SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
SUAMI PENGGANTI YANG TERHINA

SUAMI PENGGANTI YANG TERHINA

BAB 1 : MENANTU TERHINA

“Richard! Kenapa ruang keluarga masih banyak debu! Ini juga barang-barang berantakan tidak sesuai tempatnya!” teriak Sabrina menggelegar di seluruh penjuru rumah.

Pria yang memiliki perawakan tinggi dan tegap itu berlari tergopoh-gopoh dari kamarnya. Deru napasnya berembus dengan kasar. Ia segera menghampiri ibu mertuanya, yang tengah mencolek debu di meja dan sekelilingnya.

“Maaf, Ma. Saya harus menyiapkan keperluan Velyn dulu sebelum berangkat ke kantor,” tutur Richard dengan suara pelan.

“Saya tidak mau tahu! Intinya setiap saya mau bersantai di mana pun, tempat harus sudah bersih tanpa debu satu pun!” berang Sabrina melotot dengan tajam pada pria berstatus menantu barunya itu.

Richard menghela napas berat, “Baik. Akan segera saya kerjakan, Ma,” ucap lelaki itu segera beranjak mengambil peralatan kebersihan.

“Apa sih, Ma! Pagi-pagi udah ribut aja. Pusing aku dengernya!” Velyn berucap sembari menuruni anak tangga dengan langkah anggun.

Balutan dress selutut dan jas terlihat pas ditubuh semampai wanita itu, sepasang high heels menemani setiap langkah kaki jenjangnya. Pertanda, ia sudah siap beraktivitas di kantor seperti biasa.

“Ini nih, suami kamu. Ngapain aja sih dari pagi? Sudah jam segini masih belum beres juga kerjaan rumah!” cebik Sabrina menatap remeh menantu laki-lakinya.

Richard tak peduli, ia tetap menyeka setiap debu yang ada di meja, sofa dan sekitar ruang keluarga.

“Setrika baju aku, Ma. Lagian Mama sih! Kenapa pecat dua ART kita?” balas Velyn melenggang ke meja makan untuk sarapan seperti biasa.

“Gunanya suami kamu apa, Vel? Dari pada jadi pelayan di bar seperti dulu, mending bersih-bersih rumah kita lah. Lumayan bisa mengurangi budget bulanan!” cibir Sabrina memutar bola matanya malas.

Tidak terlalu ambil pusing, Velyn segera duduk di kursinya. Ia sendiri tidak terlalu peduli dengan kondisi suaminya. Gara-gara lelaki itu, pernikahan Velyn dengan sang kekasih harus kandas.

Selang beberapa saat, semua sudah berkumpul di meja makan. Richard segera mencuci tangan, lalu melangkah cepat ke sana, sebelum amarah dari mertuanya kembali mencuat.

Satu per satu ia layani, mengambilkan makanan untuk ayah ibu mertua, adik ipar dan juga istrinya. Baru dia bisa duduk bergabung di meja makan.

“Kak Velyn, aku nebeng berangkat kuliah ya. Mobilku masih di bengkel!” pinta Debora—adik Velyn.

“Hemm!” Hanya itu sahutan Velyn. Ia makan dengan cekatan, muak sekali rasanya berada di rumah dan harus bertemu suaminya. Walaupun memiliki wajah yang rupawan, tapi kebencian Velyn pada sang suami telah mendarah daging.

...\=\=\=\=oOo\=\=\=\=

...

Velyn dan Debora beranjak keluar setelah menyelesaikan sarapannya. Hanya berpamitan pada orang tuanya, tanpa memedulikan Richard.

Pria itu mendengkus, sudah satu minggu lamanya menjadi bagian dari Keluarga Narendra. Namun, tak satu pun penghuni rumah yang menghargainya. Termasuk, istrinya sendiri.

“Aduduh! Pinggang Papa kok tiba-tiba sakit sekali ya, Ma!” rintih Narendra, saat beranjak dari kursi.

“Eh, kenapa, Pa? Bukannya tadi baik-baik saja?” sahut Sabrina menautkan kedua alisnya.

“Enggak tahu, Ma. Sakit sekali, buat bergerak saja sakit!” tambah Rendra meringis kesakitan, sembari memegangi pinggang bawahnya.

Richard segera mendekat, “Pindah ke ruang tengah saja, Pa. Mari saya bantu!” tawar lelaki itu.

Rendra tampak keberatan, matanya bahkan memicing tajam. Akan tetapi mau bagaimana lagi. Ia terpaksa menerima uluran tangan menantu yang ia anggap sampah itu.

Perlahan-lahan, Richard menopang tubuh Rendra dan membantunya duduk di sofa panjang.

“Bagian mana yang sakit, Pa?” tanya Richard sembari berjongkok.

Malas menjawab, karena Rendra pikir tidak ada gunanya. Ia hanya merintih sembari menekan-nekan pinggang bawahnya.

Richard mengangguk, ia meminta izin pada ayah mertuanya untuk memijatnya. Meski tak mendapat jawaban, Richard tetap duduk bersila lalu mulai menekan titik syaraf-syaraf di telapak kaki Rendra.

“Aaarggh! Menantu sialan! Apa yang kamu lakukan? Kau ingin membunuhku?” berang Rendra menendang Richard hingga terjengkang. Ia semakin merasakan sakit yang luar biasa.

Richard terdiam sesaat, mengamati wajah ayah mertuanya yang pucat pasi, keringat dingin mulai menyembul di kening, kemudian dari keluhan dan titik syaraf yang ia pijat, Richard bisa menyimpulkannya.

“Maaf, Pa. Tetapi, selama lima tahun terakhir saya bisa melakukan pijat tradisional. Dari sini saya juga bisa mendeteksi penyakit Papa. Menurut saya, ginjal Anda sedang bermasalah. Tolong kurangi makanan mengandung garam dan perbanyak minum air putih,” papar Richard menjelaskan.

“Helleh! Tahu apa kamu tentang dunia medis?” sentak Sabrina mendorong bahu Richard. “Awas saja kamu kalau suamiku kenapa-napa! Aku bisa menuntutmu ke penjara!” tambahnya melotot tajam.

“Terserah Mama. Kalau tidak percaya silakan periksa ke rumah sakit sekarang. Mari, saya antar,” tawar Richard mengedikkan bahu. Lalu beranjak dari lantai, melenggang keluar untuk menyiapkan mobil.

Setengah berlari, Richard kembali masuk dan membantu ayah mertuanya masuk ke mobil.

...\=\=\=\=ooo\=\=\=\=

...

Sesampainya di rumah sakit, hasil pemeriksaan dokter ternyata sama dengan apa yang tadi diucapkan Richard. Untuk sementara, masih bisa menjalani pengobatan rawat jalan.

Richard mengendarai mobil dengan kecepatan rendah. Karena Rendra terus mengeluh dan merintih kesakitan.

“Diagnosa saya dengan dokter sama kan, Pa? Selain obat-obatan medis, nanti saya akan bantu terapi pijat tradisional untuk mengurangi rasa nyerinya,” ucap Richard menatap spion yang menggantung di atasnya.

“Paling juga kebetulan!” cibir Sabrina mencebikkan bibirnya.

“Terserah Mama. Saya hanya berusaha membantu. Tidak mungkin saya menyakiti ayah mertua,” balas Richard dengan santai.

“Lakukan saja! Tapi awas kalau tidak bisa sembuh dalam satu minggu ke depan!” perintah Rendra yang menyandarkan kepala sembari memejamkan mata. Richard hanya tersenyum disertai sebuah anggukan.

Selesai mengantar mertuanya sampai di kamar, Richard mendapat perintah untuk menjemput Debora di kampus. Mengingat mobil gadis itu masih berada di bengkel.

...\=\=\=\=ooo\=\=\=\=

...

Hanya dengan pakaian sederhana, kaos putih dan celana jeans, pria itu bersandar di badan mobil setelah terparkir di depan kampus tempat Debora menimba ilmu.

Satu per satu para mahasiswa mulai berhamburan keluar, karena jam kuliah sudah habis. Richard mengedarkan pandangannya, takut jika adik iparnya menunggu terlalu lama.

Tak berapa lama, Debora membeliak lebar saat tahu kehadiran kakak iparnya. Ia segera berpamitan pada teman-temannya dan berlari dengan terburu-buru. Pasalnya, mereka tahu Richard adalah pelayan bar. Karena Debora dan teman-temannya sering pergi ke tempat Richard bekerja. Ia tidak ingin teman-temannya tahu jika pria itu adalah kakak iparnya.

“Ngapain kamu di sini? Mana Papa?” sentak Debora merundukkan kepala, mengintip isi mobil.

“Aku yang jemput. Papa lagi sakit,” balas Richard dengan santai membukakan pintu untuk gadis itu.

BUGH!

Debora melempar tasnya tepat di dada Richard. Untung saja segera ditangkap. “Buruan jalan! Jangan sampai teman-temanku tahu siapa kamu!” gerutu gadis itu melempar tubuhnya ke jok penumpang.

Richard menghela napas panjang demi mengurai kesabarannya. Ia segera duduk di kursi kemudi, meletakkan tas Debora di sebelahnya. Perlahan, melajukan mobil dengan kecepatan rata-rata.

Baru meninggalkan kampus selama lima belas menit, tiba-tiba ada mobil yang melintang, menghadang mobil yang dikendarai oleh Richard.

Mau tak mau, lelaki itu menginjak pedal rem kuat-kuat. Bahkan tubuh Debora sampai terhuyung ke depan.

“Woi! Bisa nyetir nggak sih!” teriak Debora memekakkan telinga.

Richard hanya diam saja tak menanggapi umpatan Debora. Matanya fokus ke depan, memperhatikan beberapa orang berpakaian rapi yang menghampirinya.

Bersambung~

Assalamu'alaikum, Besti 🙏💋 Selamat datang di karya baru saya. Jangan lupa subcribe, like, komen dan rate nya ya. Semoga syuka 🤗😘

BAB 2 : PIJAT TRADISIONAL

“Sumpah kalau bukan kakak ipar aku lempar ke jalanan!” gerutu Debora mengusap keningnya yang terantuk sandaran jok depan.

Gadis itu menegakkan tubuh, matanya seketika membeliak lebar ketika melihat barisan pria kekar yang menghalangi kendaraannya.

“Siapa mereka? Jangan-jangan rentenir? Kamu punya hutang ya? Beban banget sih jadi orang!” cecar Debora tiada henti.

Cengkeraman tangan Rihard pada setir mobil menguat, dalam diamnya rahang lelaki itu mengeras disertai kilat tajam dari manik matanya.

“Kamu jangan keluar! Di sini saja! Biar aku selesaikan urusanku. Ingat! Jangan keluar atau kamu akan menjadi jaminan mereka!” tegas Richard menakut-nakuti adik iparnya.

“Dih! Jangan bawa-bawa aku atau keluargaku, sialan!” umpat Debora sarkasme.

“Hemm!” balas Richard lalu keluar dari mobil dan menghampiri para lelaki itu.

Debora memilih memainkan ponsel untuk membuka media sosialnya. Acuh tak acuh terhadap apa yang terjadi dengan kakak iparnya. Ya, gadis itu sedari awal tidak setuju kakaknya menikah dengan pelayan bar itu.

...\=\=\=000\=\=\= ...

Richard berdiri tegap, menatap nyalang satu per satu yang ada di hadapannya, serentak para lelaki itu membungkuk hormat.

“Mau apa lagi kalian?” geram Richard penuh penekanan. Ia sangat mengenal orang-orang suruhan kakeknya itu.

“Tuan Muda, akhirnya kami menemukan Anda. Kami ke sini untuk menjemput Tuan Muda!” sahut salah satunya dengan sopan.

“Cih! Setelah membuangku selama lima tahun lalu seenak jidat mau menyuruhku kembali? Sampaikan pada tuanmu, aku tidak akan pernah kembali!” tegas Richard mengepalkan kedua tangannya. Dadanya bergemuruh, mengingat jelas bagaimana sang kakek menendangnya dari rumah tanpa uang sepeser pun.  

“Maaf, Tuan Muda. Tetapi, saat ini Tuan Besar sedang sakit keras. Selain tidak ada yang mengurus perusahaan, Tuan Besar juga ingin meminta maaf sebelum ajal menjemput,” papar pengawal itu lagi.

DEG!

Kedua lutut Richard terasa lemas, tulang-tulangnya seolah terlepas dari raganya. Sebenci apa pun Richard dengan kakeknya, ia tidak ingin kehilangannya. Lelaki tua yang membesarkannya dulu. Orang tuanya sudah meninggal, tepatnya saat ia berusia dua tahun.

Richard bergeming, di satu sisi, ia ingin segera kembali dan bertemu kakeknya di negara K. Tetapi, ia juga tidak bisa pergi begitu saja.

“Minta Delon menghubungiku! Aku akan memikirkannya!” titah Richard meminta tangan kanan sang kakek menghubunginya.

“Baik, Tuan Muda. Akan kami sampaikan!”

“Satu lagi. Jangan pernah menampakkan diri kalian seperti ini. Atau kalian akan tahu akibatnya!” ancam Richard tidak main-main.

Setelah mendapat sahutan serentak, Richard kembali masuk ke mobil mertuanya. Menutup pintu dengan kasar hingga membuat Debora terlonjak.

“Pelan-pelan bisa nggak? Kalau rusak kamu mampu ganti?” teriak Debora.

Richard tak menjawab, suasana hatinya masih memburuk. Kabar yang ia terima tiba-tiba, membuat pikirannya gelisah. Mobil kembali melaju dengan kecepatan sedang, malas jika harus mendengar teriakan yang menyakiti telinganya.

...\=\=\=\=000\=\=\=\=...

Sore harinya, Richard harus berkutat dengan setumpuk pekerjaan rumah. Mencuci mobil, menyiram tanaman dan membereskan kamar yang ditinggali bersama sang istri. Karena ia tahu betul, Velyn tidak suka kamarnya berantakan dan kotor.

Selesai dengan pekerjaannya, Richard membersihkan diri. Kemudian melenggang ke kamar ayah mertuanya. Pria itu mengetuk dengan perlahan hingga pintu terbuka.

“Ada apa?” tanya Sabrina ketus ketika berhadapan dengan menantunya.

“Saya ingin memeriksa kondisi papa, Ma. Permisi,” ucapnya tetap masuk walaupun belum dipersilakan.

Sabrina mendelik, “Heh! Enggak sopan kamu ya!” pekiknya berbalik dan segera menghampiri Richard. Wanita itu berusaha menghalangi Richard yang hendak melanjutkan pijat terapinya.

“Ma, kalau papa tidak diterapi dan hanya mengandalkan obat-obatan medis, proses sembuhnya akan lebih lama. Tolong, percayalah. Ini demi kesembuhan papa,” pinta Richard duduk di ujung tempat tidur, melakukan pijat tradisional pada titik syaraf di telapak kaki Rendra.

“Aaa! Pelan-pelan, bodoh!” pekik Rendra menekan pinggangnya yang terasa terimpit beban berat.

“Maaf, Pa. Tapi jika pijat terapi ini dilakukan secara rutin, dalam waktu seminggu ke depan, Papa bisa merasakan perubahannya,” ucap Richard tak menghentikan gerakan memijatnya.

Hampir setengah jam Richard melakukan keahliannya. Meski terus terlontar umpatan dari ayah mertuanya, ia tak peduli. Tujuannya hanyalah, ingin membantu penyembuhan orang-orang di sekitarnya sesuai dengan kemampuan yang ia miliki sejak lima tahun terakhir.

Sejak diusir dari kediaman sang kakek, Richard memilih keluar negeri untuk memulai hidup baru. Tiba di Negara A, Richard justru mengalami perampokan. Ia dikeroyok hingga mengalami luka yang cukup parah.

Richard ditolong oleh seorang lelaki tua. Selama enam bulan menjalani pijat tradisional, ia bisa sembuh tanpa harus dibawa ke rumah sakit. Sejak saat itu, Richard mendalami teknik pijat tradisional yang diturunkan oleh penolongnya tersebut. Malam harinya, ia bekerja sebagai pelayan bar.

“Richard!” Teriakan Velyn menggema sepulang dari kerja.

Buru-buru ia menyelesaikan, lalu menghampiri sang istri di yang baru pulang bekerja.

“Hai, baru pulang?” tanya Richard membawakan tas kerja sang istri.

“Matamu di mana? Emang kamu pikir aku roh? Udah tahu berdiri di sini masih aja nanya!” sahut Velyn dengan ketus mengibaskan rambut panjangnya.

Richard menghela napas panjang, “Untung cantik!” selorohnya bersuara lirih mengikuti istrinya ke kamar.

“Mau mandi sekarang?” tawar Richard setelah meletakkan tas kerja sang istri.

“Hemm ... aku mau berendam. Siapin air hangat dengan aroma terapi seperti biasa,” tutur perempuan itu sembar membuka sepatunya.

Tanpa bertanya lagi, Richard segera bergegas ke kamar mandi. Menyiapkan air hangat seperti keinginan istrinya di dalam bath up.

“Airnya sudah siap,” tutur Richard keluar dari kamar mandi dan menghampiri istrinya yang sudah mengenakan bathrobe.

“Hemm!” Velyn hanya berdehem menjawabnya. Sejak pertama menikah, ia memang sangat membenci pria yang menjadi suaminya itu. Lebih tepatnya, suami pengganti.

Richard tetap sabar menghadapi kebencian istrinya, meski kejadian tak terduga itu, bukan salah Richard sepenuhnya.

Malam itu, Velyn tengah mengadakan bridal shower di sebuah bar. Acara pernikahannya dengan Gerald—kekasihnya, akan digelar satu minggu lagi.

Akan tetapi, pagi harinya Velyn mendapati dirinya tidur di ranjang yang sama dengan Richard tanpa sehelai benang pun yang melekat di tubuh mereka. Karena skandal itulah, Gerald membatalkan pernikahan. Richard pun bersedia menggantikan pengantin pria sebagai bentuk tanggung jawabnya, karena telah merenggut mahkota perempuan itu.

...\=\=\=\=000\=\=\=\= ...

“Berbaringlah seperti biasa, aku akan memijatmu agar lelahmu bisa hilang,” tawar Richard setelah istrinya keluar dari kamar mandi dalam kondisi yang segar. Ia tengah menggerakkan lehernya karena sangat kelelahan.

Velyn memicingkan mata, meski begitu ia langsung tengkurap di atas ranjang. Tak dapat dipungkiri, suaminya itu memang ahli dalam memijat. Ia sering terbuai sampai ketiduran, lelahnya juga hilang seketika.

“Sepertinya aku harus menyelidiki kejadian malam itu,” gumam Richard dalam hati.

Suara bel rumah menggema, menarik atensi lelaki itu. Ia bergegas turun dari kamar dan membuka pintu utama. Matanya membeliak ketika seorang pria seumuran dengannya berdiri tegap di sana, membungkuk sejenak memberikan hormat.

Buru-buru Richard menoleh ke sekeliling, memastikan tidak ada yang melihat. Kemudian menutup pintu dengan sangat pelan.

“Delon! Apa yang kamu lakukan di sini?” serunya menarik lelaki itu keluar dari teras rumah mertuanya.

 

Bersambung~

Jan lupa like komennya, Ya, Best 💋💋