Patricia Chavez
Anthony Chavez beserta keluarga kecilnya tinggal di sebuah kota kecil yang bernama Colma, yang terletak di semenanjung San Francisco di San Francisco Bay Area, Amerika Serikat. Kota yang terkenal dengan julukan kota sunyi ini, memiliki populasi mayat yang terkubur di bawah kota lebih besar dari jumlah populasi penduduk yang hidup.
Berdasarkan sensus tahun 2020, populasi penduduk kota Colma sekitar 1507, sementara jumlah kuburan mencapai 1.500.000. Perbandingan yang sangat mencolok, yaitu 1000 : 1. Sejumlah tokoh dikuburkan di sini, seperti penjudi legendaris Wild West, pengacara dan penegak hukum Wyatt Earp, penemu denim Levi Strauss, hingga ikon bisbol Joe DiMaggio. Namun penduduk di sana sama sekali tidak terganggu dengan kondisi itu. Mereka mengatakan sangat bahagia bisa tinggal dan menetap turun temurun di Colma.
Tak terkecuali Anthony Chavez dan keluarganya. Anthony lahir, tumbuh dan besar di Colma. Ia adalah anak tunggal dari pasangan Jonathan Chavez dan Barbara yang berprofesi sebagai petani bunga potong.
Setelah dewasa, Anthony menikah dengan gadis pujaan hatinya Dorothy Smith. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai 3 orang anak, yaitu Ethan Chavez, Fred Chavez dan Patricia Chavez. Sebagaimana orang tuanya, Anthony juga bekerja sebagai petani bunga di kota itu. Setelah ayahnya meninggal dunia, ia melanjutkan usaha kebun bunga yang ditinggal orang tuanya itu.
Hari itu seperti biasa, keluarga Anthony tampak meriah dengan aktivitas pagi mereka. Ethan dan Fred yang masih berusia 5 dan 3 tahun berlarian mengelilingi meja makan. Patricia yang masih berusia 8 bulan, asik dengan sarapan paginya. Ia duduk dengan manis di high chair (kursi makan bayi dengan kaki tinggi) miliknya. Sementara ibu Anthony, Barbara, duduk di kursi makannya, di sisi belakang meja sambil meneguk segelas susu hangat yang telah disiapkan sang menantu. Wanita tua yang masih terlihat sehat itu, tersenyum memandang polah tingkah cucu-cucunya yang sangat aktif.
"Ethan, stop menggoda adikmu. Ayo kembali ke tempat dudukmu." Dorothy menegur putra sulungnya sambil terus membuat pancake untuk sarapan keluarga kecil mereka pagi itu. Seakan tidak memperdulikan teguran ibunya, kedua anak lelaki itu, terus saja berlarian di dapur.
Tak lama kemudian, Dorothy membawa sepiring penuh pancake panas dan meletakkannya tengah-tengah meja.
" Ibu, ini pancake miliki mu. Makanlah. " Sambil menaruh 2 slice pancake ke atas piring kosong yang terletak di hadapan ibu mertuanya. Kemudian ia menuangkan sedikit madu di atas tumpukan pancake.
" Terimakasih, Nak." Barbara tersenyum tulus.
" Sama-sama, Bu." Dorothy mengusap pundak ibu mertuanya dengan lembut.
"Ethan, Fred...!! " Dorothy kembali menegur kedua putranya dengan nada suara yang lebih tinggi dari sebelumnya.
"Fred yang terlebih dahulu mengganggu ku, Bu. " Bela Ethan.
" Mana ada. Kau yang terlebih dahulu menepuk bokongku. " Balas Fred.
" Hem." Anthony berdehem. Pria 36 tahun itu baru saja selesai mandi, dengan wangi aroma sabun yang melekat di tubuhnya, ia memasuki ruang makan merangkap dapur itu. Rambutnya disisir rapi ke belakang, menambah ketampanan pria itu. Mengenakan kemeja flanel motif kotak warna merah dan celana denim overall (ciri khas pakaian petani di Amerika), ayah 3 anak itu menangkap kedua putranya yang berlarian di hadapannya. Ia kemudian mengepit kedua bocah lelaki itu di kedua lengannya.
"Dua jagoan Ayah sedang mengganggu Ibu, ya?" Ethan dan Fred yang berada dalam kungkungan sang Ayah.
Dengan posisi horizontal, berteriak kegirangan. Mereka berdua kompak berkata, "Tidak Ayah !! "
"Hmm.. Kenapa Ayah meragukan kalian berdua. " Dengan roman yang dibuat serius menatap bergantian kedua putranya.
"Sungguh Ayah.. " Ucap Ethan.
"Iya Ayah. Sungguh.. " Fred ikut membela dirinya.
" Hmmm.. " Dengan tetap menggendong ke dua jagoan kecilnya, Anthony melangkah menuju istrinya yang kembali menyibukkan diri membuat sarapan pagi mereka. Ia kemudian mengecup lembut pipi kanan Dorothy.
"Selamat Pagi, sayang. Kenapa hari ini kau cantik sekali? " Bisiknya, sembari memberikan senyum termanis pada ratu rumah tangganya.
"Oh. Sayang. Karena ada suami yang sangat tampan ini di sisiku. " Dorothy mengusap lembut pipi Anthony. Membalas dengan memberikan kecupan di pipi sang suami.
"Kau sangat tampan dengan outfit mu pagi ini, sayang. Duduklah. Ayo Nikmati sarapan mu. "
"Baiklah sayang ku. " Anthony melangkah menuju meja makan kayu dengan 6 kursi itu.
" Dan untuk kalian. Ayah harap, ini tidak terjadi lagi. " Ia meletakkan kedua putranya duduk berdampingan di sisi sebelah kiri meja. "Diam dan habiskan sarapan kalian. " Ucap Anthony tegas.
"Baik, Ayah. " Jawab Ethan dan Fred bersamaan.
Anthony berjalan selangkah ke arah ibunya berada. "Selamat pagi, Bu. Bagaimana kabarmu pagi ini?" Anthony mengecup pipi Barbara kemudian mengusap lembut punggung tangan wanita tua itu. Ia mengulas senyum hangat pada wanita yang telah melahirkannya ke dunia.
"Selamat pagi, Nak. Kabar ku baik. Sangat baik. Kau sendiri bagaimana, sayang?" Tanya Barbara kemudian.
"Seperti yang Ibu lihat. Putramu yang tampan ini sehat dan bugar. " Jawab Anthony sambil mendudukkan tubuhnya di sisi depan meja. Barbara tersenyum lebar mendengar kenarsisan putranya.
"Kau sangat mirip dengan Ayahmu, sayang. "
"Tentu saja, Bu. Aku ini kan putranya." Jawab Anthony bangga.
Perhatian Anthony beralih pada Patricia yang duduk di sisi sebelah kanannya.
"Putri Ayah sedang sarapan rupanya." Anthony mengusap kemudian mengecup lembut pucuk kepala Patricia yang ditumbuhi rambut-rambut halus tipis.
"Pppppbbbmmmm." Bayi 8 bulan itu menjawab ucapan ayahnya sambil mengemut biskuit bayi miliknya.
"Ha.. ha.. Kamu lucu sekali. Pelan-pelan, sayang. Tidak ada seorangpun yang akan merebut makananmu itu."
"Mamamamaamama.. " Patricia kecil merespon ucapan ayahnya.
"Sayang. Ini kopi mu. " Dorothy datang dengan secangkir kopi susu panas di tangannya. Ia meletakkannya dihadapan sang suami.
" Terima kasih sayang. " Ucap Anthony dengan senyuman manisnya.
Dorothy kemudian meletakkan sepiring penuh telur mata sapi dan sosis bakar di tengah-tengah meja makan. Kemudian ia duduk di sisi sebelah kanan meja di samping kanan Patricia dan samping kiri Barbara.
Melihat keluarganya sudah lengkap, Anthony mulai memimpin do'a sebelum mereka menyantap hidangan.
"Ayo kita berdoa dulu." Mereka kemudian saling bergandeng tangan satu sama lain dan menundukkan kepala.
"Bapa di Surga, dikuduskanlah namaMu, terpuji selama-lamanya. Terima kasih bahwa sepanjang hidup kami, Engkau tak lalai dalam mencukupi kebutuhan kami. Kami juga bersyukur Tuhan Yesus atas makanan dan minuman yang masih Engkau berikan untuk kami. Berkatilah makanan dan minuman ini supaya menjadi kekuatan bagi tubuh kami, kesehatan, dan kepintaran. Sehingga makanan ini tidak berakhir sia-sia tetapi boleh kembali menjadi berkat untuk kemuliaan namaMu. Hanya di dalam nama Tuhan Yesus, kami berdoa dan mengucap syukur. Amen. "
Mereka kemudian melepaskan tautan tangan mereka dan melakukan tanda salib kecil yakni menyentuh dahi, bibir, dan dada dengan ibu jari yang digerakkan membentuk salib kecil sambil membisikkan kalimat "Semoga sabda Kristus berdiam dalam pikiran, bibir, dan hatiku". Ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah terancung dan dirapatkan, dua jari sisanya ditautkan dan tertekuk ke telapak tangan.
3 Orang dewasa yang memberikan contoh, diikuti oleh Ethan dan Fred melakukan hal yang sama.
.
.
.
Hari itu berlalu di keluarga Anthony seperti biasanya. Setelah menyelesaikan sarapannya pada pukul sembilan pagi, Anthony terlihat menuju kebun bunga miliknya yang berjarak satu kilometer dari kediamannya, dengan mengendarai mobil pickup Honda Acty keluaran tahun 1997 berwarna merah.
Pada pukul dua belas siang, Dorothy dengan mengendarai sepeda mengantarkan makan siang suaminya yang dibawa menggunakan lunchbox. Ia kembali ke rumah satu jam kemudian.
Pada pukul empat sore, Anthony kembali dari kebun. Ia sempat menyapa Tuan Felix yang berpapasan di jalan, menyapa Nyonya Dolores yang sedang duduk di kursi goyang depan rumahnya dan singgah sebentar ke toko serba ada milik Tuan Davis untuk membeli beberapa bahan makanan, susu dan popok bayi.
Dua hari berlalu sejak saat itu, tidak seorang pun melihat Anthony keluar rumah untuk melakukan aktivitasnya seperti biasa. Hingga suatu hari pada pukul 7 pagi, Helena istri Frank Martinez, yang sedang mempersiapkan sarapan untuk keluarganya, mendengar suara gonggong anjing. Frank Martinez merupakan tetangga Anthony yang rumahnya. berjarak 500 meter dari kediaman keluarga Anthony.
(Perlu diketahui bahwa setiap rumah di kota Colma rata-rata memiliki halaman yang luas. Sehingga jarak dengan tetangga sebelah rumah bisa mencapai 500 meter lebih).
Awalnya Helena tidak menaruh curiga sama sekali. Tetapi setelah gonggongan itu tidak berhenti selama lebih dari 10 menit, ia memanggil suaminya yang berada di depan rumah.
" Frank.. Frank..." Sambil berjalan cepat menuju ke tempat suaminya berada.
Frank yang sedang menaikkan peralatan berkebun ke atas pickup, menjawab panggil istrinya.
" Iya sayang. Aku di sini. " Teriaknya.
Helena yang berjalan terburu-buru mendapati suaminya sedang menutup bak pickup dengan mesin pemotongan rumput telah sedia di atas mobil.
"Frank...Apa kau mendengar suara gonggongan anjing?"
Mendengar perkataan istrinya, Frank terdiam sejenak, sambil menajamkan pendengarannya.
Guk.. Guk.. Guk..
Dari tempatnya berada, sayup terdengar suara gonggongan seekor anjing yang dimaksud istrinya.
"Benar sayang. Sepertinya datang dari arah rumah Anthony."
" Apakah itu suara Bella?" Tanya Helena.
Bella adalah anjing betina jenis Golden Retriever milik keluarga Anthony. Bella kecil dipelihara oleh Anthony sejak pria itu belum menikah. Bella biasa menemani Anthony berkebun. Sejak anak-anak Anthony lahir, Bella seakan-akan menjelma menjadi pengasuh untuk buah hati Anthony dan Dorothy. Ia lebih sering berada di rumah dari pada ikut Anthony ke kebun. Menemani putra putri Anthony bermain.
" Sepertinya begitu, sayang. Biar aku lihat sebentar."
"Aku ikut. " Ucap Helena cepat.
Tanpa menjawab perkataan istrinya, Frank berjalan menuju rumah Anthony diikut oleh Helena di belakangnya. Begitu sampai di depan rumah Anthony, suami istri itu melihat Bella menggonggong dengan wajah menghadap ke rumah.
"Sepertinya ada sesuatu tidak beres yang terjadi pada keluarga Anthony." Ucap Frank. "Biar aku liat ke dalam."
Ketika Frank akan melangkah, Helena dengan cepat menarik lengan suaminya.
"Jangan Frank. Sebaik kita tunggu polisi datang. Kita tidak tahu apa yang telah terjadi di dalam sana. Bisa-bisa nanti kau akan merusak barang bukti."
"Atau aku tenangkan Bella lebih dahulu." Ucap Frank selanjutnya.
"Itu juga jangan, Frank. Bella juga termasuk barang bukti. Kamu mau sidik jarimu melekat di tubuhnya? Dan itu akan menyulitkan polisi untuk melakukan investigasi."
Apa yang dikatakan Helena masuk akal. Dalam hatinya, Frank membenarkan hal itu.
"Kalau begitu kita harus segera menghubungi polisi." Ucap Frank kemudian.
" Ya. Sebaiknya begitu."
" Tapi aku tidak membawa ponselku. Apakah kau membawanya, sayang?" Tanya Frank.
"Aku juga tidak."
"Sebaiknya aku ambil ponselku sebentar. Kau di sini saja."
"Baik, Frank. Pergilah secepatnya."
Baru saja Frank melangkahkan kakinya menuju rumah, dari kejauhan ia mendengar suara motor mendekat. Ternyata Dick Thompson dengan motor custom kebanggaannya, sedang melaju ke arah mereka. Tanpa berfikir panjang Frank segera menghentikan laju kendaraan Dick yang berjalan tidak terlalu kencang itu.
"Dick... Berhenti sebentar..!!!"
Melihat Frank yang merentangkan tangannya di tengah jalan, Dick menekan rem tangannya untuk menghentikan laju motornya.
"Ada apa Frank?" Tanya Dick begitu motornya berhenti.
"Apakah kau membawa ponsel mu, Dick?"
"Ya. Aku ada membawanya. Kenapa?"
"Boleh aku meminjamnya sebentar?"
"Tentu saja." Dick merogoh saku celana. Ia mengeluarkan ponsel miliknya dan memberikan pada Frank. Frank dengan cepat mengambil ponsel yang diberikan Dick. Ia segera menekan nomor darurat. Tak lama kemudian, terdengar suara operator menerima panggilan Frank.
"Kantor kepolisian Colma, ada yang bisa dibantu?"
"Frank Martinez di sini. Bisakah kau mengirimkan sejumlah petugas kepolisian ke rumah Anthony Chavez? Sepertinya terjadi sesuatu dengan mereka."
"Bisa dijelaskan apa yang telah kau lihat, Frank?" Tanya operator wanita itu.
"Bella, anjing Golden Retriever milik Anthony yang bisanya bermain di dalam rumah, sekarang ia sedang berada di luar rumah. Anjing itu menggonggong dengan kencang selama sepuluh menit lebih, dengan wajah menghadap ke rumahnya. Aku khawatir telah terjadi sesuatu pada keluarga itu."
"Baik Frank. Aku mengerti. Bisakah kau menyebutkan alamat lengkapnya?"
Frank kemudian menyebutkan di mana rumah keluarga Anthony berada.
"Oke Frank. Terima kasih atas informasinya. Petugas kami akan tiba bersama dengan pelatih anjing dalam 5 menit. Bisakah kau tetap berada di sana hingga mereka tiba?"
"Tentu saja. Aku akan menunggu kedatangan mereka."
"Terima kasih Frank. Semoga harimu menyenangkan."
"Terimakasih kembali."
Panggil itu pun terputus. Frank segera menyerahkan kembali ponsel milik Dick.
"Terima kasih, Dick."
"Sama-sama, Frank." Dick menyimpan ponselnya kembali ke dalam saku celananya.
"Apa yang terjadi, Frank?"
"Entahlah aku pun tidak tahu. Lihatlah Bella dari tadi menggonggong terus."
Dick yang sedari tadi mendengar pembicaraan telepon yang dilakukan Frank, membenarkan hal itu. Pandangannya pun beralih ke arah rumah Anthony. Ia segera memahami situasi yang tengah terjadi saat itu.
"Sepertinya memang telah terjadi sesuatu dengan keluarga Anthony." Ucap Dick pelan. Sesaat mereka sama-sama terdiam.
"Kenapa kau tidak mencoba menenangkan Bella terlebih dahulu, Frank?" Tanya Dick kemudian.
"Aku ingin melakukannya. Tetapi istriku melarang. Mungkin di tubuh Bella ada sidik jari atau barang bukti. Sentuhan tanganku akan merusak hal itu."
"Oh iya. Kau benar. Aku mengerti."
Seperti yang dijanjikan operator, petugas kepolisian datang 5 menit kemudian. Officer Chris Kohrs beserta beberapa rekannya, turun dari mobil. Mereka segera mengamankan situasi. Melihat Frank dan Dick berada di sana, ia mendekat ke arah mereka.
"Siapa yang telah menghubungi petugas operator kami?"
"Aku Pak. " Jawab Frank
"Bisa kau tetap berada di sini? Kami membutuhkan beberapa keterangan dari mu."
"Baik, Pak."
Setelah berkata begitu, Officer Chris segera bergabung dengan rekan-rekannya yang terlebih dahulu telah memasuki halaman rumah Anthony. Seorang petugas polisi, bernama Lewis Powell, yang berperan sebagai pelatih anjing, segera melakukan tugasnya. Tak membutuhkan waktu lama, ia berhasil menenangkan Bella. Anjing betina berbulu keemasan bergelombang itu, kemudian dibawa naik ke mobil khusus milik polisi.
.
.
.