Air Mata Yang Kering
Suara mobil berhenti di depan rumah, nampak satpam membuka kunci gerbang dan masuklah mobil hitam yang di kendarai Haris ke dalam area parkir.
Tak lama kemudian suara pintu depan terbuka, saat Mutia tengah salat tahajud, tepat jam 03.00 suaminya baru pulang kerja.
Haris masuk ke kamar dan merebahkan dirinya tanpa melepas baju kerjanya, melihat itu mutia merasa iba, barangkali suaminya itu telah lembur dan kecapekan kerja di kantor.
Mutia melepas mukena dan menghampiri suaminya untuk melepas sepatu dan kaus kaki yang masih dikenakan Haris.
"Ayah... Mau Ganti baju tidak?" Tanya Mutia sambil melepas kaus kaki.
"Endak Bun... " Kata Haris.
"Bunda bantu lepas dan gatiin ya..." Tawar Mutia.
"Ayah capek Bun... mau tidur... udah sini pijitin Ayah aja..." Kata Haris sambil memeluk guling.
Mutia memijit kaki suaminya sampai sang suami terlelap tidur lalu menyelimuti tubuh suaminya itu dengan selimut.
Mutia Turun kelantai bawah untuk memasukan baju kotor ke mesin cuci dan membereskan rumah, karena di rumah tidak ada pembantu, tidak ada pembantu yang betah tinggal bekerja di rumahnya karena ulah anak-anaknya.
Azan subuh sudah berkumandang, Mutia sudah selesai memasak nasi lalu naik ke atas untuk melaksanakan Salat subuh, dia ketuk kamar anak-anaknya untuk membangunkan subuh.
Tok
Tok
Tok
" Kak Intan... bangun sayang... Subuh dulu... " Kata Mutia.
"Hemmm ya Bun..." Jawab Anak pertamanya sambil malas dari dalam kamarnya. Intan anak pertama Mutia yang sudah lulus SMA dan mulai masuk kuliah, Alhamdulillah dia anak yang pintar jadi bisa ikut kelas percepatan.
Lalu Mutia melangkah pada kamar berikutnya tempat anak kembarnya tidur.
" Dek... Nazea... Nazia... Bangun sayang... Subuh...!!!" Rada mengeraskan suaranya namun si kembar yang jago tidur tidak menjawab. Si kembar anak ke 2 dan ke 3 sudah lulus SMP dan sudah mulai masuk SMA.
Mutia membuka pintu kamar yang tidak terkunci dan masuk ke kamar si Kembar dan membangunkannya secara langsung.
"Zea.. Zia... bangun subuh..." Mutia menepuk-nepuk si kembar.
"Hemmm iya Bun..." Jawab Zia lalu bangun.
"Zea..." Mutia memanggil Zea yang masih tidur.
"Hemmm apa sih Bun... masih ngantuk..." Rengek Zea sambil mengucek mata.
"Bangun Subuh Ze....!" Kata Mutia sambil membantu Zea bangun.
Si kembar pun bangun dan berjalan ke kamar mandi untuk wudhu, Mutia beranjak keluar dan pindah ke kamar sebelahnya tempat si Bungsu.
Mutia Masuk ke kamar dan membangunkan si Bungsu dengan mencium dan menepuk- nepuk bahunya.
"Adek... Kean...Bangun... Yuk subuh dulu..." Kata Mutia.
Kean Bangun lalu memeluk Mutia hangat, sambil mencium pipi Mutia dan berbisik.
"Lima menit lagi Bun..." Kata Kean berbisik. Kean anak ke 4 Mutia, anak cowok yang duduk di kelas 6 SD.
Mutia tersenyum dan mencium mata Kean sambil mengelitiki leher Kean agar bangun. Kean tergelak dan sadar sepenuhnya lalu melepas pelukan dan bangun lalu ke kamar mandi untuk wudhu.
Mutia bangkit lalu keluar dan masuk ke kamarnya sendiri, di tempat tidur suaminya masih terlelap, ingin rasa hati membangunkanya namun tidak tega.
Ketika Mutia tengah salat Subuh Hp suaminya selalu berbunyi namun tidak di angkat-angkat juga oleh suaminya.
Mutia bangkit setelah berdoa lalu menghampiri Hp suaminya dan mengangkat panggilan itu, ada tulisan Bee di situ, sedikit mengernyitkan dahi, dan betapa terkejutnya saat suara perempuan manja yang ada di seberang yang di dengarnya.
Sedetik kesadarannya mulai menghilang, dadanya berdegub hatinya berdenyut, luka yang dulu belum kering kini mulai terasa sakit kembali. Prasangkanya tidak bisa positif lagi, semua dugaan negatif sudah memenuhi isi kepalanya.
"Sayang... kamu dimana sih kok kamu ndak ada pas aku bangun tidur???" Cerocos suara perempuan dari seberang membuat dada Mutia bergemuruh.
"Aku kan masih kangen... Pasti kamu kerumah si bungkus permen itu ya..." Oceh perempuan itu, darah Mutia mendidih mendengar ucapan itu.
"Kenapa sih kamu betah sama dia, katanya kamu bilang dia ndak asik... kok pulang sih... Ih sebel... aku marah nih kamu gak boleh minta jatah lagi." Oceh perempuan itu lagi membuat Mutia menahan sesak di dadanya.
"Kenapa sih kamu betah sama dia, katanya kamu bilang dia ndak asik... kok pulang sih... Ih sebel... aku marah nih kamu gak boleh minta jatah lagi." Oceh perempuan itu lagi membuat Mutia menahan sesak di dadanya.
Badan Mutia luruh, sambil melipat sajadahnya dia berurai air mata, sambil memandang suaminya yang masih di atas pembaringannya.
"Mas Haris... Kamu kok diem aja sih...? ih belum bangun ya...? Atau masih mimpiin yang semalam ya..." Ucap Perempuan itu, Mutia mengeraskan Volume Hp itu dan mendekatkan di telinga suaminya.
"Ih... Apa sih sayang... Pagi-pagi udah berisik aja... ci*m nih... " Jawab Haris masih sambil setengah tidur.
"Ehm.!!!" Dehem Mutia keras sambil duduk di sisi suaminya.
Haris membuka setengah matanya pelan lalu menarik mutia kedalam pelukanya.
"Sayang... kangen... nanti kesini lagi ya... atau aku yang ke kantor??" Ucap perempuan di seberang.
Haris terperajat lalu membuka matanya lebar dan memandang perempuan yang tengah di peluknya tanpa sadar itu.
"Kenapa??? Menyesalkah Ayah buka mata dan ternyata bukan dia yang kamu peluk????" Ucap Mutia sambil mematikan Hp suaminya itu, matanya tak mampu menahan bendungan air mata yang membobol pertahanannya.
"Bunda... itu salah sambung..." Kata Haris memegang tangan Mutia.
"Kenapa lagi Yah???" Mutia menggigit bibirnya sendiri menahan sesak di dadanya.
"Bun... Demi Cinta kita... itu orang iseng aja..." Kata Haris memeluk Mutia.
"Bunda jangan mudah terhasut... please ... percaya sama Ayah..." Kata Haris mengeratkan pelukannya pada istrinya.
"Kamu bohong Yah... kamu jahat!!!!" Teriak Mutia sambil memukul punggung Haris yang tengah mendekapnya.
"Endak... Bun..." Haris masih memeluk Mutia erat.
"Ayahkan Udah janji ndak mau gitu lagi..." Rayu Haris sambil mengusap rambut Mutia.
"Itu cuma orang iseng aja Bun... Paling telfon nyasar..." Kata Haris.
"Dia panggil Mas Haris!!! Itu bukan nyasar....!!!" Mutia melepas pelukan Haris dan mendorong Haris ke kasur. Dibukanya kancing kemeja kerja suaminya yang belum ganti dari semalam.
"Bohong....!!" Isak tangis Mutia pecah, setelah melihat dada suaminya penuh tanda merah dari bibir wanita lain.
"Kenapa lagi Yah!!!!
"Sejak kapan????
"Kenapa????
"Apa kurangku????
Haris menghambur ketubuh Mutia yang merosot kebawah sambil menutup mata. Mutia menutup wajahnya sambil menangis pilu, lagi dan lagi suaminya itu bermain dengan wanita lain.
"Kapan Ayah akan benar-benar berhenti???
"Kenapa penyakit lamamu itu tidak bisa hilang???
"Bisakah Ayah lihat Bunda seorang???" Suara Mutia melemah.
"Tak bisakah Ayah mengingatku dan anak-anak???
"Aku sudah muak Yah.... Aku lelah bila harus bertahan degan penyakit burukmu itu." Ucap Mutia sambil meremas bajunya sendiri.
"Ayah minta maaf Bun.... Ayah khilaf..." Haris menyesal dan memeluk Mutia erat tak mau melepaskanya.
"Ayah hanya sekali denganya, Ayah akan mengahirinya... kumohon percayalah...." Bujuk Haris sambil mencium kening Mutia.
Jijik itu yang Mutia rasakan ketika mendapat kecupan dari Suaminya itu, bibir yang telah menghianatinya.
Mutia mendorong Haris dan masuk ke kamar mandi membasuh wajahnya dan mencuci bekas Suaminya itu meski dengan derai air mata.
🍁🍁🍁🍁🍁
Mutia keluar dari kamar mandi menghampiri pakaian-pakaiannya lalu memasukkan ke dalam koper-koper untuk di bawa ke kamar bawah. Dia sudah memutuskan untuk tidak bersama Haris lagi, sudah cukup sakit hati yang ia rasakan selama 20 tahun membina rumah tangga dengan suaminya.
Sakit hati yang sudah tertumpuk tumpuk sekian tahun dan toleransi sekian tahun sudah meletus hari ini.
Dia tidak habis pikir kenapa suaminya selalu saja suka berselingkuh, padahal dia sudah berusaha sekuatnya untuk menjadi istri dan ibu yang baik, saking sibuknya mengurus keluarga sampai tidak sempat sekedar kesalon untuk merawat dirinya sendiri.
Saat Sibuk memasukkan baju, tiba-tiba Haris menarik tubuh mutia dan memeluknya erat.
"Bunda mau kemana?"
"Maafin Ayah..."
"Bun... Jangan pergi..." Ada tangis penyesalan dari suara Haris.
"Maafin Bunda Yah, Bunda mau pindah ke kamar bawah." Isak Mutia.
"Ayah tidak mau Bun..." Kata Haris.
"Kita Pisah Ranjang mulai sekarang Yah... pilih Aku atau dia." Jawab Mutia sambil melepas tangan Haris.
Haris terduduk lemas saat memandang Mutia membawa koper keluar dari kamarnya. Dia sadar tidak akan mudah baginya untuk mendapat maaf dari Mutia.