Sistem Kacamata Super
Acara tahlilan tujuh hari meninggalnya Sasmito, ayah tiri dari Ken Shankara bari saja selesai.
Ken bersama kedua kakak tirinya Abas, Karin dan suaminya Ghandi sedang bersih-bersih di ruang tamu.
"Bang.. sudah bilang atau belum sama dia?" Tanya Karin pada Abas.
"Oiya.. lupa." Abas menggulung tikar lalu menyandarkannya ke tembok.
"Ken, aku akan pindah ke rumah ini bersama istri dan kedua anakku. Mereka sedang packing barang-barang makanya nggak bisa datang. Kamu tolong cari tempat tinggal lain ya. Waktunya tiga hari."
Bak petir di siang bolong, Ken kaget dirinya diusir secara terang-terangan setelah ayah tirinya meninggal.
"Cuman tiga hari bang waktunya?"
"Iya, karena kontrakan ku sudah habis masa kontraknya tiga hari lagi."
"Tapi itu terlalu cepat bang, bisa nggak kalau—"
"Heh.. kamu tu seharusnya sadar diri Ken, kamu nggak ada hak tinggal di rumah ini. Rumah ini milik ayah kita berdua. Kamu sudah bagus boleh tinggal disini setelah ibu kamu meninggal." Karin memang sejak dulu tidak begitu suka pada Ken, dia selalu judes pada Ken.
"Iya mbak, aku tahu. Oke aku akan pergi dari rumah ini secepatnya." Ken berjalan keluar dari rumah, dia sedang menahan emosinya, dia berusaha tidak terpancing emosinya, jadi lebih baik menghindar.
"Dasar anak nggak punya sopan santun!" Teriak Karin penuh emosi namun Ken tidak peduli dia terus berjalan.
Langkah kaki Ken terhenti di sebuah mini market. Dia masuk lalu membeli sebuah es krim cone untuk mendinginkan hatinya yang sedang panas.
Ken menghabiskan es krimnya dalam waktu sekejap. "Ahhh.. segar sekali." Ken mendongak menatap ribuan bintang yang seolah menyemangatinya.
"Pak.. buk.. baik-baik ya disana. Nggak usah pikirin Ken, aku pasti bisa jaga diri sendiri." Ken menggumam sendiri seolah sedang berkata pada ayah tiri dan ibunya yang telah tiada.
Ken berdiam diri sambil mengamati kendaraan yang lalu lalang di jalan raya.
......................
"Apa? Jadi si abang kamu yang nggak pernah ngurusin bapaknya waktu sakit itu sekarang mau mengambil alih rumah bapak kamu? Gila tuh orang!" Beno sesama kurir pengantar barang, teman Ken langsung tersulut emosi saat mendengar curhatan temannya itu.
"Wah.. ini sih nggak benar Ken! Si abang kamu itu anak yang selalu bikin bapak kamu darah tinggi, bahkan dia yang bikin bapak kamu stroke selama tiga tahun terakhir. Eh.. sekarang giliran bapaknya udah mati—"
"Meninggal Res." Ken mengoreksi pilihan kata yang Ares gunakan karena merasa tidak terima.
"—Eh.. iya, maksud aku meninggal Ken, sorry. Iya, giliran bapaknya udah meninggal mau ambil alih rumah bapaknya? Ckck.. fix! Bukan manusia sih dia Ken." Ares juga teman Ken, sesama kurir pengirim barang.
"Jangan mau Ken pergi dari rumah itu! Kamu yang merawat bapak kamu selama tiga tahun, kamu berhak juga dong tinggal di rumah itu!" Beno sedang memindai barcode paket-paket yang menumpuk.
"Iya Ken benar kata Beno, kamu tetap tinggal aja di situ." Ares sedang memilah paket yang sudah di pindai Beno sesuai wilayah alamat penerima paket.
"Tapi aku kan bukan anak kandung bapak." Ken membantu Beno memindai barcode paket.
"Tapi masalahnya anak kandung bapak kamu itu nggak punya hati. Udah tahu bapaknya sakit tapi menjenguk aja jarang. Iya kan Res?" Beno mencari dukungan dari Ares.
"Betul Ben, bahkan kita aja yang cuman teman anak tirinya lebih sering menjenguk dan menanyakan kabar bapak kamu lho dari pada abang sama mbak kamu itu Ken." Ares dan Beno memang bak api yang bertemu minyak.
"Kalian kenapa sih malah bahas soal itu? Aku ini tanya dimana ada kosan yang sebulan bayarnya lima ratus ribu, kalian malah mengungkit hal lain. Udah ah, kasihan bapak disana nanti jadi nggak tenang." Ken yang si empunya masalah malah lebih tenang dari teman-temannya.
"Di kos aku penuh Ken." Akhirnya Beno menjawab.
"Di rumah aku juga nggak ada kamar kosong." Jawab Ares.
"Siapa juga yang mau tinggal di rumahmu Res. Di dekat rumah kamu ada kosan kosong nggak?"
"Mana aku tahu, kan aku bukan pak RT yang tahu segalanya di lingkungan sekitar, haha.." Sekarang Ares dan Beno malah bercanda hahahihi.
"Huft.. cerita sama kalian memang sama aja dengan cerita sama tembok."
"Beda dong, cerita sama tembok nggak bakal bisa bikin kamu tertawa Ken." Beno sengaja menyenggol bahu Ken.
"Sudah ah.. aku mau berangkat dulu. Paket yang di areaku sudah siap, mau sekalian hunting kosan biar nggak jadi tuna wisma." Ken membawa paket ke keranjang pengiriman barang.
"Semangat ya Ken!" Teriak Ares.
Ken menaiki motor berkeliling mengantar paket kepada penerimanya.
Ken melihat jam tangannya, pukul setengah sembilan malam. Ken memeriksa aplikasi kurir miliknya, sudah selesai, semua nomor resi sudah terkirim tapi ada satu paket yang tidak terdaftar dalam aplikasinya.
"Eh.. kenapa masih ada yang tertinggal?" Ken mengambil paket berukuran kecil, lalu melihat alamat penerima.
"Hmm.. nggak jauh, sudahlah antar aja." Tidak ambil pusing soal aplikasi Ken menuju ke alamat yang dituju dengan sepeda motornya.
Lalu sampailah Ken di depan rumah mewah dengan pilar-pilar besar.
Ken memencet bel, lalu seorang pria tua keluar dari rumah itu.
"Paket ya?" Tanya pria jangkung yang rambutnya sudah putih dan kulitnya mengerut.
"Iya pak atas nama Lambang Juana."
"Iya itu saya, ayo masuk."
Ken bingung kenapa barangnya tidak diterima tapi malah menggandengnya masuk ke rumah.
"Emm.. maaf pak, paketnya bisa minta tolong di terima dulu?" Ken pasrah tangannya ditarik hingga masuk ke rumah mewah itu.
"Nanti letakan saja di meja. Kita makan dulu." Ajak Lambang.
'Makan?'
Ken ditarik hingga ke kursi makan. Ken melotot saat melihat hidangan yang bermacam-macam tersaji di meja makan besar di hadapannya.
"Ayo makan, sepuasnya." Lambang mempersilahkan Ken duduk.
Ken tidak dapat mengontrol keinginannya untuk melahap, selain belum makan malam, makanan di hadapannya juga terlihat menggiurkan.
KRUUK..
Monster di perut Ken meronta-ronta minta diberi makan.
"Haha.. tuh.. perutnya sudah ngamuk. Ayo makan." Lambang mengambil nasi dan lauk pauk lalu diberikan pada Ken.
"Terima kasih pak."
"Nama saya lambang, kamu?"
"Saya Ken pak. Kalau boleh tahu kenapa bapak mengajak saya makan?" Ken penasaran.
"Karena aku tahu kamu sedang kelaparan dan karena aura kebaikanmu, aku jadi semakin yakin kamulah orang yang tepat."
Ken mengerutkan dahi, dia tidak tahu apa yang dibicarakan oleh Lmabang. Dia mengira Lambang mungkin stres atau asa gangguan jiwa. 'Jangan-jangan makanan ini di racun?' Dalam hati Ken ragu, tapi disisi lain dia merasakan bahwa Lambang adalah orang yang baik.
Bersambung...
Akhirnya Ken makan, perlahan tapi pasti obrolan Ken dan Lambang semakin asik, mereka bisa akrab dalam waktu singkat.
Hingga tak terasa sudah pukul sebelas malam.
"Ken.. aku ada hadiah untukmu." Lambang memberikan sebuah tempat kacamata.
"Tapi pak, saya—"
"Terima saja, ini rezekimu. Tapi ingat kamu harus selalu bersedekah dan berbuat baik terhadap sesama. Ayo ambil."
Akhirnya Ken menerima pemberian Lambang. Ken lalu ijin pulang dan bilang bahwa lain kali sia akan datang lagi, tapi Lambang hanya menjawab dengan senyuman.
Sesampainya di rumah, Ken melihat Abas sedang membawa lemari tua milik ayahnya ke luar dari rumah.
"Mau dibawa kemana bang? Itu kan lemari kesayangan bapak?" Ken menahan Abas.
"Mau aku jual ke tukang loak, lemari udah lapuk begini cuman laku dijual di tukang loak doang. Di rumah menuh-menuhin tempat."
"Aku beli bang, berapa? Aku transfer sekarang juga." Ken mengeluarkan ponselnya.
"Emm.. satu juta deh kalau begitu." Abas memberi nominal yang lumayan tinggi untuk lemari itu, tapi Ken tidak membantah, dia langsung melakukan transaksi transfer ke rekening Abas melalui ponselnya.
"Sudah aku transfer, buktinya sudah aku kirim." Ken membawa lemari itu masuk lagi ke rumah.
"Eh.. gimana udah dapat kos belum?" Tanya Abas.
"Besok dapat, tenang aja Bang." Ken membawa masuk lemari itu ke kamarnya lalu menutup pintu.
Ken memandang lemari kesayangan ayah tirinya itu. Lemari itu adalah peninggalan leluhur.
Ken menaruh tasnya di meja lalu berbaring di kasurnya, memandang lemari itu sambil membayangkan ayahnya.
Walau Ken adalah anak tiri tapi dialah yang paling dekat dengan ayahnya.
Klotak..
Tempat kacamata yang diberikan Lambang tiba-tiba jatuh ke lantai. Ken mengambil lalu membukanya, terdapat sebuah kacamata bening berbingkai warna silver.
Ken mencoba kacamata itu lalu sebuah hologram besar muncul di hadapannya.
...[ Selamat datang user baru! Anda telah mengaktifkan sistem teka-teki kacamata super.]...
Ken melepaskan kacamata itu karena kaget. Ken menggosok-gosok matanya, dia tidak percaya dengan apa yang muncul dihadapannya tadi.
"Apa itu?" Ken kembali memakai kacamata itu lalu muncul hologram yang sama.
...[ Sebutkan nama anda!]...
"Ken." Jawab Ken lirih.
...[ Sebutkan nomor rekening anda beserta nama bank! ]...
Ken mengerutkan dahi, kenapa tiba-tiba nomor rekening?
"080220211455, bank rakyat sejahtera."
...[ TING! User baru terverifikasi! Selamat datang user 802 Ken! Anda telah mengaktifkan sistem ini. Angkat tangan kanan anda jika ingin melakukan soal percobaan dengan reward rendah. ]...
Semakin lama semakin tidak paham itu yang ada di otak Ken saat ini.
Tapi karena penasaran Ken mengikuti perintah sistem, dia mengangkat tangan kanannya.
...[ Teka-teki percobaan 01 :...
...'Mana yang lebih berat besi 10kg dengan kapas 10 kg?' ]...
Ken tertawa kecil lalu menjawab. "Sama aja dong kan sama-sama 10kg."
...[ Anda benar! Seratus ribu rupiah sudah masuk ke akun anda. ]...
"Ha? Apa-apaan ini?"
...[ Jika ingin lanjut angkat tangan kanan anda, jika ingin menarik ke rekening anda angkat tangan kiri. ]...
Ken mengangkat tangan kirinya
...[ Selamat penarikan dana berhasil. ]...
Ken cepat-cepat melihat saldo di rekeningnya melalui ponsel, dan benar saldonya bertambah.
"Benar bertambah. Sistem lanjut pertanyaannya." Kata Ken bersemangat karena tahu bahwa dirinya menemukan suatu keajaiban.
Namun sistem tidak bergerak sama sekali. Ken berpikir sejenak, lalu mengangkat tangan kanannya.
...[ Teka-teki percobaan 02 : 'Ditutup jadi tongkat, dibuka jadi tenda. Apakah aku? ]...
Ken berpikir sejenak, sudah lama sekali rasanya tidak menemukan teka-teki remeh seperti ini.
"Payung?"
... [ Anda benar! Dua ratus ribu rupiah sudah masuk ke akun anda. ]...
...[ Jika ingin lanjut angkat tangan kanan anda, jika ingin menarik ke rekening anda angkat tangan kiri. ]...
Ken semakin bersemangat, dia mengangkat tangan kanannya.
...[ Teka-teki percobaan 03 : 'Aku bisa dimakan, rasaku mania dan bisa juga buat baper. Apakah aku? ]...
Ken mengerutkan dahi, saat sekolah dulu dia memang pandai tapi di sekolah tidak ada pelajaran teka-teki seperti ini.
"Apaan dong jawabannya?"
Ken berjalan mondar-mandir mencoba menemukan jawaban di otaknya.
"Emm.. kecup manis?" Jawab Ken ragu.
...[ Anda benar! Empat ratus ribu rupiah sudah masuk ke akun anda. ]...
...[ Jika ingin lanjut angkat tangan kanan anda, jika ingin menarik dana ke rekening anda angkat tangan kiri. ]...
"Waah.. jadi aku udah dapat tujuh ratus ribu?" Ken kembali mengangkat tangannya.
...[ Teka-teki percobaan telah selesai. Misi 01 : Memberi pemulung makanan yang layak. // Reward : Glowing pada bagian wajah. // Jika menerima misi angkat tangan kanan anda atau angkat tangan kiri anda untuk menarik dana ke rekening.]...
Ken segera mengambil jaket dan tasnya lalu berlari keluar rumah, menaiki motornya untuk membeli makan. Ken membeli sebungkus nasi rames dan teh hangat. Lalu dia ke minimarket membeli roti dan beberapa camilan. Ken kembali menaiki motornya untuk mencari seorang pemulung. Dan dia menemukan di depan ruko.
"Malam pak, ini untuk bapak." Ken memberikan semua yang baru saja ia beli.
"Terima kasih nak. Saya belum makan hari ini, terima kasih nak. Tuhan akan mengganti lebih banyak untukmu. Siapa namamu nak?" Pemulung itu menggenggam tangan Ken.
"Hehe.. sama-sama pak. Amiin.. saya baru dapat rejeki. Semoga bermanfaat untuk bapak. Emm.. panggil saja saya Mr. Kacamata. Permisi pak, saya pergi dulu." Ken menaiki motornya hendak pulang.
Hologram muncul kembali.
...[ Selamat misi 01 selesai. Reward berhasil di dapatkan! Teka-teki selanjutnya akan hadir kembali besok. Jangan lupa untuk selalu check-in setiap hari. Terima kasih Ken! ]...
Ken bercermin di kaca spionnya. Dan benar bekas jerawat yang ada pada wajahnya memudar.
"Waaah.. aku bisa jadi kaya dan ganteng dengan sistem ini." Ken tersenyum, lalu menaiki motornya pulang ke rumah.
......................
Pagi ini Ken berniat untuk pergi ke rumah Lambang untuk menanyakan tentang kacamata yang dia berikan. Namun apa yang di dapat Ken?
Rumah Lambang dipenuhi manusia yang melayat. Karangan bunga menghiasi halaman rumah Lambang.
Ken berlari masuk ke rumah Lambang lalu disambut oleh seorang laki-laki berusia tiga puluh tahunan.
"Maaf tidak sembarangan orang boleh mendekat." Katanya sambil menahan Ken masuk ke rumah.
"Apa yang terjadi pak? Semalam bapak Lambang sehat-sehat saja kok. Saya makan malam bersamanya." Ken kaget setelah melihat keranda yang berbalut kain hijau dengan foto Lambang di sampingnya.
"Anda Ken Shankara?"
"Iya pak." Ken bingunf bagaimana orang ini bisa tahu namanya.
"Sebentar." Lelaki itu pergi mengambil sebuah amplop.
"Anda adalah orang terakhir yang bertemu bapak Lambang. Dia tampaknya sangat terkesan dengan anda. Amplop ini dia genggam hingga akhir hayatnya." Lelaki itu memberikan sebuah amplop coklat pada Ken.
Ken menerimanya.
"Pak.. boleh saya menyolatkan jenazah?" Tanya Ken.
"Silahkan, anda sudah boleh masuk."
Ken berjalan mendekat, dia lama mandang kain hijau itu lalu sholat.
'Bapak Lambang, tenang disana ya pak. Jujur saya sedih pak, ada banyak hal yang ingin saya tanyakan mengenai kacamata yang bapak beri.' Batin Ken.
Tak terasa Ken menangis.
Dia segera pergi dari rumah Lambang, untuk berangkat ke tempat kerja.
Bersambung...