SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
Cinta Telah Berpaling

Cinta Telah Berpaling

PART 1

...Helo, I'm back.. 😏...

...Siap berhalu? jangan lupa like, komen, dan rate ⭐5...

...Terimakasih ❤...

...Happy reading all...

...****************...

Hujan membasahi kota Surabaya dari malam sampai menjelang subuh. Air dari langit itu turun dengan deras. Udara yang sejuk, dan ruang kamar yang luas terlihat temaram membuat sepasang suami istri itu semakin terlelap dalam tidur mereka.

Hingga bunyi alarm membuat si wanita terbangun. Thalia Ruth, wanita cantik berwajah oriental itu menyambar benda pipih yang menyala tergeletak di atas nakas, segera mematikan bunyi tersebut agar suaminya tidak terbangun.

Thalia membalikkan tubuhnya, menghadap pria yang menemani hari-harinya. Ia dibuat terpana lagi dengan visual milik suaminya, Andre Miles.

Andre Miles, sosok pria yang pintar, memiliki fisik nyaris sempurna. Memiliki tubuh Atletis, dan juga tampan, pastinya.

Awal pertemuan mereka tidak disengaja. Pada saat itu Thalia terkunci di dalam toilet kampus, dan ya Andre adalah sosok pria yang datang menolongnya. Pria itu juga yang telah membuatnya merasakan indahnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Begitu juga dengan pria itu, yang nyatanya memiliki perasaan sama dengannya.

Dari kejadian itu, mereka bertukar nomor ponsel dan saling berkomunikasi. Hari demi hari, bulan berganti bulan, hubungan mereka kian dekat sehingga membuat mereka memutuskan untuk menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Mereka berpacaran selama satu tahun lamanya, lalu melanjutkan kisah mereka dalam sebuah ikatan pernikahan. Dan akhir Desember nanti, usia pernikahan mereka genap empat tahun. Ya, dua bulan lagi, tepat di hari pergantian tahun.

1 Januari 2020. Sumpah janji setia di ucapkan Andre di depan Tuhan begitu lantang. Thalia masih mengingat betul moment bahagia itu. Dimana Andre terlihat sangat gagah dengan jas putih membalut tubuh proporsionalnya. Bahkan senyum bahagia terpancar dari pria itu.

Hari-hari yang dijalani sebagai sepasang suami-istri berjalan mulus. Thalia dibuat jatuh cinta berkali-kali kepada suaminya karena suaminya itu selalu melimpahkan perhatian, kasih sayang dan menjadikannya prioritas.

Thalia meneliti wajah tampan pemilik hatinya yang terlihat sangat tenang, lalu ia menghadiahi kecupan di pipi membuat suaminya itu terbangun. "Maaf, aku jadi membangunkanmu, Mas." Thalia berujar memasang wajah bersalah.

"No problem." Sahut Andre tersenyum samar sambil menikmati jemari-jemari Thalia yang bergerak, membelai rambutnya. Dari belaian itu, Andre bisa merasakan perasaan istrinya begitu tulus mencintanya.

"Kamu ingin dibuatkan sarapan apa, hmm? nasi goreng sea food, sandwich, atau omelet?" Thalia menyebutkan tiga menu sarapan favorit suaminya.

Meskipun, hidupnya bergelimang harta tidak membuat Thalia bermalas-malasan. Menggunakan kedua tangannya, Thalia memasak sendiri makanan untuk suaminya. Ia tidak melibatkan pelayan sama sekali untuk membantunya.

"Nasi goreng sea food tambah kerupuk. " Andre tersenyum lebar, manik legamnya masih menatap dalam manik coklat teduh istrinya itu.

"Baiklah, aku akan membuat nasi goreng seafood untukmu, spesial pakai cinta." Ujar Thalia mengerlingkan matanya, Andre dibuat tertawa. "Masih jam empat, kamu tidur lagi saja, Mas. Nanti setengah enam, aku akan membangunkanmu."

"Iya, sayang. " Andre mengangguk, setuju. Kembali pria itu memejamkan mata. Menikmati lagi sentuhan jemari Thalia di kepalanya.

Setelah memastikan Andre terlelap, Thalia mengangkat pelan tangan Andre yang melingkar di tubuhnya sepanjang malam tadi.

Thalia beranjak dari tempat tidurnya. Di punguti jubah tidur berbahan satin miliknya yang berada di lantai kemudian ia menarik langkah menuju kamar mandi seraya memasang jubah tersebut ke tubuh langsingnya.

Sesudah mencuci muka, dan menggosok gigi, Thalia keluar dari kamar. Menuruni anak tangga, langsung menuju dapur. Sesampainya, Thalia membuka pintu kulkas, mengeluarkan bahan-bahan masakan yang dibutuhkan.

Datang seorang wanita paru baya dari belakang, mendekatinya. "Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?" tanya mbok Sumi membuat Thalia mengangkat kepalanya, menatap wanita paruh baya itu.

"Tidak ada, Mbok. " Sahut Thalia menggelengkan kepalanya sambil membersihkan udang. "Mbok kerjakan saja pekerjaan, Mbok."

Setengah jam berikutnya, Andre terbangun mendengar ponselnya berdering. Pria berusia 30 tahun itu segera mengambil benda pipihnya yang ada di meja dekat dengannya lalu tersenyum begitu netra legamnya melihat nama yang tertera di layar.

"Good morning, sayang, " mendengar suara lembut wanita dari sebrang sana membuat Andre melebarkan senyumannya. Andre beranjak, mendekati jendela kamar kemudian membukanya.

"Good morning too, baby." Sapa balik Andre tidak memudarkan senyumannya. "Rupanya-rupanya kamu sudah bangun, hmm."

Wanita yang berada di ujung telepon tertawa rendah. "Sudah dong. Coba kamu tebak aku sedang apa?"

Andre berpikir sejenak. "Hmm... Masih bermalas-malasan di atas ranjang sambil menghubungi pria tampan." Ujarnya sambil membayangkan wajah bantal kekasihnya yang menggoda.

Wanita itu tertawa lagi. "Ya Tuhan, kekasihku sangat narsis sekali." Imbuh Mona. Andre tertawa lagi. "Dan maaf Sir, tebakan anda salah."

"Lalu apa yang kamu lakukan? " bisiknya, parau.

Mona mengaktifkan loudspeaker, meletakkan ponselnya diatas meja dapur seiringan dengan pergerakan tangannya menata tomat dan juga timun ke dalam kotak. "Aku sedang menyiapkan bekal sarapan untuk kita. Kamu harus memakannya nanti."

"Oh ya," sahut Andre tidak menduga jika wanita yang di kencaninya tiga bulan terakhir ini, bisa memasak. "Kamu membuat sarapan apa?" Andre memiringkan tubuhnya, menyandarkan sisi tubuhnya di jendela sambil memandang langit yang mendung, dan hujan masih bersenang-senang membasahi bumi.

"Nasi goreng sea food, menu favoritmu." Mona melirik jam yang terpajang di dinding, jarum pendek sudah menunjukkan pukul lima lewat tiga puluh.

"Menu yang sama, dibuat Thalia." Gumam Andre, Ia menyelipkan satu tangannya ke dalam saku celana pendeknya.

"Kamu berbicara apa, sayang? aku tidak mendengarnya."

"Aku tidak sabar ingin mencicipi masakan buatanmu." Mona tersenyum mendengar ucapan manis Andre. Ia menutup bekal, lalu menaruhnya di lunch bag. Tidak lupa ia juga memasukkan kotak berisi buah-buahan yang sudah dipotongnya.

"Selesai, aku ingin segera bersiap. Apa kamu akan menepati janji untuk menjemputku?" tanya Mona untuk memastikan lagi.

"Tentu saja Baby. Aku akan menepati janjiku."

"Yes, aku akan menunggumu." Pekiknya riang.

Wanita bernama lengkap Monalisa Lauren itu tersenyum lebar sambil melangkah, masuk ke kamar. "Menurutmu, aku menggunakan kemeja warna apa?"

"Pink fanta," sahut Andre bersamaan Mona membuka pintu lemari, dan mengambil kemeja dengan warna fanta serta rok spam berwarna hitam.

Sementara itu, Thalia baru selesai menata menu sarapan di meja makan. Ia segera ke atas untuk membangunkan Andre. "Kamu sudah bangun rupanya, Mas." Ujar Thalia saat ia melihat Andre langsung memeluk tubuh Andre dari belakang, menghirup aroma citrus dari tubuh atletis Andre.

Andre terkejut, namun Andre bisa melawan keterkejutannya. "Baiklah. Tolong persiapkan berkas-berkasnya, Mona. Sampai jumpa." Andre buru-buru mengakhiri sambungan telepon dari kekasihnya, lalu ia berbalik langsung memeluk tubuh Thalia dan memberikan kecupan di puncak kepala istrinya.

Thalia menengadahkan kepalanya menatap Andre. "Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu, Mas." Jemarinya bermain di dada Andre dengan pola asal, membangkitkan gairah. Senyuman menggoda menghiasi wajah cantiknya.

"Terimakasih." Andre mengecup singkat bibir Thalia. "Apa kamu sudah mandi?" Thalia menggeleng, terus tersenyum mengerti dengan pertanyaan Andre. "Bagaimana jika kita mandi bersama?"

Tidak menunggu jawaban dari Thalia, Andre mengangkat tubuh Thalia dalam gendongannya. Pria itu menarik langkah menuju kamar mandi diiringi tawa mereka.

PART 2

"Apa hari ini kamu akan pulang telat lagi, Mas? " tanya Thalia sambil mengaitkan setiap kancing kemeja Andre hingga terpasang sempurna.

Selain memanjakan Andre dengan makanan kesukaan suaminya, Thalia juga memberikan perhatian-perhatian kecil, seperti yang ia lakukan saat ini, sebagai bentuk rasa sayangnya kepada sang suami.

"Aku akan usahakan pulang cepat."

"Benar ya, Mas?"

Andre mengangguk, Thalia pun tersenyum lebar, memperlihatkan gigi putihnya, berharap kali ini Andre akan menepati ucapannya.

Thalia merindukan kebersamaan dengan suaminya yang akhir-akhir ini lebih banyak menghabiskan waktu dengan pekerjaan daripada dengannya. Sudah satu bulan ini suaminya selalu pulang larut, tepatnya saat Thalia sudah terlelap. Itupun atas perintah Andre yang meminta Thalia tidak menunggu dan meminta Ia untuk tidur lebih dulu.

Thalia tidak pernah melayangkan protes. Justru Ia berusaha memaklumi apalagi Thalia tahu jika suaminya sibuk dengan pabrik yang baru dibangun di daerah Malang.

"Oke, aku akan memasak untuk makan malam kita." Thalia tidak memudarkan senyumannya. Ia mengambil alih dasi satin dari tangan Andre kemudian memasangkan di leher suaminya. "Mau dimasakin apa?" tanya Thalia disela aktivitasnya.

"Kare ayam, perkedel, sama sambal goreng ebi." Jawabnya.

"Oke." Thalia menyimpulkan dasi, dengan Andre mengaitkan kancing di bagian lengannya. "Sudah selesai, sebaiknya kita turun sekarang."

Sepasang suami istri itu menuruni anak tangga dengan saling bergandengan tangan menuju ruang makan. Sesampainya, Andre melepaskan tautan tangan mereka. Pria itu berinisiatif menarik kursi untuk Thalia.

"Manisnya. Terimakasih Mas." Thalia mendaratkan bokongnya sambil tersenyum mendapatkan perhatian lebih dari Andre.

Thalia menyendokkan nasi goreng dari wadah, memindainya ke piring Andre beserta kerupuk dan juga acar. "Sudah cukup sayang. " Andre menahan tangan Thalia yang hendak menyendokkan lagi nasi untuknya. Tidak memungkinkan ia sarapan dengan porsi yang banyak, sedangkan Mona membawakannya sarapan dengan menu yang sama.

Thalia mengerutkan keningnya. "Tumben sekali Mas makan hanya sedikit. Apa perut Mas bermasalah?" tanya Thalia khawatir, mengingat jika Andre mempunyai masalah pada lambung.

"Tidak sayang." Andre menggenggam tangan Thalia, lalu mengusapnya dengan ibu jarinya. "Mendadak Mas tidak berselera." Lanjut Andre memasang wajah memelas yang dibuat-buat, hanya untuk mengelabui Thalia.

"Apa ada masalah di kantor?" Thalia melayangkan lagi pertanyaannya seraya memerhatikan wajah Andre.

"Tidak ada." Sahut Andre sambil menggeleng samar. "Entahlah, Mas juga bingung."

"Kalau begitu, aku akan membuatkan jus untukmu, Mas." Thalia ingin bangun, lagi-lagi Andre menahannya.

"Tidak perlu sayang, baiknya kita sarapan." Ajak Andre.

Tidak menaruh curiga, Thalia menuruti perintah Andre. Thalia mendaratkan bokongnya kembali di atas kursi. "Siang nanti aku akan pergi ke panti, Mas." Thalia menyendokkan nasi, kali ini memindai ke atas piringnya.

"Pergilah, sayang. Jangan lupa, penuhi kebutuhan anak-anak disana."

Thalia menatap suaminya dengan kagum. Satu lagi sikap Andre yang paling Thalia suka, sikap dermawan suaminya. Memiliki harta yang melimpah tidak membuat Andre perhitungan. Justru sebaliknya, Andre kerap berbagi kebaikan dengan orang lain dan membantu orang-orang yang kesusahan.

"Iya Mas. Nanti sebelum ke panti, aku akan mampir ke Swalayan." Ujar Thalia

"Ayo kita sarapan." Ucap Andre menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. Bergumam lezat, merasakan masakan Thalia yang diakuinya sangatlah enak. Sewaktu mereka berpacaran, Thalia kerap mengikuti kelas memasak sehingga membuat Thalia menguasai ilmu aneka masakan dari berbagai daerah.

Mereka sarapan diselingi obrolan ringan diantara mereka, sampai sarapan selesai. Andre mengambil gelas berisi air putih yang ada di depannya kemudian meneguknya.

"Masakanmu selalu menjadi favorit, Sayang." Andre mengecup pipi Thalia membuat pemilik kulit putih itu merona. "Terimakasih."

"Mau aku antar bekal makan siang?" Tawar Thalia

"Tidak perlu sayang. Hari ini, aku di undang makan siang oleh Pak Irwan."

Andre memeriksa arlojinya, jarum pendek sudah menunjukkan pukul enam lewat lima belas. "Aku harus berangkat sekarang, Sayang. Khawatir macet."

Sepasang suami istri itu berdiri bersamaan. Thalia mengambil tas serta jas Andre yang tadi ia sematkan di sandaran sofa, kemudian memberikannya kepada Andre.

Seperti biasanya, Thalia mengantar Andre sampai depan rumah. "Hati-hati berkendara dan jangan lupa memberi kabar." Ucap Thalia mengusap punggung suaminya.

"Baiklah Nyonya Miles," Andre mencubit pipi Thalia, "begitu sampai, Aku langsung menghubungimu. Already miss you."

"I miss you too."

Andre memberikan kecupan lagi di bibir Thalia yang dibalas oleh Thalia sebelum masuk ke dalam mobil.

Andre menurunkan kaca mobil, pria itu tersenyum.

"Jangan lupa dengan pesanku loh, Mas." Thalia mengingatkan lagi.

"Iya Sayang, aku akan memberimu kabar. Aku pergi dulu." Andre menekan klakson, lalu melambaikan tangannya, kemudian pria itu melajukan kendaraan roda empatnya itu. Sesuai dengan janjinya kepada Mona, Andre langsung menuju apartemen yang di tempati Mona. Apartemen yang dibelinya setelah dua bulan mereka merajut kasih.

Thalia berdiri sampai mobil yang dikendarai Andre keluar dari pagar kemudian Ia kembali ke kamar. Thalia menarik laci meja mengeluarkan alat tes kehamilan yang dibelinya kemarin.

Sudah 10 hari, Thalia terlambat datang bulan, mendatangkan harapan memiliki buah hati. Segera, ia melakukan tes kehamilan.

Beberapa menit kemudian, Thalia mengangkat alat tes kehamilan itu dari cawan berisi urine. Ia memerhatikan tes pack tersebut. Hanya terdapat satu garis. Harapan yang sempat timbul di hatinya seketika runtuh, bersamaan dengan air mata yang menetes.

"Istrimu itu mandul, Nak. Dia tidak akan bisa memberikan keturunan untukmu. Lebih baik kamu tinggalkan dia, lalu menikah lagi."

Tiba-tiba ucapan dari Ibu mertuanya terngiang lagi di dalam pikiran Thalia. Dadanya semakin terasa sesak, seolah pasokan oksigen di dekatnya menipis. Thalia menutup wajah dengan telapak tangannya, ia menangis menumpahkan kepedihannya.

Meskipun Andre sosok pria yang sangat menyayanginya, dan tidak pernah menuntut keturunan, tetap saja kehadiran anak akan menjadi pelengkap rumah tangganya bersama Andre.

Pernah terbesit dalam pikirannya untuk mengadopsi seorang anak, namun keinginannya itu ditentang Ibu mertuanya. Bukannya didukung, Ibu mertuanya justru meminta agar Ia melepaskan Andre. Yang benar saja.

Thalia menarik napas panjang, memikirkannya semakin membuat Thalia bersedih dan tertekan. Tuhan tidak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan, bukan? dan yang Thalia lakukan selama ini, ia bersabar dengan takdir yang di berikan Tuhan untuknya. Thalia yakin, setelah badai ada pelangi yang datang membawa keindahan.

Seperti itulah konsep kehidupan. Disaat ujian datang, disitulah Tuhan sedang menunjukkan cintaNya.

Thalia mengusap air mata. Ia beranjak dan bersiap untuk pergi ke panti asuhan.

Ya, panti asuhan adalah tempat favoritnya untuk mencari kesenangan dan ketenangan. Bermain bersama anak-anak yang tinggal di panti, akan membuat perasaannya jauh lebih baik.