SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
Belenggu Dalam Cinta

Belenggu Dalam Cinta

Prolog

"Zoya, gimana Donita? Dia selamat kan?" tanya mantan tunangannya pada saat wanita dengan seragam OK, keluar dari ruangan operasi.

Air mata Zoya perlahan turun membasahi pipi putihnya. Apa pria itu akan mengkhawatirkannya jika berada di posisi wanita itu? Apa dia benar-benar pernah dicintai sebelumnya.

"Dokter Bryan, Donita tidak bisa diselamatkan karena kondisinya sudah sangat parah, dan tidak bisa diselamatkan karena—"

"Kamu bercanda kan? Donita tidak mungkin meninggal. Kamu pasti sudah melakukan sesuatu pada Donita karena kamu cemburu! Kamu cemburu karena aku lebih memilih dia daripada kamu!" teriakan Adam membuat beberapa orang melihat ke arah mereka. Lalu ada yang mengambil gambar dan menguploadnya ke sosial media mereka sampai viral.

"Dokter Bryan, saya tidak pernah mencampur adukkan masalah pribadi dengan pekerjaan. Kondisi pasien memang sangat ...."

Zoya juga terluka melihat Bryan yang terpukul. Karena dia juga sangat terpukul melihat pria yang dia cinta lebih memilih perempuan lain dari masa lalunya. Lalu sekarang menuduhnya sengaja menghilangkan nyawa pasiennya. Zoya tidak percaya jika Bryan mampu mempermalukannya seperti ini.

"Nggak nyangka ya, ada dokter yang sengaja membunuh pasiennya karena cemburu."

Zoya segera dipanggil menghadap kepala bedah. Di sana sudah ada direktur beserta beberapa petinggi rumah sakit termasuk pengacara. Apalagi video mengenai dirinya sudah tersebar dan menyebabkan citra rumah sakit buruk. Zoya pun keluar dengan perasaan hancur. Ia melihat ponselnya dan sudah banyak komentar negatif mengenai dirinya. Bahkan saat ia berjalan di lobi runah sakit, semua mata menatapnya sinis dan bahkan ada yang terang-terangan mengatainya sebagai pembunuh.

Di rumahnya, sang Ayah yang mengetahui kabar ini, juga harus menelan pil pahit saat keluarga Bryan menarik saham dan diikuti oleh semua pemilik saham sampai perusahaannya jatuh bangkrut. Ayahnya mengalami stroke membuat Zoya kalang kabut. Hatinya yang baru saja hancur, harus kembali dihadapkan dengan cobaan seberat ini.

Lalu dari atas, ia mendengar benda jatuh. Setelah melakukan pertolongan pertama kepada sang ayah. Zoya melangkah ke kamar ibunya dan melihat tubuh sang ibu sudah tergeletak bersimbah darah. Untuk sesaat Zoya berdiri dengan mematung. Air mata perlahan turun membasahi pipinya dan jatuh terduduk.

"Mama," ucapnya lalu jatuh pingsan. Ia berharap jika semua yang dialami hanya mimpi buruk belaka.

---

Seragam OK : seragam yang digunakan dokter saat di ruang operasi.

Bab 1 Hati yang Dilukai

"Sayang, nanti malam kujemput ya."

"Semoga tidak ada gangguan." kekeh Zoya saat mereka hendak memasuki lobi rumah sakit.

Di sana Bryan disambut hangat oleh beberapa dokter senior yang sedang lewat. Sedangkan Zoya memilih pergi lebih dulu ke sebuah lift. Bryan segera mengejarnya dan bertepatan dengan terbukanya lift tersebut.

"Apa mereka membuatmu tidak nyaman?"

"Bukan begitu, hanya saja mereka menyapamu bukan diriku. Lagi pula jika kusapa mereka tidak akan menanggapinya. Jadi abaikan saja," ujar Zoya sambil tersenyum.

Saat lift sudah tertutup, Bryan segera mendekat dan mencium gemas bibir Zoya. Ia selalu merasa kecanduan dengan bentuk serta keindahan benda kenyal tersebut. Zoya juga membalas ciumannya. Matanya melihat angka di lift dan segera melepasnya dengan napas terengah.

"Kita sudah sampai," ucapnya dan segera memperbaiki rambutnya yang sempat kusut karena ulah Bryan.

Di depan lift seorang suster segera menyambut mereka berdua.

"Dokter Zoya, syukurlah Anda sudah datang. Ada seorang pasien yang sedang menunggu di UGD. Dokter Samanta masih belum datang, Dok."

Zoya dan Bryan segera menuju ruangan tersebut dan di sana sudah terbaring seorang wanita cantik dengan rambut sebahu sedang membelakangi mereka berdua.

"Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya Zoya sambil memasang senyuman. Di sampingnya Bryan juga ikut tersenyum.

Wanita itu berbalik dan membuat Bryan kaget saat mata mereka saling bertemu. Wanita itu juga tampak kaget melihat Bryan ada di sana. Zoya memperhatikan mereka berdua yang terlihat saling mengenal, ia pun kembali menjalankan tugas sebagai dokter. Mungkin ia hanya sedang berprasangka saja, pikirnya.

"Ah iya, Dok. Saya sering sesak saat bernapas dan mudah kelelahan, Dok."

Bryan yang mendengar hal tersebut sontak merasa khawatir. Ia segera mengambil stetoskop yang ia taruh di saku dan memeriksa kondisi Donita. Gadis itu menatapnya dengan penuh cinta dan hal itu terlihat oleh Zoya. Ia berdehem sejenak saat melihat kekasihnya melakukan hal yang sama kepada pasiennya.

Kondisi Donita tiba-tiba drop. Zoya segera memasang alat pernapasan dan segera menginturksi suster menyuntikkan sesuatu ke infus. Setelah itu mereka segera memasang mesin ekg. Zoya melihat raut wajah Bryan yang sangat khawatir saat melihat Donita drop. Hal itu tentu membuat Zoya cemburu. Namun, ia masih sadar jika saat ini sedang bekerja.

"Suster Eka, terus pantau pasien," ucap Zoya.

"Bryan, bisa kita bicara sebentar?" tanya Zoya sambil membawa pria itu keluar dari ruangan tersebut.

Zoya menasihati Bryan agar bersikap profesional dan menghargai dirinya sebagai kekasih. Apalagi tindakannya dilihat oleh banyak suster, Zoya hanya tidak ingin menimbulkan banyak spekulasi mengenai hubungannya yang baik-baik saja karena hal ini. Akan tetapi tampaknya Bryan tidak mengindahkan nasihat Zoya. Ia langsung bergegas pergi kembali ke ruangan Donita dirawat saat ini.

"Apa dia sangat penting sampai suaraku tidak lagi berguna." gumam Zoya sedikit serak karena menahan tangis sejak tadi.

Ia akui jika sebagai gadis yang terbiasa dimanja oleh keluarganya, ia mengakui saat ini sedang ingin dimengerti dan diperhatikan oleh kekasihnya, bukan malah sebaliknya. Pria itu lebih sibuk dengan pasien yang baru saja datang dan mengeluh dada nyeri. Zoya menarik napas pelan dan kembali menghampiri Bryan yang masih sibuk menunggu Donita.

"Dokter Bryan, dia adalah pasienku, silakan kembali ke ruanganmu."

"Aku akan menunggunya di sini."

"Dokter Bryan, sekali lagi dia adalah pasienku, aku yang menanganinya bukan dirimu. Sekarang segera keluar!"

Zoya menaikkan intonasi suaranya membuat beberapa suster memperhatikan mereka berdua dengan intens.

"Bersikaplah profesional Dokter Bryan."

------