Guna - Guna
Aku kedinginan dan basah. Kulihat sekelilingku gelap, kotor dan bau. Aku bergerak dengan minim. Tubuhku terasa kaku tak bisa bergerak.
" Mama...! Kamu dimana Mama..., tempat apa ini Mama...," Aku teriak tanpa suara.
Aku takut, lelah dan tertidur.
\=\=\=\=\=
Amelia, gadis cantik berkulit putih. Memakai mantel untuk melindungi dirinya, karena hari itu hujan sangat deras. Berlari kecil menyusuri jalan di tengah kota.
Sambil menahan nyeri di sekitar perutnya, karena sedang datang bulan, Amelia masih terus berlari karena ingin cepat sampai rumah.
Saat tiba di rumah, Amelia berlari ke kamar mandi untuk segera.membasuh tubuhnya dengan air.
Amelia bersyukur. Pekerjaan beratnya bisa diselesaikan hari ini.
Amelia bekerja sebagai perawat lansia di sebuah rumah mewah di bilangan Jakarta.
Gaji besar, itulah alasan utama mengapa Amelia memilih pekerjaannya itu. Meskipun lansia yang dirawatnya sudah mulai pikun, tapi beliau sangat baik.
Lansia bernama Nyonya Merry itu sangat loyal. Nyonya Merry yang blasteran Jerman itu memiliki dua orang anak yang sudah mapan.Anak perempuannya, Hanna, tinggal bersama keluarga di Bali mengikuti suaminya. Sedangkan anak lelakinya, Harris, menikahi wanita pribumi yang halus budi pekertinya.
Sekarang nyonya Merry tinggal bersama Harris dan keluarganya di sebuah rumah mewah. Harris bekerja sebagai seorang Konsultan Hukum yang sibuk. Sedangkan istrinya, Mutia, bekerja di sebuah Bank milik pemerintah.
Harris dan Mutia belum memiliki anak dari pernikahannya yang memasuki usia tiga tahun.
Di rumah besar itu sehari-hari nyonya Merry tinggal bersama tiga pelayan. Sementara anak dan menantunya akan kembali ke rumah saat malam tiba.
Amelia adalah perawat yang bekerja paruh waktu di rumah Harris. Amelia akan datang pagi hari jam 6 pagi, dan pulang jam 6 sore.
Saat malam hari biasanya Harris yang akan mengurus ibunya.
Sebelum Amelia, sudah banyak perawat yang dipekerjakan di rumah Harris. Tapi tak ada satupun yang cocok dengan Nyonya Merry. Karena selain cerewet, nyonya Merry kadang lupa pada orang sekitarnya alias pikun. Yang bisa membuatnya marah-marah saat ada orang asing yang mencoba mendekatinya, walaupun itu pelayan dan perawatnya sendiri.
\=\=\=\=\=
Hari itu Amelia diminta oleh Harris untuk menemani ibunya selama dua hari, karena Harris dan istrinya harus pergi mengunjungi famili di kota Batam.
Dengan janji akan memberi bonus pada Amelia, tawaran Harris pun diterima oleh Amelia.
Malam setelah kepergian Harris dan istrinya.
" Nyonya, sudah malam. Kita ke kamar ya...," ajak Amelia pada nyonya Merry.
" Baik. Tapi temani Aku sampai Aku tidur yaa..., Aku takut tidur sendirian ," rengek nyonya Merry seperti anak kecil.
" Baiklah...," kata Amelia ramah.
Amelia menemani nyonya Merry hingga tertidur. Lalu Amelia meninggalkan nyonya Merry untuk kembali ke kamar yang disediakan untuknya, selama ia menginap dua hari di rumah itu.
Malam pun semakin merangkak naik. Amelia tidur dengan gelisah. Ia tak dapat tidur nyenyak malam itu karena merasa akan ada sesuatu yang buruk menimpanya.
Saat jam menunjukkan pukul satu dinihari, terdengar suara pintu kamar seolah dipaksa dibuka dari luar.
" Siapa ?, siapa disana...?!" tanya Amelia yang masih terjaga.
Tak ada sahutan, dan suara itupun menghilang. Tapi sejam kemudian, suara yang sama datang lagi. Membuat Amelia yang mulai terserang kantuk pun merasa kesal.
Tetap tak ada suara lagi hingga Subuh. Waktunya Amelia menyiapkan nyonya Merry dan semua keperluannya.
" Pagi Mbak Amel...," sapa pelayan rumah Harris ramah.
" Pagi juga Bii...," jawab Amelia lemas.
" Mbak Amel sakit ?, kok lemes banget...," kata sang pelayan lagi.
" Aku ga bisa tidur semalem, gara-gara digangguin pas mau tidur. Emang disini biasanya begitu ya Bi...?" tanya Amelia.
" Masa sih Mbak..., kita ga pernah ngalamin yang kaya gitu disini...," kata pelayan itu lagi.
bersambung
Guna Guna jilid 1 mulai di bab Aren ya. Makasih...
Aren, adalah sejenis gula yang terbuat dari buah nira atau aren yang sangat manis. Seperti namanya, Aren memang gadis manis. Yang membuat siapapunyang memandangnya akan sulit berpaling dari wajah manisnya itu.
Tapi jalan hidup Aren tak semanis namanya.
Aren adalah anak yang dibesarkan di sebuah panti asuhan khusus untuk anak yatim piatu. Sedangkan Aren adalah anak terbuang yang diletakkan begitu saja di halaman panti oleh orang yang tak bertanggung jawab.
Aren diasuh dalam suasana panti yang tak 'sehat' dan penuh tekanan. Semula panti asuhan itu adalah milik sepasang suami istri yang tak memiliki keturunan, bernama Mardani dan Aisyah. Mereka mendedikasikan harta yang mereka miliki untuk mendirikan panti asuhan 'SAYANG SELALU' yang menampung anak-anak terlantar atau yang sengaja ditelantarkan oleh orangtuanya.
Mereka sengaja mencari anak-anak jalanan yang tak memiliki orangtua dan menampungnya di panti.
Namun Mardani dan istrinya meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat dan meninggalkan panti beserta anak asuhnya yang berjumlah belasan itu.
Kemudian panti asuhan itu diambil alih oleh keponakan Mardani bernama Samsul dan istrinya Anita. Tapi sayangnya mereka tidak memperlakukan anak asuh Mardani dan Aisyah dengan baik.
Samsul dan Anita kerap memperlakukan anak panti dengan kasar. Kekerasan juga sering mereka lakukan pada anak-anak yang tak berayah dan beribu itu.
Perlakuan buruk Samsul dan Anita juga diikuti oleh beberapa pengurus panti yang sudah lama bekerja di sana. Mereka ikut menyakiti anak-anak itu karena tak puas dengan gaji yang diberikan oleh Samsul dan Anita.
Sejak panti dikuasai oleh Samsul, para pengurus panti tidak memperoleh gaji seperti seharusnya. Banyak potongan yang dilakukan Samsul untuk menambah pundi-pundi keuangannya sendiri. Dan para pengurus panti tidak berani memprotes karena ancaman Samsul.
Aren akhirnya memilih kabur dari panti karena kerap harus menerima 'siksaan' dari para pengurus panti.
Bukan hanya siksaan fisik tapi juga psikis.
Ucapan kasar para pengurus panti, baik pria maupun wanita, disertai pukulan harus diterima Aren dan teman sebayanya yang tinggal di panti hampir setiap hari.
Panti yang tak seindah namanya. karena banyak kebusukan di dalamnya.Panti asuhan yang dikelola oleh orang tamak, yang menjadikan panti sebagai 'alat' mencari keuntungan pribadi.
Kebanyakan anak panti tidak diperlakukan selayaknya. Mereka, di usianya yang masih dini harus ikut membantu mencari nafkah untuk pemasukan panti. Entah jadi pengamen jalanan, pengemis, tukang asongan, bahkan pencuri cilik.
Yang lebih parahnya lagi, anak perempuan yang memasuki usia remaja akan dijual untuk dipekerjakan sebagai PSK. Para remaja putri yang tidak beruntung, karena memiliki wajah dibawah rata-rata hanya akan menjadi 'babu' atau dipakai sendiri oleh para pengurus pria.
Aren kecil yang sekarang berusia sebelas tahun, memiliki wajah manis, sudah pasti digadang-gadang akan dijadikan 'tambang emas' oleh para pengurus panti.
Aren yang menyaksikan sendiri kakak seniornya 'diperjual belikan' bahkan dilecehkan oleh para pengurus panti pun menjadi takut dan mulai mengambil ancang-ancang.
Aren kecil menjadi pengamen cilik untuk membantu keuangan panti. Ada seorang pemilik kios bensin yang bersimpati padanya. Mang Oding namanya, membantu Aren untuk bisa kabur dari panti. Semula Mang Oding bermaksud melaporkan para pengurus panti ke polisi. Tapi diurungkannya, mengingat resikonya yang besar. Apalagi panti mendapat perlindungan dari preman pasar.
" Kasian banget nasibmu Ren, harus hidup dan tinggal bersama orang-orang jahat itu...," kata Oding iba.
" Aren ga mau tinggal di sana lagi, Mang. Aren takut. Apalagi Aren sering liat kakak perempuan yang sudah besar dipaksa keluar malam-malam terus diajak pergi. Kalo pulang pagi, pasti menangis dan mukanya lebam...," cerita Aren takut.
" Ya Allah...," kata Oding sambil mengusap wajahnya kasar karena kesal tak bisa membantu Aren dan teman-temannya.
Mang Oding membantu Aren dengan menyimpan sebagian uang hasil ngamen Aren. Dan pada saat Aren membutuhkan bisa diambil.
" Alhamdulillah ya uang Aren udah banyak. Ntar kalo udah kumpul, bisa Aren pake buat ongkos pergi dari sana...," kata Oding sambil mengelus kepala Aren dengan sayang.
\=\=\=\=\=
Hari itu Aren kembali menerima siksaan dari para pengurus panti. Dengan tubuh lebam Aren keluar dari panti menuju tempatnya mencari nafkah.
" Ya Allah, Areennn...!" jerit istri Mang Oding yang bernama Bi Oyoh.
Jeritan Bi Oyoh memancing Mang Oding keluar dari kiosnya.
Dilihatnya wajah Aren yang lebam, juga ada darah di sudut bibirnya. Aren hampir jatuh karena kesakitan.
Melihat Aren yang nyaris pingsan, Mang Oding membawanya ke dalam kios dan langsung menutup kios. Ia tak mau para preman bayaran itu menerornya karena telah menolong anak panti yang terluka.
" Gimana ini Pak, Kasian si Aren...," kata Bi Oyoh.
" Gini aja Mak, sebaiknya Aren bawa aja ke kampung, terus kita urus, biar kita gedein dia kaya anak sendiri...," usul Mang Oding dan langsung disetujui oleh istrinya.
" Iya Pak, Emak setuju. Ntar siang kita bawa ke kampung, obatin disana aja sekalian...," kata Bi Oyoh sambil mengelus kepala Aren iba.
Siang itu Mang Oding bersama istrinya juga Aren, meninggalkan Jakarta.
Aren sengaja memakai baju yang longgar dan jilbab untuk menyamar, karena kawatir dilihat oleh para preman bayaran yang tersebar mengawasi anak panti yang coba kabur.
Perjalanan mereka menuju kampung Bi Oyoh terbilang lancar. Sebelum tiba di rumah, Mang Oding menyempatkan diri untuk mampir di sebuah klinik untuk mengobati luka Aren.
Luka Aren mendapatkan pengobatan yang baik, selain obat yang harus diminum, ditambah juga obat oles untuk luka luar Aren.
Mang Oding dan Bi Oyoh membawa Aren tinggal di rumah orangtua Bi Oyoh. Kedatangan mereka disambut dengan hangat.
Mang Oding dan Bi Oyoh mengakui Aren sebagai anak angkat mereka yang baru saja diadopsi. Orang tua Bi Oyoh sangat senang, apalagi Aren yang terlihat sebagai anak yang penurut.
" Tapi ini kunaon Yoh...?" tanya Bapak Bi Oyoh.
" Ooo, ini jatoh waktu maen sama temennya Bah...," jawab Bi Oyoh sekenanya.
" Karunya...," kata Ibu Bi Oyoh sedih sambil membelai kepala Aren.
Semua terdiam melihat Aren yang tertidur lelap akibat efek obat yang diminumnya.
" Terus kios kita di Jakarta gimana Pak...?" tanya Bi Oyoh pada suaminya.
" Iya Mak, gimana ya, Saya ga mungkin balik kesana. Bisa habis nanti. Pasti mereka udah tau kalo Aren kabur sama Kita...," kata Mang Oding.
Keduanya nampak kebingungan mencari solusi. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, itulah nasib Mang Oding dan istrinya sekarang.
" Coba aja ikut programTransmigrasi dari pemerintah...," kata bapak Bi Oyoh menyela pembicaraan mereka.
" Transmigrasi..." kata Mang Oding dan Bi Oyoh dengan wajah berbinar penuh harap.
Rupanya Bapak Bi Oyoh sudah mencium ada yang tak beres dengan kehadiran Aren. Akhirnya Bi Oyoh jujur menceritakan semua pada kedua orangtuanya. Di luar dugaan, kedua orangtua Bi Oyoh justru mendukung langkah yang diambil Bi Oyoh dan suaminya.
bersambung