SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
The Secret Admirer (#2 The Secret Series)

The Secret Admirer (#2 The Secret Series)

Prolog

Anak kecil itu bersembunyi di balik selimut lusuh bergambar bunga tulip miliknya, tangan mungilnya menutup kedua telinga mencoba menghalau teriakan-teriakan di luar kamar, matanya terpejam erat setiap terdengar suara barang pecah dan lemparan perabotan yang bergema di seluruh rumah kecil itu. Badannya bergetar karena rasa takut yang menjalar ke suruh tubuh, sudah lebih dari sepuluh menit ia bersembunyi, keringat sudah membasahi tubuhnya. Tiba-tiba badannya tersentak, dadanya berdetak hebat ketika ia mendengar teriakan kesakitan ibunya.

"Mom," bisiknya dengan suara gemetar, tangan mungilnya kini mencengram seprai dengan kuat, keberanian perlahan menyeruak ke permukaan ketika kembali terdengar teriakan yang menyayat hati.

Dengan mata berapi-api ia keluar dari tempat persembunyian, tanganya mantap membuka pintu kamar yang tadi terkunci. Tapi tubuhnya tiba-tiba membeku, matanya membelalak melihat pemandangan yang terpampang di hadapnya, ruangan sempit itu kini sudah terlihat tak berbentuk, pecahan vas bunga dan juga gelas berserakan, sebuah kursi kayu kini telah patah terbagi beberapa bagian.

"MOM!" Teriaknya ketika matanya menangkap sosok ibunya tengah menjadi bulan-bulanan pria pemabuk itu. Rambut merah ibunya terlihat lengket oleh darah, pakaiannya sobek di beberapa tempat, darah mengalir dari mulut, hidung dan kepalanya.

Ketika ia melihat pria itu akan kembali menendang tubuh kurus wanita yang telah melahirkannya, tanpa berpikir panjang ia berlari melindungi tubuh ibunya yang sudah tergeletak tak berdaya bersimbah darah. Seketika matanya terbelalak merasakan sakit yang teramat sangat ketika tendangan dari pria tua yang mengenakan sepatu booth itu mematahkan salah satu tulang rusuknya.

"Bocah tengik!" Teriak pria itu, bau alkohol menguar dari mulutnya, tangan besarnya mengangkat tubuh kecil yang kini berteriak, kakinya menendang-nendang mencoba melawan, tinju kecilnya berhasil mengenai hidung pria yang sudah tiga tahun ini hidup bersama ibunya, dan membuatnya meraung kesakitan.

Sambil menggeram pria itu melemparkan tubuh kecilnya hingga menabrak dinding kayu dan jatuh berdebum di atas lantai yang berserakan pecahan kaca, darah segar mengalir dari pelipis, pecahan kaca yang cukup besar menancap di telapak tangannya ketika ia bertumpu berusaha untuk bangkit, air matanya mulai bergulir membasahi pipi, tapi tak ada satupun teriakan kesakitan dari mulutnya. Matanya nyalang menatap pria pemabuk yang kini dengan terhuyung kembali mendekatinya, ia mencoba berdiri tapi rasa sakit kembali menyerang rusuknya, matanya mencari-cari sesuatu untuk bisa dijadikan pertahanan, tangannya yang berdarah menggapai potongan kaki kursi kayu yang telah patah.

Dia mengacungkan kayu itu di hadapannya sebagai tameng dari pria yang kini tertawa mengejeknya, dengan perlahan pria itu berjalan semakin mendekat, matanya tajam menusuk menatap tubuh mungil yang gemetar, tapi nasib baik berpihak kepada si kecil ketika kaki pemabuk tua itu tersandung kaki wanita yang tergeletak tak bergerak. Tubuhnya terjerembab ke depan jatuh menimpa bocah kecil di hadapannya, potongan kayu dalam genggamannya kini tertusuk tepat di dada pria pemabuk itu, mata merahnya membelalak tak percaya sebelum akhirnya ia rubuh dengan kayu menancap di dada dan darah mulai mengalir keluar dari tubuhnya yang bau alkohol.

Sambil menahan rasa sakit, anak kecil itu merangkak ke arah tubuh ibunya yang terbujur kaku, ia tak peduli dengan pecahan kaca yang menggores tangan dan lututnya, dengan wajah meringis menahan sakit ia terus merangkak, air mata membasahi pipinya, bibirnya bergetar memanggil ibunya, "Mom," dengan sekuat tenaga ia berusaha membalikan tubuh ibunya.

"Mom!" Serunya dengan suara bergetar, pandangannya mulai mengabur karena air mata, dan tangisnya pecah ketika melihat cahaya mata ibunya telah redup, kini mata itu hanya menatapnya kosong. Kepalanya mulai berdenyut hebat, ruangan itu seolah berputar, pandanganya semakin kabur sebelum akhirnya tubuh mungil itu ambruk di atas tubuh ibunya yang sudah tak bernyawa lagi.

*****

Bab 1

Pria pertengahan umur dua puluh itu mengerang ketika ia mencoba membuka mata, tangan kirinya memegang kepala yang berdenyut hebat seperti mau pecah, sedangkan tangan kanannya dijadikan tumpuan untuk bangun.

"Sial!" Ia mengumpat ketika kembali merasakan sakit di kepalanya. Telinganya sayup-sayup mendengar suara musik yang biasa terdapat pada mainan bayi yang di gantung di atas box tidur mereka. Keningnya berkerut, matanya dengan cemas memandang sekeliling yang minim penerangan, dengan mengabaikan rasa sakit di kepala ia mencoba berdiri untuk mengenali tempat dimana dirinya berada saat ini.

"Dimana ini?" Bisiknya dengan bingung, selama beberapa saat ia mencoba menggali ingatannya, dan setelah kesadarannya kembali seutuhnya ia merasakan dingin menjalari tulang belakangnya, ketakutan menguasai dirinya. Ia mengingat kejadian terakhir ketika baru keluar dari bar kemudian berjalan ke arah mobilnya, dan tiba-tiba seseorang membekapnya dari belakang sebelum akhirnya kesadarannya hilang. Seseorang telah menculiknya.

Suara musik itu kini mulai terdengar sangat jelas, musik instrumen dari dentingan piano lagu anak-anak twinkle-twinkle little star menggema di dalam tempat parkir yang tak terpakai, nadanya lebih lambat membuatnya terdengar menyeramkan. Matanya mencari asal suara, perlahan ia mendekati sumber suara yang berada di ujung tergelap bangunan.

"Halo, apa ada orang di sana?" Ia bertanya dengan gugup, tapi tak ada jawaban. Ia berjalan secara perlahan mendekati sumber suara, tiba-tiba cahaya yang menyilaukan menyorot tubuhnya, refleks tangan kanannya terangkat menutup mata dari cahaya yang berasal dari sebuah kendaraan di hadapannya.

"Hei! Apa yang kau lakukan?" Teriaknya sambil berusaha melihat siapa yang duduk di belakang kemudi.

Badannya terhentak ke belakang ketika mendengar suara mesin kendaraan berderum mengisi ruangan, asap putih keluar dari ban yang berputar. Dalam kesilauan ia bisa merasakan sorot tajam seseorang yang tengah mengawasinya bak seekor elang dari balik kemudi, ia bisa melihat orang itu menggunakan sebuah topi hitam yang menutup sebagian wajahnya.

"Apa maumu?!" Teriaknya lagi dengan suara gemetar, kakinya melangkah mundur secara perlahan berusaha melarikan diri. Suara mesin mobil yang digas kembali berderum membuat pria itu berlari mencoba menghindar dari kendaraan yang mengejarnya. Ia terus berlari mengitari tempat parkir.

"Sial!" Teriaknya ketika menyadari dirinya berada di lantai B4 yang artinya ia harus berlari ke atas agar bisa melarikan diri. kendaraan itu semakin mendekat, setelah berhasil menaiki dua lantai, napasnya mulai terengah, dadanya terasa terbakar, kakinya mulai terasa lelah, tapi ia tidak boleh menyerah saat ini. Dengan sekuat tenaga ia terus berlari zig zag menghindar, sampai akhirnya ia terhuyung kehilangan keseimbangan kemudian terjatuh.

Hanya dalam hitungan detik tubuhnya yang sedang berusaha kembali bangkit dihantam oleh mobil yang mengejarnya tadi hingga terpental beberapa meter, sebelum akhirnya kendaraan itu kembali menggilas tubuhnya hingga mengejang dan akhirnya diam tak bergerak. Kendaraan itu kini berhenti, mesinnya dimatikan, seseorang dengan berpakaian hitam-hitam turun dari sana sambil bersiul mengalunkan lagu twinkle-twinkle. Dengan santai ia berjalan ke arah tubuh yang sudah tak bernyawa. Ia berdiri mengamati tubuh korbannya, senyum kebahagian menghiasi wajahnya yang dingin, ia berjongkok, tangan kanannya menggenggam satu tangkai bunga tulip putih dengan bercak merah yang kemudian ia letakkan di atas tubuh pria yang matanya masih membelalak seolah-olah menatapnya. Dengan santai tangannya yang berbalut sarung tangan kulit hitam mengusap kelopak matanya hingga tertutup, sebelum kemudian ia pergi meninggalkan tubuh tak bernyawa itu sambil bersiul.

***

"CUT!" Terikan satu kata dari sutradara itu bisa membuat semua orang bernapas lega, termasuk Kerelyn Howard, artis cantik dengan rambut merahnya tampak begitu lelah setelah shooting selama hampir 24 jam, dan hanya tidur di sela-sela istirahat saja.

"Hei, kau mau ikut bersamaku, kita akan makan di The Most," ucap Matt rekan Kerelyn di seri FBI sambil merangkul bahunya santai.

Matt Foster, aktor tampan dengan tinggi 190cm memang terlihat gagah dengan seragam dan lencana FBI yang menjadi kostum mereka, ia membiarkan rahangnya yang kokoh di tumbuhi janggut dan jambang tipis yang menambah kesan maskulin pria itu.

"Thanks, Matt, tapi berendam air hangat di bathtub dan tidur sampai besok siang lebih menggoda untukku daripada makan malam romantis saat ini," jawab Kerelyn sambil terus berjalan menuju ruang ganti.

Saat ini mereka berada di salah satu gedung daerah Brooklyn, hiruk pikuk para kru film yang membereskan peralatan dan juga teriakan para fans yang memanggil nama idolanya menjadi pemandangan yang lumrah bagi mereka semua. Matt melambaikan tangan dan tersenyum memerlihatkan lesung pipitnya ketika kerumunan gadis itu memanggilnya yang langsung bertambah histeris setelah melihat senyum maut pria itu.

"Kerelyn!" Seorang pria berusia akhir dua puluhan bertubuh kurus dengan rambut hitam sedikit ikal berlari ke arahnya dengan terburu-buru.

"Kerelyn, maaf aku tidak bisa mengantarmu pulang, Bos memanggilku," ucapanya dengan sorot mata bersalah yang membuat perempuan di hadapannya membuang napas berat, "Kau boleh membawa mobilnya, aku akan naik taxi," lanjutnya setelah melihat rasa lelah Kerelyn yang harus pulang sendiri.

"Demi Tuhan, Eddy, aku sudah tak mampu lagi untuk membawa kendaraan sendiri. Kau lihat, aku sudah seperti Zombi," ujar Kerelyn dengan sedikit emosi karena merasa begitu lelah dan sekarang Managernya menyuruhnya mengendari sendiri kendaraannya untuk pulang ke apartemennya di daerah W 11th Ave, ya walaupun hanya memerlukan waktu 40 menit dalam keadaan jalanan normal tapi tetap saja dia tidak mau mengendari dan terjebak di dalam kemacetan jalanan kota New York pada jumat malam dalam kondisi seperti itu.

"Maafkan aku, tapi dia baru saja menghubungiku dan mengatakan ada sesuatu yang penting yang harus dibahas," ucap Eddy dengan wajah merasa bersalah, dan mau tidak mau Kerelyn bisa memakluminya karena sudah sangat mengenal siapa itu Mr. Robert yang mereka panggil dengan sebutan Bos karena dialah pemilik dari agensi tempat dirinya bernaung.

Kerelyn membuang napas berat, matanya sudah terlihat sangat lelah, "Aku naik taxi saja, kau boleh membawa mobilnya, tapi besok jemput aku untuk pemotretan ok?"

"Tunggu!" Seru Matt yang membuat senyum di wajah Eddy langsung hilang, "Berikan kunci mobilnya padaku, aku akan mengantarnya pulang. Kau pakai mobilku, besok kita ketemu di tempat pemotretan," lanjut Matt sambil mengambil kunci mobil dari tangan Eddy dengan terburu-buru, matanya terlihat gusar menatap ke arah mobil Ford hitamnya yang terparkir tak jauh dari mereka.

Melihat gelagat pria disampingnya menarik perhatian Kerelyn dan Eddy untuk menatap ke arah yang sama dengan Matt, Eddy langsung bersiul ketika melihat seorang perempuan sexy berambut pendek dengan mantel bulu motif macan dan mengenakan gaun ketat tengah berdiri sambil bersandar di pintu mobil hitam milik Matt.

"Kau yakin mau melewatkan itu, Matt?" Tanya Eddy tanpa mengalihkan pandangannya dari perempuan yang terlihat sedang melambaikan tangannya ke arah mereka dan di balas Eddy dengan semangat.

"Yap, malam ini aku sangat lelah, jadi lebih baik terjebak di dalam kemacetan daripada harus melewatkan malam dengan macan betina itu," ucap Matt sambil merangkul Kerelyn dan mendorongnya masuk ke dalam ruang ganti, "Ganti pakaianmu, aku akan menunggumu di tempat parkir dan kau, Ed, jaga mobilku baik-baik, ok?"

"Yes, Sir!" Jawab Eddy dengan senyum bahagia karena bisa mengendarai mobil sport Ford Shelby Mustang edisi terbatas, "Bagaimana dengan perempuan itu?"

Matt mengangkat kedua tangannya sambil berjalan ke arah ruang gantinya yang berada di samping ruang Kerelyn, "Terserah," jawabnya yang membuat senyum Eddy semakin lebar.

Seperti telah diperkirakan jalanan kota New York malam ini sangat padat, jarak yang harusnya di tempuh dalam waktu 40 menit kini harus di tempuh dalam waktu satu jam lebih, Kerelyn sempat tertidur selama perjalanan, sampai akhirnya Matt membangunkanya ketika sudah sampai di basement tempat parkir apartemennya.

"Kau benar, kau terlihat seperti zombi," ucap Matt sambil tersenyum miris menatap Kerelyn yang baru saja bangun dan masih terlihat sangat lelah.

"Yeah, aku rasa aku akan langsung tidur saja," ujar Kerelyn dengan mata setengah terpejam.

"Apa kau mau aku menggendongmu sampai atas?"

Kerelyn tersenyum, dia sudah mengenal Matt untuk waktu yang lama, mereka selalu disandingkan di dalam projek seri mereka yang sudah memasuki musim ke 3, dan tidak sedikit yang berharap mereka akan melanjutkan hubungannya di dunia nyata, tapi Kerelyn sangat tahu siapa pria di sampingnya saat ini.

"Tidak, terima kasih, kau masih harus melanjutkan perjalanan melelahkan lagi, jadi sebaiknya hari ini kau beristirahat untuk pemotretan besok kalau kau tidak mau wajahmu yang tampan itu terlihat seperti panda besok siang," ucapnya sambil tersenyum, ia hendak membuka pintu mobilnya ketika melihat seseorang keluar dari pintu kaca basement yang langsung saja membuat semua lelahnya hilang, "Terima kasih sudah mengantarku, sampai jumpa besok, Matt," lanjutnya dengan terburu-buru, dan secepat kilat perempuan itu keluar dari mobil Alpard putihnya yang membuat Matt mengangkat alis heran melihat reaksi rekan kerjanya itu.

"Bukankah tadi dia bilang sangat lelah?" Gumam Matt sebelum akhirnya melajukan kendarannya.

"Daniel!" Panggil Kerelyn membuat pria yang sedang berjalan itu menghentikan langkahnya, dan tersenyum ketika melihat siapa yang memanggilnya, "Kau mau pergi?" Tanya Kerelyn setelah berdiri di hadapan pria yang malam ini terlihat luar biasa tampan. Ya walaupun bagi Kerelyn Howard, Daniel Winchester selalu terlihat luar biasa tampan walaupun hanya mengenakan sweater sederhana berwarna merah marun dan celana blue jeans.

"Iya," jawab Daniel singkat sambil tersenyum.

"Kencan?"

Daniel mengangkat alisnya, "Yeah, kalau berkumpul dengan teman dan adik pada jumat malam dianggap kencan. Maka aku akan pergi kencan."

Mata Kerelyn bersinar mendengar ucapan Daniel, senyum lebar muncul di bibir merahnya, "Kau akan bertemu dengan mereka?" Daniel mengangguk menjawab pertanyaannya.

"Kau baru pulang shooting?"

Sekarang giliran Kerelyn yang menganggukan kepalanya.

"Kau pasti sangat lelah, sebaiknya kau segera beristirahat."

"Tidak... tidak lelah sama sekali," jawab Kerelyn dengan semangat sambil menggeleng-gelengkan kepalanya yang membuat Daniel kembali mengangkat alisnya sambil tersenyum, "Maksudku, tadi aku sudah istirahat dan tidur sebelum pulang," lanjutnya sambil mengutuki diri sendiri karena reaksinya yang berlebihan.

"Bagus, kau harus banyak beristirahat dan juga makan," ucap Daniel sambil menatap Kerelyn lembut, "Baiklah, aku pergi dulu dan kau bisa melanjutkan istirahatmu," lanjutnya sebelum masuk ke dalam mobil Mustang biru dua pintu tanpa atap miliknya, "Sampai jumpa," Daniel tersenyum sambil melambaikan tangannya sebelum pergi meninggalkan Kerelyn yang masih berdiri mematung menatap kepergiannya.

"Aku bilang, aku tidak lelah," gumamnya lemah sambil membuang napas berat sebelum akhirnya berjalan memasuki lobi basement apartemennya.

Daniel Winchester memang seorang pria yang hampir sempurna dengan tinggi badan 185cm, badan tegap, hidung macung, rambut hitamnya sewarna dengan matanya yang tajam dan membuat Kerelyn tak bisa menatapnya lebih dari lima detik, belum lagi karir yang sukses sebagai seorang fotographer, kameraman dan bahkan ia kini menjabat sebagi seorang produser di salah satu stasiun televisi terbesar di Amerika, selain fisik dan karirnya yang hampir sempurna yang jelas Daniel adalah seorang pria yang sangat baik, sopan dan menyayangi keluarganya. Ia bahkan pernah masuk jajaran 10 pria paling sexi di balik kamera versi majalah People, yang membuatnya semakin terkenal di kalangan perempuan. Tapi sayang kemampuannya dalam menebak 'Sinyal' yang diberikan kaum hawa kepadanya sangat rendah.

Itulah yang membuat Kerelyn mendesah lemah dan menenggelamkan dirinya ke dalam busa air panas bathtub miliknya yang telah diteteskan minyak aroma terapi, sudah lebih dari tiga tahun mereka hidup berdampingan, apartemen Daniel yang tepat sebelah apartemen miliknyalah yang membuat pria itu mengetahui ketika kekasih Kerelyn melakukan kekerasan fisik terhadapnya, ia berteriak meminta tolong tapi tak ada seorangpun yang mendengarkan teriaknya kecuali Daniel yang langsung mendobrak pintu dan menghajar Simon yang tengah memukulinya hingga hampir hilang kesadarannya, tak lama kemudian petugas keamanan apartemen datang untuk mengamankan Simon sebelum polisi datang, melihat kondisi Kerelyn yang berlumuran darah membuat Daniel menggendongnya ke Rumah Sakit bahkan ia menjaganya sebelum Eddy dan orangtuanya datang.

Simon dijatuhi hukuman empat tahun penjara, Kerelyn sendiri harus mengalami masa trauma hingga menjalani terapi oleh psikolog selama setahun sebelum akhirnya ia dinyatakan pulih dari trauma kekerasan dalam rumah tangga. Selama satu tahun ia selalu memerhatikan Daniel, pria itu seperti biasanya selalu bersikap ramah dan sopan, yang menarik perhatian Kerelyn hingga mulai mencari informasi tentang tetangganya itu. Dia mengetahui kalau pria itu menyukai kopi hitam yang kental, pancake dengan selai rastbery dan coklat untuk sarapan, bahkan ia mengetahui ukuran sepatu dan pakaiannya.

Tapi Daniel tidak pernah menganggapnya lebih dari tetangga dimana dia tidak pernah mengucapkan kalimat lebih panjang dari sekedar hai, selamat pagi, selamat siang, selamat malam dan sampai jumpa. Dan akhirnya satu tahun terakhir ini Kerelyn bertekad mendekatinya dan sudah seringkali ia memberikan tanda kalau ia menyukai pria keturunan Indonesia-Amerika itu, tapi sepertinya Daniel tidak pernah mengerti dengan sinyal yang ia berikan.

Kesempatan menghampirinya ketika beberapa bulan yang lalu Daniel kembali menyelamatkan hidupnya, waktu itu sebuah mobil hampir menabraknya, untung saja pria itu menariknya hingga terjatuh dan melukai tangannya sendiri, dengan menggunakan alasan itu Kerelyn memaksa untuk merawatnya walau awalnya Daniel menolak ide itu, tapi bukan Kerelyn Howard namanya jika dia harus menyerah begitu saja, dan mulai saat itu hubungan mereka memiliki sedikit kemajuan tidak hanya hai dan sampai jumpa lagi, tapi kini Kerelyn bahkan sudah mengenal kedua adik kembar Daniel, Emily yang baru saja bertunangan dengan pewaris grup Royal, dan Alexa yang bekerja sebagai seorang designer di salah satu perusahan mode terbesar dunia, bukan hanya itu ia juga mengenal sahabat-sahabatnya. Boleh dibilang itu merupakan kemajuan yang luar biasa walaupun pria yang benar-benar ingin ia dekati tidak menyadari perasaanya terhadap pria itu.

"Kau harus menunjukan lagi pesonamu, Kerelyn," ucapnya sambil menghapus uap pada kaca kamar mandi sambil menatap pantulan dirinya sendiri di kaca dan kembali mendesah lemah sebelum akhirnya masuk ke kamar tidur, lalu menjatuhkan diri di atas tempat tidur seperti orang pingsan karena lelah.

*****