Mafia Girls 2 ( Triplets Of Red Phoenix )
Tumpukan kayu di setiap pinggir jalan tertangkap oleh mata indah yang tak henti-hentinya mengedarkan pandang nya, dia menyimpulkan jika jalanan ini termasuk area penyimpanan kayu yang telah selesai di tebang.
Setiap tumpukan kayu memiliki nomor tersendiri, entah digunakan untuk apa nomor itu. Terlihat setiap tumpukan kayu berbeda ukuran, jadi dia menyimpulkan jika nomor itu digunakan untuk menandai masing-masing besar kecilnya kayu tersebut.
" Apa kayu-kayu itu lebih menarik Sha ?!". Ujar seorang pria dengan suara bulatnya.
" Iya, kayu-kayu itu lebih menarik daripada wajah mu Shan !". Sahut nya.
Ya, mereka adalah Shabila dan juga Shane yang tengah dalam perjalanan pulang dari markas besar Red Phoenix. Shane melajukan mobilnya dengan sangat hati-hati, Sean tak ikut pulang dengan mereka, dia memilih untuk bermalam di markas.
Setiap hari, mereka selalu berkunjung ke markas untuk melatih fisiknya. Ruby, Edward maupun David melatih mereka dengan sangat ekstra dan semua itu tak membuat mereka berkeluh kesah.
Mereka malah semakin bersemangat untuk mengusai beberapa keahlian yang di miliki oleh mommy dan juga Daddy nya dan itu mereka jadikan pacuan untuk membuat mereka semakin kuat.
Besar dan kuat nya Mafia yang di pimpin oleh Ruby sang Lady Red Phoenix tak menjadikan Sean , Shabila dan juga Shane menginginkan kedudukan kursi kepemimpinan di sana, mereka lebih memilih untuk berdiri di atas kaki mereka sendiri. Walaupun seperti itu tak membuat mereka melepaskan tanggung jawab nya sebagai seorang putra dan putri dari sang pemimpin bawah tanah yang begitu sangat kuat pada masanya untuk terus mempertahankan kehormatan dari nama mafianya, agar apa yang telah di bangun oleh sang Lady tak mudah untuk di hancurkan.
Selama satu dekade, para mafia lebih tepatnya yang tumbuh dan berkembang telah mengenal siapa Red Phoenix itu. Maka untuk itu demi kehidupan mereka yang damai, mereka tak berani mengusik air yang tenang seperti mereka
Awalnya mereka bertiga akan diikutkan sertakan dalam pendidikan akselerasi oleh kedua orang tuanya tapi mereka menolak dengan alasan mereka hanya ingin sekolah dengan normal dan memiliki banyak kenalan.
" Kira-kira, apa yang sedang Sean rencanakan ? kenapa semakin kesini dia semakin tak terbaca arah pikiran nya !". Ujar Shabila menduga-duga.
" Entahlah, kita lihat saja nanti Sha !". Sahut Shane.
Mereka terdiam kembali sepanjang perjalanan, Shane melajukan mobilnya memasuki pom bensin untuk mengisi tangki mobil yang mulai mengikis.
" Shan, kita mampir ke toko buku dulu ya ! bacaan ku hampir habis dan sekalian kita beli eskrim di kedai sebelahnya !". Tutur Shabila saat Shane telah kembali masuk ke dalam mobil.
" Apapun untuk mu ! tapi bisakah kau melihat orang di mobil samping itu ? dia terus menatap ke arah kita Shabila ! apa kau mengenalnya ?!". Seru Shane dan bertanya menatap selidik mobil di sampingnya.
" Mereka ? tch, apa kau tak dapat mengenali kawan mu sendiri Shane ?!". Sungging Shabila.
" Ahh, aku lupa kaka hahah !". Seru Shane mengingat jika mereka mungkin sedang mengincar mereka karena operasi mereka seminggu yang lalu telah di hancurkan berkeping-keping oleh Sean dan Shane juga Shabila.
Seminggu yang lalu, para mafia yang terbilang baru memanfaatkan kebaikan dari Red Phoenix dalam pembuatan senjata. Mereka dengan santainya mengatakan jika senjata itu akan mereka gunakan untuk keperluan mafia nya tapi mereka sangat salah jika bermain dengan mereka seperti itu.
Hal-hal seperti itu tak melibatkan para tetua Red Phoenix seperti halnya kedua orang tua mereka. Mereka bertiga dapat dengan sendirinya menggagalkan setiap operasi ilegal yang dilakukan diluar persetujuan perjanjian, karena mungkin hal seperti itu akan mengakibatkan kerugian di pihak Red Phoenix maka dari itu Sean melakukan penyelidikan terlebih dahulu.
" Ayo, biarkan mereka terus menguntit seperti itu !". Ucap Shabila memasang kembali sabuk pengaman nya dan benar saja, mereka masih mengikuti dari belakang.
Shane dengan daya lihatnya menghitung berapa orang yang berada di dalam mobil belakang yang sedari tadi terus mengikutinya.
" Wow, apa mereka hanya memiliki satu mobil ?". Geli Shane tertawa ringan.
" Ada apa ?". Tanya Shabila melipatkan kedua tangannya santai sembari mata dia pejamkan.
Baru kali ini ada orang yang tengah di ikuti bersikap santai seperti itu dan tak menghiraukan mereka sama sekali.
" Satu mobil delapan orang ka ! apa mereka begitu mengirit bensin kendaraan ?!". Seru Shane semakin menahan geli nya.
" Yaak, bisakah kau lebih cepat melajukan mobilnya ? Cepatlah, aku ingin cepat sampai di rumah ! badan ku serasa remuk ". Kesal dengan adik nakal nya yang sedari tadi terus menatap mereka dari kaca spion.
" Iya iya, cerewet !". Protes Shane. Shane pun melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi sampai yang mengikuti pun kewalahan dengan kecepatan yang di gunakan Shane.
" Awww !". Jerit Shabila saat Shane menghentikan mobilnya dengan tiba-tiba. " Apa yang kau lakukan anak nakal ?!". Sentak Shabila menarik telinga Shane.
" Aaah, aku tak sengaja kakak ku yang cantik ! lihatlah, bukan kah kau ingin membeli buku dan eskrim ?!".
Shane memegang pipi Shabila dan membalikkan nya ke samping.
" Oh iya ! maaf ". Cengir Shabila membuat Shane menatap malas. " Kau di sini atau ikut ke dalam ?". Ucap Shabila yang telah membuka pintu mobil dan menurunkan sebelah kakinya.
" Tidak, lebih baik aku beli eskrim saja dan kau beli buku ! jangan terlalu lama ok !". Seru Shane.
" Baiklah setuju !". Sahut Shabila menutup pintu.
Shane pun keluar dari mobil dan berpura-pura tak melihat keberadaan penguntit itu.
" Tch, tak tahu diri !". Gumam Shane.
Para penguntit pun dengan cepat keluar dari mobil dan mengamati sekitar.
" Cepatlah !". Lambaian tangan salah satu dari mereka pada rekan nya bermaksud untuk segera mendekati mobil yang di gunakan oleh Shane dan Shabila. Entah apa yang mereka bawa dan menempelnya di bawah mobil tapi saat mereka akan bertindak salah satu handphone mereka berdering dan di layar tertera private number.
" Hallo ?". Ucapnya.
" Kepala atau nyawa !". Ancam seseorang di seberang sana dengan suara yang begitu dia kenali karena hanya ada satu orang yang memiliki suara berat nan bulat dan itu membuat siapapun yang mendengarnya akan bergidik ngeri. Pilihan yang sama sekali tak ada yang menguntungkan, membuat penerima panggilan tak dapat berkutik.
" Siapa ?". Selidik teman rekan nya, pria itu mengedarkan tatapan ke segala sudut mencari seseorang yang tengah mengancamnya.
" Ayo pergi !". Tariknya kepada kedua rekan nya yang lain tanpa menyelesaikan pekerjaan.
Penerima panggilan mengeraskan suara di handphone nya agar rekan nya pun mendengar ancaman dari dia di seberang sana. " Sedikit saja kalian menyentuh setitik kulit dari mereka maka jangan harap kepala kalian berada di tempat nya !".
Musuh saling mengedarkan pandang nya dengan selidik pada sekitar saat mereka telah berada di dekat mobil yang mereka gunakan.
" Ada apa ? kenapa tak kalian selesaikan ?!". Tanya rekan nya yang memantau dari dalam dan luar mobil belakang.
" Ini bukan waktu yang tepat ! ayo kita putar balik !". Pernyataan mereka bertiga membuat rekannya mengedarkan selidik area sekitar tapi tak mendapati siapapun di sana.
Sementara Shane dan juga Shabila, mereka memandang geli para penguntit itu dari kaca jendela toko. Shane berdiri di depan dinding kedai eskrim yang terbuat dari kaca dan hanya menatap sengit atas apa yang akan mereka lakukan begitupun Shabila berdiri di dalam toko buku seraya menyunggingkan bibir saat mereka putar balik menjauh dari mobil yang di gunakan oleh nya.
" Astagaa kak ! apa buku ini tidak terlalu banyak untuk kau baca ?!". Protes Shane saat mereka kebetulan keluar bersamaan dan Shabila langsung memberikan buku yang dia beli itu kepada Shane.
" Eskrim nya kakak saja yang bawa !". Raih Shabila pada kantong plastik yang masih berada di tangan Shane.
" Ada roti di dalam nya, makan dulu itu ! perutmu belum terisi nasi kak !". Teriak Shane saat Shabila telah menjauh dan hadapan nya.
Bruughhhh.
Shane menutup pintu mobil dan kembali melajukan mobil nya, Shane menolehkan kepalanya melihat Shabila yang tengah memakan roti kesukaan nya, bibir Shane tersenyum saat ucapan nya dia dengar.
" Sean itu benar-benar ! aku yakin sekarang dia tak berada di markas !". Gerutu Shabila dengan mulut penuh dengan roti.
" Ini bukan waktunya bermain kakak ku sayang, jadi ayo kita pulang !". Seru Shane saat Shabila memegang tangan nya bermaksud untuk menyuruhnya untuk putar balik dan Shane mengerti apa yang tengah dia inginkan.
" Akkhh, lihatlah Shane !". Kesal Shabila.
" Apa ?!". Bingung Shane saat Shabila mengulurkan tangan nya dan memperlihatkan kedua telapak tangan nya.
" Tangan ku gatal !". Cengir Shabila dengan mimik wajah yang seolah tengah merengut.
" Tidak, tetap tidak Shabila ku yang cantik ! kita pulang ! sudahlah ". Malas Shane semakin mempercepat laju mobilnya. " Jangan cemberut seperti itu ! ini makan saja eskrim mu, jika di biarkan terlalu lama akan cepat meleleh !". Sodor Shane pada mulut Shabila yang masih saja mengerucut. Shabila langsung melahapnya dengan sekali suap membuat Shane geleng kepala.
" Dasar psikopat gila !". Batin Shane sembari menghela nafas nya.
Di lain tempat di sebuah Gudang bertumpuk kan mobil-mobil bekas yang di mana di sana hanya terlihat seperti hal nya gudang biasa tapi kenyataan nya di sanalah tempat Mafia yang salah satu bawahan nya menguntit mobil yang di kendarai Shane juga Shabila.
" Jangan terlalu meremehkan seseorang karena usianya yang masih muda paman ! Ow, apa kau masih tidak terima dengan penggagalan operasi besar mu itu heum ? Tch jangan meminta jantung saat telah ku beri hati. Itu sangat menyebalkan !". Ujar Sean.
Rahang tegas begitupun dengan tatapan nya, suara berat nan bulat menguasai atmosfir di ruangan itu. Terlihat para musuh itu maju mundur untuk menyerang Sean tapi sedetik kemudian mereka mengurungkan serangan nya seolah tengah mencari celah yang tepat.
Sang ketua yang menjadi sandera pun tak dapat berkutik, dia seakan menjadi orang bodoh saat Sean berada di depan nya.
" Jangan harap kau dapat menyentuh kedua kesayangan ku dengan otak licik mu itu ! Lihatlah dan kau hitung sampai tiga, rencana kau tak akan selancar itu !". Garang Sean menunjuk pintu seolah akan datang seseorang dari balik sana.
" Tch, jangan senang dahulu ! Aku yakin anak buah ku telah melenyapkan mereka berdua !". Yakin nya penuh kesombongan.
" Benarkah ? maka hitunglah !". Sinis Sean memainkan ujung belati. " Tiga ". Pintu terbuka dan di sana menampilkan mereka yang tengah di nanti dan mereka adalah orang yang di perintahkan untuk membunuh Shane dan juga Shabila.
" Kalian !". Tatap selidik pada anak buahnya.
" Bawahan mu tak seberani itu paman ! mereka masih menyayangi nyawa mereka masing-masing dan jika kau tetap dengan dendam mu, maka jangan harap kau dapat melihat hari esok !". Tekan Sean santai walau sedang di kelilingi oleh para mafioso yang sedari tadi masih mencari celah untuk menyerang Sean.
" Ciih, jangan terus berpidato seperti itu ! lihatlah, kau hanya sendirian di sini dan itu sangat menguntungkan kami ! Kalian, cepat habisi dia !".
Geramnya dengan sikap santai Sean dan itu membuatnya tidak suka.
" Ssshhh , kenapa kau begitu keras kepala ?!". Ucap Sean dengan beratnya dan suara helaan nafas dari Sean terasa berbahaya.
" Cepat habisi dia !". Teriak ketua itu membuat mereka refleks menyerang Sean termasuk mereka yang baru saja datang.
Tubuh ringan Sean tak dapat mereka lukai, kaki jenjang yang terus melayang bergantian memukul kepala dan wajah mereka dengan sangat keras sampai yang menerima pun langsung tersungkur tak sadarkan diri. Tangan Sean terus keras menepis setiap pukulan mereka dan tak membiarkan nya menyentuh wajah yang sangat dilarang keras untuk tergores, jika sedikit saja ada yang tergores maka tunggu saja kemarahan dari Shabila dan juga mommy nya.
Tarikan nafas garang dari Sean dengan sedikit tawa dan sunggingan bibir membuat mereka tak percaya akan diri sendiri.
" Lihatlah ! Bukan kah alat itu yang kau gunakan untuk meledakkan kedua kesayangan ku ? ". Deru nafas Sean memburu seketika saat kepala nya terisi dengan bayangan kematian kedua adiknya, yang sesungguhnya itu tidak akan pernah terjadi karena mereka berdua pun bukan orang yang bodoh.
Tak ada yang utuh berdiri, hanya Sean yang berdiri tegap di antara mereka dengan sang ketua masih dalam sanderaan. Ketua itu menautkan alisnya seraya menajamkan penglihatan nya. Home made Bom digunakan oleh Sean untuk meledak kan gedung mereka dengan menggunakan RDX agar ledakan nya lebih tinggi membuat sang ketua beralih menatap Sean dengan resah.
" Bagaimana ? apa itu sudah cukup ?!". Seringai Sean. Mereka yang masih sadarkan diri hanya terdiam karena untuk melarikan diripun mereka tidak akan bisa, jalan keluar satu-satunya telah terpasang bom di sana.
" Haha, jika begitu kita akan mati bersama di sini anak sombong !". Tawa ketua itu.
" Mati bersama ?". Ujar Sean. " Maaf, tapi kita tak senasib !". Smirk tajam Sean.
" Katakan apa yang kau inginkan ? aku akan memberikan nya untuk mu !". Seru sang ketua berusaha memberikan kesepakan untuk menukarnya dengan nyawa dirinya.
" Yang aku inginkan ? apa kau berusaha menyelamatkan dirimu sendiri tanpa mengikut sertakan anak buah mu ?!". Geli sangar Sean.
Sean mengeraskan suaranya agar mereka semua tahu jika ketua yang mereka hormati dan mereka hargai sama sekali tidak peduli dengan hidup dan mati mereka. Ketua itu seketika mengedarkan pandang nya menatap anak buahnya yang menatap marah.
" Jangan bicara omong kosong kau anak sialan ! ". Sentaknya kepada Sean.
" Hahahah, itulah faktanya ! mereka bukan orang bodoh paman ".