SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
Suamiku Preman

Suamiku Preman

Usia 30

Daffa Ananda Pratama. Putra pertama bapak Ahmad Yani dan Ibu Kartini. Pria matang yang tahun ini sudah berusia 30 tahun.Status dari lahir masih melajang.

Meski tampilannya terlihat seperti Badboy dan seorang pemain wanita. Namun, fakta lapangannya Daffa tak pernah tertarik untuk mendekati perempuan. Berbincang dengan kenalan perempuannya pun terbilang sangat jarang. Padahal dia sering mengunjungi tempat-tempat terlarang dimana perempuan menjajakan dirinya untuk dijamah oleh pria. Ya, Club malam dan sejenisnya merupakan tempat healing yang menyenangkan bagi daffa. Alunan musik DJ yang mengalun keras diiringi dengan suara ramai manusia serta aroma asap rokok dan minuman keras sudah menjadi kesukaannya sejak berusia 20 tahun.

Berawal dari berteman dengan Anton, Sandy, dan Lucas. Daffa yang semasa sekolah hanya seorang anak ambis yang sibuk belajar dipengaruhi untuk menghabiskan waktu ditempat hiburan malam seperti itu.

Tempat yang paling rawan namun menyenangkan. Itulah yang ada difikiran Daffa. Meski setiap malam mengunjungi berbagai tempat hiburan malam. Namun, Daffa tak pernah sekalipun memesan wanita atau minum minuman beralkohol. Pria itu sangat kuat dengan prinsipnya.

Dia paham alkohol bukanlah minuman yang berdampak baik, dan meniduri wanita yang belum ia nikahi akan beresiko karena wanita itu pernah ditiduri juga oleh pria lainnya. Pantang sekali bagi Daffa untuk menerima sisa atau bekasan orang lain.

"Bang!! Kakek tadi nelpon papa lagi, nanyain abang kapan mau menikahnya? Udah masuk kepala tiga tapi tanda-tanda mau menikah belum ada!" Defi Sri Antika, anak bungsu keluarga bapak Ahmad Yani yang sekarang sedang sibuk dengan kegiatan magangnya disalah satu kantor start up berkembang itu telah lelah mendapat teror dari kakeknya dan papanya.

Sebab yang belum mau menikah adalah abangnya, namun yang setiap hari menerima teror adalah dirinya.

"Kapan-kapan kalau nemu yang cocok!" jawab Daffa lugas. Membuat sang adik yang tengah menyuapkan makanan kedalam mulutnya merasa jengah. Mereka sekarang tengah makan malam disalah satu restoran ternama.

"Kalau ga nemu gimana? Abang mau nikahin cewe yang kayak gimana sih?!" pertanyaan dengan nada ketus tersebut berhasil membuat Daffa menatap adik satu-satunya itu.

Sejenak ia berfikir, wanita seperti apa yang ingin dia nikahi? Apakah dia harus menikahi salah satu wanita-wanita yang ada disekelilingnya.

Wanita yang mudah sekali disentuh dan dijamah pria. Apakah ia harus menikahi wanita seperti itu?

"Abang!! Ihh ditanya malah ngelamun kek orang bego!" Defi mengibaskan tangan diwajah daffa.

Daffa yang tersadar kembali melanjutkan makannya yang tertunda.

"Pantes abang ga nikah-nikah, kelakuannya dingin banget begini! Aku jadi adek abang aja rasanya pengen resign!" celoteh Defi mengunyah steak nya dengan kesal.

Daffa masih melanjutkan makannya tanpa memedulikan omelan sang adik.

***

"Assalamu'alaikum, Mak!!!" suara teriakan gadis muda yang baru saja memasuki rumah menggegerkan rumah sederhana tersebut.

"Wa'alaikumussalam warahmatullah, Zizah, kenapa?" Mak menjawab sambil membenarkan sarung yang melingkar dipinggangnya.

Azizah Humaira, gadis berusia 28 tahun tersebut menangis tersedu-sedu dipelukan Emak. Putri tunggal dari Bapak Juliardi dan Emak Sarinah tersebut merupakan gadis perawan desa yang sudah sangat matang. Bahkan banyak tetangga menjulukinya perawan tua, karena dia satu-satunya gadis yang belum menikah diantara anak gadis yang sepantaran dengannya.

Bahkan ia kerap dibanding-bandingkan dengan Laila, yang dijuluki janda kembang karena diusia yang ke 25 dia sudah menjadi janda 3 kali. Memang aneh kelakuan manusia zaman sekarang.

"Izah dijelek-jelekin sama ibu-ibu di masjid tadi, katanya Izah perawan tua huaaaa" sambil menangis Azizah menjawab pertanyaan Emak.

"Sudah-sudah ga usah diambil hati, biar kan saja, mereka cuman bisanya jelek-jelekin orang, ke masjid bukannya ibadah malah bergunjing!" Bapak yang datang dari luar masuk kedalam rumah sambil melepas pecinya.

"Kamu tadi liat Kakek Kipli tidak zah?" tanya bapak.

"Ng-nggak ada pak" jawab izah tersedu-sedu.

"Aneh, biasanya ke masjid kok hari ini ga ada ya? Bapak kerumah Kakek Kipli dulu, mau nengokin sebentar" Bapak kembali keluar rumah.

Kebetulan jarak rumahnya hanya 100 meter dengan rumah Kakek Kipli.

"Udah yuk kita makan ayam goreng, masih ada sisaan tadi siang" Emak membujuk Azizah agar mau berhenti menangis.

Azizah menganggukan kepala cepat sambil menghapus air matanya. Emak dan Anak tersebut pergi bergandengan tangan ke dapur.

Kakek Kumat

"Assalamu'alaikum.. Kek!!" Bapak Ardi mengetuk pintu yang tertutup rapat. Rumahnya bahkan terlihat sangat sepi.

'Loh, kemana ini si kakek' batin bapak.

"Permisi... Kek Kipli!!!?" Bapak masih mengetuk pintu dengan sabar. Meski perasaannya khawatir dan waswas.

Belum juga mendapat jawaban, bapak mengeluarkan ponsel yang kebetulan memang selalu dibawanya kemana-mana.

"[Halo.. Izah, kamu kesini sebentar nak, ini Kakek Kipli dipanggilin ga ada suara]"bapak berbicara melalui sambungan telpon yang menyambung dengan putrinya.

"[Iyaa pak, sebentar aku kesana sama Emak]" Azizah memberitahu Emak dan bergegas pergi ke rumah kakek kipli.

"[Buruan yaa]" kata bapak.

"[Be-bentar pak]" Azizah dan emak berlarian ke rumah Kakek Kipli.

Dua anak dan emak itu berlarian secepat mungkin. Hingga sampai di teras rumah tersebut. Keduanya mengatur nafas yang ngos-ngosan.

"Kenapa pak? Kok si kakek ga ada jawaban?" tanya Azizah. Bapak juga tidak tau. Coba kamu naik ke kursi liat ke dalam, bapak takut terjadi apa-apa" bapak menggeser kursi plastik berwarna merah yang terletak diteras rumah kakek Kipli.

Azizah bergegas naik, dan mencoba melihat kedalam rumah melalui lubang ventilasi. Sembari menyorotkan cahaya dari flashlight ponselnya.

"Ada nampak kakek zah?" tanya Emak.

"Pak, Izah ga liat kakek Kipli nih, tapi pintu kamarnya kebuka pak, lampunya nyala, apa kakek Kipli dikamar ya pak?" Azizah menoleh ke arah bapaknya yang memegangi kursi.

"Yasudah, kita coba intip lewat ventilasi jendela kamar kakek" Azizah bergegas turun dan mendahului bapaknya menuju jendela samping kamar kakek kipli.

Kebetulan beberapa warga yang meronda melewati rumah kakek kipli. "Eh Pak Ardi, ngapain itu?" tanya pak Mansur salah satu warga yang ronda. " Ini mau ngecek keadaan Pak RT, tadi saya liat ga ke masjid, sama ga ada yang tau kemana perginya, jadi saya inisiatif nengokin takut kenap-napa" jelas pak Ardi sembari menggotong kursi plastik tersebut ke samping rumah.

"Lah iya nyak? Baru ngeh abdi teh" jawab pak Asep. "Pak buruan!" Azizah memanggil bapaknya agar lebih cepat.

Warga yang tadi meronda juga ikut menyusul pak Ardi dan Emak ke jendela samping rumah Kakek Kipli yang sekaligus ketua RT tersebut.

Azizah buru-buru naik keatas kursi dan melihat kedalam kamar Kakek Kipli.

"Astaghfirullah!!!! Bapak, kakek Kipli tiduran dilantai!!! Gelasnya pecah disamping kakek pak!" Azizah berteriak karena terkejut melihat pemandangan, dimana Kakek Kipli yang pingsan dilantai sebelah tempat tidur dengan pecahan gelas didekatnnya.

Bapak-bapak yang bertugas ronda tadi pun bergegas berlarian kedepan pintu rumah Kakek Kipli.

Mereka berusaha mendobrak pintu depan. Dengan susah payah mereka bergantian menghantam pintu rumah kakek kipli.

Entah sudah keberapa kali pintu rumah itu dihantam sampai akhirnya pintu tersebut terbuka dengan keadaan kunci yang rusak.

Mereka semua bergegas menuju kamar Kakek Kipli. Azizah dan Emak juga ikut menyusul. Bapak-bapak tadi mengecek kondisi kakek Kipli.

Alhamdulillah detak jantungnya masih ada. Tampaknya kakek hanya pingsan. Para warga yang meronda membantu mengangkat tubuh kakek ke atas kasur.

"Minyak angin ada ga?" tanya Pak Mansur. "Ini teh abdi adanya minyak kayu putih" celetuk pak Asep. "Kan sama aja itu minyak angin Kusep!!" pak Mansur merebut minyak angin tersebut.

Bapak mengusap-ngusap kaki kakek Kipli dengan minyak angin agar terasa hangat. "Pak... Pak RT, bangun pak" panggil pak Mansur setelah mengoleskan minyak angin didekat batang hidung Kakek kipli.

"Ya Alloh... Gimana ini zah, apa perlu kita panggilkan bidan desa?" Emak yang panik menggandeng tangan Azizah dengan kuat.

"Kita lihat perkembangan dulu mak, kalau 5 menit ini ga sadar kita langsung aja bawa ke Puskesmas" jawab izah menenangkan Emak.

Semenit kemudian tampak mata kakek kipli terbuka. "Alhamdulillah pak RT...." ucap mereka semua ketika melihat kakek kipli sudah sadar.