SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
Hasrat Seorang Gangster

Hasrat Seorang Gangster

Memuaskanku

Malam hari, sebuah mobil berhenti di depan hotel mewah. Dua orang pria berpostur tinggi dengan setelan hitam menarik seorang gadis cantik dalam kondisi tidak sadar. Mereka mengangkat gadis itu dan berjalan menuju lift.

Setelah pintu lift terbuka, mereka menuju ke lantai 8.

Sementara di kamar yang luas dan mewah, terlihat seorang pria yang memiliki tubuh berotot sedang duduk menikmati anggur merah. Pria tersebut berparas tampan, dengan hidung yang mancung dan mata bulat besar. Tatapan tajamnya menambah kesan dingin pada wajahnya.

Tidak lama kemudian, pintu kamar hotel terbuka oleh dua orang pria tadi. Mereka melangkah masuk dengan membawa gadis yang tidak sadar.

"Bos," sapa mereka serentak, nada hormat dan takut tercampur dalam suara mereka."Gadis itu sempat melawan, dan kami terpaksa membuatnya pingsan," kata salah satu anggota, berusaha menjelaskan situasinya.

Pria yang dipanggil Bos mengangguk, sedikit senyum tipis muncul di bibirnya. "Tinggalkan dia, dan kalian boleh pergi. Selama tiga hari aku tidak ingin diganggu!" perintahnya dengan suara tegas.

"Baik, Bos," jawab mereka serentak, sebelum menidurkan gadis itu di atas kasur dan segera meninggalkan ruangan.

Pria itu bangkit, langkahnya mantap saat mendekati tempat tidur. Ia menatap wajah gadis itu yang cantik dan polos tanpa make-up. Ada rasa puas dalam matanya.

"Aku sangat menginginkanmu sekarang, tapi aku lebih suka di saat kamu dalam keadaan sadar, Gracia Vanessa," ucapnya dengan senyum sinis.

Pria itu menghela napas panjang, seolah mencoba menenangkan hasrat yang bergolak dalam dirinya. "Kamu tidak tahu, kalau aku telah menunggumu selama lima tahun. Dan dalam tiga hari ini, kamu harus membayarnya," batinnya penuh determinasi.

Dengan gerakan perlahan, ia mulai membuka kemejanya, memperlihatkan tubuhnya yang berotot dan six pack. Kemudian, ia melepaskan satu persatu pakaian yang membalut tubuh gadis itu, menikmati setiap detik yang berlalu.Tatapannya tajam dan penuh nafsu saat ia melihat tubuh gadis itu yang seksi dan memiliki kulit mulus.

Kini tubuh gadis itu polos tanpa balutan apapun. Pria itu tersenyum puas melihat lekuk tubuh mangsanya yang begitu indah, membuatnya hampir tidak bisa menahan diri.

Dua gundukan yang kenyal dan besar, menjadi sasaran utama Darson. Ia meremas sambil mencium leher gadis itu dengan penuh gairah.

Pria tersebut memiliki nama Darson Rodriguez, dikenal selalu mendapatkan apa yang dia inginkan. Selain itu, ia adalah seorang bos gangster yang paling ditakuti di kota England.

Darson mengambil dasinya dan mengikat kedua tangan gadis itu di tiang besi tempat tidur. Selain itu, ia juga menutupi mata gadis itu dengan sapu tangannya."Aku suka bermain teka-teki. Setelah kamu bangun, kamu akan penasaran siapa diriku!" bisik Darson di telinga Garcia, suaranya penuh dengan kegembiraan sadis.

Gracia yang merasakan sentuhan, mulai bergerak dan sadar.

"Aku di mana, siapa?" teriak Garcia, suaranya gemetar saat merasakan sentuhan dari orang yang tidak bisa dia lihat. Matanya kini telah diikat sapu tangan, membuatnya merasa semakin terjebak.

Darson tersenyum licik dan masih memainkan dua gundukan gadis itu dengan tangannya yang kasar.

"Lepaskan aku, tolong jangan sentuh aku!" tangis Gracia yang ketakutan, menyadari bahwa dirinya kini tanpa sehelai pakaian."

Gracia Vanessa, nikmati saja malam indah bersamaku," ujar Darson dengan senyum penuh hasrat.

"Tidak! Tidak! Tolong lepaskan aku! Aku tidak mengenalmu. Jangan sakiti aku!" teriak Gracia, mencoba meronta meskipun tubuhnya diikat erat.

"Sudah terlambat," Darson tertawa kecil, memandang gadis itu dengan puas. "Ibu tirimu telah menerima sejumlah uang dariku. Aku membelimu dengan keluargamu. Itu berarti kamu harus memuaskan aku selama tiga hari," katanya sambil melebarkan kedua pangkal paha gadis itu dengan kasar.

"Jangan melakukannya! Tolong, jangan sentuh aku!" teriak Gracia, suaranya penuh keputusasaan.

Malam itu, ia tahu dirinya akan menjadi sasaran pria yang tidak dia kenal.

Darson semakin tidak tahan melihat mahkota indah milik gadis itu yang belum pernah tersentuh. Pusaka pria itu telah menegang, siap untuk melampiaskan hasratnya.

Gracia semakin ketakutan setelah merasakan sentuhan pusaka dari pria itu. "Tuan, tolong lepaskan aku. Aku tidak mau," tangis Gracia yang berusaha meronta-ronta, air mata mengalir deras.

"Jangan takut! Kamu hanya akan menikmatinya. Aku tidak akan menyakitimu," kata Darson yang mencium bibir gadis itu dengan paksa.

Gracia menggigit bibir Darson hingga mengeluarkan darah, berusaha sekuat tenaga untuk melawan.

"Jangan sentuh aku! Jangan sentuh aku!" teriak Gracia, suaranya penuh ketakutan dan kepedihan.

Darson tersenyum sinis, darah di bibirnya tidak menghentikan nafsunya. "Salahkan saja keluargamu," katanya dengan dingin. "Demi kakak tirimu, ibu tirimu menjual tubuhmu padaku. Dalam tiga hari ini, tubuhmu ini menjadi milikku. Itu berarti aku bisa menikmatinya sampai puas," ujar Darson sebelum mencium leher gadis itu dan menurunkan ciumannya ke dada, menikmati setiap inci tubuh gadis itu dengan jari-jarinya yang kasar.

Gracia semakin ketakutan dan terus berteriak tanpa henti, namun Darson tidak peduli. Hasratnya telah mengebu, menikmati setiap detik yang berlalu, membuat malam itu menjadi mimpi buruk bagi Gracia.

"Hentikan! Hentikan!" teriak Gracia, suaranya semakin histeris.

Darson tidak menghiraukan permohonan itu. Dengan jari-jarinya yang kasar, ia memainkan bagian bawah tubuh Gracia, memasukkan jari tersebut dan bergerak keluar masuk dengan ritme yang semakin cepat. Sementara itu, bibirnya melumat dada gadis itu dengan rakus.

Hasrat Darson semakin memuncak, dan napasnya mulai terdengar berat.

"Aaahh!" jeritan Gracia memenuhi ruangan, tubuhnya meronta-ronta dengan putus asa. Ketakutan menguasai dirinya, membuatnya berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri.

Pria itu mengabaikan teriakan gadis itu, tatapannya tetap penuh dengan nafsu. Darson semakin menikmati setiap jeritan dan gerakan ronta Gracia, seolah-olah itu hanya menambah gairahnya. Ia merasa puas dengan kekuasaan yang dimilikinya atas tubuh gadis itu, tidak peduli seberapa besar ketakutan yang dirasakan Gracia.

Setiap sentuhan Darson membuat tubuh Gracia menggigil ketakutan. Air matanya terus mengalir, membasahi wajahnya yang cantik. Namun, tidak ada belas kasihan dalam diri Darson. Baginya, malam ini adalah miliknya, dan Gracia hanyalah mainannya.

Gracia merasa dirinya hancur, ketakutan dan keputusasaan membanjiri pikirannya. Ia terus berteriak dan meronta, berharap ada keajaiban yang bisa membebaskannya dari mimpi buruk ini. Namun, Darson tetap tidak peduli, menikmati setiap detik penderitaan yang dirasakan gadis itu. Malam itu menjadi saksi kejamnya hasrat seorang pria yang haus akan kekuasaan dan kendali.

"Sepertinya, milikmu belum pernah tersentuh. Luar biasa. Aku menyukainya," ucap Darson, suaranya penuh dengan kepuasan dan nafsu.

"Tuan, tolong lepaskan aku! Aku mohon padamu!" tangisan Gracia semakin histeris, air mata mengalir deras di pipinya. Ketakutan dan kepanikan jelas terlihat dalam suaranya.Namun, Darson mengabaikan permintaan gadis itu.

Tatapannya tajam dan penuh hasrat saat ia mempersiapkan diri untuk melakukan penyatuan dengan gadis itu. matanya tidak pernah lepas dari tubuh gadis itu. Nafasnya semakin berat, menandakan betapa ia sudah tidak sabar ingin menembus goa sempit yang belum pernah ditembus oleh siapapun.

Gracia semakin ketakutan, tubuhnya gemetar hebat. "Tolong, jangan lakukan ini! Aku mohon!" suaranya terdengar putus asa, berusaha mencapai sedikit belas kasihan dari pria yang berdiri di hadapannya.

Namun, Darson tidak peduli. Baginya, permohonan Gracia hanya menambah sensasi yang dirasakannya. Dengan senyum licik, ia menurunkan dirinya, siap untuk menikmati apa yang selama ini diidamkannya. Tidak ada yang bisa menghentikannya sekarang. Gracia adalah miliknya, setidaknya selama tiga hari ke depan, dan ia akan memastikan untuk menikmati setiap detiknya.

Malam itu menjadi puncak dari kejamnya Darson Rodriguez, seorang pria yang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya, tanpa peduli pada penderitaan orang lain. Gracia hanya bisa berdoa, berharap bahwa mimpi buruk ini akan segera berakhir.

Kesucian Yang di Renggut

Darson yang ingin memasukkan pusakanya ke dalam goa sempit milik gadis itu, merasa frustrasi ketika usahanya terhalang.

"Tolong jangan! Lepaskan aku!" Tangisan Gracia menggema di ruangan, kedua tangannya yang diikat pada tiang besi tempat tidur bergerak-gerak, berusaha melepaskan diri. dan memohon belas kasihan.

Gadis itu sangat ketakutan, tubuhnya gemetar saat merasakan dorongan kuat dari pria tersebut yang mencoba menembus pertahanannya. Darson mengabaikan jeritan Gracia, pandangannya penuh nafsu dan keinginan untuk menguasai.

"Tuan, tolong lepaskan aku!" Teriak Gracia, suaranya bergetar dengan ketakutan dan putus asa.

Darson akhirnya berhasil menerobos masuk. Ia mendorong perlahan namun pasti, hingga terlihat bercak darah yang keluar dari tempat itu, tanda bahwa ia telah melanggar kesucian Gracia.

Gadis itu menjerit kesakitan, air matanya mengalir tanpa henti. Perasaan hancur semakin menyelimutinya ketika menyadari bahwa dirinya telah dijual oleh ibu tirinya demi keuntungan kakak tirinya.

Darson menggerakkan tubuhnya perlahan, menikmati sensasi yang dirasakannya. Ia mencium leher Gracia dengan kasar, meremas gundukan tubuh gadis itu, semakin memuncakkan nafsunya.

"Hentikan! Sakit!" Jerit Gracia, suaranya penuh penderitaan. Tubuhnya yang lemah berusaha melawan, namun kekuatan Darson jauh lebih besar.

"Ibu tirimu telah menerima bayaran yang tinggi, oleh karena itu aku harus bisa menikmatinya sesuai bayaranku. Asalkan kau patuh, aku juga akan membayarmu," ucap Darson, suaranya dingin dan penuh kejam, sementara gerakannya semakin intens.

Gracia hanya bisa menangis, kesedihan dan ketakutan memenuhi hatinya. Dunia yang dikenalnya kini berubah menjadi mimpi buruk yang mengerikan.

"Aku bukan pelacur...," teriak Gracia dengan penuh keputusasaan, suaranya pecah di tengah tangisan.

Darson mengabaikan tangisan gadis itu, matanya dingin dan tanpa belas kasihan. Ia terus bergerak tanpa henti, mempercepat gerakannya dengan keganasan yang tak terkontrol.

"Ahhh!" Jeritan dan tangisan Gracia menggema di ruangan, mencerminkan rasa sakit yang tak tertahankan.

"Tolong hentikan!" Pinta Gracia dengan suara yang semakin lemah, penuh dengan penderitaan yang mendalam. Tubuhnya gemetar, berusaha menahan rasa sakit yang semakin menjadi-jadi.

Darson tak memedulikan jeritan Gracia. Ia melanjutkan gerakannya, menikmati tubuh gadis itu dengan egois. Waktu terasa berjalan lambat bagi Gracia, yang kesakitan hingga akhirnya tak sadarkan diri, jatuh ke dalam kegelapan yang menyelamatkannya dari siksaan sementara.

Keringat membasahi tubuh Darson. Ia memejamkan matanya, membiarkan dirinya tenggelam dalam hasrat yang menguasainya. Gerakannya maju mundur tanpa henti, tangannya mencengkeram pinggang Gracia dengan kuat, seolah-olah gadis itu hanyalah objek pemuas nafsunya.

Darson tak peduli bahwa mangsanya telah pingsan, ia hanya ingin melepaskan hasrat yang membara dalam dirinya.

Di sudut ruangan yang gelap, bayangan Darson terlihat menakutkan. Keheningan yang mencekam semakin menambah rasa horor yang menyelimuti tempat itu. Gracia yang tak berdaya hanya bisa terbaring lemah, tubuhnya menggigil meski dalam keadaan tak sadar, menanti saat dimana mimpi buruk ini akan berakhir.

Keesokan harinya.

Gracia mulai sadar dan membuka matanya perlahan. Ia menatap langit-langit kamar dengan perasaan hampa, matanya berusaha fokus di tengah kelelahan dan trauma. Penutup mata dan ikatan pada tangannya telah dilepaskan, tetapi bekas-bekasnya masih terasa di kulitnya.

Setiap sentuhan pria asing itu masih jelas terbayang dalam ingatannya, membuatnya merinding. Ia meneteskan air mata, perasaan malu dan sakit hati menguasai dirinya. Dengan susah payah, Gracia bangkit dari tempat tidur, merasakan sakit di bagian bawah tubuhnya yang membuatnya terhuyung.

Ia memungut pakaiannya yang berserakan di lantai dan memakainya dengan tangan gemetar. Setelah selesai berpakaian, ia melangkah menuju pintu dengan langkah yang tertatih-tatih, tekadnya kuat meski tubuhnya lemah.

"Buka pintunya...," teriak Gracia dengan suara serak, berusaha membuka pintu yang terkunci dari luar. Ia terus menggedor pintu tanpa henti, tangisannya bercampur dengan teriakan putus asa.

"Buka pintunya, siapa kalian...," teriak Gracia lagi, suaranya semakin melemah namun tetap penuh keputusasaan.

Dari luar kamar, terdengar suara seorang pria yang tenang namun tegas, "Nona, tolong patuh dan tenang! Bos akan segera kembali!"

Gracia terdiam sejenak, napasnya tersengal, lalu bertanya dengan suara yang masih bergetar, "Siapa kalian sebenarnya?"

Di sisi lain, Darson kembali ke mansion mewahnya. Seorang wanita cantik menyambut kepulangannya dengan senyuman ramah, meski matanya menyimpan kekhawatiran."Sudah pulang! Semalaman kamu berada di luar. Apa yang kamu sibukkan?" tanya wanita itu dengan nada lembut, berusaha menutupi kegelisahannya.

"Aku sedang bersenang-senang dengan gadis cantik," jawab Darson dengan acuh tak acuh, duduk di sofa sambil melepaskan dasinya dengan santai.

Raut wajah wanita itu langsung berubah, menunjukkan kesedihan yang mendalam. Meski begitu, ia mencoba untuk tetap tenang dan memijat pundak suaminya dengan lembut.

"Darson, kenapa kamu mengabaikan aku? Apa salahku dan di mana kekuranganku? Apakah kamu sengaja menyakitiku dengan wanita lain? Aku tidak akan menyalahkanmu, tapi tolong jangan sampai tidak peduli padaku!" katanya, suaranya penuh dengan permohonan.

"Zanella, aku bebas ingin bersenang-senang dengan wanita mana pun. Jangan ikut campur urusanku!" jawab Darson dengan tegas, menepis tangan istrinya dan bangkit dari sofa.

"Kita adalah suami istri. Kita sudah lama tidak sekamar. Apakah kamu tega meninggalkan aku seorang diri di kamar setiap malam?" tanya Zanella, suaranya mulai bergetar, air mata menggenang di matanya.

"Sendiri? Apakah kau yakin setiap malam hanya sendirian? Kau bisa melakukannya, aku juga bisa," ujar Darson dengan senyum sinis, menatap istrinya dengan tajam.

"Apakah dia secantikku?" tanya Zanella, mendekati suaminya dengan langkah yang gemetar, hatinya penuh dengan cemburu dan kesakitan.

Darson mencubit dagu istrinya dengan erat, matanya penuh dengan kebencian, "Dia lebih cantik darimu, tubuhnya juga lebih indah darimu. Dan yang paling penting, dia masih perawan. Aku sungguh puas dengannya. Aku membelinya dengan uang, dan tentu saja aku akan menikmatinya sampai bosan," jawab Darson dengan nada dingin.

"Kau akan bosan tidak lama lagi," ujar Zanella dengan mata berkaca-kaca, suaranya dipenuhi dengan kesedihan dan keputusasaan.

"Lihat saja nanti! Tiga malam ini, jangan menggangguku, karena aku ingin menikmati daging segar," ujar Darson tanpa perasaan, meninggalkan Zanella yang terdiam dalam kesedihan yang mendalam.

Sementara Gracia masih terpukul dengan kejadian yang menimpanya, ia duduk di tepi kasur sambil memikirkan ulang ucapan pria yang merenggut kesuciannya. Air matanya terus mengalir tanpa henti, dadanya terasa sesak oleh berbagai pertanyaan yang membanjiri pikirannya.

"Apakah benar Bibi yang menjualku padanya? Lalu, apa yang dilakukan Papa? Apakah dia hanya diam membisu dan membiarkan putri kandungnya dinodai?" gumam Gracia, suaranya penuh dengan kepedihan. Ia menatap kosong ke depan, mencari jawaban yang tampak begitu jauh dari jangkauannya.

"Siapa pria itu? Kenapa dia menutup mataku dan sekarang dia pergi? Apakah aku harus ditahan selama 3 hari?" gumam Gracia lagi, ketakutan dan kebingungan merasuki dirinya.

Tiba-tiba, terdengar suara kunci pintu diputar. "Klek!" Pintu terbuka dan salah satu anggota Darson masuk membawa nampan berisi makanan lezat.

Gracia yang ingin kabur, langsung melompat dari tempat tidur dan berlari menuju pintu. Namun usahanya segera digagalkan oleh anggota Darson lainnya yang berdiri di luar kamar, menghadangnya dengan kasar.

"Lepaskan aku, biarkan aku pergi!" teriak Gracia, suaranya penuh dengan putus asa.

"Diam dan jangan melawan!" bentak anggota itu, menarik lengan Gracia dengan kasar dan mendorongnya kembali ke atas kasur. Ia terjatuh dengan keras, merasakan sakit yang menjalar ke seluruh tubuhnya.

"Jangan macam-macam! Kau hanya boneka yang bos kami beli. Tugasmu adalah untuk memuaskan bos kami," ketus mereka sebelum beranjak keluar dari kamar, meninggalkan Gracia yang hanya bisa terduduk lemas dan tidak berdaya. Tak ada jalan keluar untuk dirinya.

Cuaca mulai gelap, namun Gracia sama sekali tidak menyentuh makanan yang disediakan oleh anggota Darson. Ia hanya duduk termenung, merasa hancur dan tak berdaya.

Tidak lama kemudian, pintu terbuka lagi. Saat mendengar suara pintu, Gracia langsung bangkit dengan ketakutan, menoleh ke arah pintu dan melihat Darson yang kembali ke hotel. Hatinya berdebar kencang, ketakutan menyelimuti dirinya.

Gadis itu mundur perlahan, berdiri di pojokan kamar dengan tubuh gemetar.

"Apakah kamu tidak menyentuh makanan yang telah di sediakan?" tanya Darson, mengunci pintu dan menatap makanan yang masih utuh di meja.

"Aku ingin pulang!" ujar Gracia, suaranya penuh dengan permohonan dan ketakutan.

"Kamu sudah tidak ingat denganku?" tanya Darson dengan senyum sinis, matanya memandang Gracia dengan tatapan dingin dan mengejek.

Gracia hanya bisa menatapnya dengan mata berkaca-kaca, tubuhnya masih gemetar di pojokan. Ia merasa terperangkap, tak berdaya menghadapi pria yang menguasai hidupnya saat ini.

"Sepertinya kamu tidak mengenalku, tapi tidak apa-apa. Karena aku telah memilikimu," ujar Darson, melepaskan jas luarannya dan membuka kancing kemejanya dengan tenang. Matanya menatap Gracia dengan pandangan dingin dan penuh keyakinan.

"Biarkan aku pergi! Aku tidak menyinggungmu. Kenapa kamu harus bertindak seperti itu padaku?" pinta Gracia, suaranya bergetar dengan ketakutan dan putus asa. Tubuhnya gemetar, langkahnya mundur perlahan mencari perlindungan di sudut ruangan.

"Kenapa? Aku hanya ingin mengambil sesuatu yang seharusnya milikku," jawab Darson dengan nada yang dingin dan penuh kekuasaan.

"Apa maksudmu?" tanya Gracia, matanya membesar dengan ketakutan dan kebingungan. Ia berusaha memahami apa yang dikatakan pria itu, namun ketakutannya mengaburkan pikirannya.

"Tubuhmu adalah milikku sejak awal, yang tepatnya adalah lima tahun," jawab Darson sambil melangkah menghampiri gadis itu yang ketakutan. Senyumnya penuh dengan kesombongan dan kepastian, seolah-olah setiap kata yang diucapkannya adalah kebenaran mutlak.

"Jangan mendekat!" teriak Gracia, suaranya penuh dengan kepanikan. Ia mencoba melarikan diri, namun langkahnya terhalang oleh dinding di belakangnya.

Tanpa memperdulikan jeritan Gracia, Darson menangkapnya dengan cepat. Ia mencium bibir gadis itu dengan paksa, tangannya mencengkeram pinggang dan kepala Gracia dengan kuat. Gracia berusaha melawan, namun kekuatannya jauh di bawah pria itu.

Darson menahan Gracia erat-erat, memastikan gadis itu tidak bisa melawan atau menghindar. Ciumannya penuh dengan kekerasan dan nafsu, seolah-olah ingin menunjukkan kekuasaannya atas tubuh Gracia.

Gracia merasa sesak, air matanya mengalir semakin deras. Tubuhnya bergetar hebat, kepalanya terasa pusing. Ia berusaha untuk menggerakkan tangannya, namun cengkeraman Darson terlalu kuat.