buru mengganti seragamnya.

Saat ini pikirannya kembali pada sosok gadis yang bernama Tania, dia tidak pernah merasakan perasaan sebesar ini sebelumnya, walau dulu pernah ada rasa suka tapi tidak hanya sebatas suka, tidak ada getaran yang aneh yang melanda hatinya.

Tapi sejurus dengan itu ada sisi lain dihatinya berkata, dirinya harus bersikap sadar diri, kalau dirinya tak layak mencintai gadis itu. Akhirnya dia mencoba menepis rasa itu.

Karena merasakan perutnya lapar, Agra lalu bangkit dari tempat duduk, keluar menuju meja makan yang masih tertutup tudung saji itu.

" Nek, nenek sudah makan belum? " Tanya Agra yang setelah membuka tudung saji hanya ada 1 buah telor dadar dan disamping telur dadar ada satu sangku nasi berukuran sedang.

"  Nenek sudah makan tadi, kamu makan saja, nenek minta maaf hari ini cuma ada lauk seperti itu. " ujar nenek Hasanah menghampiri Agra seraya tersenyum, namun ada perasaan sedih melanda hati nenek Hasanah itu.

15 Menit kemudian Agra sudah menyelesaikan makannya, membereskan tempat makan dan membawa piring kotor ke belakang untuk dicuci olehnya.

Setelah selesai, Agra kembali masuk, karena meyakini nenek masih berada diruang depan, lalu Agra langsung menuju pintu masuk ruang depan, saat Agra tepat dipintu masuk ruang depan, dia lalu tertegun.

Agra melihat nenek Hasanah sedang terisak-isak, mulutnya sedang ditutupi oleh sal rajut yang selalu melingkar di lehernya, mungkin supaya Isak tangis tidak terdengar oleh Agra.

" N-nenek, nenek kenapa!? " Agra terlihat panik melihat nenek Hasanah yang sedang menangis itu, lalu dengan cepat menghampiri nenek Hasanah kemudian duduk dilantai berhadapan dengan nenek Hasanah, dimana kini Agra tengah menatap wajah nenek Hasanah.

" Nenek nggak apa apa Gra, nenek hanya kelilipan tadi..." jawab neneknya berbohong pada Agra.

" Nenek kenapa? "  Pertanyaan Agra diulangi kembali, karena tahu neneknya sedang berbohong padanya.

" Apa nenek bisa buat kamu bahagianya ya Gra? nenek berharap nasib mu bisa menjadi orang yang sukses disuatu saat nanti, kasian sekali nasibmu, Ayahmu tidak tahu dimana rimbanya, sedangkan ibumu sudah 5 tahun ini nggak datang untuk menengok kamu, lihat sekarang kamu sudah besar sebentar lagi beranjak dewasa. " Tutur nenek Hasanah secara bicara terbata-bata, lalu berhenti sejenak menghela nafas panjang, terlihat ada uraian mata di pipinya.

Agra hanya menatap nenek Hasanah sedikit pun tidak berkedip, air matanya pun perlahan mengalir begitu saja setelah mendengar penuturan nenek Hasanah.

" Doain nenek panjang umur ya, nenek bisa menyekolahkan minimal sampai SMA... " Nenek Hasanah berujar kembali, seraya tangannya  mengelus elus rambut Agra, Agra kemudian bangkit dan memeluk neneknya itu.

"  Agra sudah ikhlas dengan jalan hidup Agra nek, justru Agra sangat bersyukur bisa dirawat oleh nenek disini, bisa mengenal ilmu agama, Agra minta maaf ya nek, Agra juga mau mengucapkan terima kasih banyak nenek sudah merawat Agra sepenuh hati, memperlakukan Agra seperti layaknya anak kandung sendiri, Agra masih bisa bantu nenek dengan cari kerja sampingan... " Agra berkata sedikit panjang, sambil berkata Agra menyandarkan kepala dipundak neneknya.

" Doain Agra juga ya nek, kelak bisa membahagiakan nenek. " Ujar Agra kembali, sekarang dia mengangkat kepalanya dan kembali duduk didepan neneknya,matanya menatap lekat nenek Hasanah.

" Kamu harus menjadi anak yang baik Gra, kamu jangan neko-neko, jangan sampe terbawa pergaulan yang tidak baik ya. " Nenek Hasanah mengusap matanya dengan menggunakan sal rajut.

" Inshaa Allah nek, doain selalu Agra yaa. " ujarnya kemudian dia bangkit dan duduk ditepian ranjang disamping nenek Hasanah, air mata yang perlahan mengalir diusapnya pelan.

Sorenya Agra seperti biasa sebelum maghrib sudah rapih dengan sarung dan Koko putih, dikepalanya terpasang peci hitam sangat terlihat tampan, Dia Hendak melaksanakan sholat Maghrib berjamaah yang nantinya akan dilanjutkan dengan mengaji dan kadang dijadwal tertentu dilanjutkan dengan mengkaji kitab kuning.

Agra memang menjalani rutin setiap hari, kecuali malam Jumat karena dari pak Kyai yang mengajar diliburkan, atau kecuali kalau sedang ada pekerjaan di hari Sabtu atau minggunya yang kadang bisa sampai malam.

Agra bukan remaja yang agamis yang mengenyam dunia pesantren, hanya remaja biasa pada umumnya,  yang kadang tak luput dari kenakalan-kenakalan kecil, anak remaja yang sedang dalam masa puber, yang sedang mulai menyukai lawan jenis, memandang yang tidak seharusnya dia pandang secara berlebihan.

Rasa suka, rasa penasaran masa remaja seperti pada umumnya, akan tetapi Agra tidak pernah melampaui batas, justru rasa suka terhadap lawan jenis selalu ditutupi oleh rasa malunya, rasa sadar dirinya kalau dia hanya anak miskin.

Walau jalan kehidupannya seperti ini, Agra sangat mensyukuri, karena hidup berada dilingkungan yang banyak keinginan untuk belajar agama, walau hanya setahap mengaji dengan kyai, walau kenakalan kenakalan kecil mereka pasti ada, kalau kata orang tua dulu, kita walau pun dulu nakal kalau sore belajar mengaji.

Entah jika saat itu nenek Hasanah tak mengambilnya, lalu Agra dibiarkan hidup di kota dengan keadaan yang kalau dibilang broken home, ditambah banyaknya pergaulan bebas disana, bisa jadi Agra tumbuh menjadi anak remaja yang bengal.

Tania

Tepat jam 06 pagi, Agra sudah berangkat dengan berjalan kaki menuju sekolah, jarak tempuh tiba disekolah kurang 20 menit dengan berjalan kaki. Ada dari sebagian yang memilih berkendara delman, mungkin ada uang saku lebih dari orang tuanya atau menghindari bau keringat karena harus berjalan yang cukup jauh kurang lebih 1 km. 

Ada juga yang menggunakan angdes dan turun di pertigaan jalan raya, selanjutnya meneruskan ke sekolah dengan berjalan kaki, yang dimana orang-orang disana selalu menyebut pengkolan.

Pada saat itu sangat jarang yang menggunakan motor pribadi. Mungkin untuk dapat 1 unit motor tidak semudah jaman sekarang.

Agra terus berjalan, saat tiba di belokan dengan jalan kayu kecil, dibawah jalan kayu kecil itu ada aliran kali kecil. Kira - kira 200 meter sebelum ujung pertigaan jalan raya Agra pun belok, dia dan juga beberapa yang  lainnya lebih suka mengambil jalan memotong, disamping lebih cepat, juga jalannya sangat teduh dan lebih cepat.

Disaat 100 meter lagi menuju jalan raya terlihat gadis dan 1 temannya yang tidak asing bagi Agra, walau baru bertemu dengannya 2 kalinya.

Agra seolah-olah seperti sudah mengenainya sudah sangat lama, mungkin ingatannya tentang gadis itu sudah menjadi satu dengan pikirannya, karena setelahnya bertemu gadis itu, tumbuh perasaan yang dulu memang pernah ada, namun tidak segemuruh sekarang ini.

Gadis itu tidak lain adalah Tania dan 1 teman nya yang tempo hari bersamanya. Ada rasa gugup yang Agra rasakan saat ini, walau dihatinya saat ini juga berusaha ingin mendekat dan memang semenjak kemarin sepulangnya sekolah dia berusaha mencari-cari Tania.

Saat berjarak kurang lebih 50 meter, Tania seperti sadar kalau dibelakangnya ada seseorang yang memperhatikannya, dia pun lalu menoleh kearah dimana posisi Agra tepat berada dibelakangnya, namun bukannya melempar senyum, Agra malah secepat kilat menyembunyikan dirinya dibalik tembok yang memang tidak jauh dari posisi dia berdiri.

"Aduh kenapa ini, berasa kikuk begini, bodoh, bodoh bukannya kemarin kamu mencari dia Gra,? sudah didepan mata malah menghindar " batin Agra bermonolog dan mengutuk dirinya sendiri.

Setelah beberapa saat bersembunyi Agra pelan-pelan keluar dari balik tembok yang digunakan olehnya untuk bersembunyi, akan tetapi saat itu Agra sudah tidak melihat lagi Tania bersama temannya.

" Kemana mereka? " Tanya dalam batinnya. Ada sedikit menyesal dihatinya kenapa tadi tidak menghampiri saja mereka, lalu berkenalan, apa ini yang dinamakan cinta monyet, yang orang banyak bilang aku suka dia suka padahal hati seringan merasa deg-degan dan merasa malu.

Akhirnya Agra melanjutkan langkahnya dan tak lama kemudian sampai juga dia digerbang sekolahnya. Tapi sepanjang jalan dari dia bertemu Tania lalu bersembunyi, saat itu tidak lagi melihat tania. dia melihat kebelakang hasilnya sama Tania tidak terlihat juga disana, Agra sudah tak lagi menemukan Tania setelah itu.

Hilang dalam sekejap seperti ditelan bumi. Apa tadi hanya bayangan ilusi saja. Tapi kalau ilusi semua seperti terlihat jelas. Terus saja pikiran Agra dengan banyak pertanyaan diotak.

Padahal kalau saja tadi dia berani menghampiri Tania dan tidak bersembunyi dia tidak akan kehilangan jejak Tania bersama temannya itu.

Iya tapi hal ini tidak semudah bagi seorang Agra yang memang sudah pembawaan kurang percaya dirinya, ditambah sekarang ada perasaan gugup, perasaan suka namun bercampur aduk dengan rasa gugup dan kurang percaya diri semua jadi satu.

" Haduhh hampir saja aku kesiangan untungnya ketemu Aris jadi bareng dia deh..." Tiba-tiba Yadi sudah berada disamping Agra, berjalan yang berusaha mengimbangi langkah Agra.

Aris memang selalu membawa motor ayahnya yang seorang pegawai negeri ke sekolahan. Iya jaman dulu motor kantor orang tuanya bisa digunakan secara pribadi oleh anaknya. Untuk jaman sekarang mungkin nggak kali yaaa.

Motor inventaris dari pemerintah yang hanya digunakan operasional dalam bekerja termasuk pulang dan pergi menuju kantor.

" Tadi aku ketemu Tania yad, tapi setelah itu nggak tau dia kemana.. " tiba-tiba Agra bercerita seperti itu tanpa menanggapi cerita Yadi yang berangkat bersama Aris.

" Maksudnya nggak dia kemana eh gimana sih...? " Tanya Yadi heran dengan ucapan Agra, dimana dia sendiri bingung dengan ucapannya

" Iya tadi kan aku ketemu Tania dijalan yang biasa kalau kita potong jalan, tapi pas bertemu Tania dia lagi mau menyeberang jalan. " Agra kembali memperjelas maksud dari ucapannya.

" Teruss...? " Yadi menoleh kearah Agra, mereka masih meneruskan langkahnya menuju kelas

" Pas dia lagi menengok kebelakang, kebetulan pas banget ada tembok rumah, terus langsung bersembunyi, kaya ada perasaan gugup gimana gitu, setelah itu pas aku mau lihat kembali Tania, dia sudah nggak ada. "  Ujar Agra menerangkan senyatanya.

" Bodoh, bodoh sekali temanku yang satu ini, kenapa nggak kamu samperin, terus ajak dia kenalan.. " ujar Yadi yang terlihat gemas setelah mendengar cerita dari Agra.

" Nggak tau kenapa, tiba-tiba gugup aja... "

" Oke, bentar, tiga kelas lagi setelah ini kan kelasnya Tania. " Yadi mengalihkan pembicaraan, ketika mereka  sudah masuk lorong kelas satu.

Agra yang memang sudah menyadari dari tadi, tahu kalau dia akan melewati kelas Tania yang memang sedang merasakan gugup, ditambah lagi ada penuturan Yadi yang seperti itu, jadi bertambahlah rasa gugupnya.

Apa memang istimewanya Tania ini, kalau digambarkan sosok Tania itu tinggi hampir setera dengan Agra walau masih kelas 1 SMP, lalu berkulit putih, rambut hitam lurus dan panjang, walau Agra sendiri dari dulu memang sudah banyak gadis yang berusaha mendekatinya, kalau bisa dibilang cantik-cantik semua rata-ratanya, tapi nggak tahu kali ini sama Tania itu berbeda.

Ketika satu kelas lagi sebelum kelasnya Tania, Agra mencoba melihat dijendela kelas yang Agra yakin gadis yang masih terlihat samar dibalik jendela kelas itu adalah Tania.

Dan benar saja saat berada dipintu masuk kelas Tania, terlihat dia yang sedang sibuk mengeluarkan buku dari dalam tas miliknya, yang sempat-sempatnya sejurus Agra berjalan didepan kelasnya, dia mendongakan wajahnya.

Karena posisi Agra yang saat itu tengah melihat kearah Tania jadilah pandangan mereka saling bertemu, pandangan mereka yang sepersekian detik itu saling menatap, lalu akhir keduanya perlahan menunduk malu, namun begitu mereka sempat saling melemparkan senyum.

Yadi yang melihat sikap mereka yang seperti itu merasa geregetan, lalu memberikan tanda ke Tania dengan menelungkupkan kedua telapak tangannya, sejurus dengan itu lalu menunjuk kearah Agra, yang mengisyaratkan bahwa Agra ingin berkenalan dengannya.

Tania yang melihat isyarat itu, hanya menggerakkan bibir membentuk kalimat  " pulang nya aja " tanpa bersuara. Yadi membuat lingkaran dengan jari telunjuk dan jempol saling bertemu diujungnya, yang menandakan mengerti dengan ucapan Tania.

" Tuh... sudah aku bantuin ya. " Ujar Yadi sambil sedikit menyonggol lengan Agra dengan tubuhnya, tubuh Agra  hanya sedikit bergeser yang tak lama kembali tegak dan meneruskan langkahnya diiringi oleh Yadi menuju kelas mereka.

" Kalau memang suka, jangan terlalu lama bergerak Gra, jangan buat orang menanti terlalu lama ujung seperti Maya, nggak jelaskan sampai sekarang?

" Iya..." Ucap Agra dengan raut muka yang tampak terlihat bingung, kemudian Agra menaruh tasnya di atas meja, kemudian dia pun duduk dibangkunya disusul dengan Yadi yang duduk bangku sebelahnya, ada perasaan bingung pada dirinya, melihat segala kondisinya, antara memang suka dengan Tania.

Yadi menyadari kalau Agra mulai menyukai Tania, tapi banyak hal yang dipertimbangkan oleh diri Agra dengan segala kondisinya yang banyak sekali kekurangan, bagaimana pun sebagai teman harus bisa support semaksimal mungkin, agar Agra sendiri menghilangkan rasa kurang percaya dirinya.

Dijam istirahat pertama yang hampir mendekati jam masuk kelas. Kira-kira 15 menit lagi masa jam waktu istirahat pertama berakhir, Yadi mengajak Agra kekantin depan kelas dimana Tania duduk disisi jendela kelas. Seperti sebuah judul lagu dari Iwan fals.

" Bik, permen dua ya..." Yadi mengambil 2 buah permen didalam sebuah toples, sesampainya didalam kelas, karena merasa tidak enak kalau sekedar duduk tapi tidak jajan apa-apa.

Agra sepintas melihat kearah jendela kelas Tania, dimana Tania memang sudah mengetahui kalau ada dia dikantin itu, yang Agra melihat kearah jendela Tania memang tengah melihat kearah nya.

Memang sengaja itu tujuannya Yadi mengajak Agra ke kantin kelas satu, walau tadi sebenarnya sudah jajan dikantin kelas tiga.

" Bagi satu sini..." Agra mengulurkan tangannya, tanpa berkata apapun, Yadi memberikan permen yang dipinta oleh Agra.

Lalu Agra membuka bungkusan permen yang ada diujung tangkai, lalu setelah permen itu terbuka, Agra malah mematahkan ujung, dimana patahan yang masih terdapat permen lalu dia masukan kedalam mulutnya.

" Mau diapain sih Gra? " Yadi merasa aneh dengan apa yang dilakukan oleh Agra.

Tidak ada respon ucapan dari Agra, hanya mencabut pulpen yang berada dikantongnya, dimana dia biasa menyelipkan disana dan mencari sesuatu didekat kaleng tempat uang milik Bik Marnia.

" Bik nggak ada kertas kosong ya? Minta sedikit aja. " ucap Yadi seraya menghampiri bik Marnia.

Setelah Agra mendapatkan potongan kertas kecil, lalu dia menulis sesuatu disana, lalu setelah menulis dikertas itu, Agra terlihat meremas-remas kertas itu hingga berbentuk seperti bola kecil, percis sama bentuknya dengan permen yang sekarang berada dimulutnya.

Agra meletakan kertas yang sudah berbentuk seperti bola, diujung tangkai bekas permen tadi, lalu  membungkusnya dengan bekas plastik pembungkus permen tadi, jadi sekarang terlihat seperti ada isi didalamnya.

Tidak ada ide seperti itu dari Agra sebelumnya, hanya hatinya tiba-tiba ingin melakukan sesuatu yang terlihat berkesan untuk mencoba mendekati Tania dan mengajaknya berkenalan, Yadi sendiri merasa heran kalau Agra mempunyai ide yang terlihat sederhana namun romantis sekali.

" Bik nanti minta tolong ini berikan ini  ke gadis yang duduk dibalik jendela itu ya " Agra berucap pelan setengah berbisik sambil tangan menunjuk ke arah jendela itu.

Tania sendiri saat itu terlihat sedang asyik menulis, jadi saat Agra menunjuk tangan kearah Tania, Tania tidak mengetahui hal itu.

" Sip Gra, kamu taruh aja ditempat permen tadi, nanti kalau dia ke kantin bibik suruh ambil sendiri ya.. " ujar bik Marnia seraya menepuk pundak Agra yang tinggi melebihi dia

" Terima kasih bik sebelumnya yaaa... "

" Dia namanya Tania Gra " ujar bik Marnia.

" Iya, aku sudah tahu namanya... " Agra berucap seraya tersipu malu

" Tau aja kamu Gra, yang bening- bening " timpal Bik Marnia sambil menyenggol sedikit tubuh Agra.

Di balik rasa kurang percaya dirinya Agra, dia adalah sosok anak remaja yang bisa membuat siapa pun terkesan dengannya, disamping itu juga dia pandai merangkai kata, pandai membuat barisan puisi.

Tapi jika datang rasa mindernya dia suka menjadi seorang yang pendiam dan suka menyendiri, yang kadang kalau orang belum terlalu mengenai sosok Agra, akan terpikir Agra itu acuh, sombong dan aneh.

Tapi kalau sudah mengenal lebih jauh sosoknya, dia adalah seorang anak remaja yang terlihat dewasa dan menyenangkan, disamping itu Agra adalah sosok pendengar yang baik dan tiga tegaan sama orang.

Tinggal beberapa menit lagi jam istirahat pertama selesai, Agra dan Yadi berpamitan kembali menuju kelasnya, Agra sempat melihat kearah jendela kelas dimana Tania duduk yang secara kebetulan saat itu Tania juga sedang melihat ke arahnya, lalu mereka saling melemparkan senyum, Tania tidak mengetahui kalau Agra sudah menitipkan sesuatu untuknya didalam bungkus permen.

Karena melihat Agra ada perkembangan untuk mendekati Tania, Yadi sengaja memilih diam dan berjalan melangkah bersamaan dengan Agra.

Takut kalau dia meledek Agra atau berkomentar malah malah semakin lama untuk mendekati Tania, karena diisamping itu Yadi sangat ingin tahu seberapa besar keberanian Agra kali ini untuk mendekati seorang gadis apalagi sampai Agra akhirnya punya pacar.

Di jam istirahat kedua Agra dan Yadi kembali lagi kekantin kelas satu, tapi seperti biasamereka memilih waktu 15 menit lagi jam istirahat kedua selesai.

Sesampainya dikantin...

" Bagaimana bik, apa kertas didalam bungkus permen sudah diambil? "  Tanya Agra, namun kali ini pura-pura tidak melihat kearah jendela.

" Udah dong, malah Tania kelihatan senang, nah bungkusan tadi, dia sudah menggantinya dengan tulisan balasan, coba kamu ambil sendiri sama ditempat yang tadi kok.." Agra mendengar penuturan bik Marnia langsung mengambil permen yang pastinya bentuknya akan berbeda diantara permen yang ada ditoples itu.

Agra lalu membuka bungkusan yang sekarang kertasnya sudah berbeda dengan sebelumnya, tertulis di kertas itu balasan dengan kata " aku tunggu yaaa... " Karena sebelumnya Agra sendiri menulis " nanti pulang bareng ya.."