SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
Hunter System

Hunter System

Bab 1 - Alvin Rufino

[“Tuan, salah satu quest harian Anda belum selesai. Waktu penyelesaian hanya tersisa tiga jam dari sekarang,”]

Terdengar sebuah suara pria mekanik di dalam kepala ku.

Suara dari sebuah Sistem Hunter yang telah menyatu dengan ku, setelah aku hampir saja tewas dalam kegagalan raid di dalam sebuah Dungeon.

...****************...

“Hei Alvin! Alvin...!”

Dalam tidurnya, sayup-sayup Alvin dapat mendengar suara seorang wanita yang sudah sangat akrab di telinganya.

Tak lama kemudian, akibat goncangan keras yang ia rasakan, Alvin akhirnya membuka kedua mata dan langsung terduduk di atas ranjangnya.

“Gempa Bumi?!”

Alvin hendak turun dari tempat tidur, namun membatalkan niatnya saat melihat Vina, kakaknya, duduk di tepi ranjang sambil tertawa cekikikan.

Ia akhirnya menyadari bahwa getaran yang terasa seperti sebuah gempa tadi pasti ulah Vina yang berusaha membangunkan dirinya dengan mengguncang-guncankan tubuhnya.

"Oh, wajah mu sangat lucu," ejek Vina, yang kemudian tertawa lagi.

Alvin menatap Vina dengan marah, seraya memegangi kedua pipinya yang terasa panas dan sakit.

“Bisakah kau membangunkan ku dengan sedikit lembut?!” Umpat Alvin.

“Tsk... Alarm mu sudah berbunyi sejak tadi dan aku melihat notifikasi ‘janji penting’ di layar ponsel mu. Harusnya kau berterima kasih pada ku!" Sahut Vina dengan suara lebih keras, sembari berdiri dan pergi menuju pintu kamar.

“Setidaknya, bisakah kau tidak memukuli wajah ku juga?” protes Alvin lagi, dengan perasaan mendongkol.

Dari rasa sakit yang tersisa di kedua pipinya, ia tahu, Vina pasti memukulnya juga.

“Bukankah kau seorang hunter? Ku dengar hunter tidak akan terpengaruh oleh pukulan manusia normal walau pukulan itu dilakukan dengan sekuat tenaga." Sahut Vina tanpa berpaling dan terus berjalan menuju pintu.

Alvin menatap punggung Vina, masih dengan perasaan kesal. Namun, ia tidak menanggapi ucapan kakaknya lagi.

'Yah, lagian dia tidak tahu kalau adiknya adalah hunter payah yang selalu di ejek hunter lain.'

Saat ia sudah berada di ambang pintu, Vina berhenti dan berbalik.

“Besok peringatan hari kematian ibu. Ayah mungkin akan pulang. Ku harap kau juga tidak pulang terlambat," ucap Vina, mengingatkan.

Alvin tidak menanggapinya lagi, namun ada sedikit perubahan pada ekspresi wajahnya yang tadinya terlihat marah, menjadi lebih tenang.

Tidak mendapatkan tanggapan lagi, Vina kembali berbicara pada adiknya itu, "Kau ingin melakukan raid lagi, kan?"

"Ya."

Vina menghela nafas panjang, khawatir dengan keselamatan saudara satu-satunya itu. "Hati-hati, ok?"

Alvin hanya menanggapi dengan tersenyum tipis. Ia tahu, Vina khawatir padanya yang selalu pulang dalam keadaan terluka lumayan parah setelah melakukan raid.

......................

Alvin Rufino yang kini telah berusia 25 tahun, lahir tepat 3 hari setelah kemunculan gerbang Dungeon pertama di dunia.

Saat itu, gerbang Dungeon yang membawa petaka bagi umat manusia di seluruh dunia, telah membuat umat manusia kehilangan hampir setengah dari populasinya.

Untungnya, selain kehadiran gerbang yang membawa para monster menginvasi umat manusia, di barengi juga dengan adanya kebangkitan manusia sebagai seorang manusia super, yang nantinya akan dikenal dengan nama hunter.

Jika tidak, mungkin populasi manusia saat ini telah musnah seluruhnya.

Namun, mendapatkan kebangkitan untuk menjadi seorang hunter, tidak otomatis menjadikan orang itu istimewa.

Tidak semua orang yang telah di bangkitkan akan mendapat kekuatan yang sangat luar biasa.

Di antara mereka, ada hunter yang mendapatkan kekuatan sangat biasa, bahkan ada yang mendapatkan kekuatan yang sangat lemah, hingga hampir tidak ada bedanya dengan manusia normal pada umumnya.

Sialnya, Alvin berada di antara barisan hunter sangat lemah tersebut.

Akibat terlalu lemah, Alvin bahkan sudah mengalami kesulitan saat masih berada di Akademi Hunter, saat ia mengikuti pelatihan untuk menjadi hunter profesional.

Malah, ia hampir saja tidak lulus seandainya seseorang tidak memberinya rekomendasi.

Setelah ia menjadi hunter profesional pun, Alvin sering diintimidasi dan di hina oleh rekan-rekannya karena kelas hunter yang ia miliki bisa di katakan hampir tidak berguna.

Seorang Healer dengan peringkat F. Peringkat terendah dalam sistem peringkat para hunter.

“Jika kau mengalami kebangkitan awal di peringkat F, setidaknya jadilah hunter tipe apa pun selain Healer. Kemampuan mu hampir tidak berguna!!!"

Itulah kata-kata yang selalu di ucapkan salah seorang hunter dari Asosiasi, Brondy Lewis, yang selalu mengejeknya.

...****************...

Alvin tiba lebih awal di area gerbang Dungeon yang telah di jaga ketat oleh para hunter dari Asosiasi, di bandingkan 6 hunter sewaan lain yang juga akan berada dalam tim raidnya.

Saat dia baru memasuki kawasan yang telah di jaga ketat tersebut, ia langsung mendapatkan tatapan tidak senang dari dua hunter Asosiasi yang sedang duduk mengobrol di dekat gerbang.

Alvin bahkan mendengar salah satu dari mereka langsung membicarakan dirinya dengan sangat merendahkan.

'Tsk... Brondy Lewis lagi.'

Tanpa memerdulikan hinaan dari orang yang selama 5 tahun ini selalu berusaha menghancurkan mentalnya, Alvin berjalan terus menuju meja petugas identifikasi identitas hunter untuk melakukan regristasi.

Bisa dikatakan, ia sudah kebal dengan hinaan yang selalu Brondy dan teman-temannya lakukan. Alvin tahu, Brondy akan selalu menghinanya setiap dia memiliki kesempatan.

“Astaga, kenapa mereka memanggilnya lagi? Sial, jika aku tahu dia ikut, aku akan mengambil cuti hari ini!” Umpat Brondy, sembari menatap Alvin dengan tatapan menghina.

“Hei, pelankan suara mu. Dia bisa mendengarnya.” Tegur hunter lain yang duduk di sebelah Brondy.

“Apa peduli ku? Aku hanya mengatakan sebuah kebenaran.” Sahut Brondy.

“Dia mungkin akan menyerah menjadi seorang hunter jika orang-orang selalu mengejeknya.” Pria itu menambahkan.

Mendengar ucapan hunter itu, Alvin tersenyum sinis. Ia tahu, rekan Brondy itu hanya ingin terlihat baik di mata orang lain. Padahal, di dalam hatinya, dia mungkin mengejek dengan lebih kasar lagi.

Mereka berada di Akademi Hunter yang sama selama 4 tahun. Jadi, Alvin sudah mengenal baik sifat orang-orang itu.

Alvin yang sudah biasa di ejek, bahkan tahu perbedaan sebuah ejekan atau rasa simpati yang ditujukan padanya. Dan sepengetahuannya, hanya ada 1 orang di Akademi yang benar-benar peduli pada dirinya dengan tulus.

“Justru aku mengatakannya agar dia mendengar dan merasa malu! Akan lebih baik jika orang sepertinya melupakan impian untuk menjadi seorang hunter. Kemampuannya benar-benar tidak berguna!" Ucap Brondy, yang mulai berbicara dengan nada suara lebih tinggi.

“Hei, sudahlah...”

“Aku juga heran, kenapa kapten tim memintanya untuk dimasukkan dalam tim raid kita.”

Bukan hanya Alvin, semua petugas dari Asosiasi Hunter kini dapat mendengar apa yang dibicarakan kedua hunter tersebut.

“Jangan patah semangat hanya karena omongan seperti itu, ok? Berjuanglah untuk menaikkan peringkat mu. Suatu saat nanti, kau akan membungkam mulut orang-orang yang merendahkan mu itu.” Ucap wanita muda, petugas identifikasi identitas hunter, seraya mengembalikan kartu pengenal Alvin padanya.

Alvin menerima kembali kartunya dan tersenyum tipis pada wanita itu tanpa menanggapi kata-kata penyemangat yang diberikan olehnya.

‘Tsk..., mata mu mengatakan hal yang berbeda.’

Alvin langsung pergi menjauh setelahnya. Ia tahu, wanita itu hanya mengatakan hal baik seperti itu di depannya saja. Justru orang sepertinyalah yang biasanya membicarakan hunter-hunter lemah seperti Alvin di belakang dengan lebih menyakitkan.

......................

Enam hunter sewaan lain, yang semuanya berperingkat D, akhirnya tiba 1 jam setelah kedatangan Alvin.

Di antara mereka, ada seorang gadis berparas manis yang langsung berlari menghampiri Alvin dan mengagetkannya saat Alvin sedang asik mendengarkan lagu lawas melalui earphonenya.

“Alvin!” Seru gadis itu seraya menepuk keras pundak Alvin.

Dibuat terkejut seperti itu, tentu saja membuat Alvin mendongkol. Ia menatap wajah Shiva Kania, satu-satunya teman masa kecil bahkan bisa dikatakan satu-satunya teman yang ia miliki, dengan marah.

“Bisakah kau menyapa tanpa mengagetkan orang?"

“Oh, maaf sudah mengagetkan mu.”

Shiva kemudian tertawa cekikikan sembari menutup mulut dengan satu tangannya.

Pada saat itu, Borndy datang mendekat.

“Kau temannya, kan? Ku harap kau bisa menjaga pecundang ini dengan baik dan tidak merepotkan kami.” Ucap Brondy pada Shiva, sengaja ingin mencari perhatian dari gadis itu.

Alvin yang masih duduk beralaskan tanah, mendongak menatap Brondy, hanya untuk memberikan tatapan menghina pada pria tersebut. Ia tahu, Brondy selalu berusaha untuk mendekati Shiva, namun Shiva juga selalu mengabaikannya.

"Kau berani menatap ku seperti itu?!" Umpat Brondy, tidak senang dengan tatapan mengejek Alvin, padanya.

Karena nyaringnya suara Brondy saat ia membentak Alvin, semua orang yang berada di situ dapat mendengar, lalu mereka pun menoleh ke arah datangnya suara dengan hampir bersamaan.

Suasana pun menjadi tegang seketika.

......................

Bab 2 - Di Dalam Dungeon

Walaupun Alvin memiliki energi Mana yang jauh lebih rendah di bandingkan Brondy, namun ia sama sekali tidak pernah merasakan takut pada orang yang selalu merundung dan membuat teman-teman di Akademi Hunter mengucilkannya.

Alvin langsung berdiri dan menghadapi Brondy dengan berani.

"Hei... Hei... Sudahlah. Kita bahkan belum masuk ke Dungeon dan kalian sudah ingin membuang-buang energi Mana di sini?" Shiva berusaha menengahi mereka, untuk mencegah terjadinya keributan lebih jauh.

"Apa yang sedang kalian lakukan?! Cepat kenakan perlengkapan raid dan berkumpul di depan gerbang." Ucap seorang hunter dengan suara nyaring dan berhasil membuat Brondy langsung kehilangan nyalinya.

Hunter yang baru saja menegur mereka adalah Nathan Logan, hunter Asosiasi berperingkat C yang akan memimpin tim dalam melakukan raid hari ini.

Mendengar apa yang baru saja Nathan katakan, semua hunter mulai bersiap dan mengenakan perlengkapan raid yang mereka miliki.

Setelah melihat semua kru nya dalam keadaan siap tempur, Nathan berjalan lebih dulu menghampiri gerbang.

Nathan menatap gerbang sihir besar berbentuk oval dengan perasaan sedikit tidak nyaman. Ada hal aneh yang ia rasa salah pada energi sihir yang terpancar dari gerbang.

Sedikit ragu dengan keadaan tersebut, Nathan menoleh pada salah satu rekannya, yang juga bekerja di bawah naungan Asosiasi Hunter.

"Apakah ini benar-benar gerbang Dungeon peringkat D?" tanya Nathan pada pria berambut punk itu.

"Tentu. Tim pendeteksi sudah memeriksanya berulang kali, tuan Logan." Sahutnya.

Nathan mengernyitkan kedua alisnya lalu bertolak pinggang sembari menatap gerbang berwarna biru malam-metalik itu agak lama dalam diam.

'Aneh, kenapa energi sihirnya sangat besar? Bukankah ini terasa seperti gerbang peringkat A?'

"Kapten, tim sudah terlambat selama satu setengah jam dari jadwal yang seharusnya," Brondy mengingatkan saat melihat Nathan sepertinya tampak ragu.

Mendengar itu, Nathan menghela nafas panjang untuk menyingkirkan prasangka buruknya.

'Mungkin aku terlalu lelah karena hampir tidak beristirahat dalam tiga hari belakangan.'

Nathan akhirnya berbalik dan berbicara dengan suara lantang pada tim yang akan di pimpinnya.

"Kita masuk sekarang!"

......................

Dungeon itu lumayan gelap. Bintang-bintang di langit malam yang terhalang sihir pembatas area Dungeon, terlihat buram hingga tidak menampakkan jelas kilauannya.

Beberapa hunter langsung menyalakan lampu portable berbahan pecahan kristal sihir yang mereka bawa untuk menerangi lingkungan gelap tempat mereka berada. Namun, lampu portable yang memang tidak memiliki cahaya terlalu terang itu tetap tidak bisa membuat keadaan sekitar menjadi terang benderang seperti yang mereka inginkan.

Tim raid akhirnya diam di tempat itu selama beberapa menit sambil membiasakan mata mereka pada gelapnya lingkungan Dungeon.

Sementara itu, Nathan mengeluarkan alat pendeteksi energi Mana untuk mengecek lokasi-lokasi monster berada.

Sampai 15 menit kemudian, tim raid akhirnya bergerak menuju lokasi pertama yang merupakan lokasi dengan energi Mana terkecil dibandingkan lokasi lainnya.

Nathan memilih tempat itu karena ia tahu, di lokasi tersebut memiliki jumlah monster yang lebih sedikit.

"Tuan Logan sepertinya bukan seorang yang pemberani," bisik Brondy pada rekan yang berjalan di sebelahnya, "Jika itu saudari ku, dia akan memimpin kita langsung ke lokasi yang memiliki jumlah energi Mana terbesar," tambahnya.

"Lihat dia. Selalu berbicara buruk tentang orang lain. Padahal, mereka jauh lebih buruk." Ucap Shiva, yang berjalan bersebelahan dengan Alvin.

Alvin menoleh pada gadis itu dan menatapnya dengan tatapan malas. Walaupun ia setuju dengan apa yang baru saja Shiva katakan, namun mereka saat ini sedang berada di dalam Dungeon. Mencari ribut di tempat seperti ini dengan sesama hunter adalah pilihan yang sangat buruk.

Namun, Brondy yang berjalan hanya beberapa meter di depan mereka dapat mendengar ucapan Shiva tadi.

Brondy menghentikan langkah kakinya dan berbalik.

"Kau mau mati?!" gertak Brondy dengan geram.

Tapi, dia tidak menatap ke arah Shiva, melainkan pada Alvin.

"Tsk... Kau hanya berani pada ku?" sahut Alvin yang kemudian tersenyum sinis.

Mendapatkan ejekan itu, Brondy melangkah maju untuk meraih leher Alvin dengan tangannya, namun Shiva langsung mencegah dengan berdiri di depan Alvin.

"Apa yang ingin kau lakukan? Kita sedang berada di Dungeon. Kenapa kau tidak mencari masalah dengan monster saja? Apa kau tidak berani?" Ejek Shiva. Bukan hanya dengan ucapannya, namun juga dibarengi dengan tatapan yang sangat merendahkan Brondy.

"Bisakah kalian diam?! Kita sudah berada dekat dengan lokasi monster." Bentak Gary Logan, seorang hunter senior berperingkat D.

Dia juga hunter yang bekerja di bawah naungan Asoiasi Hunter, sama seperti Brondy dan Nathan, kakaknya.

Mendapat gertakan itu, nyali Brondy menciut seketika. Walaupun sebenarnya memiliki peringkat yang sama dengan Gary, namun ia kalah jauh pengalaman dalam hal bertarung.

Suasana pun kembali hening.

......................

Beberapa puluh menit kemudian, tim raid akhirnya memasuki kawasan monster berada.

Nathan dan Gary melakukan penyelidikan terlebih dahulu untuk melihat jenis monster yang akan mereka hadapi.

Dari balik batu karang yang cukup untuk mereka bersembunyi, Nathan dan Gary melihat ada 6 golem yang sedang duduk bersama, dengan membentuk sebuah lingkaran.

"Golem." Nathan bergumam.

"Akan lebih menguras energi Mana kita, tapi lebih baik dari pada laba-laba atau monster jenis serangga lainnya." Ucap Gary.

"Maksud ku, apa kau bisa merasakan energi Mana mereka?"

Gary menggeleng. Dia masih peringkat D. Tentu saja tidak bisa merasakan energi Mana sedetail peringkat A dan S.

"Apa kau bisa merasakan detail energi Mana mereka?" tanya Gary dengan alis mengernyit. Ia juga tahu kalau saudaranya pasti tidak bisa.

Seperti yang Gary duga, Nathan menggelengkan kepalanya.

"Tapi, dari alat pendeteksi yang ku lihat, aku menduga akan ada sedikitnya tiga puluhan monster di sini." Nathan memberitahu apa yang membuatnya merasa janggal dengan keadaan di Dungeon ini.

Gary terdiam, sembari memikirkan arti dari perkataan Nathan.

Tidak seperti monster jenis lain, golem bisa menjadi penghuni Dungeon dari peringkat E, yang terendah, sampai peringkat A yang tertinggi.

Jika petugas dari Asosiasi tidak memeriksa sihir gerbang dengan benar, bisa saja hunter yang melakukan raid akan salah mengira peringkat monster, jika mereka bertemu golem.

"Apakah mereka golem yang berperingkat tinggi? Apa mereka memeriksa energi sihir gerbang dengan benar?"

Nathan mengangguk. "Mereka mengatakan bahwa Dungeon ini benar peringkat D."

Gary mengerutkan keningnya. "Apakah sebagian golem nya sedang bersembunyi?"

Nathan hampir tertawa mendengar pertanyaan itu.

"Golem tidak suka bersembunyi seperti goblin."

"Tsk... Aku juga tahu. Aku hanya bercanda," sahut Gary. "Jadi, apa yang akan kita lakukan? Kita melanjutkan penyerangan atau kembali saja?" tanya Gary lagi.

Nathan tidak langsung menjawabnya. Dia mengingat kembali ucapan rekan mereka di depan gerbang tadi.

"Harus nya aku tadi tidak memercayai orang itu dan meminta mereka untuk memanggil petugas pemeriksa dan memeriksa ulang energi sihir gerbang." Pikir Nathan, menyesali kecerobohannya.

Ia tahu, petugas pemeriksa sihir gerbang mungkin malas memeriksa dengan benar karena bonus mereka selalu di korupsi pejabat Asosiasi.

"Nathan?"

Mendengar suara Gary, Nathan tersadar dari lamunannya.

"Kita kembali dulu. Aku akan mendiskusikannya dengan yang lain." Ajak Nathan.

Namun, saat mereka baru keluar dari tempat persembunyian dan bermaksud untuk pergi kembali pada rombongan, mereka mendengar suara teriakan dari arah tempat rombongan harusnya berada.

"Kenapa mereka ribut sekali?" bisik Gary, merasa curiga.

Nathan dan Gary akhirnya berlari secepat yang mereka bisa untuk kembali pada rombongan.

Saat mereka masih separuh jalan, kedua hunter itu bertemu dengan seorang hunter yang berlari dengan panik tepat ke arah mereka.

"Tuan Logan, tim kita di sergap monster!" Seru Nolan, hunter yang baru saja tiba setelah mati-matian berusaha meloloskan diri untuk mencari kapten tim.

Armor yang ia kenakan pecah di sana-sini. Nathan juga dapat melihat banyak darah di sekitar mulut dan hidungnya.

"Sial! Mereka benar-benar golem peringkat tinggi!" Nathan mengumpat marah.

Tak lama kemudian, Alvin dan Shiva juga tiba di tempat mereka.

"Kau Healer, kan?" tanya Nathan pada Alvin.

"Ya, tuan." Sahut Alvin.

"Tolong bantu dia." Pinta Nathan, "Aku dan Gary akan pergi ke tempat rombongan."

Sebelum mereka pergi, Nathan meminta Alvin dan Shiva untuk bersembunyi di gundukan batu yang berada tak jauh dari situ.

Namun, saat mereka masih dalam perjalanan menuju persembunyian, 6 monster yang tadi di pantau Nathan dan Gary, muncul dari belakang mereka.

......................