SweetNovel HOME timur angst anime barat chicklit horor misteri seleb sistem urban
JALAN SESAT

JALAN SESAT

Malam kelam

"Aaaargggh," terdengar suara racauan seseorang yang terlihat sedang melakukan sebuah ritual meminum cairan kental.berwarna merah dan berbau amis menyengat. Ia terpaksa melakukan hal tersebut karena sudah tidak tahan lagi hidup dengan kemiskinan.

Satu sosok mengerikan dengan tubuh kurus dan wajah yang sangat hancur sedang menambahkan suguhan yang sangat menjijikkan untuk disantap. Dimana daging busuk yang sudah banyak dipenuhi belatung disantap dengan begitu nik-matnya oleh seorang wanita berparas cantik.

Wanita itu memejamkan matanya berulang kali setelah makhluk berwujud iblis itu menambahkan menu tersebut kedalam sebuah nampan berbentuk bundar. Bahkan wanita cantik itu meneguk da-rah yang berada dalam cawan itu laksana sebuah juice yang segar.

"Ini nik-mat sekali, Ni. Aku tidak pernah merasakan makanan seenak ini sebelumnya. Aku dapat makan nasi sehari tiga kali saja sudah sangat beruntung," ucapnya dengan berbinar. Ia melihat hidangan didepannya laksana sebuah jamuan yang mewah.

Sosok iblis berwujud nenek tua itu tersenyum licik dan ia sangat senang karena mendapatkan korban untuk menuju kesesatan.

Karena kamu telah memakannya, maka S

Sebagai imbalannya, ambillah ini," ucap sosok mengerikan itu memperlihat sesuatu diatas sebuah bongkahan batu. Terlihat uang dan juga perhiasan yang mahal terpampang jelas dimatanya.

"Jangan lupa ketika malam Jumat Kliwon nanti, kamu sediakan sesaji untukku," titah sosok mengerikan itu, "Dan jangan lupa juga buatkan satu kamar yang mana tidak ada satupun orang yang kamu ijinkan untuk memasukinya,"

"Baik, saya akan mematuhinya, Ni" jawab sang wanita dengan merundukkan kepalanya.

"Baguslah. Jadilah abdiku, dan sesatlah bersamaku, hahahha," terdengar suara parau dari sosok sang iblis dan perlahan  pergi menghilang.

Nadira tersenyum bahagia. Ia melihat tumpukan uang dan juga perhiasan mahal yang ia dapatkan sebagai balasan perjanjiannya dengan sang iblis dalam mencari kekayaan dengan cara sesat dan juga singkat, yaitu pesugihan, dimana ia diharuskan menyediakan tumbal per4w4n untuk menambah persyaratannya.

Sebuah goa yang tadinya terang benderang, kini berubah menjadi gelap gulita. Nadira menyalakan  sebuah obor, lalu mengumpulkan uang dan perhiasan yang diperolehnya dari sang iblis dalam sebuah koper, lalu pergi meninggalkan goa dengan hati yang sangat penuh kegembiraan.

Hari ini ia merasakan dirinya akan menjadi orang paling kaya didesanya. Ia akan membungkam mulut para tetangga yang menghinanya karena kemiskinan yang ia derita.

Ia berjalan menuruni pegunungan menuju sebuah kaki gunung. Ia berpapasan dengan para pendaki dan juga orang-orang yang akan melakukan ritual sama sepertinya.

****

Breeeeemmm...

Sebuah mobil berhenti didepan rumah yang tampak kumuh dan juga sangat memperihatinkan. Hal ini menjadi pusat perhatian para tetangga sekitar, dan tak terkecuali seorang pria bertubuh ceking yang saat ini sedang memegang sebatang ro-kok ditangannya.

Seorang wanita berpakaian mahal dengan branded ternama dan juga mobil mewah yang membuat penampilannya bertambah semakin menunjang kecantikannya yang sempurna.

Para tetangga terperangah melihat siapa wanita dihadapan mereka.

"Nadira? Kenapa ia tiba-tiba jadi kaya mendadak dan berpenampilan sok artis gitu?"ucap Lia seorang emak-emak yang menjadi barisan tukang ghibah didesanya.

"Iya, masa iya sebulan kerja di kota langsung kaya mendadak?" Santi menimpali ucapan rekan ghibahnya.

"Helleeeh, paling jadi simpanan tua bangka," Eli tak ingin ketinggalan ghibah, karena ini adalah bahan yang masih panas dan pastinya akan terus dibahas hingga beberapa periode berikutnya.

Nadira melangkah masuk dengan memamerkan tubuhnya yang dipenuhi dengan berbagai perhiasan mahal.

Rama tercengang memandang wanita yang menghampirinya. Ia berusaha mengusap kedua matanya, memastikan berkali-kali jika apa yang ia lihat benar adalah istrinya.

"Nadira? Benarkah ini kamu?" Tanya pria itu seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Iya, Kang... baru sebulan aku meninggalkanmu,  apakah Kau sudah melupakanku begitu saja?" Tanya Nadira menggoda suami cekingnya.

Rama mengangakan mulutnya hingga lebar. Ia menyergap sang istri dan menghujaninya dengan kecupan yang bertubi-tubi.

"Kamu memang pinter jadi istri. Baru sebulan saja kerja dikota sudah berhasil dengan cepat. Emang pengusaha mana yang kamu poroti uangnya sampai bisa kaya mendadak seperti ini?" tanya Rama tak sabar.

"Ada, donk, kang. Yang pastinya ia sangat kaya raya dan kekayaannya tidak akan pernah ada habisnya," jawab Nadira, kemudian memasuki rumah mereka yang terlihat sangat memperihatinkan.

"Dik, minta jatahnya, kan sudah sebulan gak ngaanu kitanya," celoteh Rama yang membawa Nadira ke dalam kamar. Ia sudah tak sabar ingin bercinta dengan sang istri, sebab selama sebulan ditinggal, ia hanya dapat menjadikan sabun sebagai pelampiasan hasratnya.

Keduanya memasuki kamar dan tidak menghiraukan para tetangga yang terus menghibah mereka dengan wajah penuh cibiran dan sinis.

"Buruan dong, dik. Akang sudah tak sabar," Rama menarik sang istri yang masih berpakaian mewah. Ia melucutinya dan melemparkan sang istri diatas ranjang. Ia menggagahinya dengan rakus.

Saat senjatanya tiba ditempat kenikmatan  sang istri, Rama mencium aroma tak sedap. Tetapi karena hasratnya yang menggebu, ia mencoba tak mengindahkannya. Ia terus memacu untuk menuntaskan hasratnya.

Hingga saat ia mencapai pelepasannya, ia merasakan jika aroma tak sedap dan hampir mirip dengan bangkai menyeruak dari liang seng- gama sang istri.

Tetapi Rama mencoba mengabaikannya. Kemungkinan sang istri sedang kelelahan dan ia tak mempermasalahkannya, lalu mencabut senjata miliknya dan mengenakan kembali pakaiannya.

Berbeda dengan Nadira, ia  merasa jika sang suami tidaklah begitu penting baginya saat ini, sebab tujuannya hanya ingin menjadi kaya.

Nadira meraih handuk, lalu melilitkan ditubuhnya. Ia tak pernah mencium aroma busuk yang dirasakan oleh suaminya. Ia meraih koper miliknya. "Kang. Kita harus membeli rumah yang lebih besar dan juga mewah. Sepertinya rumah pak Surya yang diujung desa itu layak untuk kita. Nanti disana kita akan membuka usaha untuk berjualan warung nasi," Nadira membeberkan niatnya.

Rama menoleh ke arah sang istri. Ia mencoba mengangggukkan kepalanya. Untuk memberi saran pun ia tak ada, sebab ia tak memiliki uang untuk dijadikan saran.

"Emangnya kamu punya uang banyak untuk membeli rumah pak Surya? Itu harganya 150 juta," ucap Rama yang kembali meraih sebatang rokok sembari menyulutnya dengan pemantik api.

"Tenang sajalah, Kang. Aku yang atur semuanya, akang tinggal terima beres saja," Nadira meyakinkan suaminya, jika ia benar-benar memiliki banyak uang. "Kang Rama bantu temui Pak Surya, dan katakan padanya aku ingin membeli rumah itu secepatnya," titah Nadira tak sabar.

"Sekarang?"

"Yaiyalah, Kang..., masa iya besok!" Sahut Nadira sedikit kesal. Ia sebenarnya sudah jengah dan juga bosan bersuamikan Rama yang pemalas dan juga hidupnya melarat. Tetapi mungkin pria itu bisa dimanfaatkannya sebagai tameng untuk dirinya dengan sebutan suami.

Rama bergegas pergi dan keluar dari kamar untuk menemui pak Surya dan mengutarakan niatnya untuk membeli rumah mewah diujung desa.

Setelah kepergian sang suami, wanita itu mengintai dari balik tirai jendela kamar. Tampak Santi, Lia dan Eli sudah membubarkan diri dari depan rumahnya. Ia memastikan jika para emak-emak penggosip itu akan kebakaran jenggot melihat dirinya yang sekarang.

Ia adalah Nadira yang memiliki segalanya. Ia akan menggeserkan kekayaan pak Surya yang selama ini menyandang sebagai orang kaya dikampungnya, dan mulai saat ini, namanya akan dikenal sebagai Nadira sang wanita kaya raya yang tak lagi dapat diremehkan.

Rumah Baru

Rama berhasil menemukan Pak Surya yang sedang berada ditoko sembakonya. "Pak, ada yang mau saya bicarakan," ungkap pria itu saat bertemu dengan pria yang sudah beruban tersebut, ia terlihat sibuk melayani pembeli. Sebab hanya dia yang memiliki toko sembako dan menjual berbagai perlengkapan bahan pokok.

Pak Surya menoleh ke arah Rama yang terlihat berbicara padanya. "Mau bicara apa, Ram? Mau ngebon lagi?" Jawab pak Surya dengan datar.

"Bukanlah, Pak. Aku mau beli rumah bapak yang diujung desa itu!" Jawab Rama penuh percaya diri.

Beberapa pembeli tercengang mendengar ucapan pria pengangguran tersebut. Bagaimana mungkin ia akan membeli rumah mewah itu, sedangkan untuk makan saja ia harus berhutang dulu.

Rama menatap tajam pada beberapa orang yang berada ditoko itu. Ia tahu jika mereka tengah mencemoohnya.

Pak Surya menarik nafasnya dengan berat. Tetapi ia mencoba berfikir positif, mungkin saja Rama menjadi perantara bagi seseorang yang ingin membeli rumahnya dan pria pengangguran itu akan mendapatkan  keuntungan dengan menjadi perantara.

"Seratus lima puluh juta, gak dapat ditawar lagi. Itu sudah saya Jual murah, karena saya mau saya untuk membeli kebun," jawab Pak Surya

Seketika para pembeli tertawa cekikikan mendengar harga yang ditawarkan oleh Pak Surya. Mereka merasa jika Rama hanya berhalusinasi saja.

Untuk membungkam mulut para tetangganya, Rama menghubungi Nadira agar segera datang ke toko sembako.

Wanita itupun tak butuh menunggu lama dan  bergegas menuju toko milik pak Surya.

Dengan  mengendarai mobil barunya, ia terlihat begitu angkuh dan sombong saat berjalan memasuki toko yang disambut tatapan tak percaya dari para warga desa yang tercengang melihat perubahan drastis dari Nadira.

"Hallo, Pak Surya. Saya akan membayar rumah itu secara cash," ucap Nadira sombong. Kemudian ia mengeluarkan segepok uang dengan nilai jual yang ditawarkan.

"Ihh.., sekarang si Nadira sombong banget mentang-mentang banyak duit," bisik Tini, yang merasa kejanggalan dalam diri wanita itu.

"Wah, mbak Nadira sekarang sudah banyak uang, ya. Saya saja butuh puluhan tahun untuk mengumpulkan semua yang saya miliki," ucap Pak Surya yang tak percaya melihat Nadira mengeluarkan tumpukan uang tersebut.

Pria setengah abad itu menghitung jumlah uang yang diberikan oleh Nadira dan jumlahnya cukup pas.

*****

Malam ini Nadira dan Rama menempati rumah tersebut. Ada beberapa kamar yang tersedia, dan satu kamar dilantai satu dan terletak dibagian belakang yang berdampingan dengan gudang merupakan kamar yang akan dijadikan oeh Nadira untuk melakukan ritual pemanggilan sang iblis.

"Kang, kamar yang ada didekat gudang jangan coba-coba akang buka, jika sampai akang buka, maka jangan harap aku akan memberikan akang uang," pesan Nadira penuh penekanan.

Rama hanya menganggukkan kepalanya. Ia tak berani membantah. Sebab sang istri saat ini yang berkuasa karena memiliki kendali atas semuanya.

Malam semakin larut. Rama sudah tertidur lelap, sebab ia seharian menata rumah dan memasukkan barang-barang mewah yang dibeli Nadira secara cash.

Semntara itu, Nadira terjaga dari tidurnya, setelah ia merasakan ada suara bisikan yang memanggilnya.

"Nadira" suara itu terdengar lirih dan juga parau, dan membuat ia dengan cepat mengenalinya.

Ia membuka pintu kamar dan tak lupa menguncinya dari luar, agar Rama tak memergoki aksinya.

Ia berjalan menuju kamar belakang. Disana ia melihat lampu tidak menyala, sehingga terlihat sangat gelap.

Wanita itu membuka kunci dan memasuki kamar, lalu menyalakan saklar lampu, sehingga terlihat temaram, sebab iblis itu tidak menyukai sesuatu yang terlalu terang.

Nadira berjalan perlahan menuju lantai beralaskan permadani berwarna hitam. Ia menanggalkan pakaiannya hingga tanpa sehelai benangpun.

Kemudian duduk bersila dan menunggu kehadiran Sang iblis yang akan memberikannya perintah..

Sesaat hawa didalam kamar berubah menjadi sangat panas. Dan hawa panas itu semakin membuat gerah pada wanita yang tengah menanti kemunculan sang iblis yang siap memberikannya kekayaan.

Perlahan sosok mengerikan dengan tubuh renta dan berwajah hancur datang menghampirinya. Sosok itu mengendus aroma tubuh Nadira dengan begitu dalam. Ia mengulurkan jemarinya yang panjang dengan kuku yang meruncing tepat diwajah wanita yang menjadi pengabdinya.

"Bawakan aku besok seorang gadis perawan untuk menjadi awal kesepakatan kita," ucap sang sosok nenek yang memiliki wajah mengerikan.

Saat bersamaan, Rama terbangun dari tidurnya. Ia tak menemukan sang istri disisinya. Ia mencoba mencari ke kamar mandi, tetapi tidak ia temukan, dan ia menuju ke arah pintu, tetapi terkunci dari luar.

Kemana Nadira? Mengapa pintu dikuncinya dari luar? Apa yang sedang dilakukannya?" pria itu bergumam dengan lirih. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal, dan rasa penasaran begitu sangat kuat saat ini.

Sementara itu, sang istri masih dengan posisi menangkup didepan dada. Ia menganggukkan kepalanya dan sosok wanita tua itu terdengar menggeram, lalu perlahan menghilang.

Setelah kesepakatan tersebut, Nadira kembali mengenakan pakaiannya, lalu berjalan keluar menuju kamar yang terletak dibagian depan. Ia kemudian membuka pintu kamar, dan Rama berpura-pura untuk tidur, dan ia melihat sang istri menaiki ranjang dan tertidur.

******

Nadira sudah pulang dari pasar. Ia membeli bahan-bahan yang akan digunakan untuk berdagang warung nasi Padang.

Rama bertugas mencari pekerja dengan syarat harus perawan, dan ia mendapatkan tiga orang remaja perempuan yang berasal dari kampung dan saat ini sudah tiba dirumahnya. Mereka ingin bekerja menjadi pelayan diwarung Nasi milik Nadira.

Dihari pertama, warung itu sangat ramai sekali pengunjungnya. Bahkan rendang daging yang mereka jual menjadi viral hingga sampai ke desa-desa tetangga.

Pelayan yang cantik-cantik juga menjadi nilai plus untuk warung nasi tersebut.

Silvi, salah satu pelayan yang bekerja diwarung Nadira, merupakan sosok pendiam dan ia berhijab dibanding dengan yang lainnya.

Malam ini ia bertugas, menutup pintu warung. Sedangkan dua rekannya sedang menyusun dan membersihkan peralatan yang kotor. Mereka mendapat kamar dibagian dapur dan disana ketiganya tidur.

Wuuuuusssh...

Silvi merasakan hembusan angin yang sangat panas dan membuat bulu romannya meremang.

"Apaan, ya? Koq aku merasa perasaan gak enak," gumam Silvi dengan Lirih, sembari menyapu tengkuknya.

Setelah menyelesaikan tugasnya, ketiga remaja itu memasuki kamar mereka. Saat ini mata Silvi tertuju pada pintu kamar diseberang kamar mereka, yang mana ia merasakan jika ada sesuatu yang menyeramkan disana.

"Apa yang kamu lihat?" Ucap Nadira tiba-tiba dari arah belakang. Tatapannya memandang tak suka saat gadis itu begitu intens menatap kamar rahasia miliknya.

"Anuu, Bu..., Maaf, tidak ada apa-apa," jawab Silvi tergagap.

"Jangan pernah coba-coba membukanya dan mencaritahu tentang kamar itu, kamu disini bekerja, bukan untuk kepo dengan urusan orang," Nadira menekankan ucapannya.

Gadis remaja itu mengangguk ketakutan, ia melihat jika wajah majikannya terlihat sangat mengerikan saat marah, seolah ada iblis yang bersarang disana.

"Cepat ke kamar!" Sergah Nadira, dan membuat nyali gadis itu menciut, dan bergegas pergi.

Setibanya dikamar, ia merasakan deguban jantungnya sangat kencang, ia seolah sedang merasakan sesuatu yang tidak baik dirumah sang majikan yang menyatu dengan warung Nasi.

"Ada apa, Sel? Kek, habis dikejar setaan," ledek Ranti yang saat ini sedang memakai masker wajah.

Silvi menggelengkan kepalanya, ia bergegas ke kamar mandi dan berwudhu, ia belum shalat Isya.

Ranti tertidur dengan wajahnya yang bermasker, sedangkan Rindu sudah terlelap karena kecapekan.

Silvi shalat Isya, dan ia merasakan jika punggung belakangnya seolah merasa tebal, ada sesuatu yang mengikutinya.

Setelah shalat Isya, ia membaca Al Quran dengan suara yang begitu nyaring.

Sontak hal tersebut membuat Nadira merasa kepanasan dan ia keluar dari kamar. Entah mengapa ia tak suka mendengar suara lantunan ayat suci itu dibacakan dirumahnya.

Dengan rasa penuh amarah, ia berjalan menuju kamar Silvi. "Heeei!" hardiknya dengan nada penuh emosi.

Silvi menghentikan bacaannya. "Iya, Bu," sahutnya.

"Hentikan itu semua, dengar tidak!" Teriak Nadira menggelegar. Suaranya terdengar seolah bercampur dengan sepuluh orang.

"Iya,Bu," sahut Silvi dengan lirih. Ia menghentikannya, dan terdengar Nadira menjauh dari depan pintu kamarnya.

Silvi semakin merasa aneh dengan sikap majikannya, ada sesuatu yang sangat fatal didalamnya.