SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
Rahasia Pesugihan Pamanku

Rahasia Pesugihan Pamanku

1. Apalagi Ini ... ?

Sore itu tawa terdengar menggema dari rumah sepasang suami istri yang biasa dipanggil kek Mustafa dan nek Yasmi. Semua tetangga tahu kedua kakek nenek itu sedang dikunjungi anak, menantu dan cucunya.

Kek Mustafa dan nek Yasmi memiliki tiga orang anak laki-laki yang semuanya sudah menikah.

Anak pertama bernama Murad, menikah dengan Eli dan memiliki tiga anak yaitu Majid, Mila dan Mieke.

Anak kedua bernama Yasin, menikah dengan Nia dan memiliki dua anak yaitu Yudistira dan Ruci.

Sedangkan Anak ketiga bernama Dirga, menikah dengan Eva. Mereka memiliki empat anak yaitu Desi, Erman, Diki dan Eza.

Diantara ketiga anak kek Mustafa, kehidupan rumah tangga Dirga lah yang paling memprihatinkan.

Setelah dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja, kini Dirga menjadi pengangguran. Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya Dirga pun terpaksa kerja serabutan. Istri Dirga hanya ibu rumah tangga biasa. Karena baru saja melahirkan anak keempat, maka Dirga melarangnya bekerja meski untuk membantu meringankan bebannya.

Meski kehidupan Dirga tak seberuntung kedua kakaknya, tapi kek Mustafa dan nek Yasmi tetap menyayanginya. Mereka tak membedakan kasih sayang terhadap anak, menantu dan cucu. Semua mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang sama. Itu lah yang membuat Dirga dan Eva nyaman berada di tengah keluarga mereka.

Tapi berbeda dengan sebelumnya, perasaan nyaman itu perlahan sirna dari hati Dirga. Apalagi saat dia mengetahui ketiga anak Murad hampir mendulang sukses di usia muda.

Majid kini bekerja di sebuah Bank swasta dengan gaji besar, Mila yang baru saja lulus kuliah akan menikah dengan pria mapan dan kaya raya, sedangkan Mieke ditunjuk mewakili Indonesia dalam pertukaran pelajar dengan negara tetangga.

Mendengar cerita Eli tentang kehebatan ketiga anaknya tadi membuat Dirga tersenyum kecut. Meski pun Murad tak bicara apa-apa, tapi di wajahnya tersirat jelas kebanggaan yang serupa dengan istrinya itu. Karena tak nyaman, Dirga pun memilih keluar lalu duduk di teras sambil merokok.

Melihat wajah Dirga yang berubah murung, Yasin pun iba. Dia menghampiri sang adik lalu menepuk punggungnya perlahan hingga membuat Dirga menoleh.

"Apa Bang?" tanya Dirga.

"Gapapa, cuma iseng aja. Udah lama kan aku ga jailin kamu," sahut Yasin sambil tersenyum.

"Apaan sih Bang. Kaya anak kecil aja," kata Dirga sambil mendorong tubuh sang kakak dengan tubuhnya hingga Yasin terjengkang ke belakang.

Beruntung Nia yang kebetulan melintas usai buang sampah pun sigap menahan tubuh sang suami hingga Yasin tak harus menanggung malu karena jatuh dari atas kursi.

"Hati-hati dong Yah," tegur Nia sambil melotot.

Melihat sikap istrinya, Yasin pun tertawa lepas diikuti Dirga.

"Marahnya kak Nia mirip mamak kalo lagi marahin kita ya Bang," kata Dirga di sela tawanya.

"Iya," sahut Yasin sambil tertawa.

Ucapan Dirga membuat wajah Nia merona. Dia pun segera menyingkir dari hadapan suami dan adik iparnya itu.

"Ga usah masukin ke hati ucapan kak Eli tadi. Maklum lah perempuan. Kalo ga nyombong rasanya ga enak. Yaa ... kaya ada yang kurang, mirip sayur kurang garem gitu lah," kata Yasin setelah tawanya mereda.

Ucapan Yasin membuat Dirga tersentuh. Yasin adalah orang yang bijaksana. Meski pun anak kedua, tapi Yasin justru terlihat lebih dewasa dibanding Murad. Dan Dirga memang lebih nyaman bersamanya daripada Murad. Mungkin karena jeda umur keduanya yang hanya selisih dua tahun saja. Sedangkan selisih Dirga dan Murad adalah sepuluh tahun.

"Iya, aku tau. Tapi kak Eli emang berubah banget sekarang," kata Dirga sedih.

"Maksudmu berubah gimana Dir?" tanya Yasin tak mengerti.

"Kalo ngomong tuh ga disaring dulu, nada bicaranya juga ga diatur dan nyindir-nyindir terus. Bikin emosi aja," sahut Dirga sambil melengos.

"Nyindir gimana maksud kamu Dir?" tanya Yasin lagi.

"Ck, masa masih harus aku ulangin lagi sih Bang. Males banget," sahut Dirga.

"Tapi emang aku ga ngerti bagian mana yang bikin kamu tersindir Dirga," kata Yasin.

"Kak Eli bilang kalo dia sama bang Murad emang sejak awal milih pendidikan terbaik untuk Anak-anaknya. Jadi wajar kalo sekarang mereka tinggal metik hasilnya. Kita semua tau dimana anak-anak itu sekolah dan berapa biaya yang harus bang Murad keluarin tiap bulannya. Dan gara-gara itu juga bang Murad jadi sering absen ngasih uang sama mamak dan bapak, kan ?. Tapi anehnya kak Eli kaya ga punya rasa bersalah gitu ya. Atau dia sengaja nyekolahin anaknya di tempat yang mahal biar bang Murad ga ngasih uang ke mamak," kata Dirga berapi-api.

"Sabar Dir. Mamak sama bapak kan emang ga pernah nuntut kita buat ngasih uang. Itu kesadaran kita aja sebagai anak," kata Yasin mengingatkan.

"Iya tau. Tapi mereka juga jangan seenaknya gitu dong, ga ngasih uang tapi nuntut dibikinin ini itu kalo dateng ke sini. Kasian kan mamak. Lagian ga usah diajarin semua orangtua juga pasti melakukan hal yang sama Bang. Siapa pun mau nyekolahin anak di tempat bergengsi, yang bobot pendidikannya bagus. Cuma masalahnya, uangnya ada atau ga buat biayain pendidikan terbaik yang harganya selangit itu. Apalagi buat aku yang pengangguran sekarang. Dan asal Abang tau ya, uang jajan yang kak Eli kasih ke Mieke aja sama besarnya sama uang yang aku keluarin buat makan keluargaku satu hari Bang. Ironis banget, kan?!" sahut Dirga kesal.

Yasin pun terdiam. Dia tahu tak mungkin meredam kemarahan Dirga dengan terus membujuknya. Yang ada Dirga pasti makin ngamuk. Satu-satunya cara membungkam Dirga ya hanya diam. Dan ternyata cara itu cukup ampuh.

Wajah Dirga yang semula menegang itu perlahan mulai mengendur. Nafasnya yang semula memburu pun mulai terlihat teratur. Dan saat senyum tercetak samar di bibirnya, Yasin pun ikut tersenyum. Sesaat kemudian Yasin nampak menepuk pundak Dirga beberapa kali.

"Maaf Bang. Aku ga bermaksud marah sama Abang tadi," kata Dirga lirih.

"Aku tau. Gimana perasaan kamu setelah uneg-unegnya keluar?" tanya Yasin.

"Lega," sahut Dirga sambil tersenyum.

Interaksi Yasin dan Dirga diamati dengan seksama oleh Ruci dari ambang pintu. Gadis remaja itu pun ikut tersenyum. Setelahnya Ruci membalikkan tubuhnya karena ingin pergi ke samping rumah. Tapi di saat yang sama tak sengaja dia menabrak Desi, anak sulung Dirga.

Kerasnya tabrakan membuat Ruci dan Desi sama-sama menjerit tertahan. Dan suara mereka membuat Yasin dan Dirga menoleh.

"Kalian ngapain di situ. Lagi nguping ya?" tanya Yasin sambil menatap Ruci dan Desi bergantian.

"Ish, sembarangan. Aku ga nguping ya Yah!" sahut Ruci tak terima.

"Aku juga ga Pakde !" sela Desi tak mau kalah.

"Terus ngapain di situ?" tanya Yasin.

"Aku mau ambil sandal Yah, abis itu mau main ayunan di samping rumah," sahut Ruci sambil memperlihatkan sandal yang dibawanya.

"Kalo aku ... aku mau ikut Kak Ruci," kata Desi sambil garuk-garuk kepala.

"Ngapain ngikutin aku?" tanya Ruci.

"Mau ...," Desi sengaja menggantung ucapannya karena tak nyaman mengatakannya di depan Yasin dan Dirga.

"Oh, ya udah. Ayo Kita omongin di sana," ajak Ruci sambil menggamit tangan Desi lalu membawanya ke pintu samping.

Melihat aksi Ruci dan Desi membuat Yasin dan Dirga tersenyum.

"Makin besar makin cantik. Apa Ruci udah punya pacar Bang?" tanya Dirga.

"Jangan bahas itu Dir. Aku ga suka," sahut Yasin sambil menggeleng cepat.

"Lho kenapa Bang. Bukannya wajar ya?. Ruci kan udah tujuh belas tahun. Pasti banyak cowok yang naksir sama dia," kata Dirga sambil tertawa.

"Jangan sekarang. Aku ga siap kehilangan sikap manjanya. Biarin dia jomblo dulu, ntar umur dua puluhan baru boleh pacaran," sahut Yasin.

"Tapi kalo ada yang maksa ngelamar sebelum Ruci umur dua puluh tahun gimana Bang?" tanya Dirga penasaran.

"Ditolak," sahut Yasin sambil menyilangkan dua lengan di depan wajahnya.

"Kalo yang ngelamar itu Anaknya pejabat atau orang kaya?" goda Dirga.

"Tetap ditolak!" sahut Yasin tegas.

"Kalo Ustadz, masih muda, ganteng, pinter. Gimana Bang?" kejar Dirga lagi.

"Oh, kalo itu beda. Aku pasti langsung Ok," sahut Yasin sambil mengangguk.

"Lho, kok gitu?" tanya Dirga tak mengerti.

"Karena dia bakal membimbing Ruci supaya masuk surga. Dan sebagai Ayahnya, mau ga mau aku pasti kecipratan pahala dari amal yang Ruci lakukan. Iya kan," sahut Dirga sambil tersenyum.

Jawaban Yasin membuat Dirga tertawa. Dan tawa Dirga juga terdengar hingga ke dalam rumah. Eli yang duduk di samping Murad pun nampak berusaha memprovokasi suaminya itu.

"Adik-adikmu itu ga sopan banget sih Pa. Masa ngobrol berdua aja tanpa kamu," bisik Eli.

"Mereka kan emang deket dari kecil. Apalagi udah lama ga ketemu pasti kangen lah," sahut Murad sambil terus mengetik pesan di ponselnya.

"Tapi Pa," ucapan Eli terputus karena Murad bangkit dari duduknya.

"Cukup Ma. Aku temuin mereka dan tanya apa yang mereka omongin biar Kamu puas," kata Murad sambil berlalu.

Eli pun tersenyum melihat suaminya mendekati dua adik iparnya itu. Tanpa Eli sadari, Eva dan Nia juga sedang menatap tak suka kearahnya.

"Apalagi sih maunya kak Eli," bisik Eva.

"Tenang aja Va, ada mas Yasin di sana. Bang Murad ga bakal berani macam-macam sama suamimu," kata Nia setengah berbisik.

"Bukan gitu Mbak. Aku capek ngeliatin bang Murad sama bang Dirga berdebat. Soalnya apa yang didebatin itu pasti kebawa ke rumah dan bikin bang Dirga uring-uringan. Kasian kan anak-anak. Ga tau apa-apa tapi ikut kena omel," sahut Eva gusar.

Dan apa yang dikhawatirkan Eva pun terjadi. Tak lama kemudian Dirga bangkit dari duduknya lalu bersiap meninju Murad. Beruntung ada Yasin di tengah mereka hingga perkelahian keduanya bisa dicegah.

Kek Mustafa dan nek Yasmi pun nampak menggelengkan kepala melihat aksi ketiga anaknya itu. Seolah mengerti siapa biang keladi dari perkelahian yang hampir terjadi, keduanya pun sama-sama menoleh kearah Eli.

"Eli ... !" panggil nek Yasmi lantang.

Suara lantang nek Yasmi mengejutkan semua orang terutama cucu-cucunya. Bahkan anak bungsu Dirga yang berusia dua bulan pun menangis saking terkejutnya.

\=\=\=\=\=

2. Ulah Istri Murad

Eli pun tak kalah terkejut mendengar suara lantang nek Yasmi. Dengan gugup Eli berdiri untuk menyambut sang mertua yang mendekat kearahnya.

"I-iya Mak, ada apa ?. Teriak-teriak segala, sampe kaget Saya," kata Eli tanpa rasa bersalah.

"Kamu tuh ya. Apa sih yang Kamu bilang sama Murad?. Bisa-bisanya dia nyamperin Yasin dan Dirga sambil nuduh yang aneh-aneh?!" tanya nek Yasmi galak.

"Nuduh aneh-aneh gimana sih Mak. Lagian Saya ga ngomong apa-apa kok sama Bang Murad. Iya kan Pa?" tanya Eli sambil melirik kearah suaminya seolah meminta pembelaan.

Sayangnya Murad hanya membisu. Dia pura-pura tak mendengar pertanyaan istrinya karena tak ingin menambah masalah. Sikap Murad tentu saja membuat Eli malu.

"Jangan bohong kamu. Saya liat semuanya normal dan biasa-biasa aja tadi. Tapi setelah kamu bisik-bisik sama Murad, semuanya berubah jadi kacau!" kata Mak Yasmi sambil menatap marah kearah Eli.

"Sabar Mak," sela Abah Mustafa dari ambang pintu.

"Ga bisa Bah!. Menantumu yang satu ini udah keterlaluan. Bisa-bisanya ngadu domba suami sama adik iparnya!" kata Mak Yasmi.

"Saya ga ngadu domba Mak. Saya cuma bilang, kok Yasin sama Dirga ngobrolnya berdua aja tanpa bang Murad. Jujur Saya tersinggung apalagi mereka ketawa terus daritadi. Saya curiga, jangan-jangan mereka lagi ngetawain saya sama bang Murad," sahut Eli sambil menunduk.

"Ngetawain gimana maksud Kamu El?" tanya kek Mustafa tak mengerti.

"Ngetawain ... itu Pak. Kan tadi Saya cerita tentang anak-anak saya. Keliatannya Dirga ga suka denger cerita saya. Mungkin iri, makanya mukanya sampe bete gitu. Dia pasti curhat sama Yasin dan mereka sepakat untuk membenci saya dan nyari-nyari kesalahan saya," sahut Eli.

Ucapan Eli membuat semua orang menggelengkan kepala karena tak mengerti dengan cara berpikirnya.

"Ga usah negatif thinking gitu lah Kak. Saya sama Dirga ga ngomongin keluarga Kakak. Kami lagi ngebahas masa kecil kami kok tadi, Nia saksinya. Walau dia juga jadi bahan ketawaan kami gara-gara marahnya mirip sama marahnya mamak, tapi Nia ga marah tuh," kata Yasin dengan santai.

Nia pun mengangguk mengiyakan ucapan suaminya.

"Jelas aja Nia belain kamu. Dia kan Istri kamu," gerutu Eli.

"Sudah lah, ga usah ribut lagi. Kalian kan sudah tua, masa masih ribut kaya anak kecil. Ayo baikan!" titah kek Mustafa sambil melotot.

Murad, Yasin dan Dirga pun bergegas saling mendekat untuk meminta maaf. Setelahnya ketiganya berpelukan lalu tertawa. Melihat sikap ketiga anaknya membuat Abah Mustafa dan Mak Yasmi ikut tertawa.

Menyaksikan tiga bersaudara itu telah kembali akur, Eli pun gusar. Dia segera meraih tas dari sofa lalu bergegas pamit. Kek Mustafa dan nek Yasmi tak bisa berbuat apa-apa. Keduanya terpaksa merelakan Murad pergi bersama Eli.

Tak lama kemudian deru mobil Murad terdengar meninggalkan halaman rumah. Kek Mustafa dan nek Yasmi nampak menatap kepergian Murad dengan sedih.

"Makin ke sini tingkah kak Eli makin menyebalkan. Udah sombong, perhitungan, pelit lagi. Iya kan Mak?" tanya Dirga tiba-tiba.

"Hush, jangan sembarangan ngatain orang. Gitu-gitu kan dia istri abangmu," kata nek Yasmi.

"Aku tau Mak. Tapi seharusnya sebagai istri kakak tertua, dia bisa membawa diri. Kalo ga bisa jadi panutan ya lebih baik diem. Daripada banyak ngomong tapi isinya cuma pamer dan ngerendahin orang lain. Kalo ga mandang bang Murad, rasanya udah pengen Aku sumpel aja mulutnya pake kaos kakiku yang bau ini," sahut Dirga kesal.

Kalimat terakhir Dirga membuat semua orang yang mendengarnya tertawa.

"Untung anak-anaknya bang Murad ga ikut hari ini. Mereka pasti malu ngeliat tingkah ibunya kaya gitu," kata Yasin sesaat kemudian.

"Betul. Jadi inget tragedi di acara keluarga di rumah mang Darma tahun lalu," sahut Nia.

"Emangnya ada apa di sana Mbak?" tanya Eva yang memang tak bisa hadir karena keluhan di awal kehamilannya.

"Di sana kak Eli kan ngatain cucunya mang Darma tuh. Bercanda sih katanya. Tapi ga nyangka menantunya mang Darma marah. Dia ga terima Anaknya dikatain mirip anak keterbelakangan mental. Ya, lagian mana ada orangtua yang terima anaknya dijelek-jelekin begitu. Setelahnya rame deh, ribut besar dan saling maki. Anaknya bang Murad yang awalnya belain Ibunya juga jadi malu setelah tau duduk persoalannya. Bahkan Mila juga marahin ibunya itu di depan kita semua lho," sahut Nia sambil tersenyum.

"Oh ya. Wah pasti mukanya kak Eli udah kaya pelangi ya Mbak," gurau Eva disambut tawa semua orang.

"Pastinya. Bang Murad aja ga bisa ngomong apa-apa saking malunya. Setelah minta maaf bang Murad buru-buru ngajak anak istrinya pulang. Waktu itu Mila sempet nitip uang sama aku buat cucunya mang Darma. Dia minta maaf karena udah bikin keributan dan ga sopan sama keluarga mang Darma. Untungnya mang Darma ga marah. Beliau maklum dan maafin keluarga bang Murad," kata Nia.

"Kamu tau ga berapa jumlahnya Bund?" tanya Yasin tiba-tiba.

"Kalo ga salah delapan ratus ribu-an Yah. Mungkin tadinya mau ngasih satu juta, tapi karena ga ada uang cash, makanya Mila cuma ngasih segitu," sahut Nia.

"Delapan ratus ribu, gede juga Mbak," kata Dirga.

"Iya. Tapi itu ga sebanding sama kesalahan yang dibuat kak Eli, Dir," sahut Nia yang diangguki Dirga.

"Untungnya anak-anak Murad punya sifat dan karakter yang beda sama Eli. Jadi ada yang ngingetin dia kalo lagi kumat," kata kek Mustafa sambil tersenyum.

Ucapan kek Mustafa membuat semua orang tertawa. Setelahnya mereka kembali ke dalam rumah dan melanjutkan obrolan mereka hingga malam hari.

Sementara itu Murad tampak sedang memarahi Eli di sepanjang perjalanan menuju ke rumah.

"Udah dong Pa. Ga capek ya ngomel terus daritadi. Udah hampir sampe rumah kok masih ngomel aja," protes Eli.

"Ya ini kan gara-gara kamu!" sahut Murad kesal.

"Aku kan cuma bilang apa adanya. Kamu aja yang gampang kepancing. Ga tanya dulu main labrak aja. Yang salah siapa kalo gitu," kata Eli tak mau kalah.

Murad pun terdiam. Dia menyadari kelemahannya yang memang mudah dihasut orang bahkan oleh istrinya sendiri. Murad pun menghela nafas panjang sambil melirik kearah Eli.

"Apa?!" tanya Eli sambil melotot.

"Gapapa. Lain kali Kamu juga jangan kaya gitu Ma. Amati betul-betul sebelum nuduh, biar ga jadi salah paham lagi kaya tadi. Aku malu Ma. Masa ribut cuma gara-gara hal sepele," kata Murad dengan suara sedikit lunak.

Eli menghela nafas panjang lalu mengangguk.

"Iya," sahut Eli dengan enggan.

"Dan ga usah kebanyakan cerita lagi tentang keberhasilan anak-anak kita sama mereka," pinta Murad.

"Lho kenapa emangnya?" tanya Eli tak mengerti.

"Ga enak sama Yasin dan Dirga. Kita kan juga pernah ada di posisi mereka dulu, masa Mama ga paham sih," sahut Murad.

"Justru itu aku cerita supaya mereka termotivasi Pa. Kita juga pernah susah kaya mereka, tapi karena kita berusaha, makanya Kita bisa bangkit dan hidup enak kaya sekarang," kata Eli ketus.

"Iya. Tapi ga usah terlalu diumbar lah. Yang ada bukan jadi termotivasi malah jadi benci nanti," kata Murad mengingatkan.

"Iya iya. Kenapa sekarang Papa jadi bawel sih. Banyak banget larangannya!" sahut Eli sambil mendengus kesal.

Murad pun tersenyum sambil menggelengkan kepala mendengar jawaban sang istri. Setelahnya Murad kembali fokus mengendarai mobilnya karena hampir tiba di rumah.

\=\=\=\=\=

Terpopuler