SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
Menantu Terbuang Jadi Pengusaha Sukses

Menantu Terbuang Jadi Pengusaha Sukses

Chapter 1 - Hamil Duluan

Sebuah test pack dengan tanda garis dua dipegang oleh seorang cewek. Bukannya senang karena sudah diberi anak, dia justru sedih saat mengetahui fakta tersebut. Bagaimana tidak? Cewek itu masih SMA dan dia belum memiliki ikatan menikah. Artinya, kehamilan yang dia alami sekarang terjadi karena ketidaksengajaan.

Hamil saat masih menjadi pelajar, tentu bukanlah hal yang di inginkan cewek itu. Air mata terus membasahi pipinya.

Dari luar seorang cowok terus memanggilnya. Dia melakukannya sambil sesekali mengetuk pintu dengan pelan.

"Tari? Kamu nggak apa-apa kan?" tanya cowok tersebut. Dia merasa cemas karena sudah satu jam lebih sang pacar mengurung diri di toilet.

"Tari..." panggil cowok itu lagi. Namanya Abastian Samudera. Dia merupakan cowok sederhana, namun memiliki paras tampan sekali. Kulitnya putih, hidungnya mancung, dan memiliki perawakan yang tinggi tegap.

Karena ketampanan itu pula Abas bisa menjadi pacar Tari sang primadona sekolah. Bisa dibilang Abas dan Tari adalah pasangan populer di sekolah karena sama-sama mempunyai paras rupawan. Tetapi hanya satu perbedaan mereka. Yaitu status sosial. Tari berasal dari keluarga kaya dan terpandang, sementara Abas adalah pemuda miskin yang ditelantarkan oleh orang tuanya sendiri. Sekarang cowok itu tinggal bersama neneknya di sebuah rumah kecil di pinggiran kota.

Perlahan pintu toilet terbuka. Tampaklah Tari yang wajahnya berlinang air mata.

"Tari! Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Abas cemas.

Tari tak mengatakan apapun. Dia hanya menyerahkan sesuatu yang di ambil dari saku roknya.

Abas terima benda yang diserahkan Tari. Maka dia segera bisa melihat test pack yang menunjukkan tanda garis dua.

Wajah Abas terlihat datar. Dia hanyalah remaja lelaki yang tak tahu apa-apa. Apalagi mengenai test pack.

"Apa ini?" tanya Abas.

Tari tercengang melihat reaksi Abas. Sebagai pacar, dia tentu tahu tentang kekurangan Abas. Cowok itu bukanlah murid yang pintar di sekolah. Terutama di bidang akademik. Jadi banyak hal yang tidak bisa dia mengerti.

"Astaga, Abas! Ini test pack! Garis dua ini membuktikan kalau aku hamil!" ungkap Tari.

Barulah Abas menunjukkan reaksi kaget. Dia kembali mengamati test pack yang diberikan Tari.

"Alat ini bisa dipercaya kan?" tanya Abas. "Sebaiknya kita periksa ke dokter. Barulah itu bisa dipercaya," lanjutnya.

"Bas! Ini sudah test pack kelima yang aku coba. Dan semua hasilnya positif! Sekarang kita harus bagaimana? Keluargaku pasti sangat marah mengetahui hal ini," isak Rita.

Abas merasa ikut sedih melihat tangisan Rita. Dia lantas memeluk cewek itu.

"Ini semua terjadi karena kita berdua. Jadi kita akan hadapi semuanya berdua pula. Aku janji akan bertanggung jawab," ujar Abas.

Tari tak mengatakan apapun dan hanya tenggelam dengan tangisannya. Cewek tersebut memeluk Abas begitu erat. Tari merasa sedikit lega karena Abas adalah cowok yang berani bertanggung jawab.

"Eh, Abas! Kenapa bengong di sana?! Bukannya kau harus jemput Denis sekarang?!" suara seruan Tania membuyarkan lamunan Abas tentang masa lalunya. Masa lalu yang diharapkan Abas agar bisa terjadi lagi.

"Iya, Ma. Aku akan segera pergi," kata Abas sembari beranjak pergi.

Kini Abas dalam perjalanan menjemput anaknya ke sekolah. Kebetulan Denis sudah berada di kelas satu SD.

Abas pergi menggunakan motor yupiternya. Mengingat dia tak pernah di izinkan menaiki mobil. Padahal mertuanya memiliki banyak mobil mewah di garasi.

Sungguh, selama beberapa tahun ini Abas merasa sedih akan hubungannya dengan Tari. Karena istrinya itu terus sibuk dengan kerjaan. Tari bahkan sudah sangat jarang berinteraksi dengan Denis.

Itulah sebabnya akhir-akhir ini Abas sering melamunkan tentang kebersamaannya dengan Tari di masa lalu. Dia ingin momen itu kembali lagi.

Abas menghentikan motornya di depan sebuah sekolah. Kekalutannya seketika sirna saat melihat Denis yang tersenyum dan berlari menghampirinya. Bagi Abas, satu-satunya yang selalu memberi dia kekuatan adalah Denis.

Chapter 2 - Warisan Nenek

"Ayah!" seru Denis yang kini sudah menghampiri Abas. "Apa kau sudah lama menunggu?" tanyanya.

"Baru aja Ayah datang. Yok kita pulang!" ajak Abas sembari naik ke motornya. Lalu di ikuti oleh Denis setelahnya.

Bersamaan dengan itu, ponsel Abas berdering. Dia lantas mengangkat panggilan tersebut.

Ternyata yang menelepon adalah Darto. Lelaki paruh baya yang diketahui adalah tetangganya dulu.

"Ada apa, Pak?" tanya Abas.

"Nenekmu, Bas! Dia meninggal!" ujar Darto dari seberang telepon.

Mendengar itu, rasanya jantung Abas serasa disambar petir. Terlebih neneknya adalah satu-satunya yang Abas miliki selain Tari dan Denis.

"Aku akan segera ke sana." Abas berucap begitu dengan perasaan cemas. Namun dia berusaha menyembunyikan rasa cemasnya untuk Denis. Anak itu pasti sedih bila mendengar neneknya sudah tiada.

Alhasil Abas pergi mengantar Denis ke rumah mertuanya terlebih dahulu. Nanti bila waktunya sudah tepat, dia akan memberitahukan Denis semuanya.

"Ayah mau kemana lagi?" tanya Denis yang langsung gelisah saat melihat Abas beranjak kembali ke motor.

"Ayah ada urusan mendesak. Kau di rumah yang pintar ya. Ayah nggak akan lama," tutur Abas.

"Nggak mau. Aku takut sama Nenek. Aku mau ikut Ayah aja," balas Denis seraya memegang erat salah satu tangan Abas. Nenek yang dia bicarakan tidak lain adalah Tania.

"Denis, apa yang kau takutkan dari Nenek? Bila dia marah, itu tandanya dia sayang padamu," tanggap Abas.

"Tapi, Yah..."

"Udah. Ayah nggak punya waktu. Ayah akan segera kembali," potong Abas yang langsung beranjak pergi meski tanpa persetujuan sang putra.

Kini Denis hanya bisa terdiam dan membiarkan ayahnya pergi.

...***...

Sesampainya di rumah nenek, Abas melihat bendera putih tampak sudah terpampang. Air mata yang sejak tadi dia tahan otomatis meluruh. Abas buru-buru masuk ke rumah dan melihat keadaan sang nenek dengan mata kepalanya sendiri.

Benar saja, saat sudah masuk, sosok nenek Abas terlihat tak berdaya dengan balutan kain jarik. Abas langsung menghampiri sang nenek dan memeluknya. Seketika dia bisa merasakan betapa dinginnya tubuh sang nenek. Itu pertanda bahwa neneknya telah benar-benar pergi.

"Nenek..." isak Abas. Dia tentu merasa sangat sedih. Namun di sisi lain, Abas tahu kalau suatu hari nanti dirinya akan mengalami hal ini. Apalagi umur neneknya sudah sangat tua. Jujur saja, Abas sudah mempersiapkan mentalnya untuk hari ini. Jadi kesedihannya tidak terlalu berlebihan. Intinya Abas merelakan kepergian sang nenek.

Abas tak lupa memberitahu Tari dan mertuanya bahwa neneknya sudah meninggal dunia. Akan tetapi tidak ada jawaban sama sekali dari mereka. Bahkan saat Abas mencoba menelepon.

Abas akan berpikir positif. Ia yakin mertuanya pasti bisa menjaga Denis dengan baik.

Sekarang Abas memilih fokus untuk mengurus kematian neneknya. Dia juga mengantarkan neneknya sampai ke peristirahatan terakhir. Saat itulah Darto mengajaknya bicara.

"Bas, beberapa hari sebelumnya aku sempat mendengar nenekmu berpesan," ucap Darto.

"Berpesan apa, Pak?" tanya Abas.

"Dia bilang, kalau sesuatu terjadi padanya, dia ingin kau memeriksa lemari. Katanya di sana ada sesuatu yang ingin dia wariskan padamu," ungkap Darto.

"Benarkah, Pak? Terima kasih. Aku akan langsung memeriksanya setelah ini," kata Abas. Dia berlari menuju rumahnya yang jaraknya hanya beberapa meter dari tempat pemakaman.

Abas buka lemari neneknya. Di sana atensinya langsung tertuju pada sebuah kotak berbahan kayu jati dengan ukiran kuno. Abas yakin itulah hal yang ingin diberikan sang nenek kepadanya.

Tanpa pikir panjang, Abas buka kotak itu.