Berondong Plus-Plus
'Beb, malam ini ada janji di hotel B ya.' Pesan Rilly baru saja masuk ke ponsel Elang. Setelah membaca, buru-buru disembunyikannya ponsel ke balik buku. Mengingat sekarang guru sedang sibuk menerangkan pelajaran.
Elang mencoba fokus mendengar penjelasan gurunya. Namun teman sebangkunya perlahan mendekat.
"Gila! Aku selalu salah fokus kalau di ajar sama Bu Viona," bisik Aldi. Dia telan ludah sambil melihat dada gurunya yang mencolok itu. Apalagi Bu Viona tampak mengenakan baju yang ketat. Jadi lekuk tubuhnya semakin memikat.
"Kalau salah fokus, nggak usah ganggu orang lain kali," balas Elang yang terkesan tak peduli dengan ucapan Aldi.
"Masa kau nggak salfok sih? Apalagi Bu Viona cantik, janda lagi. Tambah menggoda," ucap Aldi.
Elang mendorong kepala Aldi agar temannya itu berhenti mengganggu. Kini Aldi hanya bisa memandangi Bu Viona dalam diam.
Tak lama kemudian, bel pertanda pulang berbunyi. Semua murid saling berdahuluan untuk pulang. Kecuali Elang, ketika semua teman-temannya bergegas ingin pulang, dia malah tetap diam di tempatnya.
Elang mengambil sebuah buku dan membacanya. Lama-kelamaan waktu berlalu. Sekolah pun mulai sepi. Saat itulah sebuah pesan masuk ke ponsel Elang.
'Aku sudah di UKS.' Begitulah bunyi pesan yang dibaca Elang. Itu jelas adalah sebuah sinyal baginya.
Tanpa pikir panjang, Elang segera beranjak dari kelas dan pergi ke UKS.
Elang buka pintu UKS dengan pelan. Ketika sudah masuk, dia tak lupa mengunci pintunya.
"Maaf lama. Tadi aku harus menilai tugas adik-adik kelasmu," ujar seorang wanita yang sudah duduk di ranjang. Dia tidak lain adalah Bu Viona. Salah satu pelanggan Elang.
Saat Elang datang, Bu Viona mulai membuka satu per satu kancing bajunya. Hingga dadanya yang semok dengan balutan bra merah itu terpampang nyata.
"Tidak masalah. Yang penting kau pastikan nilaiku aman. Ditambah, kau juga akan memberiku bonus uang kan?" tanggap Elang sembari melepas seragamnya.
Bu Viona terkekeh. "Kau akan dapat bonus hanya bila kau bisa membuatku mencapai puncak," ucapnya.
Kini Elang yang terkekeh. "Bukankah aku selalu bisa membuatmu mencapai puncak? Karena itulah kau selalu memanggilku saat kau berada di masa suburmu," tukasnya.
"Cukup basa-basinya. Kemarilah!" pinta Bu Viona.
Elang segera menghampiri Bu Viona. Maka terjadilah pergulatan lidah di antara keduanya. Sampai akhirnya mereka melepaskan semua pakaian masing-masing.
Bu Viona mulai melenguh saat penyatuan dilakukan oleh Elang. Meski masih berusia 17 tahun, pacuan pemuda itu membuat Bu Viona keranjingan. Mungkin itulah alasan kenapa Bu Viona ketagihan dengan jasa Elang.
Dari permainannya bersama Bu Viona, Elang bisa mendapatkan uang satu juta, ditambah nilai sekolah yang memuaskan.
Elang melempar tasnya saat masuk ke kamar. Dia mendengus kasar, lalu menghempaskan diri ke atas ranjang. Kemudian Elang nyalakan sebatang rokok agar bisa rileks.
Elang Bagaskara, dia hanyalah seorang lelaki yang hidup sebatang kara. Itu terjadi setelah Elang harus meninggalkan panti asuhan saat dirinya menginjak usia 17 tahun, dan hal tersebut terjadi lima bulan lalu.
Dengan uang pas-pasan, Elang mencari tempat tinggal terlebih dahulu. Sampai dia menemukan kost-kostan murah di pemukiman kumuh kota Jakarta.
Awalnya Elang mencoba mencari kerjaan halal. Dia pernah melakukannya beberapa kali sambil sekolah. Namun jerih payahnya tidak sebanding dengan gaji. Di situlah Elang menyerah dan memutuskan mengambil pekerjaan lebih mudah. Yaitu menjadi brondong untuk wanita dewasa yang kesepian. Itu semua berawal saat dirinya bertemu dengan Rilly.
3 bulan yang lalu...
Elang baru saja menerima gaji pertamanya sebagai pelayan paruh waktu di sebuah cafe. Akan tetapi dia sangat kecewa gajinya tidak sebesar kerja kerasnya. Sehari sekali, Elang hanya digaji lima puluh ribu.
"Sialan! Udah capek-capek kerja. Dapatnya segini doang. Ini cuman makan roti doang besok, belum lagi uang jajan buat sekolah," keluh Elang sambil berjalan menyusuri jalanan trotoar. Dia menoleh ke sekeliling, untuk mencari kerjaan baru yang lebih menjanjikan.
Sampai tibalah Elang berjalan melewati sebuah klub malam. Saat di sana, ada seorang perempuan yang duduk merokok sendirian. Parasnya cantik dan mengenakan pakaian seksi.
Elang tak bisa menahan diri untuk tidak melirik perempuan tersebut. Namun saat perempuan itu menoleh ke arahnya, buru-buru Elang mengalihkan pandangan. Elang langsung menghampiri tukang jual cilok yang kebetulan ada di sana. Ia berpura-pura membeli makanan itu.
'Bjir! Kenapa aku malah beli cilok? Habisin uang aja. Padahal uangku cuman lima puluh ribu,' batin Elang.
"Sepuluh ribu!" ujar abang penjual cilok yang sudah selesai membungkus pesanan Elang.
Dengan berat hati, Elang terpaksa menyerahkan uang lima puluh ribu satu-satunya. "Ini, Bang..." ujarnya.
"Makasih, Dek!" Abang cilok itu mengambil uang Elang. Akan tetapi dia kesulitan mengambilnya karena Elang memegangnya dengan kuat. Elang seolah tak rela memberikan uangnya.
"Lepas dulu, Dek! Biar dikasih kembaliannya," ucap Abang cilok.
"Aku nggak jadi beli deh, Bang. Soalnya uangku tinggal segini," ungkap Elang.
"Enak aja. Nggak bisa gitu. Lagian kan kau tadi sudah pesan!" Abang cilok tak terima.
"Tapi..." Elang masih mempertahankan uangnya.
"Sudah, Bang! Biar aku yang bayar!" tanpa diduga, perempuan cantik yang sejak tadi dilirik Elang mendekat. Dia membayarkan cilok pesanan Elang.
"Makasih, Mbak!" kata Elang.
"Ini nggak gratis," tanggap perempuan itu.
"Lalu aku harus bayar berapa?" tanya Elang.
"Tidak dengan uang!" sahut si perempuan. "Ayo ikut aku!" ajaknya.
Elang awalnya bingung, tetapi dia tak punya pilihan selain mengikuti perempuan tersebut. Kini dia berjalan di sampingnya.
Elang harus telan ludah, karena sejak tadi dia tidak fokus dengan lekuk tubuh perempuan itu.
"Namaku Rilly. Kalau kau?" tanya Rilly.
"Aku Elang!" jawab Elang.
"Kalau boleh tahu, berapa umurmu?"
"17 tahun."
"Itu berarti kau masih SMA kan?"
"Iya. Kita mau kemana ya, Mbak?"
Rilly berhenti melangkah. Dia memutar tubuhnya menghadap Elang dan berucap, "Temani aku ya. Aku kesepian. Kau mau kan?"
"Menemanimu? Apa dengan itu aku bisa membayar cilok traktiranmu?" tanya Elang.
"Iya, Sayang... Dengan itu," tanggap Rilly. Dia mengajak Elang memasuki sebuah hotel yang ada di sebelah klub malam.
"Pesan satu kamar!" ujar Rilly.
Elang mengerutkan dahi saat mendengarnya. "Kenapa kau memesan kamar?" tanyanya.
"Kamar adalah tempat ternyaman untuk mengobrol kan?" jawab Rilly.
"Kenapa tidak bilang dari awal. Aku padahal bisa membawamu ke kamar kostku. Tidak jauh dari sini kok," kata Elang.
Rilly terkekeh. "Ya ampun, kau menggemaskan sekali," komentarnya sembari menerima kunci yang diberikan resepsionis. Dia dan Elang segera pergi ke kamar hotel yang telah di pesan.
Elang berdecak kagum saat melihat bagaimana tampilan mewah kamar hotel yang dipesan Rilly.
"Ternyata begini kamar hotel. Pantas mahal," komentar Elang.
"Apa ini pertama kalinya kau ke tempat begini?" tanya Rilly yang tampak mengeluarkan rokok dan segera menyalakannya. "Kau mau?" tawarnya.
Elang tersenyum dan segera mendekati Rilly. Dia terima rokok pemberian perempuan itu. Kini keduanya sama-sama merokok. Rilly buka jendela kamar agar asapnya tidak mengepul.
"Sepertinya kau tidak sepolos yang ku kira," tukas Rilly.
"Kenapa kau menganggapku polos?" tanya Elang.
"Karena sejak tadi kau bersikap begitu."
"Menurutku itu normal. Aku hanya ingin tahu, jadi aku bertanya. Jadi ceritakan padaku, Mbak. Kenapa kau bisa kesepian?" ujar Elang. Dia bersikap seperti seorang teman pada Rilly, mengingat perempuan tersebut meminta ditemani.
"Bwahaha!!" Bukannya menjawab, Rilly justru tertawa terbahak-bahak.