SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
Cinta Terlarang Si Penjual Bakso

Cinta Terlarang Si Penjual Bakso

Pertemuan Yang Bermakna

Dari kejauhan tampak seorang pria paruh baya berjalan dengan perlahan menuju sebuah restoran baru yang terletak di pinggir jalan. Setibanya disana, Pria itu tampak ragu-ragu untuk membuka pintu restoran. Tiba-tiba .....

"Selamat siang, Pak! Ayo silahkan masuk!" sapa seorang pelayan yang ternyata sudah berdiri tepat di sampingnya.

Pria itu sedikit kaget, ia tak menyadari kalau ternyata disebelahnya sudah ada seorang pelayan yang sedang memperhatikannya. Pria itupun tersenyum kecil kemudian membuka pintu restoran dan masuk ke dalamnya.

Setibanya di dalam ia menoleh ke bangku restoran yang tampak penuh.

"Dimana aku akan duduk?" bisiknya dalam hati.

Matanya lalu tertuju ke sebuah kursi yang terletak di pojokan.

"Sebaiknya aku duduk di sana saja," bisiknya kembali.

Pria itu lalu duduk di kursi pilihannya sambil melihat-lihat interior restoran yang tampak indah.

Disaat ia melihat pengunjung yang begitu ramai, tiba-tiba ia teringat akan masa lalunya.

Ia biasa di panggil Pak Anwar oleh orang-orang di sekitarnya. Anwar dahulu seorang pengusaha sukses di luar negeri. Namun, karena suatu peristiwa perusahaannya bangkrut. Dan ia akhirnya memutuskan untuk pulang kembali ke Indonesia.

Di Indonesia, Anwar akhirnya gulung tikar dan jatuh miskin melarat karena perilaku istrinya yang royal. Istrinya pun minta cerai karena tidak sanggup hidup dalam kemiskinan. Kini, Anwar menjadi seorang duda dan hidup sendirian di sebuah kontrakan kecil yang terletak di sudut kota. Ia pun menjalani hari-hari nya dengan kemiskinan dan kesendirian.

Di saat Anwar sedang melamun teringat masa lalunya tiba-tiba ....

"Pak, mau pesan apa?" sapa seorang pelayan yang sudah berdiri di sampingnya.

Pria itu lalu menyodorkan buku menu makanan padanya. Anwar lalu melihat daftar menu itu dengan seksama.

"Mahal sekali harga makanan dan minuman di restoran ini!" bisik Anwar dalam hatinya.

"Ehmm ... saya pesannya nanti saja bareng teman, soalnya teman saya bentar lagi akan tiba," jawabnya.

Pelayan itu lalu pergi meninggalkan dirinya dan melayani tamu yang lain. Sedang Anwar tanpa pikir panjang berdiri dan pergi keluar dari restoran.

Setibanya di rumah, Anwar tiba-tiba mendapatkan sebuah ide cemerlang untuk mencari uang. Ia pun terpikir untuk berjualan bakso dengan harga terjangkau. Bermodalkan keahlian otodidak dari internet, Anwar memutuskan berjualan bakso keliling untuk menyambung hidupnya sehari-hari.

Hari ini adalah hari pertama Anwar berjualan bakso keliling. Ia pun melewati gang-gang kecil dan sempit. Tampak beberapa anak-anak kecil membeli baksonya dengan harga murah meriah senilai dua ribu rupiah per bungkusnya. Berapapun harga yang mereka minta, Anwar tetap melayaninya.

Pada saat itu yang ada dipikirannya adalah semua baksonya harus habis terjual hari itu juga. Sebab, jika tidak habis dalam hari itu maka rasa dari baksonya akan berubah keesokan harinya dan sudah tidak layak lagi untuk dijual pikirnya.

Ketika sedang mendorong gerobaknya, tak terasa Anwar sampai di sebuah perumahan elit. Tampak rumah-rumah mewah nan megah bersusun rapi disana. Anwar lalu berjalan mendorong gerobaknya, sambil memandangi rumah mewah yg ada disana. Ia pun berkhayal kelak bisa mempunyai rumah mewah seperti itu.

"Entah kapan aku bisa memiliki rumah mewah seperti ini lagi," bisik Anwar dalam hatinya.

Ketika sedang asyik mendorong gerobak sambil membunyikan pentungannya, tiba-tiba muncul seorang pria keturunan Tionghoa di salah satu rumah mewah yang ada disana dan ia pun berjalan mendekati Anwar.

"Baksonya satu bungkus Mas, tapi jangan pake cabe, ya!" pintanya sambil tersenyum.

Ia pun memperhatikan Anwar yang sedang membuatkan sebungkus bakso untuknya.

"Mas baru jualan bakso disini, ya? Soalnya baru kali ini liat, lho!" ujarnya.

"Iya Mas, baru hari ini saya berjualan disini. Mudah-mudahan lancar," jawab Anwar.

"Sebelumnya jualan dimana, Mas?" tanyanya.

"Sebelumnya saya bekerja di luar negeri. Tapi karena suatu musibah, saya terpaksa berjualan seperti ini," jawabnya.

"Oh begitu, ya!"

"Kalau Mas ... tinggal sendirian di rumah, ya? Rumahnya kok terlihat sepi?" tanya Anwar balik.

"Oh! Saya tinggal sama istri. Istri saya kebetulan sedang tidak berada dirumah," jawabnya.

Beberapa menit kemudian Anwar pun selesai membuat bakso.

"Ini baksonya udah siap, Mas," ujarnya.

Anwar lalu memberikan sebungkus bakso itu dan pria itu mengambilnya kemudian memberikan selembar uang senilai lima puluh ribu rupiah sebagai pembayarnya.

"Mas, ini uang nggak ada kembaliannya," ujar Anwar.

"Nggak apa-apa! Ambil saja kembaliannya. Besok jangan lupa mampir lagi kesini, ya!" ujarnya lalu tersenyum.

"Terima kasih, Mas!" balas Anwar.

Setelah transaksi jual beli selesai mereka lalu berpisah.

Keesokan harinya Anwar kembali berjualan bakso di jalur yang sama. Ia pun berjalan kembali menyusuri gang-gang kecil sambil membunyikan pentungannya.

Ketika Anwar membunyikan pentungannya di kawasan perumahan elit itu, tiba-tiba pria yang pernah membeli baksonya lusa kemarin muncul kembali dari rumahnya.

"Mas, baksonya satu bungkus. Seperti kemarin, ya! Jangan pakai cabe," pintanya sambil tersenyum.

Anwar lalu mengambilkan sebungkus bakso untuknya.

"Mas, rasa baksonya enak! Yang buat istrinya, ya?" tanyanya.

"Tidak, Mas! Ini saya sendiri yang membuatnya. Saya nggak punya istri," jawabnya.

"Oh! Jadi Mas belum punya istri?"

"Dulu pernah, tapi sudah bercerai," jawab Anwar.

"Maaf ya, Mas!" ujarnya merasa tidak pantas.

"Nggak apa-apa! Saya paham, kok," ujar Anwar.

"Ini baksonya sudah selesai."

Anwar lalu mengulurkan sebungkus bakso kepadanya dan iapun menerimanya kemudian memberikan selembar uang senilai lima puluh ribu rupiah.

"Mas, ini nggak ada kembaliannya." sahut Anwar.

"Nggak apa-apa! Ambil saja kembaliannya," jawabnya.

"Kalau begitu, terima kasih!" ucap Anwar.

"Sama-sama," jawabnya.

Anwar pun memasukkan uang itu kedalam saku celananya.

"Oh iya, Mas! Nama Mas, siapa? Sepertinya bakalan berlangganan, nih," tanya pria itu.

"Nama saya Anwar."

"Aku panggil Pak Anwar aja, bagaimana?" tanyanya.

"Boleh! Kalau nama Mas, siapa?" tanya Anwar balik.

"Kalau aku, panggil aja Ateng," jawabnya.

Setelah berkenalan, Anwar kembali melanjutkan mendorong gerobaknya. Namun, baru beberapa langkah dari rumahnya Ateng, tiba-tiba hujan lebat pun turun mendadak. Anwar berhenti dan duduk berlindung dibawah atap gerobaknya yang kecil. Pakaiannya pun basah terkena percikan air hujan.Tak berapa lama kemudian, Ateng pun datang membawa payung mendekatinya.

"Pak Anwar ... masukin aja gerobaknya ke halaman rumahku! Disini hujan lebat banget."

"Ngak apa-apa aku parkirin gerobakku di teras rumah Bapak?" tanyanya.

"Nggak apa-apa. Parkirin aja!" sahut Ateng.

Anwar melirik ke baksonya yang hampir habis, ia pun mendorong gerobaknya sambil dipayungi oleh Ateng yang berada di sebelahnya. Mereka berdua berjalan masuk ke halaman rumah Ateng yang teduh dari hujan. Setelah memarkirkan gerobaknya di sana, Ateng kemudian mengajak Anwar masuk kedalam rumah karena diluar hujan cukup lebat dan cuaca terasa begitu dingin.

Terungkapnya Rahasia Pribadi

Mereka berdua masuk ke dalam rumah. Anwar duduk di sofa mewah sedangkan Ateng pergi mengambil minuman hangat. Anwar menoleh ke sekeliling ruangan tamu yang terisi dengan perabot-perabot dan lukisan yang indah. Tiba-tiba matanya tertuju ke sebuah lukisan seorang wanita yang ada di dinding.

"Siapakah wanita yang ada dalam lukisan ini?" ucap Anwar dalam hatinya.

Tak berapa lama kemudian Ateng datang membawa minuman hangat untuknya. Anwar mengalihkan pandangannya menuju Ateng.

"Tidak perlu repot-repot, Pak," ujar Anwar.

"Nggak apa-apa. Silahkan diminum!"

Anwar lalu meminumnya, sedangkan Ateng memandangi pakaiannya yang basah karena terkena percikan air hujan.

"Baju Bapak basah, sebaiknya di ganti saja," ujarnya sembari pergi menuju kamar.

Tak berapa lama kemudian Ateng kembali membawa baju sweater miliknya.

"Tidak perlu repot-repot, Pak!"

"Tidak apa-apa! Ini, ganti bajunya! Ntar panuan, lho," ucapnya sambil mengulurkan baju sweater.

Anwar merasa tidak enak dengan perlakuan khusus Ateng padanya, padahal mereka baru berkenalan kemarin. Namun, Ateng memperlakukannya seolah-olah ia sudah seperti teman lama. Anwar menerima baju sweater itu kemudian ia pun mengenakannya.

Setelah selesai berpakaian, mereka kembali berbincang-bincang sembari menunggu hujan berhenti. Dari situlah mereka saling kenal satu sama lain. Istri Ateng ternyata juga keturunan etnis Tionghoa. Istrinya memiliki sifat temperamental, itulah sebabnya ia jarang berbicara dengannya. Setiap diajak mengobrol, pasti berakhir dengan pertengkaran dan itu terjadi berulang-ulang. Ia menikahi istrinya karena di jodohkan oleh orang tua demi memperkuat posisinya di perusahaan.

Setelah itu, mereka berdua beralih membicarakan hal yang lain.

"Pak Anwar, belum kepikiran untuk buka sebuah restoran?"

"Kepikiran, sih! Bahkan, cita-cita saya kalau modal udah cukup akan buka kedai kecil dulu di pasar."

"Bagaimana kalau buka restoran besar saja?" tanya Ateng membuatnya sedikit kaget.

"Buka restoran besar! Itu butuh modal besar, Pak. Sewa tanah, biaya membangun," jawab Anwar.

"Bapak nggak perlu khawatir! Urusan restoran biar saya yang urus. Bapak cukup menjalankannya saja, juga tambah menu-menu yang lain biar terlihat lebih rame. Nanti keuntungannya baru kita bagi sama rata," tuturnya.

"Baiklah! Bapak tentukan saja harinya kapan bisnis itu dimulai. Saya hanya bisa berterimakasih atas semua kebaikan Bapak," ujar Anwar tampak begitu bahagia.

Tak terasa hujan pun berhenti. Anwar lalu pamit pergi meninggalkan rumah Ateng.

************

Malam itu Anwar sedang beristirahat di kosannya. Ia berbaring sembari mengingat tawaran yang telah diberikan oleh Ateng padanya mengenai bisnis restoran itu. Ia sempat berpikir kenapa Ateng begitu baik padanya padahal ia baru saja kenal dua hari yang lalu. Namun, Ateng memperlakukannya seolah-olah ia sudah seperti teman lama. Bahkan Ateng sampai mau mengucurkan dana besar membangun sebuah restoran untuknya.

"Kenapa Pak Ateng begitu baik padaku? Ada apa sebenarnya?" ucapnya menerawang.

Anwar merasa sikap Ateng terlalu berlebihan dan agak misterius. Tapi, beberapa menit kemudian Anwar meyakinkan dirinya sendiri untuk tetap berprasangka baik pada Ateng.

"Mungkin Pak Ateng merasa kasihan mendengar kisah masa laluku yang telah ditinggal oleh istri karena istriku tak sanggup hidup dalam kemiskinan," ujarnya lirih.

Anwar lalu memejamkan kedua matanya. hendak tidur. Malam ini ia tidur lebih awal dari malam sebelumnya sebab besok ia harus segera pergi melihat restoran barunya bersama Ateng.

*********

Keesokan harinya Anwar bersiap-siap hendak pergi ke rumah Ateng. Di saat ia sedang menyetrika pakaiannya, tiba-tiba ponselnya berdering.

"Kriiiiiiiiiiiiiiiing!"

Ia pun melihat nama yang tertera di layar ponselnya dan sesuai dugaannya ternyata Ateng lah orang yang sedang menghubunginya.

"Ya ampun! Cepat sekali Pak Ateng menghubungiku," ujarnya lirih sembari mengangkat panggilan itu.

"Halo, Pak Anwar." sapa Ateng.

"Iya, Pak. Ada apa?" jawabnya.

"Ada dimana rumah kontrakannya Bapak? Saya sekarang lagi di tepi jalan." ujarnya.

"Oh, iya. Tunggu, saya akan segera keluar!" sahut Anwar bergegas.

Anwar menyudahi menyetrika pakaiannya. Ia bergegas mengenakan pakaian kemudian keluar dari rumah. Tampak mobil mewah di tepi jalan tak jauh dari rumah kontrakannya. Di dalam mobil sudah ada Ateng yang sedang menantinya.

Melihat Anwar yang berdiri di depan pintu, Ateng pun menjalankan mobilnya bergerak memasuki halaman rumah Anwar.

"Pak Anwar ... ayo masuk! Kita akan segera berangkat," panggil Ateng sembari melambaikan tangan kanannya mengajak masuk.

Anwar lalu masuk ke dalam mobil mewah itu. Ia pun duduk di samping Ateng kemudian mengemudikan mobil.

Di dalam mobil mereka berbincang-bincang sambil menuju restoran baru milik Anwar. Setelah mereka tiba di restoran, mereka pun keluar dari dalam mobil. Tampak sebuah restoran mewah bertingkat yang akan di tempati Anwar tertulis di atasnya Restoran Anwar. Anwar terlihat begitu bahagia saat menyaksikannya.

"Terima kasih, Pak! Sekali lagi, terima kasih!" ucapnya sambil menyalami kedua tangan Ateng.

"Mulai besok Bapak tinggal di restoran ini saja!" pintanya.

Kemudian Ateng memeluk Anwar yang tampak begitu bahagia.

"Nggak apa-apa! Semua ini kelak akan menjadi miliknya Bapak. Pak Anwar cukup menjalaninya saja dengan tekun," ujar Ateng sambil mengusap-usap punggungnya.

Setelah puas berpelukan mereka pun lalu masuk ke dalam restoran itu. Ateng kemudian menjelaskan setiap ruangan beserta fungsinya. Di dalam restoran itu juga terdapat beberapa kamar yang luas beserta tempat tidur yang besar dan sebuah lemari. Di restoran itu juga tersedia dapur yang lengkap disertai dengan peralatan memasaknya. Ateng pun tiba-tiba memikirkan sesuatu.

"Pak Anwar, sepertinya Bapak butuh karyawan, deh. Kira-kira berapa orang karyawan yang Bapak butuhkan?" tanyanya.

"Terserah Pak Ateng saja!"

"Dua puluh. Cukup mungkin, ya," tebak Ateng.

"Iya itu udah cukup. Tapi ... gimana gaji karyawannya?" tanya Anwar bingung.

"Masalah gaji karyawan Pak Anwar nggak usah pikirin. Pak Anwar cukup fokus membuat bakso dan menambah menu makanan lainnya."

"Terima kasih, Pak Ateng! Mudah-mudahan Tuhan akan membalas semua kebaikannya Bapak," ujarnya.

lalu Ateng mengajak Anwar berkeliling kota, hingga tak terasa hari pun telah menjelang malam. Ateng mengajak Anwar menginap di hotel karena tubuhnya kelelahan dan tak sanggup mengemudi lagi. Anwar pun mengiyakan permintaan Ateng karena segan dengan Ateng yang terlalu baik padanya. Mereka menuju sebuah hotel bintang lima untuk menginap disana.

Setibanya di sana, Mereka memesan sebuah kamar dan menginap disana. Pegawai hotel itu memberikan kunci kamar kepada mereka. Mereka lalu di antar oleh salah satu karyawan hotel, hingga akhirnya mereka tiba di kamar. Ateng membuka pintu kamar. Tampak kamar hotel yang luas dengan tempat tidurnya yang mewah.

Anwar duduk di kasur empuk sambil memandangi perabotan di sekelilingnya dengan perasaan bahagia, karena selama ini ia hanya tidur di kasur santai tipis di kontrakannya. Ateng lalu duduk di sebelahnya sembari menatap wajah Anwar yang tampak bahagia. Sedang asyik-asyiknya Anwar memperhatikan di sekelilingnya, tiba-tiba ia sadar kalau Ateng sedang menatap wajahnya dari tadi dengan tatapan misterius.

"Apa ada yang salah, Pak?" tanya Anwar dengan perasaan grogi.

"Nggak ada apa-apa. Saya hanya senang saja lihat Pak Anwar bahagia," sahutnya.

"Ini. Minum bareng, yuk! Untuk meresmikan hubungan kita," sahut Ateng sambil menuangkan minuman kedalam gelas dan mengulurkannya kepada Anwar.

Anwar mulai bingung dengan apa yang di ucapkan Ateng.

"Hubungan apa yang Pak Ateng maksud?" ujarnya penuh tanda tanya.

"Menurut Pak Anwar hubungan apa lagi?" jawabnya.

"Pasti hubungan pertemanan," bisik Anwar dalam hatinya.

Anwar pun menerima gelas yang berisi minuman itu dan meminumnya. Mereka sama-sama meminumnya sambil tos (mengadukan ke dua gelas).

Selang tak berapa lama, Anwar mengganti pakaiannya dengan baju tidur. Sedang Ateng pergi membuka lemari dan mengganti pakaiannya dengan baju tidur. Setelah itu, mereka duduk di atas kasur. Sesaat Ateng terlihat ingin mengatakan sesuatu.

"Ada apa lagi, Pak? Bapak Ateng mau bilang apa?" tanya Anwar keheranan.

"Pak Anwar. Sebelumnya, saya ingin mengatakan sesuatu. Tapi saya takut Bapak akan menjauhi saya setelah mendengar pengakuan ini," ucapnya dengan terbata-bata.

Anwar mulai penasaran, dengan apa yang ingin dikatakan oleh Ateng.

"Nggak apa-apa, Pak. Katakan saja! Saya janji tidak akan marah dengan apa yang akan Bapak katakan." ucap Anwar.

"Pak Anwar, sebenarnya ... sebenarnya ...,"

Tiba-tiba Ateng berhenti berbicara seolah-olah mulutnya sedang terkunci.

"Sebenarnya apa, Pak? Katakan saja! Saya janji saya tidak akan marah," ucap Anwar kembali meyakinkannya.

"Sebenarnya wajah bapak mirip sekali dengan dengan kakak kandung saya yang telah meninggal lima tahun yang lalu," ucapnya lirih membuat Anwar menjadi bingung.

"Maksud, Bapak?" tanya Anwar kembali.

"Sebenarnya ... saya sudah menganggap Bapak sebagai kakak saya semenjak kita pertama kali bertemu. Namun, saya tidak berani menceritakannya karena takut Bapak marah kemudian meninggalkan saya untuk selamanya," ucapnya dengan suara terbata-bata.

Ateng lalu mengambil dompetnya kemudian mengeluarkan secarik photo dirinya bersama almarhum kakaknya.

"Ini Pak! Pria yang di sebelahnya itu adalah almarhum kakak saya yang telah lama meninggal dunia," ucap Ateng mengulurkan gambar itu kepada Anwar.

Anwar menerima gambar itu kemudian memperhatikan wajah pria yang ada didalamnya. Wajah pria itu terlihat begitu mirip dengannya hanya cara berpakaian nya saja yang berbeda.

"Wajah orang ini benar-benar mirip dengan wajahku," bisik Anwar dalam hati.